Inilah Ghibah yang Diperbolehkan

Ghibah bisa diartikan membicarakan sesuatu yang benar tanpa sepengetahuan orang yang dibicarakan. Dan biasanya yang dibicarakan tersebut dibenci oleh orang yang dighibah. Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, Nabi menjelaskan jika yang dibicarakan betul jatuhnya ke ghibah, jika yang dibicarakan dusta jatuhnya pada fitnah.

Imam Nawawi secara lugas dalam al-adzkar mengatakan yang termasuk ghibah adalah membicarakan sesuatu yang dibenci baik tentang , agama, fisik, perilaku, harta, orang tuanya, anak istrinya, raut muka baik dengan ucapan, tanda atau sekedar isyarat.

Ancaman bagi orang yang melakukan ghibah seperti tertera dalam Alquran surah al-Hujurat ayat 12 adalah seperti memakan daging saudaranya yang sudah mati.Dalam kaidah tersebut, jelas baik ghibah maupun fitnah hukumnya terlarang.

Namun ternyata menurut Imam Nawawi dalam Riyadhush Shalihinmemaparkan ada jenis-jenis ghibah yang diperbolehkan. Namun sebelum masuk dalam bab diperbolehkannya ghibah, Imam Nawawi terlebih dahulu menguraikan panjang lebar tentang haramnya ghibah dan perintah menjaga lisan.

Bab selanjutnya juga diterangkan tentang larangan orang untuk mendengarkan ghibah. Bahkan seseorang dianjurkan untuk memberi peringatan kepada yang menghibah atau meninggalkan majelis tersebut.Artinya sebisa mungkin setiap Mukmin menghindari ghibah untuk kepentingan sendiri atau kelompok. Meskipun di bab selanjutnya Imam Nawawi merinci beberapa ghibah yang diperbolehkan.

Ini dia jenis-jenis ghibah yang diperbolehkan menurut Imam Nawawi.

Untuk Mencegah Kerusakan

Imam Nawawi menilai ada enam hal dimana ghibah diperbolehkan dengan tujuan dibenarkan syariat. Pertama pengaduan kezaliman. Seseorang yang dizalimi boleh mengadukan perkaranya kepada penguasa, hakim atau pihak lain yang berkuasa. Harapannya ia dapat menyadarkan orang yang menzaliminya.

Kedua, untuk meminta pertolongan guna merubah kemunkaran. Misalnya seseorang berkata kepada orang yang memiliki kuasa untuk menghalau kemungkaran, “Si fulan telah melakukan ini, maka cegahlah dia.” Kaidah ini sangat dikhususkan untuk maksud menghilangkan kemunkaran. Jika tidak masuk tujuan itu maka hukumnya haram.

Ketiga, untuk meminta fatwa. Dalam hal ini kepada mufti atau ulama. Misalnya seseorang mengatakan, “Ayahku melakukan ini dan itu, bagaimana hukumnya?”. Namun alangkah lebih baik jika meminta fatwa menggunakan kata kiasan, sehingga tidak langsung menjurus pada orang per orang. Misalnya, “Seorang lelaki melakukan ini dan itu.”

 

Boleh Demi Tujuan Menasihati

Keempat, untuk mengingatkan orang Islam agar mewaspadai kejahatan dan menasihati mereka. Dalam kaidah keempat ini ada empat kejadian yang masuk dalam kategori diperbolehkan ghibah. Yakni menyebutkan kekurangan para perawi hadis.

Ijma ulama membolehkan bahkan bisa menjadi wajib sesuai kebutuhan. Selanjutnya musyawarah dalam perjodohan, penitipan, muamalah, bertetangga. Dalam hal ini orang yang diajak musyawarah tidak boleh menyembunyikan kondisi dirinya.

Kemudian menasihati seseorang yang terus mendatangi ahli bid’ah untuk belajar ilmu. Penyampian keadaan tentang bahaya ahli bid’ah tersebut diperbolehkan dengan niat untuk menasehati.

Lalu diperbolehkan menasihati penguasa yang tidak menjalankan kewajibannya dengan aturan. Entah karena pejabat tersebut berbuat zalim, lalai atau tidak berkapasitas memegang amanah. Tujuan menyampaikan keburukan pejabat tersebut agar diganti oleh atasan yang bersangkutan.

 

Sanggahan dari Ulama Lain

Kelima, penyebutan tindakan kejahatan yang dilakukan secara terang-terangan. Jika perbuatan maksiat tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan, maka haram hukumnya untuk diungkapkan.

