Menag Lepas Kloter Terakhir di Bandara Madinah

Madinah (PHU) — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin hari ini, Selasa, (25/09) secara resmi melepas kloter akhir jemaah haji Indonesia. Sebanyak 4 ribuan dari 63 kloter embarkasi Jakarta-Pondok Gede (JKG) melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah, Arab Saudi.

Kloter 63 JKG tersebut akan mengangkut sebanyak 381 penumpang yang terdiri dari jemaah dan lima petugas pendamping kloter. Rombongan tersebut didorong dari hotel pada tengah hari dan tiba di Bandara Madinah sekitar pukul 16.00 waktu setempat.

Di bandara, mereka mengikuti seremonial pelepasan yang langsung dipimpin Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pukul 17.00 waktu Saudi, sebelum diarahkan ke dalam bandara untuk menjalani pemeriksaan keimigrasian dan pemindaian barang bawaan, untuk selanjutnya diterbangkan ke Tanah Air pada malam hari.

Menag dalam sambutannya mengatakan, patut disyukuri pelaksanaan haji tahun ini berjalan lancar. Dia pun menyampaikan permohonan maaf dihadapan jamaah Indonesia, bila dalam pelayanan yang kurang berkenan.

“Kami hanya manusia biasa, dan semoga kedepan ini bisa menjadi landasan bagi kami petugas untuk melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan di masa yang akan datang,” ujar Menag saat melepas jemaah terakhir di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah.

Sementara, Nasihin salah seorang jamaah mengaku puas dan mengucapkan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada petugas PPIH.

“Semuanya terlayani dengan baik, terutama pada saat di Armina semuanya lancar. Mudah-mudahan ke depan pelayanan pemerintah bisa ditingkatkan lagi. Semoga petugas mendapatkan ganjaran pahala dan keberkahan dari Allah,” ucap Nasihin dari JKG 63 Banten.

Seperti diketahui, jamaah Indonesia tiba di Tanah Suci pada 17 Juli lalu. Gelombang kedatangan pertama dimulai di Bandara Madinah kemudian dilanjutkan di Bandara King Abdulaziz Jeddah.

Sementara gelombang pertama pemulangan dari Bandara Jeddah dimulai pada 27 Agustus hingga 9 September lalu. Sebanyak 218 kloter yang mengangkut 88.944 penumpang dipulangkan pada gelombang pertama tersebut. Rinciannya, jamaah haji sebanyak 87.853 orang dan petugas kloter 1.091 orang.

Pada dua hari terakhir pemulangan gelombang, menurut Kepala Seksi Siskohat PPIH Arab Saudi, Nurhanuddin, masih ada 23 kloter yang tersisa. “Garuda masih 17 kloter dan Saudi Air masih 6 kloter,” kata Nurhan di Jeddah.

Informasi tersebut sesuai dengan pendataan Bagian Siskohat pukul 10.00 waktu Arab Saudi. Debarkasi yang menyisakan 1 kloter adalah Banjarmasin (BDJ), Balikpapan (BPN), Lombok (LOP), Medan (MES), Padang (PDG), dan Makassar (UPG). Sedangkan debarkasi Aceh (BTJ), Batam (BTH), Jakarta-Bekasi (JKS), dan Surabaya (SUB). Sementara debarkasi Jakarta Pondok Gede (JKG) tersisa 4 kloter dan Solo (SOC) menyisakan 5 kloter.

Sejak pemulangan gelombang dua dari Bandara Madinah pada 9 September lalu, telah 488 kloter kembali ke Tanah Air. Sebanyak 195.884 jamaah bersama 2.439 petugas yang menyertai jemaah sehingga total keseluruhan telah kembali 198.323 orang.(mch/ha)

Berita Kemenag RI

 

Menakar Sukses Haji 2018 (2-Habis)

PEMERINTAH terus memaksimalkan pelayanan penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun. Berbagai masalah sudah diatasi dengan baik, termasuk hal-hal teknis yang sebelumnya dikeluhkan jamaah. Salah satu di antaranya masalah katering.

Bila pada 2017, Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong melihat ada tiga persoalan utama ibadah haji yang harus segera diatasi, yakni masalah katering, pemondokan, transportasi. Kini pada 2018, tiga hal tersebut mulai diperbaiki Kementerian Agama.

