Hadis Palsu Kebersihan Sebagian dari Iman?

Kebersihan Sebagian dari Iman

Pertanyaan:

Bismillah ustadz, Apakah semboyan Kebersihan sebagian dari Iman, adal dalilnya ? kalau ada shahihkah atau tidak ? Jazakumullahu Khaeron wa baarikallahu fiikum.

Jawaban:

Saudara/Saudari penanya yang kami muliakan, Semoga Allah ﷻ senantiasa menjaga kita semua dengan bimbingan hidayah-Nya. Sholawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah ﷺ, keluarga beliau, para sahabat beliau dan seluruh ummat yang mengikuti Sunnah-sunnah beliau sampai hari kiamat.

Telah tersebar di masyarakat kita sebuah ungkapan النظافة من الإيمان “An-Nazhofatu minal Iman” yang artinya; Kebersihan sebagian dari Iman. Namun tentunya kita harus berhati-hati terhadap ungkapan tersebut, apakah benar ia merupakan perkataan Rasulullah ﷺ atau bukan, karena menyandarkan sebuah perkataan kepada Rasulullah ﷺ namun beliau tidak benar mengatakan hal demikian, maka ini sebuah kedustaan, dan kedustaan atas nama Rasulullah ﷺ merupakan dosa besar yang pelakunya diancam dengan neraka, sebagaimana beliau ﷺ bersabda:

من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

“Siapa yang berdusta secara sengaja atas namaku, maka hendaklah ia mengambil tempat di neraka. (HR. Bukhari : 107)

Adapun berbicara mengenai kebersihan, tentu saja Islam telah mengajarkannya dengan pembahasan yang sangat detail dan jelas, sehingga kebersihan memiliki peranan besar dalam syari’at ini, bahkan bukan sekedar kebersihan, akan tetapi Islam mengajarkan tentang kesucian yang lebih tinggi derajatnya dari kebersihan.

Allah ﷻ berfirman:

وثيابك فطهر

“Dan Pakaianmu sucikanlah” (QS. Al-Muddattsir: 4)

Sehingga, sangat banyak ibadah yang syarat sah nya berupa kesucian baik dari sisi badan, pakaian, tempat dan sebagainya, seperti halnya sholat 5 waktu yang syarat sahnya adalah bersuci dari hadats besar maupun kecil.

Akan tetapi, kalau kita berbicara tentang hadits “An-Nazhofatu minal Iman”, maka hal tersebut tidak sah disandarkan kepada Rasulullah ﷺ, walaupun makna ungkapan tersebut adalah sebuah kebenaran yang tidak bisa dipungkiri.

Hal ini telah disebutkan oleh para ulama, diantaranya syaikh Abdul Karim al-Khudeir hafizhahullahu Ta’ala:

ينتشر على ألسنة الناس: “النظافة من الإيمان” ويجزمون بهذا، نقول: هذا ليس له إسناد أصلاً، لا يروى بإسناد عن النبي -عليه الصلاة والسلام

“Tersebar pada lisan-lisan kebanyakan manusia ungkapan “An-Nazhofatu minal Iman”, dan mereka menetapkan/melestarikan ucapan tesebut, maka kami katakan bahwa ucapan tersebut tidaklah memiliki sanad (asal-usul) sama sekali, sehingga tidak boleh disandarkan kepada Nabi ﷺ” (Syarah al-Manzhumah al-Baiquniyyah : 2/15).

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah juga menjelaskan:

ورد عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : “النظافة من الإيمان” لكنه حديث ضعيف, ومعناه صحيح

“Telah datang dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda: Kebersihan sebagian dari Iman, akan tetapi haditsnya lemah, walaupun maknanya benar”  (https://binbaz.org.sa).

Adapun ungkapan yang mirip dengan makna tersebut dan benar jika ingin kita sandarkan kepada Rasulullah ﷺ sebagaimana dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yaitu:

الطهور شطر الإيمان

“Kesucian/bersuci merupakan setengah/sebagian dari Iman” (HR. Muslim: 328).