Terakhir diperbolehkannya ghibah untuk tujuan identifikasi. Apabila seseorang dikenal dengan julukan tertentu, maka menurut Imam Nawawi ia diperbolehkan diidentifikasi dengan julukan tersebut. Misalnya si tuli, si buta dan lainnya. Namun jika tujuan memanggilnya untuk tujuan menghina maka hukumnya menjadi haram.

Pendapat Imam Nawawi ini disanggah Asy-Syaukani dalam risalahnyaRa’fur Raybah ‘Ammaa Yajuuzu wa Maa Laa Yajuuzu minal Ghibah. Menurut Asy-Syaukani ketentuan haramnya ghibah sudah terkukuhkan melalui Alquran, sunah dan ijma para ulama.

Bentuk pengharaman ghibah dalam nash-nash di Alquran dan sunah juga bersifat umum yang ditujukan kepada setiap individu Muslim. Menurutnya tidak boleh mengubah ketentuan haram tersebut menjadi halal pada kondisi dan individu tertentu.

Asy-Syaukani mengharuskan ada dalil khusus untuk merubah ketentuan hukum ghibah tersebut. Jika tidak maka perbuatan ghibah yang diperbolahkan termasuk mengada-ada terhadap Allah.

 

sumber: Republika Online

Pengertian ghibah

Mohon dibahas tentang bahaya mengguncing (ghibah)

Jawab :

 “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karenasesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mengghibah sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.Hujurat :12)

 

Pengertian ghibah

Secara bahasa, kata “ghibah” (غيبة) berasal dari akar kata “ghaba, yaghibu” (غاب يغيب) yang artinya tersembunyi, terbenam, tidak hadir, dan tidak tampak. Kita sering menyebut kata “ghaib”, yang berarti tidak hadir.

Pengertian ghibah secara istilah adalah mengatakan sesuatu yang benar tentang seseorang di belakangnya tetapi hal itu tidak disukai oleh orang yang dibicarakan. Atau dalam definisi lain  ghibah diistilahkan dengan perbuatanmembicarakan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan) baik dalam soal jasmaniahnya, agamanya, kekayaannya ,hatinya, akhlaknya, bentuk lahiriahnya dan sebagainya.Sebagaimana definisi ini telah diterangkan dalam sebuah hadits :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam telah bersabda : Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Para shahabat menjawab,  “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda : (Ghībah itu) adalah engkau mengatakan tentang saudaramu mengenai apa yang ia benci. Dikatakan kepada beliau : “Apakah pendapatmu jika yang ada pada saudaraku sesuai apa yang saya katakan.”Beliau bersabda : “Jika yang ada padanya sesuai apa yang engkau katakan, maka itulah ghibah, dan jika tidak sesuai yang ada padanya, maka sungguh engkau telah mendustakannya.” (HR. Muslim).

Juga dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Ibnu Mas’udradhiyallahu’anhu berkata :”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan”[1]

Contoh ghibah misalnya kita mengatakan tentang seseorang : ”Dia dari keturunan orang rendahan, atau dia akhlaqnya jelek…orang yang pelit, atau dia pendusta, dia tukang makan atau dengan perkataan ‘si fulan lebih baik dari pada dia dan lain-lain.

Keharaman ghibah celaan Allah dan rasulNya terhadap pelakunya

            Ulama sepakat tentang keharaman perbuatan ghibah. Bahkan sebagian para ulama ahli tafsir dan ahli fiqih berpendapat bahwa ia termasuk dari golongan dosa besar.   Berkata imam al Qurthubi dalam tafsirnya, “Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama bahwa ghibah termasuk dosa besar, dan barangsiapa mengghibah seseorang, maka ia harus bertaubat kepada Allah. Dalil akan hal ini adalah firmanNya : “

وَلاَ يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُل لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ

Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya.(QS. Al Hujurat :12)

Dan bersabda Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, “Ketika aku sedang dimi’rajkan, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga yang sedang mencakar wajah dan dada mereka. Aku bertanya : ‘Siapakah mereka wahai Jibril ?’. Jibril menjawab : ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (mengghibah) dan mencela kehormatannya” (HR. Abu Dawuddan Ahmad)

Dan juga sabda beliau :

إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ اسْتِطَالَةَ الْمَرْءِ فِي عِرْضِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Sesungguhnya termasuk dosa dari dosa-dosa besar adalah melanggar harga diri seorang muslim tanpa hak.” (HR. Abu Dawwud)

Dari ayat yang telah disebutkan Allah subhanahu wata’ala telah menyamakan ghibah dengan perbuatan kanibal, yakni memakan daging sesama manusia yang bahkan telah menjadi bangkai. Ini adalah gambaran sangat buruknya ghibah seperti buruknya kanibalisme yang juga amat sangat dibenci oleh jiwa manusia.