Salah satu yang paling nyata adalah pengadaan katering jamaah. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, seluruh makanan yang disajikan bercita rasa Nusantara dan bahkan juru masaknya menghadirkan para koki asli Indonesia.

Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, soal makanan adalah hal krusial, karena jika jamaah tidak bernafsu makan bisa saja mempengaruhi kesehatannya karena kurang asupan nutrisi yang berkecukupan.

“Karena itu tahun ini dihadirkan makanan bercita rasa Nusantara, dan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah,” kata Lukman.

Boleh dikatakan, tahun ini pengadaan katering berhasil. Hasil penelusuran Okezone di sejumlah hotel, jarang makanan jamaah yang tersisa. Mereka pun mengaku puas dengan makanan yang disajikan.

“Cocok makanannya. Ada tempe, sambal, sayur, dan ikan yang biasa saya makan di kampung,” ujar Jajang, jamaah asal Soreang Bandung.

Bukan hanya makanan, Jajang mengaku pelayanan hotel di Madinah bagus, terlebih jarak antara hotel ke Masjid Nabawi sangat dekat. “Ya, kelihatan dari sini (Masjid Nabawi). Jalan cuma 5 menit,” tuturnya.

Hal lain yang menjadi trobosan baru di musim haji 2018 adalah sistem fast track atau jalur cepat yang dirasakan langsung oleh jamaah karena tidak perlu lagi antre berjam-jam saat proses imigrasi, baik di Bandara Jeddah maupun Madinah, karena sejak di Tanah Air, jamaah sudah dipindai sidik jari dan foto wajah seperti jamaah-jamaah di embarkasi lain.

Bedanya, jamaah dari kedua embarkasi tersebut mendapatkan predeparture clearance alias telah diloloskan pihak Imigrasi Arab Saudi di lokasi pemberangkatan. Setiba di bandara Saudi, jamaah tinggal melewati pemeriksaan bea dan cukai untuk diperiksa isi tas koper tenteng mereka untuk kemudian langsung menuju bus.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengapresiasi terobosan bagus pemerintah di tahun haji ini. Menurut Fahri, fast track ini jauh lebih aman dan cepat yang bisa dirasakan langsung oleh jamaah.

“Harus diakui, ini adalah hasil kerja keras kita. Ini merupakan peningkatan yang kita capai melalui jalur diplomasi antara Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia,” ujar Fahri.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pun terkesan terobosan yang dilakukan anak buahnya ini. “Jalur fast track ini memang sangat cepat,” jelasnya.

Sayangnya, jalur cepat ini masih uji coba dan baru dirasakan jamaah dari Embarkasi Jakarta-Bekasi dan Jakarta-Pondok Gede. Tahun depan, kata Menag, diharapkan sudah bisa berlaku untuk seluruh embarkasi di Indonesia.

Jamaah Meninggal Menurun

Kasus terbanyak yang dialami oleh jamaah haji selama ini adalah kelelahan, batuk dan pilek, nyeri lambung, lemas, kaki bengkak dan nyeri. Jamaah terserang penyakit tahun ini juga meningkat karena terlalu banyak beraktivitas, terutama di luar ruangan karena udara panas.

Merujuk dari data itu, jumlah jamaah haji Indonesia yang wafat di Tanah Suci musim haji tahun ini sudah melampaui jumlah pada 2016. Meski begitu, secara prosentase jamaah, jumlah proporsional kematian masih lebih sedikit, dibandingkan pada 2017 berjumlah 657 orang.

Dengan jumlah kematian tersebut, jamaah wafat sepanjang musim haji tahun ini sudah lebih banyak dari total jamaah wafat pada 2016. “Tapi secara persentase masih lebih sedikit,” kata Kepala Seksi Media Center Haji Daker Bandara, Abdul Basir, di Madinah.

Perbandingannya, pada 2016, jumlah jamaah wafat sebanyak 342 orang. Angka itu setara dengan 0,20 persen dari total 168 jamaah. Sementara pada 2017, yang wafat sebanyak 657 jamaah, atau 0,32 persen dari total 203.065 jamaah.