Sehingga, kalau kita ingin menyandarkan ungkapan tersebut kepada Rasulullah ﷺ, maka seharusnya kita mengucapkan “At-Thohuuru Syathrul Iman”, yang artinya: “Bersuci merupakan sebagian dari Iman”.

Wallahu A’lam.

Dijawab Oleh Ustadz Hafzan Elhadi, Lc. M.Kom

(Alumni Fakultas Syari’ah Universitas Imam Muhammad ibn Saud Al Islamiyyah, Cab. Lipia Jakarta)

Read more https://konsultasisyariah.com/35845-hadis-palsu-kebersihan-sebagian-dari-iman.html

Bahaya Dusta Atas Nama Nabi

Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk dosa besar, bahkan bisa kafir.

Imam Adz Dzahabi dalam kitab beliau Al Kabair (mengenai dosa-dosa besar) berkata, “Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk kekufuran yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Tidak ragu lagi bahwa siapa saja yang sengaja berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal berarti ia melakukan kekufuran. Adapun perkara yang dibahas kali ini adalah untuk bentuk dusta selain itu.”

Beberapa dalil yang dibawakan oleh Imam Adz Dzahabi adalah sebagai berikut.

Dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).

Dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ  بنيَ لَهُ بَيْتٌ فِي جَهَنَّمَ

Barangsiapa berdusta atas namaku, maka akan dibangunkan baginya rumah di (neraka) Jahannam.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir)

Imam Dzahabi juga membawakan hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berkata atas namaku padahal aku sendiri tidak mengatakannya, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.

Dalam hadits lainnya disebutkan pula,

يُطْبَعُ الْمُؤْمِنُ عَلَى الْخِلاَلِ كُلِّهَا إِلاَّ الْخِيَانَةَ وَالْكَذِبَ

Seorang mukmin memiliki tabiat yang baik kecuali khianat dan dusta.” (HR. Ahmad 5: 252. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dhoif)

Dari ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ

Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).” (HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqoh -terpercaya-, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Setelah membawakan hadits-hadits di atas, Imam Adz Dzahabi berkata, “Dengan ini menjadi jelas dan teranglah bahwa meriwayatkan hadits maudhu’ -dari perowi pendusta- (hadits palsu) tidaklah dibolehkan.” (Lihat kitab Al Kabair karya Imam Adz Dzahabi, terbitan Maktabah Darul Bayan, cetakan kelima, tahun 1418 H, hal. 28-29).

Pembahasan ini bermaksud menunjukkan bahayanya menyampaikan hadits-hadits palsu yang tidak ada asal usulnya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/21024-bahaya-dusta-atas-nama-nabi.html

Sejarah Munculnya Pemalsuan Hadis (2)

Guru Besar Ilmu Alquran dan Hadis Universitas Al Azhar Kairo, Mesir dan Uni
versitas Ummul Quro Makkah, Arab Saudi, Prof Dr Muhammad Ibn Muhammad Abu syahbah mengungkapkan, salah satu yang menyedihkan dari perilaku Ibn Saba’ adalah dia mendapatkan pengikut-pengikut yang patuh dari sebagian umat, terutama penduduk Mesir.

Si Yahudi yang penuh tipu daya ini berhasil membangkitkan huru-hara yang berakibat kepada khalifah ketiga, Utsman bin Affan terpenggal dari tubuhnya. Sayyidina Ali tidak memangku khilafah kecuali mendapatkan warisan yang dipenuhi dengan pertikaian.

Menurut Prof Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah dalam bukunya Israiliyyat & Hadits-hadits Palu Tafsir Alquran, sejak hari pertama penobatan khalifah Ali bin Abi Thalib, para pendukung Utsman bin Affan telah mengumumkan permusuhan terhadapnya.

”Huru-hara pun bergolak dan terjadilan berbagai perang sengit dan banyak di antara orang-orang terbaik dari kaum Muslimin yang gugur dalam peperangan tersebut,” ungkap Prof Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah.

