Amalan-amalan yang Dianjurkan Saat Gerhana Bulan

Peristiwa gerhana bulan diperkirakan akan terjadi pada Jumat (19/11) sore ini. Beberapa wilayah di Indonesia disebut akan bisa melihat fenomena alam tersebut.

Fenomena gerhana bulan dalam ajaran Islam disebut sebagai tanda atau bukti kuasa Allah SWT agar lebih mengingat-Nya. Kejadian ini bukanlah tanda dari kematian atau kelahiran seseorang seperti yang diyakini orang-orang pada masa lalu.

Sebagai bukti dari kuasanya-Nya, Nabi muhammad SAW menganjurkan beberapa amalan yang bisa dilakukan saat peristiwa ini terjadi. Amalan-amalan ini dijelaskan dalam sebuah hadist, yaitu:

Rasulullah bersabda:

إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله لا يخسفان لموت أحد ولا لحياته فإذا رأيتم ذلك فأدعوا

الله وكبروا وتصدقوا وصلوا

Artiya: “Sesungguhnya matahari dan bulan itu dua tanda dari tanda-tanda Allah, terjadinya gerhana pada keduanya bukan karena kematian atau kelahiran seseorang, bila kalian melihat gerhana maka berdzikirlah kepada Allah, bertakbir, bersedekah, dan shalat.” (HR. Bukhari).

Dari hadist di atas, dapat disimpulkan amalan-amalan yang disunnahkan saat gerhana bulan adalah:

Memperbanyak doa

Tidak ada doa khusus terkait gerhana bulan, seorang muslim bisa meminta kepada Allah SWT beragam doa. Doa-doa seperti memohon ampunan dan diberi rahmat-Nya adalah contoh doa yang bisa dibaca saat peristiwa ini.

Berdzikir kepada Allah SWT

Selain berdoa, dianjurkan juga bagi seorang Muslim untuk memperbanyak dzikir. mengingat-ingat nama-Nya saat peristiwa gerhana menunjukkan seseorang memahami arti fenomena alam yang diciptakan Allah SWT.

Bersedekah 

Dianjurkan juga untuk bersedekah saat melihat gerhana bulan. Perbuatan ini adalah bukti dari keyakinan seseorang kepada Allah yang sudah menunjukkan bukti kekuasaan-Nya dengan gerhana bulan.  

Sholat gerhana 

Tata cara sholat sunah gerhana bulan sama dengan gerhana matahari. Tapi para ulama membedakan bahwa gerhana bulan dilakukan sama seperti sholat sunah lainnya yang dilakukan sendiri-sendiri. Ulama menyebut sholat gerhana bulan bisa dilakukan sendiri-sendiri di rumah atau di masjid. Alkhaledi kUrnialam

IHRAM

Kematian Anak Rasulullah dan Gerhana Matahari

KETIKA gerhana matahari terjadi di masa Rasul shallallahu alaihi wa sallam-, beliau ingatkan bahwa peristiwa itu bukan karena ada yang meninggal dunia. Saat terjadi gerhana memang pas bertepatan dengan kematian putera beliau yang bernama Ibrahim.

Al-Mughirah bin Syubah mengatakan,

“Pernah terjadi gerhana di masa Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- saat kematian Ibrahim. Orang-orang beranggapan bahwa gerhana matahari itu terjadi karena kematian Ibrahim.” (HR. Bukhari, no. 1043)

Lantas Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata dalam khutbah beliau,

“Sesungguhnya ketika tertutup cahaya matahari dan bulan (gerhana) bukanlah sebab karena ada yang mati atau karena ada yang hidup, namun itu adalah tanda kuasa Allah untuk menakut-nakuti hamba-Nya dengan terjadi gerhana tersebut.” (HR. Muslim, no. 901)

Oleh karenanya, setiap pemahaman keliru di tengah masyarakat apalagi berkenaan dengan akidah perlu diingatkan. Seperti ada yang menyatakan wanita hamil saat terjadi gerhana hendaklah bersembunyi di bawah kolong tempat tidur, ini tidaklah ada dasarnya dalam agama kita.

[Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Mitos-Mitos Menakutkan Tentang Gerhana dari Zaman Nabi, China Hingga Jawa

Gerhana merupakan sebuah peristiwa alam yang jarang terjadi. Gerhana juga merupakan salah satu tanda kemahakuasaan Allah SWT. Baik gerhana matahari maupun gerhana rembulan.