Pada tahun ini, jumlah sementara sampai Jumat (21/9/2018) jamaah yang meninggal 366 (tersisa 5 hari akhir pemulangan seluruh jamaah) meliputi 0,17 persen dari jumlah total 203.351 jamaah yang berangkat.

PR yang Tertunda

Meski dikatakan sukses, bukan berarti tidak ada persoalan dalam pelaksanaan haji 2018 ini. Berbagai kendala ditemukan di lapangan. Salah satu yang menjadi hal paling krusial hingga kini adalah masalah Mina di Jamarat (tempat lempar jumrah).

Dari tahun ke tahun, masalah Jamarat selalu menjadi sorotan Pemerintah Indonesia. Jamaah haji Indonesia banyak “tumbang” karena kelelahan saat melakukan kegiatan melempar batu (jumrah) di Jamarat yang berbatasan dengan area Makkah.

Sejak tiga tahun lalu pemerintah meminta kepada Arab Saudi bisa memperluas kemah di Mina, mengingat persoalan jamaah yakni ketika puncak haji, banyak jamaah yang kelelahan dan itu berada di Arafah dan Mina untuk bermalam.

Oleh karena itu, perlu penambahan perluasan fasilitas istirahat dan juga toilet. Puncak kelelahan tersebut ada di Arafah dan Mina. Apalagi, mereka harus menempuh jamarat yang berkilo-kilo.

Berbeda ketika di Makkah dan Madinah mereka tinggal di hotel setara bintang 3. Tapi di Arafah dan Mina, jamaah harus tinggal di tenda, ditambah lagi suhu udaranya juga jauh lebih panas daripada di Tanah Air dan fasilitas terbatas.

Belum lagi persoalan tenda di Mina yang masih sulit dan jauh dari kata sempurna, seperti kondisi tidur yang jauh dari nyaman, saling berdesakan, dan yang mengkhawatirkan bercampurnya jamaah laki-laki dan perempuan.

Terkait itu, aturan Pemerintah Arab Saudi sesuai regulasi, ukuran tenda 0,9 meter dari lahan yang tersedia. Upaya Pemerintah Indonesia melobi Kerajaan Saudi agar ditambah menjadi 1,6 meter, terus dilakukan dan hingga kini belum terkabulkan.

Selain juga masalah bawaan jamaah ketika pulang ke Indonesia, tahun ini relatif lebih tertib meski ada beberapa yang tertangkap razia karena mencoba mengelabui petugas membawa air zamzam dengan berbagai cara. (Habis)

OKEZONE

Menakar Sukses Haji 2018 (1)

MASIH kuat dalam ingatan, ketika itu hari pertama tiba di Tanah Haram, tepatnya di Madinah Al Munawarah, sebuah kota mungil yang begitu dicintai Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Waktu itu kalender jam tangan menunjukkan 17 Juli yang menjadi hari pertama petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) melancarkan aksinya di Madinah. Hari tersebut adalah gelombang 1 jamaah tiba di Arab Saudi.

Di hari pertama itu petugas tidak menemukan hal yang berarti, hanya wajah-wajah ceria tampak dari para jamaah ketika mereka menginjakkan kakinya untuk kali pertama di Tanah Haram.

Bagi mereka, ini mungkin sebuah mimpi yang menjadi nyata. Bertahun-tahun masa penantian, menabung sedikit demi sedikit, kini mereka ditemukan pada kenyataan, yakni berhaji di Baitullah.

Ketika tiba di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah, ada yang sujud syukur, ada yang mengangkat tangan seraya berdoa, ada juga yang sibuk dengan ponselnya mengabarkan sanak famili di kampung halaman.

Terpancar sebuah kebahagian yang sulit terbayarkan, raya syukur dan salawat nabi tak henti-hentinya mereka panjatkan. Tidak lama menunggu, jamaah pun beranjak menuju bus dan selanjutnya diantar ke tempat penginapan di Madinah.

Petugas lega di hari pertama semua berjalan lancar, tidak ditemukan jamaah yang mengalami kendala. Hanya ada beberapa orang yang sakit karena jetlag saat turun dari pesawat.