Gambaran buruknya perbuatan ghibah juga diberikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Qais : ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anh melewati bangkai seekor bighal (hewan hasil persilangan kuda dengan keledai), lalu beliau berkata,Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim).” (HR. Bukhari)

Az-Zarkasyi berkata: “Dan sungguh aneh orang yang menganggap bahwasanya memakan bangkai dan daging manusia sebagai dosa besar, (tetapi) tidak menganggap bahwasanya ghibah juga sebagai dosa besar, padahal Allah menempatkan ghibah sebagaimana memakan bangkai daging manusia. Dan hadits-hadits yang memperingatkan ghibah sangat banyak sekali yang menunjukan kerasnya pengharaman ghibah.[2]

Imam Ghazali dan Imam Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, “Janganlah sekali-kali kamu melakukan pergunjingan, karena pergunjingan itu lebih berat dari perzinaan. Karena, jika seseorang yang berzina kemudian bertobat maka Allah mengampuninya. Sedangkan penggunjing tidak akan diampuni Allah, sebelum orang yang digunjingkan itu memaafkannya.”

Bahaya ghibah

Peringatan Allah dan RasulNya tentang larangan berbuat ghibah dalam kehidupan, karena dapat merusak hubungan persaudaraan sesama muslim (ukhuwah islamiyah). Padahal kita diperintahkan untuk saling bersaudara, saling menghargai, dan saling menguatkan.

Ghibah dapat merusak keharmonisan keluarga, tetangga, temansekerja dan siapapun, bahkan dapat memecah-belah dan meruntuhkan sebuah organisasi atau negara. Sejarah telah membuktikan, bagaimana sebab-sebab terjadinya perpecahan yang melanda umat Islam dulu dan sekarang diantaranya adalah ketika ghibah sudah meraja-lela.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah naik ke atas mimbar dan menyeru dengan suara yang lantang :

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانَهِ وَلَمْ يَفْضِ الإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ لاَ تُؤْذُوا المُسْلِمِيْنَ وَلاَ تُعَيِّرُوا وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَّبَعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبَعِ اللهُ يَفْضَحْهُ لَهُ وَلَو في جَوْفِ رَحْلِهِ

 “Wahai segenap manusia yang masih beriman dengan lisannya, namun iman itu belum meresap ke dalam hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, dan janganlah kalian melecehkan mereka, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan-kesalahan mereka. Karena sesungguhnya barangsiapa yang sengaja mencari-cari kejelekan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mengorek-ngorek kesalahan-kesalahannya. Dan barang siapa yang dikorek-korek kesalahannya oleh Allah maka pasti akan dihinakan, meskipun dia berada di dalam bilik rumahnya.” (HR. Tirmidzi)

Demikian juga ghibah bisa menyebabkan rusaknya akhlaq, hati dan jatuhnya kehormatan seorang muslim. Padahal kita diperintahkan untuk menjaga hal-hal tersebut dari kerusakan.

Peringatan dari orang-orang shalih terhadap ghibah

Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha beliau berkata: Aku pernah berkata kepada Nabi shalallahu’alaihi wasallam : “Cukup bagimu dari Shafiyah ini dan itu”.. Maka Nabi berkata: ”Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat, yang seandainya kalimat tersebut dicampur dengan air laut niscaya akan merubahnya”(HR. Tirmidzi)

Imam Gazali meriwayatkan sebuah penggalan nasihat Allah kepada Nabiyullah Musa ‘alaihissalam “Barangsiapa yang mati dalam keadaan bertobat dari gunjingan, maka ia adalah orang terakhir yang memasuki surga. Dan barangsiapa yang mati dalam keadaan bergunjing, maka ia adalah orang pertama yang memasuki neraka.”[3]

Imam Baihaqi meriwayatkan  dari Thauf bin Wahb dia berkata : “Aku menemui Muhammad bin Sirin dan aku dalam keadaan sakit. Maka dia (Ibnu Sirin) berkata: ”Aku melihatmu sedang sakit.” aku berkata : Benar”. Maka dia berkata: “Pergilah ke tabib fulan, mitalah resep kepadanya”, (tetapi) kemudian dia berkata :”Pergilah ke fulan (tabib yang lain) karena dia lebih baik dari pada si fulan (tabib yang pertama)”. KemudianIbnu Sirinberkata: “Aku mohon ampun kepada Allah, menurutku aku telah mengghibahi dia (tabib yang pertama)”[4]

Cara bertaubat dari dosa ghibah

Al imam an Nawawi dan al Ghazali menyebutkan bahwa syarat diterimanya sebuah taubat bila berkaitan dengan hak Allah ada tiga perkara. Yang pertama hendaknya berhenti dari mengerjakan dosa tersebut, kedua menyesal, dan yang ketiga adalah bertekat dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.

