Awas! Undian Berhadiah karena Membeli Suatu Produk

DERASNYA arus persaingan dalam dunia bisnis secara umum dan ritel secara khusus, memaksa para pelaku bisnis untuk memeras akal guna menemukan strategi manjur dalam bisnisnya. Alih-alih menemukan strategi untuk memenangkan persaingan. Seringkali mereka pusing tujuh keliling karena memikirkan strategi agar bisnisnya dapat bertahan hidup di tengah persaingan yang ketat dan terasa kejam.

Berbagai kiat dan strategi ditempuh dari yang klasik, atau yang kontemporer dan bahkan hingga yang unik. Kondisi ini seakan menyisipkan satu pesan kepada para pengusaha bahwa dunia usaha hanya bisa dihuni oleh orang-orang yang inovatif, bermental baja, dan berhati “batu” sehingga jeli dan sekaligus tega (tanpa iba) memanfaatkan segala kesempatan walau dalam kesempitan.

Dahulu, masyarakat meyakini bahwa pembeli adalah raja, sehingga ia bebas memilih, mendapatkan layanan, dan senantiasa keluar sebagai penentu keputusan. Dan mungkin hingga kini Anda termasuk yang masih meyakini kebenaran mitos ini. Namun Benarkah mitos ini senantiasa terbukti pada dunia nyata? Coba Anda renungkan berbagai proses dan praktik niaga yang selama ini Anda jalani? Benarkah dalam setiap kesempatan yang Anda lalui merasa sebagai raja dan mendapat perlakuan selayaknya raja?

Kata-kata : BIG SALE, CUCI GUDANG, DISCOUNT UP TO 75 %, atau BELI 1 DAPAT 2, atau MENANGKAN MOBIL BMW, dan ucapan serupa lainnya, adalah buktinya. Dengan kata-kata ini, pengusaha mengesankan bahwa Anda adalah raja, sehingga layak mendapatkan barang dengan harga murah, hadiah melimpah, dan lain sebagainya.

Benarkah demikian? Tentu saja tidak, sejatinya, semua itu hanyalah alat untuk memancing Anda agar lalai sehingga isi kantong terus mengalir, tanpa Anda sadari. Bahkan kalaupun kantong telah kering, Anda masih juga belum menyadari kenyataan yang ada. Kata-kata manis di atas, hanyalah kiat para pengusaha guna melipatgandakan penjualan dan keuntunganya. Mereka tidak peduli apakah akhirnya Anda benar-benar untung dan mendapatkan janji manis mereka atau malah buntung. Karenanya jadilah konsumen cerdas, sehingga senantiasa bersikap proporsional dan waspada.

Di antara kiat manjur pengusaha untuk melipatgandakan penjualannya ialah dengan mengadakan undian berhadiah. Dari mereka ada yang membuat kuis sederhana, ada pula yang dengan mengirimkan potongan bungkus produk, atau cara lainnya. Anda kurang percaya? Bukankah untuk bisa mengikuti undian ini Anda terlebih dahulu harus membeli produknya. Ditambah lagi pengundian pemenang dilakukan dalam jeda waktu yang cukup panjang sejak dimulainya pengumpulan kupon undian. Dengan demikian Anda bisa bayangkan; betapa banyak konsumen yang terdorong membeli karena tergiur oleh iming-iming “peluang menjadi pemenang.”

Mungkin Anda kurang menyadari hal ini, karena Anda merasa bahwa uang yang Anda keluarkan untuk mebeli poduk itu kecil, sedangkan hadiah yang dijanjikan bernilai ratusan juta rupiah. Walau Anda kurang menyadari, namun semua sepakat bahwa sejatiya Anda telah menyisihkan sebagian uang untuk mendapatkan “peluang menjadi pemenang” pada undian tersebut. Anda telah terjerumus dalam sikap spekulasi yang terlarang, yaitu membayarkan sejumlah harta dengan motivasi untuk mendapatkan hadiah “peluang menjadi pemenang”, bukan mendapatkan imbalan yang pasti. Praktik semacam ini dalam syariat Islam disebut sebagai perjudian. Kami yakin Anda pasti telah mengetahui bahwa perjudian diharamkan.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al Maidah 90-91)

Mungkin Anda berkata: Saya telah mendapatkan imbalan yang pasti berupa barang yang saya beli. Betul, Anda telah mendapatkan imbalan berupa barang, namun itu bukan semua imbalan yang Anda harapkan ketika membeli produk tersebut. Produk bukan tujuan dan motivasi utama Anda membeli. Itu hanya sebagian dari imbalan, sedangkan sisa imbalan yang Anda inginkan terwujud pada “peluang menjadi pemenang”.

Adanya niat mendapatkan imbalan yang tidak pasti, ini cukup sebagai alasan untuk menyamakan undian ini dengan praktik perjudian, karena inti dari keduanya terletak pada ketidakpastian. Pemain judi klasik dan konsumen produk kupon berhadiah, sama-sama membeli “peluang menjadi pemenang” dengan sebagian hartanya. Adanya kesamaan motivasi ini secara hukum syariat cukup untuk menyamakan keduanya dalam tinjauan hukumnya, yaitu sama-sama haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadits berikut:

“Sejatinya setiap amalan pastilah disertai dengan niat, dan setiap manusia hanya mendapatkan hasil selaras dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pembaca yang budiman, Dunia ini memang penuh dengan tipu daya: “Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid 20)

Hanya dengan cara ini Anda dapat menggapai sukses dalam hidup, apapun profesi dan status Anda. Demikianlah petuah Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya dalam mensikapi harta kekayaan dunia:

“Sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi manis. Barangsiapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (sikap rakus), maka ia mendapat berkah pada hartanya. Sedang orang yang mengambilnya dengan penuh rasa ambisi (rakus), niscaya hartanya tidak diberkahi. Akibatnya ia bagaikan orang yang makan namun tidak pernah merasa kenyang.” (Bukhari dan Muslim)

Semoga paparan ini menggugah semangat dan menjadi pelajaran bagi Anda dalam menyikapi propaganda-proganda para pengusaha. Wallahu aalam bisshawab.