Diludahi hingga Dipukul Jamaah

Baru keesokan harinya, petugas dihadapkan pada satu pemandangan yang menurut sebagian orang katakan bahwa ketika menjadi petugas haji akan banyak menemukan hal unik dan menarik seputar jamaah.

Seperti dialami Dede Rohali, petugas MCH, ketika itu waktu menunjukkan pukul 15.00 WAS, dia berniat salat berjamaah di Masjid Nabawi. Hanya berjarak 100 meter menuju gerbang masjid, Dede dihadapkan pada kenyataan di mana jamaah seperti kebingungan.

Seorang pria yang mengenakan batik khas jamaah haji Indonesia terlihat berjalan sendirian di Jalan King Fahd, Madinah, sesekali dia menggaruk-garuk kepala. Sesekali dia duduk termenung, pandangan matanya selalu mengarah ke Gunung Uhud.

Tidak lama berselang, pria itu bangkit dan berjalan ke arah Gunung Uhud sambil tangannya menunjuk-nunjuk gunung tersebut.

Dia lalu melangkahkan kaki ke arah gunung itu. Tapi, hanya tiga langkah. Berhenti, lalu duduk, minum, melangkah lagi, dan berhenti lagi.

Gerak-geriknya yang mirip orang kebingungan diketahui empat petugas haji yang sedang melintas. Dede bersama petugas MCH lainnya yang dibantu satu petugas Linjam, menghampiri jamaah yang rambutnya sudah memutih itu.

Diketahui jamaah tersebut bernama Bapen Kiyam asal Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. “Bapak mau apa disini,” tanya petugas.

Bapen pun menjawab dengan kata yang terbata-bata. Ternyata, dia tidak lancar berbahasa Indonesia, bahasa daerahnya pun sulit dipahami.

“Saya mau ketemu teman-teman. Mereka menunggu di gunung itu, mau panen padi,” ujar Bapen dengan bahasa Indonesia terbata-bata.

Mendengar jawaban kakek itu, sontak petugas kaget. Sebab, tidak ada pemondokan haji di Gunung Uhud. Apalagi, jarak gunung itu dengan area pemondokan terdekat dengan Masjid Nabawi sekira 7 kilometer.

Petugas lantas mengajak Bapen kembali ke area pemondokan. Di luar dugaan, Bapen malah marah-marah. Dia menolak pulang. Sambil mengomel tidak jelas, Bapen berlari menjauhi para petugas haji.

Meski usianya sudah 80 tahun, langkah kaki Bapen ternyata kencang. Tidak ingin terjadi hal-hal terburuk, petugas mengejarnya hingga perkampungan yang asing bagi petugas, maklum karena baru dua hari di Madinah.

Tidak ingin kakek tua itu lepas dari genggaman, petugas lantas mendekap tubuh Bapen. Namun, Bapen makin marah.

Dia meludah, memukul, dan mencakari wajah petugas. Bahkan, petugas lain yang datang membantu harus kena bogem mentah di bibirnya hingga terluka. Bahkan tak segan-segan ia menggedor dan membuka mobil warga setempat sambil berteriak-teriak.

Melihat kondisi semakin tak kondusif, petugas akhirnya bertindak tegas. Bapen dipiting hingga tak berkutik. Seorang petugas haji lantas mendatangkan mobil untuk mengangkut Bapen secara paksa. Di dalam mobil, pria bertubuh kurus itu masih mengamuk.

Bapen lantas dibawa ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah. Dia dimasukkan ke bagian psikiatri. Dokter Muhammad Yanuar, direktur KKHI Madinah, mengatakan bahwa beberapa jamaah, termasuk Bapen, memang mengalami gejala gangguan kejiwaan karena dehidrasi.

”Jadi seolah-olah seperti gangguan kejiwaan, ternyata dehidrasi. Setelah kami infus dan diberi obat, dia bisa pulang,” katanya. Bukan hanya itu, seorang petugas meyakini pria tua itu semasa hidup adalah jawara yang memiliki ilmu bela diri tinggi.

Itulah sekelumit cerita dari sebagian kecil yang terjadi di lapangan dialami jamaah. Petugas kerap menghadapi jamaah dengan kategori status risiko tinggi (risti) dan rata-rata usia di atas 60 tahun, sehingga kehadiran petugas dirasakan betul oleh mereka.