Sedangkan dosa bila ada kaitannya dengan Huquq al adamiy (Hak-hak manusia), selain tiga syarat yang disebutkan diatas, ada lagi syarat yang keempat, yakni mengembalikan hak orang yang didzalimi, atau meminta kemaafan dan pembebasan (tuntutan) atas kedzaliman tersebut.

            Orang yang mengerjakan dosa ghibah, wajib menunaikan empat syarat ini. Karena ghibah adalah termasuk dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia. Dan tidak boleh tidak, dia harus minta kehalalan/ maaf kepada orang yang telah di ghibah.

Tatacara meminta kemaafan kepada orang yang di ghibah

            Apakah seseorang yang menggibah ketika meminta maaf cukup mengatakan ‘saya telah menggibah anda karena itu tolong maafkan saya’ ataukah dia harus menjelaskan tentang ghibah apa yang dia lakukan ? Para ulama terbagi menjadi dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang bertaubat dari ghibah tersebut wajib menjelaskan kepada orang yang diminta kemaafannya tersebut tentang apa yang dia ghibahkan. Karena menurut pendapat pertama ini, suatu kemaafan yang diberikan seseorang tidak  sah untuk sesuatu yang belum jelas.

Sedangkan pendapat kedua, mengatakan tidak perlu menjelaskan tentang sesuatu yang dighibahkan tersebut, karena ini sudah tercukupi dengan kemaafan bila diberikan oleh orang yang didzalimi tersebut (dighibah).

Dari dua pendapat ini, yang paling dipandang rajih dan utama diamalkan adalah yang pertama. Hendaknya orang yang menuntut keridhaan dari orang yang didzalimi tersebut menjelaskan apa yang sudah dia ghibahkan. Seraya menyesal dan memohon kehalalan atas kedzalimannya.

Bagaimana bila orang yang sudah dighibah tidak bisa ditemukan atau meninggal dunia ?

Bila demikian keadaanya, para ulama menganjurkan orang yang melakukan ghibah untuk banyak memohonkan ampun kepada Allah, berdoa dan melakukan kebaikan-kebaikan lainnnya untuk orang yang telah dia ghibahi tersebut. Dalil akan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu , Rasulullah shalallahu’alaihi wasallambersabda :

كَفَّارَةُ مَنْ اغْتَبْته أَنْ تَسْتَغْفِرَ لَهُ

“Penebus dosa bagi orang yang mengghibah adalah dengan memperbanyak istighfar untuk orang yang dighibah.”[5]

Imam Mujahid rahimahullah berkata, “Penebus dosa memakan daging saudaramu (ghibah) adalah dengan banyak memujinya dan mendoakan kebaikan untuknya.”

Ada sebagian perkataan yang menyatakan bahwa hadits diatas menjadi dalil tidak perlunya meminta kehalalan dari orang yang dighibah oleh orang yang menggibah. Cukup dengan melakukan hal sebagaimana yang disebutkan. Tapi pendapat ini lemah. Karena hal ini bertentangan dengan hadits shahih yang berbunyi,

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلِمَةٌ لأِخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْل أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَتْ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِل عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang melakukan kedzaliman kepada saudaranya, baik terkait masalah kehormatannya atau hal lainnya, maka hendaklah ia menuntut kehalalannya sekarang. Sebelum datang hari dimana tidak berguna lagi dinar dan dirham. (karena bila telah tiba hari tersebut) Amal shalih akan diambil (diberikan kepada orang yang didzalimi) sesuai dengan kadar kedzalimannya. Dan apabila tidak ada kebaikannya/amal shalihnya, maka akan diambilkan dosa orang yang terdzalimi dan dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari)

Dan juga diriwayatkan bahwa seorang wanita berkata kepada seorang wanita lain tentang hal seseorang dihadapan umul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu’anha, maka beliau berkata :“Engkau telah menggibahnya, minta kehalalannya !”

Maka jelaslah bahwa dosa ghibah harus dimintakan kehalalan dari orang yang dighibah jika mampu. Terkecuali bila ia tidak bisa ditemukan atau meninggal, maka hendaknya ia memperbanyak istighfar, doa dan amal kebaikan lainnya untuknya.[6]

  Wallahu a’lam.