Pada tanggal 14 Jumadil Awal 1439 Hijriah atau yang bertepatan dengan tanggal 31 Januari 2018, seluruh wilayah di Indonesia akan mengalami gerhana bulan total. Gerhana bulan sebagian dimulai pada pukul 18.48 WIB. Sementara gerhana bulan total dimulai pada pukul 19.52 dan berakhir pada pukul 21.11 WIB.

Peristiwa gerhana di beberapa tempat masih dimaknai sebagian masyarakat dengan mitos-mitos tertentu dan hal tersebut sangat dipercayai kuat.

Di Jepang, misalnya, sebagian masyarakatnya  mempercayai gerhana karena sedang terjadi peristiwa racun yang disebarluaskan di muka bumi. Agar air tidak mengalami kontaminasi, masyarakat menutup sumber air (sumur) mereka.

Di China, masyarakatnya mempercayai gerhana terjadi karena seekor naga langit membanjiri sungai dengan darah, lalu menelannya.

Di Jawa, ada yang beranggapan gerhana bulan terjadi karena Batara Kala atau raksasa jahat sedang memangsa bulan. Kemudian masyarakat akan memukul kentongan secara ramai-ramai ketika terjadi gerhani untuk menakut-nakuti dan mengusir raksasa jahat.

Di masyarakat Arab, ketika itu, khususnya suku Quraisy, peristiwa gerhana dikaitkan dengan kematian atau kelahiran seseorang.

Putra Nabi SAW yang bernama Ibrahim meninggal dunia. Peristiwa meninggalnya bersamaan dengan terjadinya gerhana. Sehingga sebagian orang Arab mengaitkan gerhana dengan kematian tersebut.

Mitos-mitos tersebut tentu saja tidak berdasar dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah (saintik).

Saat menyampaikan khutbah, setelah selesai sholat gerhana, Nabi SAW menegaskan, “Sesungguhnya matahari dan bulan itu dua tanda dari banyak tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Terjadinya gerhana matahari dan bulan bukan karena hidup atau matinya seseorang. Karena itu, apabila kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah. Bertakbirlah, laksanakanlah sholat gerhana dan bersedekahlah.” (HR. Muttafaq alaih)

Semoga kita tidak terjebak dan terbelenggu dengan pemikiran-pemikiran yang mengancam akal sehat.

Wallahua’lam.

 

BERSAMA DAKWAH

Hikmah di Balik Gerhana

Ikhwati fillah,

Gerhana matahari maupun bulan merupakan fenomena alam yang ditakdirkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Di mana gerhana matahari akibat posisi bulan yang berada di antara matahari dan bumi sehingga menghalangi cahayanya, dan gerhana bulan akibat posisi bumi yang berada di antara matahari dan bulan sehingga tidak bisa memantulkan cahaya matahari ke bumi.

Pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam telah terjadi satu kali gerhana matahari, tepatnya menurut ulama pada tanggal 29 Rabi’ul Awal tahun 10 Hijriah, karena memang gerhana matahari tidak terjadi kecuali pada akhir bulan Hijriah sedangkan gerhana bulan pada pertengahan bulan Hijriah. bertepatan dengan meninggalnya putra beliau tercinta yaitu Ibrahim.

Hal ini merupakan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena masyarakat jahiliyah dahulu berkeyakinan bahwa gerhana terjadi karena kematian atau lahirnya seorang bangsawan atau yang berkedudukan tinggi, maka Allah Ta’ala Hendak membatalkan keyakinan ini dengan menjadikan gerhana di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam bertepatan dengan meninggalnya putra beliau, untuk menjelaskan bahwa gerhana adalah murni phenomena alam yang ditakdirkan Allah Ta’ala dan tidak ada kaitannya dengan kejadian apapun di muka bumi.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Dari Abu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda kebesaran Allah, di mana Allah menakuti hamba-Nya. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang manusia, akan tetapi keduanya merupakan dua tanda kebesaran Allah, apabila kalian menyaksikannya, maka laksanakan shalat dan berdoalah kepada Allah sehingga dikembalikan kembali oleh Allah” (HR Bukhari dan Muslim, nas ini lafaz Muslim 4/463 hadits nomor 1516).