Salah satu yang menjadi faktor tingginya angka jamaah risti adalah lamanya daftar tunggu calon jamaah haji di setiap daerah di Indonesia yang berbeda-beda. Mulai dari kisaran belasan hingga 20 tahun lebih.

Bahkan di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, daftar tunggu calon jamaah haji sudah mencapai 33 tahun. Sehingga pada saatnya tiba untuk melaksanakan haji, usia jamaah haji sudah lanjut, di atas 60 tahun.

Pada 2018 ini saja angkanya di atas 60 persen, dan memang mendominasi. Ini salah satu masalah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah ke depannya.

“Kalau dilihat sekilas ini memang seperti beban. Tapi sebenarnya tidak, ini adalah peluang untuk ibadah (bagi para petugas),” ungkap Direktur Bina Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Khoirizi H Dasir.

Menurut dia, tingginya jumlah jamaah lansia pada 2018 menjadi tantangan tersendiri bagi Kemenag untuk mempersiapkan segala fasilitas haji semaksimal mungkin.

Karakteristik jamaah haji lansia pun diketahui lebih rentan terhadap berbagai penyakit. Hal tersebut lantaran kondisi daya tahan tubuhnya yang sudah menurun sehingga mudah terserang penyakit dibandingkan jamaah haji pada umumnya.

Tak hanya itu, latar belakang pendidikan para jamaah haji lansia pun cenderung lebih rendah dibandingkan jamaah haji pada umumnya. Bahkan, tidak sedikit juga para jamaah haji lansia sudah mulai mengalami gejala pelupa atau pikun hingga lupa arah jalan pulang saat sedang menunaikan ibadah haji.

Hal tersebut pun mengakibatkan petugas haji harus bekerja ekstra dalam melayani para jamaah haji lansia. “Karena itulah, adanya tim baru bernama P3JH yang kehadirannya sudah sangat nyata sekali dirasakan jamaah kita,” ungkap Khoirizi kepada Okezone. (Bersambung…)

OKEZONE

Serba-serbi Haji (24): Keliling Akhirat Jetlag?

JETLAG adalah istilah yang sangat populer di kalangan para pelancong dunia, mereka yang terbiasa terbang melintasi beberapa zona waktu. Biasanya diterjemahkan dengan gangguan ritme tidur, ngantuk berat di saat manusia normal masih segar melek dan segar melek saat kebanyakan orang ngantuk. Ternyata, jetlag itu bukan hanya gangguan ritme tidur, melainkan juga ritme rasa kenyang lapar. Ritme sirkadian yang terganggu, hormon yang melatonin yang tak lagi normal.

Rata-rata jamaah haji mengalami ini, termasuk saya dan Mat Kelor. Tak jarang saat menerima kunjungan tamu sambil menguap ngantuk. Biasanya Mat Kelor beralibi: “Jam ngantuk di Arab ini. Mohon dimaklumi. Ngantuknya jamaah haji itu dijaga malaikat.” Para tamu biasanya senyum-senyum sambil menghabiskan kurma dan jajanan Arab yang dibawa dari tanah suci. Namun bagaimanapun kita tetap melayani mereka dengan kisah indahnya haji, suka duka di tanah suci.

Orang yang tak terbang kemana-mana tak mengalami jetlag. Terbang di wilayah satu zona waktu saja tak mengalami jetlag. Guru alif ba ta tsa Mat Kelor berkata: “Manusia yang pikiran dan hatinya tak anteng atau tak istiqamah dalam urusan akhirat biasanya akan mengalami jetlag kehidupan, ritme hidup yang tak normal. Normalnya, manusia itu adalah makhluk langit, binatang beragama. Saat manusia menjauh pergi dari zona agama, dia pasti mengalami jetlag berupa kebingungan tak berujung.”

Saya senang sekali dengan kesimpulan sang guru. Setelah saya amati ritme hidup ahli ibadah, begitu tenangnya mereka dalam menjalani hidup walau dalam keterbatasan. Sebaliknya, saat melihat orang yang selalu terbang urusan dunia dengan melalaikan akhirat, begitu kacaunya rasa dan hormon kebahagiaan mereka, terus sedih dan menangis di tangah zona yang harusnya bahagia dan tertawa.