[1] Kitab As-Samt no 211, berkata Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini : “Rijalnya (para perawinya) tsiqah (terpercaya)”

[2] Subul as Salam (4/299).

[3] Mukhtasar Ihya Ulumidin,1990: 241.

[4] Kitab az Zuhud (3/ 748).

[5] Hadits ini disebutkan oleh al ‘Iraqi dalam Takhriju Ahadits al Ihya (3/150), Isnadnya lemah.

[6] Al adzkar li imam an Nawawi hal 308, Ihya al Ulumiddin (3/150), Mukhtashar Minhaj al Qaashidin hal 173.http://www.konsultasislam.com/2013/05/ghibah.html

7 Cara Menghindari Ghibah

Ghibah merupakan sebuah tindakan mengunjingkan orang lain atas perbuatan tercela yang dilakukannya. Ghibah sendiri merupakan hal buruk yang dapat memberi banyak sekali dampak negatif bagi para pelakunya. Banyak sekali orang yang terkadang tidak sadar ketika ia tengah melakukan ghibah dan terus menerus melakukannya.

Hal ini dikarenakan perbuatan yang satu ini dianggap sebagai hal yang biasa sehingga menjadi barang konsumsi sehari-hari. Maraknya perbuatan ghibah juga didukung oleh program televisi yang banyak membicarakan aib dari tokoh masyarakat seperti halnya selebritis dan tokoh lainnya yang terkenal. (baca juga: ghibah dalam islam)

Tidak hanya itu, namun banyaknya media massa yang ada seperti internet serta koran dan majalah juga mendukung penyebarluasan perbuatan ghibah. Ada banyak sekali contoh perbuatan ghibah yang terjadi sehari-hari di sekitar kita mulai dari:

  • Membicarakan keburukan-keburukan orang lain melalui ucapan
  • Membicarakan keburukan orang lain dengan gerakan tubuh
  • Membicarakan keburukan orang lain lewat media massa seperti koran, internet ataupun majalah. Beragamnya jenis media online mmebuat seseorang dapat mengekspresikan diri dengan mudah namun terkadang membuat seseorang berekspresi secara berlebihan tanpa tahu batas-batasnya.
  • Membicarakan beragam keburukan orang lain lewat bahasa isyarat

Hal-hal diatas merupakan contoh ghibah yang banyak terjadi di lingkungan kita sehari-hari yang terkadang dilakukan secara tidak sadar.

Ghibah merupakan sebuah perbuatan tercela dimana pelaku dapat membuat persatuan dan kesatuan yang awalnya telah terbentuk hilang seketika. Bahkan tidak jarang pula ada yang awalnya berteman lalu menjadi bermusuhan akibat perbuatan ini. Bagi anda yang ingin menghindari ghibah, ada beberapa tips yang dapat anda lakukan seperti di bawah ini:

  1. Bergaul dengan orang yang baik

Tidak dapat dipungkiri lagi jika nyatanya pergaulan merupakan hal yang dapat membawa dampak besar pada kehidupan sehari-hari kita. Ketika anda bergaul dengan orang-orang dengan kelakuan baik, maka anda dengan sendirinya akan ikut terpengaruh dan melakukan hal-hal yang baik pula.

Kebalikannya, ketika anda bergaul dengan orang yang berperilaku buruk, maka hal ini juga akan memberntuk kepribadian anda juga. Jika anda ingin menghindari perilaku ghibah tentu anda harus menghindari orang yang gemar melakukan ghibah itu sendiri.

Dalam hadits Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang peran seorang teman :

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

Artinya:

Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Saat anda berada di antara para pelaku ghibah anda akan terbawa perkataan mereka dan mulai merespon setiap kata sehingga terbentuklah ghibah.

  1. Jaga lidah anda

Berhati-hati dalam bicara merupakan sifat yang harus kita tanamkan sejak kecil. Berhati-hati ketika ingin mengatakan sesuatu membantu anda dalam menghindari ghibah. Ketika tahu apa yang akan dibicarakan merupakan hal yang buruk, lebih baik tidak usah dikatakan.