Pelajaran penting yang kita bisa ambil dari gerhana matahari maupun bulan adalah:

Pertama: keduanya merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah Ta’ala yang menciptakan alam semesta ini, menguasainya, serta mengaturnya. Tidak ada satupun yang dapat menghalangi Allah Ta’ala, ketika Allah Berkehendak untuk merubah aturan alam sebentar diluar kebiasaan, untuk menunjukkan betapa lemahnya manusia dan betapa agungnya Allah, maka manusia tidak layak untuk menyombongkan dirinya di hadapan Allah, jadi sepantasnya manusia tunduk patuh kepada peraturan dan hukum Allah tidak kepada yang lain.

Kedua: merupakan kehendak Allah untuk menakuti hamba-hambanya dengan mengingatkan mereka dari kelalaian dan dosa. Di mana dengan bertambahnya fitnah dan kerusakan di muka bumi yang sebenarnya karena tingkah laku manusia, maka hikmah Allah Ta’ala berkehendak untuk menyadarkan mereka, dan bahwa azab dan siksaan-Nya di neraka lebih pedih dan kekal.

Namun di zaman sekarang, di mana manusia sudah menilai kejadian di bumi hanya dengan kaca mata materi tanpa menoleh ke sisi syar’i. Mereka mengatakan ini hanya sekedar phenomena alam biasa, tanpa melihat siapa yang menakdirkannya dan apa tujuannya.

Ketiga: bahwa kejadian-kejadian alam tidak ada hubungannya dengan kematian atau lahirnya seseorang, karena jika Allah Berkehendak untuk menjadikan sesuatu, maka terjadilah. Jadi murni karena kehendak Allah, maka barangsiapa meyakini bahwa kejadian alam ada kaitannya dengan kematian dan lahirnya seseorang maka dia telah menetapkan adanya pengatur alam semesta selain Allah Ta’ala.

Wallahu a’lamu bis-shawab. [abu raidah/voa-islam.com] –

 

 

See more at: http://www.voa-islam.com/read/aqidah/2009/12/31/2315/hikmah-di-balik-gerhana/;#sthash.HjKIZNEW.dpuf

Memahami Gerhana dengan Al-Quran

Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat dan salam semoga Allah curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya. Amiin.

Matahari dan bulan adalah makhluk (ciptaan) Allah SWT, sampai detik ini kedua makhluk tersebut taat (tunduk/sujud) dengan perintah Allah untuk bergerak pada porosnya dan berkeliling pada garis edarnya. Dalam Al Quran ada 10 ayat lebih yang menerangkan tentang matahari dan bulan (QS. 13:2, 14:33, 16:12, 21:33, 29:61, 31:29 dst.), berikut ini salah satunya :

وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ دَآئِبَيْنِ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ (٣٣)

“Dan Dia (Allah) telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.” (QS. Ibrahim 14:33)

Hanya Allah Ta’ala saja yang bisa berkomunikasi dengan keduanya, gerhana adalah fenomena yang hanya dialami oleh matahari dan bulan, sebagai tanda keduanya tetap tunduk/sujud dengan apa yang Allah amanatkan. Fenomena inilah yang hanya bisa dilihat oleh manusia, baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan alat seperti teleskop, dimana keduanya masih beredar pada garis edarnya sesuai dengan perintah Allah Ta’ala yang disampaikan dalam Al Quran. Selanjutnya dalam ayat diatas Allah menunjukan tanda sujudnya bumi, dengan adanya pergantian siang dan malam. Bumi hingga kini masih berputar dan tetap taat kepada Allah untuk bersujud.

Maka selaku manusia yang taat kepada Allah Ta’ala, ketika melihat makhluk lain bersujud kepada-Nya, Apakah kita akan menentang untuk tidak bersujud ketika mendengar berita atau mengalami terjadinya gerhana? Tentu tidak, manusia yang taat akan ikut bersujud ketika ditampakkan tanda-tanda kekuasaan Allah atas ciptaan-Nya yang bersujud kepada-Nya.