[Majalah Pengusaha Muslim/ Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri]

INILAH MOZAIK

Sebaik-baiknya Hadiah

Wahai sekalian manusia, sungguh telah datang pada kalian nasihat atau pelajaran dari Tuhan kalian dan obat (penyembuh) bagi apa yang terdapat dalam hati,  petunjuk, jugarahmat bagi orang-orang yang beriman,” (Qs Yunus: 57)

Keindahan untaian ayat dan terjemahan surah di atas mendeskripsikan secara mendetail empat fungsi Alquran. Keempat fungsi tersebut ialah bahwa Alquran diturunkan (bertujuan untuk) nasihat dan pelajaran, obat (penyembuh segala macam penyakit), petunjuk, juga rahmat.

Sebab, Allah menurunkan Alquran bukan tanpa tujuan, maka keempat fungsi ini setidaknya mampu menjadi motivasi tertinggi untuk seluruh hamba-Nya—baik yang beriman maupun belum meyakini kekuasaan-Nya—untuk berusaha membaca, menghayati, dan memahami makna Alquran.

Mengapa kaum yang belum beriman juga masuk dalam kategori ayat di atas? Sederhana saja, sebab Allah menyeru dengan menggunakan sapaan umum (yaa ayyuhannaas—wahai sekalian manusia) bukan sapaan khusus—yaa ayyuhalladzina aamanuu (wahai orang-orang yang beriman). Ayat ini mengindikasikan sinergitas antara keimanan dan Alquran satu; tidak terpisah agar pahala bagi mereka lebih kekal dan besar.

Artinya, jika seseorang beriman kepada Allah, ditambah dengan ketaatannya membaca dan mempelajari Alquran; maka itu akan lebih baik—kendati dengan kebaikan Allah pula, orang yang belum beriman juga akan mendapatkan kebaikan jika mempelajari Alquran.  Kebaikan yang diberikan Allah inilah senada dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh salah seorang sahabat, Abu Musa al-Asy’ari RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah utrujah; baunya harum dan rasanya enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Alquran adalah seperti buah kurma; baunya tidak semerbak, namun rasanya manis. Sedangkan, perumpamaan orang munafik yang membaca Alquran adalah laksana buah raihanah; yang baunya harum namun rasanya pahit. Perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Alquran adalah seperti buah hanzhalah; baunya tidak wangi dan rasanya juga pahit.” (HR Bukhari dan Muslim).

Menurut Faishal bin Abdul Aziz Ali Mubarak dalam Tatrizu Riyadis Shaalihina, hadis di atas menunjukkan keutamaan orang yang mempelajari Alquran. Tidak cukup dengan keutamaannya saja, Rasulullah SAW membuat sebuah perumpamaan untuk memudahkan pemahaman umatnya. Adapun yang dimaksud dengan tilawah (membaca) Alquran mencakup pengamalan (mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi larangannya) petunjuk Alquran, bukan sekadar membaca semata lalu mengabaikannya.

Senada dengan pendapat Faishal bin Abdul Aziz, pengamalan Alquran yang dimaksudnya ialah tadabur Alquran—yang menurut Ibnul Qayyim al-Jauziyah bahwa tadabur (menyimak) Alquran artinya memusatkan hati ke dalam makna-maknanya, memusatkan pikiran untuk mengamati dan memikirkannya. Inilah maksud diturunkannya Alquran dan bukan sekadar membacanya tanpa penghayatan, pemahaman, dan pengamalan.

Lebih lanjut, Ibnul Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa tidak ada yang lebih dan paling bermanfaat bagi seorang hamba di dunia dan di akhirat serta yang lebih dekat dengan keselamatannya selain dari mendalami dan memperhatikan Alquran serta memikirkan makna ayat-ayatnya. Sebab, makna-makna ini akan menunjukkan tanda-tanda kebaikan dan keburukan, menunjukkan jalan, sebab, dan buah kebahagiaan, meneguhkan iman, dan memperhatikan gambaran dunia dan akhirat; surga dan neraka juga memperlihatkan kebesaran Allah SWT.

Al-Hasan berkata bahwa Alquran diturunkan agar diperhatikan dan diamalkan. Maka, amalkanlah apa yang kalian baca.

Membaca, menghayati, mengamalkan, dan mengajarkan Alquran adalah tiga kewajiban yang sepatutnya dilakukan oleh tiap insan yang beriman. Sebab, iman saja akan kering jika tidak disejukkan dengan kalam-kalam Allah melalui Alquran. Sebab, membaca dan mempelajari saja akan kosong belaka jika tanpa keimanan dalam dada.

Semoga kiranya Allah SWT menggolongkan kita seperti buah utrujah; perumpamaan yang indah dan sebaik-baik hadiah. Buah yang digambarkan oleh Rasulullah yang wanginya harum dan enak rasanya. Sebaik-baik hadiah bagi orang beriman yang selalu berusaha untuk membaca, memahami dan mengamalkan Alquran. Aamiin

Oleh: Ina Salma Febriany

sumber: Republika Online