Saya coba intip penjelasan ulama tentang hakikat hidup menurut al-Qur’an. Ternyata jaminan bahagia hakiki itu diberikan Allah hanya bagi orang yang beriman, hatinya terikat kuat dengan nilai-nilai keakhiratan. Mat Kelor menyebut potongan ayat: “Alladziina yu’minuuna biLLAHI wal yawmil aakhir.” Guru huruf hijaiyah Mat Kelor tersenyum sambil berkata: “Sejak kapan kamu hapal potongan ayat?” Mat Kelor menjawab: “Sejak mengistiqamahkan diri shalat tepat di belakang imam masjidil haram.” Pantas, pikir saya, Mat Kelor sangat awal kalau berangkat ke masjid. Bagaimana dengan kita?

Ingin tak jetlag dalam kehidupan? Jangan muter-muter urusan isi dompet terus. Fokuslah pada urusan isi hati dan kotak amal kehidupan akhirat. Salam, AIM. [*]

KH Ahmad Imam Mawardi

Delapan Jamaah Haji Indonesia Masih di Saudi

Delapan jamaah haji masih tinggal di Arab Saudi untuk menjalani perawatan karena sakit.

“Dari keseluruhan jamaah haji di berbagai kloter Debarkasi Surabaya yang telah dipulangkan ke Tanah Air, masih menyisakan delapan orang di Arab Saudi karena sakit,” ujar Sekretaris PPIH Debarkasi Surabaya Jamal kepada wartawan di Surabaya, Selasa (25/9).

Mereka yang masih menjalani perawatan medis di Arab Saudi adalah Kadi Paijo Sonto Kromo dari Kloter 52 asal Kabupaten Trenggalek, Sumardi Kasbi Karto dari kloter 62 asal Kabupaten Nganjuk, Bambang Irianto Misin dari kloter 66 asal Kota Surabaya, Marsini Sumarto Tokarso dari kloter 74 asal Kabupaten Sidoarjo.

Selain itu Sampini Sardjo Syahlan dari kloter 76 asal Kabupaten Mojokerto, Mochamad Asik Ali dari kloter 76 asal Kabupaten Mojokerto, serta Matojah Sumodihardjo Ibrahim dan Dewi Chamidah Samsul Romli, keduanya dari kloter 80 asal Kabupaten Jombang.

“Kita doakan bersama, mudah-mudahan jamaah haji yang masih dirawat di Tanah Suci cepat sembuh dan segera kembali ke Tanah Air,” ucap Jamal.

Ia menyatakan, pihaknya telah merampungkan pemulangan seluruh jamaah haji setelah kloter 83 asal Kota Surabaya telah tiba di tanah air dan petang tadi memasuki Asrama Haji Sukolilo Surabaya.

Dia merinci seluruh jamaah dari kloter 1 hingga 83 dari Debarkasi Surabaya yang sudah tiba di tanah air berjumlah 36.973 orang, terdiri dari 36.558 jamaah haji dan 415 petugas haji.

Jamal mengungkapkan jamaah haji dari Debarkasi Surabaya yang meninggal dunia pada penyelenggaraan haji tahun ini sebanyak 68 orang.

Jamaah yang meninggal di Tanah Suci terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Timur, yaitu 61 orang, Empat jamaah haji lainnya dari Debarkasi Surabaya yang meninggal di Tanah Suci berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur dan seorang dari Bali.

“Selain itu dua jamaah meninggal dunia di ambulans saat perjalanan dari Bandara Internasional Surabaya di Juanda, Sidoarjo, menuju Asrama Haji Sukolilo Surabaya,” katanya.

REPUBLIKA

Perjuangan Menggapai Taman Surga di Raudhah dengan Kursi Roda

MADINAH – Bunyi kursi roda berderit karena terdorong jarak pendek. Tampak wajah Ernaini (70) asal Cirebon tidak lelah mengantre panjang sekira 40 meter. Sepanjang itu pula ratusan kursi roda mengantre berkelok-kelok menuju Raudhah.