Dalam surat dan ayat lain Allah berfirman,

وَمِنْ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيْلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا۟ لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَٱسْجُدُوا۟ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (٣٧)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (QS. Al Fushilat 41:37)

Betapa sayangnya Allah terhadap manusia, hingga menurunkan ayat diatas. Fenomena siang dan malam adalah cara bersujudnya bumi, maka manusia pun ikut bersujud saat itu dengan cara shalat subuh, dzuhur dan ashar, serta menjelang malam dilanjutkan dengan shalat magrib dan isya, serta qiyamul lail. Kemudian Allah mengingatkan manusia dengan kalimat “Laa yasjuduu lisy-syamsi wa laa lilqomari”. Jangan bersujud kepada matahari dan tidak juga (sujud) kepada bulan, dilanjutkan dengan “wasjuduu lillahi kholaqohunna” tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya. “inkuntum iyyaahu ta’buduun” begitulah hendaknya kamu beribadah/mengabdi.

Matahari dan bulan dengan fenomena gerhana ditunjukan oleh Allah kepada manusia bahwa keduanya tetap tunduk. Kenapa Allah tunjukan/tampakan ketundukan bulan dan matahari? Jawabannya ada di dalam Al Quran, agar manusia dapat menyaksikan kekuasaan Allah dengan modal yang diberikan-Nya kepada tiap-tiap manusia. Modal apa yang sebenarnya Allah berikan kepada tiap manusia? Berikut ayatnya,

قُلْ هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۖ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ (٢٣)

“Katakanlah: “Dialah Yang menciptakan kamu (manusia) dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.” (QS.67:23).

Modal yang diberikan Allah kepada manusia ada 3, yaitu: pendengaran, penglihatan dan hati. Maka Allah Ta’ala perlihatkan gerhana agar manusia dapat melihat dengan mata-nya, mendengar berita tentang gerhana dengan telinga-nya, kalau matahari dan bulan tetap bersujud (tunduk) kepada Allah, tapi amat sedikit dari manusia yg bersyukur (memahami dengan hati-nya/ikut bersujud kepada Allah).

Rasulullah SAW sebagai suri tauladan manusia, memberikan contoh agar kita shalat ketika terjadi gerhana, maka dalam shahih bukhari ditemukan banyak hadits berhubungan dengan hal tersebut. Salah satunya terjemahan hadits-hadits tersebut sebagai berikut,

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Az Zuhri dan Hisyam bin ‘Urwah dari ‘Urwah dari ‘Aisyah berkata, “Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau berdiri melaksanakan shalat bersama orang banyak, beliau memanjangkan bacaan, lalu rukuk dengan memanjangkan rukuk, kemudian mengangkat kepalanya, lalu membaca lagi dengan memanjangkan bacaannya namun tidak sebagaimana panjang bacaan yang pertama. Kemudian beliau rukuk lagi dengan memanjangkan rukuk, namun tidak sepanjang rukuk yang pertama, lalu mengangkat kepalanya kemudian sujud dua kali. Beliau kemudian berdiri kembali dan mengerjakan seperti pada rakaat pertama. Setelah itu beliau bangkit dan bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, yang Dia perlihatkan kepada hamba-hambaNya. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka segeralah mendirikan shalat.” Shahih Bukhari No. 998.

Dengan fenomena gerhana yang baru saja terjadi, mari kita perbaharui segala sikap hidup ini dengan tiga modal yang diberikan Allah. Melalui membaca, mendengar Al Quran dan As Sunnah dengan terjemahannya, agar dapat diresapi oleh hati. Sehingga kita dapat menjadi muslim yang selalu tunduk/sujud kepada Allah, tidak seperti iblis sebagaimana Allah Ta’ala informasikan dalam Al Quran.

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍ (٢١)

Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al Araaf 7:12)

Andaikata ada yang kurang paham dalam memahami terjemahan dari Al Quran dan As Sunnah, maka jangan segan-segan untuk bertanya kepada orang yang berilmu (ulama). Definisi ulama menurut Al Quran sangat luas berikut informasi tersebut

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (٢٨)

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang berilmu). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Faatir 35:28)

Sebagai sesama manusia yang lemah kita saling mengingatkan, dan kita serahkan segala urusan kepada Allah Ta’ala, Dia-lah (Allah) yang ahad yang mengurus semua makhluk-Nya, tanpa tidur dan tak kenal lelah. Maka andaikata ada kesalahan, semoga Allah menurukan rahmat dan ampunan-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin, semoga Islam bisa menjadi rahmatan lil ‘alamin. Amiin, Allahuma amiin.

 

sumber: Kiblat.Net