Katakan saja yang baik-baik sehingga anda terhindar dari bahaya lisan. Pepatah mengenai mulutmu adalah harimaumu merupakan sebuah pepatah yang benar adanya. untuk itu, jaga dengan baik lisan anda supaya tidak

Dari Sahl bin Sa’ad ra., Rosululloh Muhammad saw bersabda:

“Barangsiapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku tentang kebaikannya apa yang ada di antara kedua tulang rahangnya – yakni mulut atau lidah – serta antara kedua kakinya – yakni kemaluannya, maka saya memberikan jaminan syurga untuknya.” (Muttafaq ‘alaih)

  1. Intropeksi diri

Intropeksi diri merupakan hal yang cukup sulit dilakukan. Ada banyak orang yang dapat memilah-milah kesalahan orang lain, ini benar dan yang itu salah namun terkadang kesalahan sendiri tidak tampak olehnya. Intropeksi diri merupakan hal yang baik terlebih untuk mencari kejelekan diri sendiri. Ketika kita menemukan bahwa ternyata diri kita jauh lebih buruk dibandingkan orang lain, maka akan menimbulkan rasa malu yang pastinya menghindarkan anda untuk membicarakan keburukan yang lain.

Intropeksi diri akan membuat anda merasa malu jika harus membicarakan keburukan orang lain sedangkan anda sendiri masih memiliki banyak kesalahan dan harus dibenahi. Intropeksi membuat anda sadar dengan kesalahan yang ada sehingga dapat dijadikan sebagai ajang untuk membenahi diri supaya dapat berperilaku lebih baik.

  1. Ingat kebaikan orang tersebut

Tidak semua orang yang dibicarakan memiliki kelakuan yang buruk sehingga tidak ada satupun ada kebaikan dari dirinya. Setiap orang tentu memiliki sisi baik dan sisi buruk. Ketika ingin membicarakan kejelekan tentangnya, sebaiknya anda ingat-ingat pula kebaikannya. Dengan mengingat sisi baik orang tersebut terlebih jika orang tersebut sering membantu anda ketika ada masalah, maka rasa keinginan untuk membicarakan hal buruk darinya akan hilang.

Hilangkan kebiasaan buruk untuk membicarakan orang ketika orang tersebut melakukan sedikit kesalahan karena bisa anda dia jauh lebih baik jika dibandingkan dengan anda.

  1. Ghibah merupakan hal yang buruk

Cara menghindari ghibah juga dapat anda lakukan dengan cara mengingatkan diri sendiri jika ghibah merupakan hal yang buruk. Tanamkan pada diri sendiri jika pelaku ghibah tidak ada manfaatnya dan hanya akan membawa keburukan. Keburukan yang didapat tidak hanya pada orang yang menjadi bahan pembicaraan melainkan juga pada si pelaku ghibah. Anda akan dicap orang sebagai tukang gosip yang gemar menggosip kesana sini.

Ghibah merupakan sifat buruk yang dilarang oleh Allah SWT. Hal ini tertuang dalam firmannya:

“…dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat 49 : 12).

  1. Banyak berpikir positif

Berpikir positif menyelamatkan anda dari pikiran-pikiran buruk yang merusak. Berpikir positif tentu lebih baik dan pastinya memberi pengaruh yang baik pula pada kehidupan anda. Berbeda dengan berpikir positif, maka gemar berpikir buruk merupakan kebalikannya.

Pikiran buruk dapat membuat anda tenggelam dalam beragam hal yang tidak bermanfaat sehingga perilaku anda juga dapat menyimpang. Selain itu pikiran buruk terhadap orang lain membuat kita dengan mudah membicarakan keburukannya.

  1. Saling mengingatkan

Anda tidak perlu merasa sungkan ataupun ragu untuk mengingatkan terhadap sesama. Namun dalam mengingatkan tentu anda sendiri juga harus mencerminkan perbuatan yang baik. jangan sampai anda hanya sekedar mengingatkan namun kelakuan anda juga tidak jauh beda dengan yang diingatkan.

Bagi anda yang beragama Islam, tentu tahu jika ghibah merupakan perbuatan yang berdosa dan dimurkai Allah. Perbuatan ini membuat timbangan kejahatan orang yang digunjingkan berpindah pada si pelaku ghibah. Sehingga ada baiknya jika anda berpikir seribu kali sebelum melakukan perbuatan satu ini.

Dalam Al-quran di jelaskan;

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, dan mereka yang saling mengingatkantentang kebenaran dan saling mengingatkantentang kesabaran.” (QS Al-Ashr : 1-3)

 

Dampak Ghibah Dalam Kehidupan

Ada beberapa dampak negatif dari ghibah seperti hal- hal yang berikut ini:

  • Ghibah mengurangi amal perbuatan

Bagi anda yang beragama Islam, tentu tahu betul jika ghibah dapat mengurangi amal timbangan kebaikan anda selama di dunia. Hal ini dikarenakan pahala dari pelaku ghibah akan dialihkan pada orang yang digunjingkan

  • Timbulnya permusuhan

Ketika orang yang digunjingkan tahu jika dia tengah dijadikan bahan gunjingan, tentu dia akan merasa tidak suka terlebih pada pelaku ghibah itu sendiri. Hal ini dapat menyebabkan putusnya persatuan dan keinginan balik untuk menyebar aib orang yang bersangkutan.