Akibat dari itu, sambung Prof Muhammad, lalu muncullah kelompok lain, Khawarij yang tidak ridha menerima dasar hukum antara Ali dan Muawiyah. ”Akhirnya, huru-hara menghancurkan sendi lain di antara sendi-sendi Islam, yaitu wafatnya khalifah keempat,” jelasnya.

Menurut Prof Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, umat Islam terpecah belah menjadi beberapa sekte dan golongan. Penyakit umat-umat terdahulu pun mulai kembali menjangkit.

”Huru-hara bersumber dari beberapa golongan, seperti Syiah yang membela Sayyidina Ali, Utsmaniyah yang membela Sayydina Utsman, Khawarij yang memusuhi Syiah dan lainnya, serta Marwaniah yang membela Muawiyah dan Bani Umayyah.”

Sebagian mereka, kata Prof Muhammad, membolehkan diri untuk mendukung hawa nafsu dan mazhab mereka dengan hal-hal yang dapat menguatkan golongan mereka. Dan, itu tidak lain ada dalam hadis dengan berbagai jenisnya yang memuat hukum-hukum, tafsir, sejarah, dan lainnya.

 

 

sumber: Republika Online

Sejarah Munculnya Pemalsuan Hadis (1)

Prof Dr Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, Guru Besar Ilmu Alquran dan Hadis Universitas Al Azhari Kairo, Mesir, dan Universitas Ummul Quro Makkah, Arab Saudi dalam bukunya berjudul Israiliyyat & Hadits-Hadits Palsu, Tafsir Alquranmenjelaskan, salah satu akibat dari meluasnya wilayah Islam adalah banyaknya generasi umat yang terkalahkan dalam Islam.

Prof Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah kemudian mencontohkan negara-negara yang terkalahkan, seperti Persia, Romawi, dan Mesir. ”Di antara mereka ada yang tulus menerima Islam. Ada orang munafik yang sengaja menyembunyikan dalam dirinya kebencian terhadap Islam dan berpura-pura mencintainya,” ungkap Prof Muhammad ibn Muhammad.

Selain itu, sambung Prof Muhammad, ada pula orang Zindik yang berusaha dengan berbagai cara untuk menghancurkan Islam dan menimbulkan keraguan pada diri manusia terhadapnya. ”Ada juga orang Yahudi yang masih terikat dengan ke-Yahudiannya serta ada pula orang Nasrani yang masih merindukan ke-Nasraniannya.”

Para musuh Islam, seperti orang-orang munafik, zindik dan Yahudi, jelas Prof Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, telah memanfaatkan toleransi dan kehalusan budi yang dimiliki Sayyidina Utsman bin Affan ra, yang sangat pemalu, dan akibatnya benih-benih bencana pun tersebar.

”Ibn Saba’, si Yahudi yang tercela, berkeliling ke berbagai negeri dan mengumpulkan manusia di sekitarnya. Dia menyembunyikan racun-racun yang dia tiupkan di bawah tabir ajaran Syiah serta kecintaan kepada Sayydina Ali dan Ahli Bait yang mulia. Dia mengklaim, Ali ra adalah penerima wasiat Nabi SAW dan orang yang paling berhak untuk memangku kekhalifahan, bahkan jika dibandingkan dengan Abu Bakar dan Umar ra sekalipun,” ungkap Prof Muhammad.

Menurut Prof Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, Ibn Saba’ memalsukan sebuah hadits atas Nabi Muhammad SAW yang artinya, ”Setiap Nabi memiliki penerima wasiat, dan penerima wasiatku adalah Ali.” Bahkan, jelas Prof Muhammad, permasalahan tidak berhenti pada klaim ini saja, tapi dia juga mengklaim ketuhanan Ali.

Sayyidina Utsman memburu Ibn Saba’. Sehingga dia pun kabur. Pada masa Sayyidina Ali, beliau juga memburu dan menghalalkan darah Ibn Saba’. Tidaklah pantas bagi Ali untuk menerima seruan keji yang diteriakkan oleh orang yang sangat membenci dan mendendam kepada Islam dan kaum Muslimin.

 

sumber: Republika Online