  • Putusnya hubungan

Ghibah bukan hanya dilakukan oleh mereka yang memiliki hubungan jauh ataupun hubungan buruk namun dapat pula dilakukan oleh teman dekat. Ketika yang mengunjingkan teman dekat, tentu hubungan tidak akan lagi sama bahkan timbul rasa permusuhan.

Perbuatan yang baik membuahkan hal yang juga baik dan begitupun sebaliknya. Ketika diberi kesempurnaan dalam hidup berupa lisan, tentu anda harus menggunakannya sebaik mungkin dan bukannya untuk menggunjingkan orang lain. Ghibah merupakan perbuatan yang dilarang namun ada beberapa jenis perbuatan ghibah yang diperbolehkan seperti saat meminta nasehat atau ketika mengadukan kejahatan seseorang agar diadili pada pengadilan.

Ghibah dalam meminta nasehat dibenarkan untuk menghindari sesuatu yang buruk terjadi lagi sementara ghibah dalam bentuk pengaduan kepada hakim dibenarkan supaya orang yang telah melakukan kejahatan mendapatkan ganjaran yang pantas atas kejahatan yang telah diperbuatnya.

 

sumber:Dalam Islam

Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam Mengajarimu Arti Ghibah Sesungguhnya

“Jika memang apa yang engkau ceritakan tersebut ada pada dirinya itulah yang namanya ghibah, namun jika tidak berarti engkau telah berdusta atas namanya.” (HR Muslim 2589 Bab: Al-Bir Wash Shilah Wal Adab)

 

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallambersabda,

اتدرون ما الغيبه؟ قالوا: الله ورسوله أعلم .قال:الْغِيبَة ذِكْرك أَخَاك بِمَا يَكْرَه قِيلَ : أَفَرَأَيْت إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُول ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُول فَقَدْ اِغْتَبْته ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَقَدْ بَهَتّه

“Tahukah kalian apa itu ghibah?”

Mereka (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”

Kemudian beliau shallahu’alaihi wasallam bersabda, “Engkau menyebut-nyebut saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.”

Kemudian ada yang bertanya, “Bagaimana menurutmu jika sesuatu yang aku sebutkan tersebut nyata-nyata apa pada saudaraku?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Jika memang apa yang engkau ceritakan tersebut ada pada dirinya itulah yang namanya ghibah, namun jika tidak berarti engkau telah berdusta atas namanya.” (HR Muslim 2589 Bab: Al-Bir Wash Shilah Wal Adab)

Pelajaran Penting

Syaikh Abdullah al Bassam rahimahullah dalam kitab beliau Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram(IV/599, Kairo) menjelaskan poin-poin penting yang bisa diambil dari hadits diatas:

Definisi Ghibah

Nabi shallallhu’alaihi wasallam menjelaskan makna ghibah dengan menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia benci, baik tentang fisiknya maupun sifat-sifatnya. Maka setiap kalimat yang engkau ucapkan sementara saudaramu membenci jika tahu engkau mengatakan demikian maka itulah ghibah. Baik dia orang tua maupun anak muda, akan tetapi kadar dosa yang ditanggung tiap orang berbeda-beda sesuai dengan apa yang dia ucapkan meskipun pada kenyataannya sifat tersebut ada pada dirinya.

Adapun jika sesuatu yagn engkau sebutkan ternyata tidak ada pada diri saudaramu berarti engkau telah melakukan dua kejelekan sekaligus: ghibah dan buhtan (dusta).

Nawawiy rahimahullah mengatakan, “Ghibah berarti seseorang menyebut-nyebut sesuatu yang dibenci saudaranya baik tentang tubuhnya, agamanya, duniannya, jiwanya, akhlaknya,hartanya, anak-anaknya,istri-istrinya, pembantunya, gerakannya, mimik bicarnya atau kemuraman wajahnya dan yang lainnya yang bersifat mngejek baik dengan ucapan maupun isyarat.”

Beliau rahimahullah melanjutkan, “Termasuk ghibah adalah ucapan sindiran terhadap perkataan para penulis (kitab) contohnya kalimat: ‘Barangsiapa yang mengaku berilmu’ atau ucapan ‘sebagian orang yang mengaku telah melakukan kebaikan’. Contoh yang lain adalah perkataa berikut yang mereka lontarkan sebagai sindiran, “Semoga Allah mengampuni kami”, “Semoga Allah menerima taubat kami”, “Kita memohon kepada Allah keselamatan”.

Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, “Sabda Nabi shalallahu’alaihi wasallam ذِكْرك أَخَاك (engkau meneybut-nyebut saudaramu) ini merupakan dalil bahwa larangan ghibah hanya berlaku bagi sesama saudara (muslim) tidak ada ghibah yang haram untuk orang yahudi, nashrani dan semua agama yang menyimpang, demikian juga orang yang dikeluarkan dari islam (murtad) karena bid’ah yang ia perbuat.”

Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Para ulama telah sepakat bahwasanya ghibah termasukdosa besar. Mereka berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالكُمْ وَأَعْرَاضكُمْ حَرَام عَلَيْكُم

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram atas (sesama) kalian”.( HR Muslim 3179, Syarh Nawai ‘ala Muslim)

Adakah Ghibah yang Diperbolehkan?

Nawawi rahimahullah setelah menjelaskan makna ghibah beliau berkata, “Akan tetapi ghibah itu diperbolehkan oleh syar’iat pada enam perkara:

  1. Kedzoliman, diperbolehkan bagi orang yang terdzolimi menngadukan kedzoliman kepada penguasa atau hakim yang berkuasa yang memiliki kekuatan untuk mengadili perbuatan tersebut. Sehingga diperbolehkan mengatakan,”Si Fulan telah mendzalimi diriku”atau “Dia telah berbuat demikian kepadaku.”
  2. Meminta bantun untuk menghilangkan kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada kebenaran. Maka seseorang diperbolehkan mengatakan, “Fulan telah berbuat demikian maka cegahlah dia!”
  3. Meminta fatwa kepada mufti (pemberi fatwa,pen) dengan mengatakan:”Si Fulan telah mendzolimi diriku atau bapakku telah mendzalimi diriku atau saudaraku atau suamiku, apa yang pantas ia peroleh? Dan apa yang harus saya perbuat agar terbebas darinya dan mampu mencegah perbuatan buruknya kepadaku?”Atau ungkapan semisalnya. Hal ini diperbolehkan karena ada kebutuhan. Dan yang lebih baik hendaknya pertanyaan tersebut diungkapkan dengan ungkapan global, contohnya:“Seseorang telah berbuat demikian kepadaku” atau “Seorang suami telah berbuat dzalim kepaada istrinya” atau “Seorang anak telah berbuat demikian” dan sebagainya.

    Meskipun demkian menyebut nama person tertentu diperbolehkan, sebagaimana hadits Hindun ketika beliau mengadukan (suaminya)kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, “Sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang sangat pelit.”

  4. Memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan, contohnya memperingatkan kaum muslimin dari perowi-perowi cacat supaya tidak diambil hadits ataupun persaksian darinya, memperingatkan dari para penulis buku (yang penuh syubhat). Menyebutkan kejelekan mereka diperbolehkan secara ijma’ bahkan terkadang hukumnya menjadi wajib demi menjaga kemurnian syari’at.
  5. Ghibah terhadap orang yang melakukan kefasikan atau bid’ah secara terang-terangnan seperti menggunjing orang yang suka minum minuman keras, melakukan perdagangan manusia, menarik pajak dan perbuatan maksiat lainnya. Diperbolehkan menyebutkannya dalam rangka menghindarkan masyarakat dari kejelekannya.
  6. Menyebut identitas seseorang yaitu ketika seseorang telah kondang dengan gelar tersebut. Seperti si buta, si pincang, si buta lagi pendek, si buta sebelah, si buntung maka diperbolehkan menyebutkan nama-nama tersebut sebagai identitas diri seseorang. Hukumnya haram jika digunakan untuk mencela dan menyebut kekurangan orang lain. Namun lebih baik jika tetap menggunakan kata yang baik sebagai panggilan, Allahu A’lam. (Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Hal.400).

Washalallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wattabi’in

Penulis: Ummu Fatimah Umi Farikhah
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar

Maraji’:
Syarhun Nawawi Ala Muslim, Abu Zakariya An Nawawi, Maktabah Asy Syamlahilah
Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram, Syaikh Abdullah Al Bassam, Jannatul Afkar, Kairo.

***
Artikel muslimah.or.id