Ernaini dibantu tetangganya, Emi, sudah mengantre hingga 1 jam lebih. “Saya di Raudhah ingin baca doa untuk anak cucu saya supaya bisa ke sini, menunaikan ibadah haji dan umrah,” ujarnya dengan wajah berbinar. Selain Ernaini, banyak jamaah lain yang tampak sabar menanti giliran masuk. “Kita sudah dari tadi tapi belum dapat giliran,” keluh jamaah lainnya.

Raudhah adalah salah satu tempat mustajab bagi umat muslim yang terletak di bagian dalam Masjid Nabawi. Berbeda dengan jamaah laki-laki, bagi jamaah wanita untuk bisa masuk ke Raudhah membutuhkan perjuangan ekstra. Apalagi yang menggunakan kursi roda.

Raudhah merupakan area di sekitar mimbar yang biasa digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk berkhutbah. “Antara rumahku dan mimbarku adalah taman (raudhah) dari taman-taman surga”. Demikian hadist mengisahkan penyataan Rasulullah. Area itu merupakan area mustajab, sehingga banyak yang berlomba-lomba untuk bisa bermunajat di sana.

Bagi kaum Hawa, dibutuhkan kesabaran. Karena untuk bisa masuk sekaligus ziarah ke makam Rasulullah hanya di waktu-waktu tertentu, yakni setelah Salat Subuh dan setelah Isya. Dengan area yang terbatas sekira 5 x 15 meter, ribuan jamaah wanita harus berdesak-desakan bahkan kerap terjadi adu mulut dengan jamaah berbeda negara dengan postur yang lebih besar dari jamaah Asia Tenggara. Saling langkah dan dorong menjadi pemandangan yang lumrah. Namun pada dasarnya tujuan mereka sama, ingin berada di Raudhah dengan waktu yang lama.

Mengantisipasi terjadi cek-cok, pengurus Masjid Nabawi telah mengaturnya. Pada waktu yang telah ditentukan, jamaah wanita bisa menuju pintu nomor 25. Di sana jamaah wanita tidak bisa langsung masuk. Namun harus mengikuti kelompok berdasarkan negara yang telah ditentukan.

Para Askar akan mengelompokkan dengan membawa tiang berpapan bertuliskan nama negara, antara lain Afrika, Pakistan, Turki dan India. Bagi jamaah Indonesia masuk ke dalam kelompok Melayu. Pengelompokan ini wajib dipatuhi karena Jamaan non Melayu memiliki fisik yang besar, bertenaga kuat dan kebudayaan yang berbeda.

Setelah itu, para Askar akan memberikan aba-aba kelompok mana yang akan dibolehkan masuk. Namun sebelum masuk ke Raudhah, jamaah akan kembali diminta mengantre di sekitar depan rumah Nabi Muhammad SAW. Begitu nama negara disebutkan jamaah sudah saling berlari dan berebut hingga menimbulkan kegelisahan kelompok negara lain.

“Ibu duduk, ibu duduk, sabar.. sabar,” teriak pada Askar wanita yang menggunakan cadar hitam. Setelah dipekikan nama Melayu, semua pun berlari. Namun lagi-lagi jamaah wanita harus sabar. Karena meski Raudhah di depan mata, jamaah harus menunggu Jamaah yang di dalam selesai beribadah.

Bisa dibayangkan bagaimana nasib jamaah kursi roda harus berlomba kecepatan dan saling lomba. Namun, ternyata Masjid Nabawi telah mengantisipasinya, khusus bagi jamaah kursi roda.

Salah satu Askar Melayu Adilla, jamaah bisa masuk jalur khusus sehingga tidak perlu berdesakkan dengan jamaah lainya. “Jamaah tinggal datang dan bilang akan menggunakan kursi roda,” ujarnya.

Nanti jamaah akan ditempatkan pada ruang khusus berwana terpal putih. Di sana jamaah akan diatur secara tertib. “Kami tidak mengenakan biaya untuk masuk jalur khusus ini, tapi jamaah harus membawa kursi rodanya sendiri,” ujar Adilla.

OKEZONE

Bukit Surga dan Torehan Sejarah Gugurnya 70 Sahabat Rasulullah

MADINAH – Siang itu matahari di Kota Madinah begitu terik. Suhunya mencapai 41 derajat celcius. Seperti biasa masyarakat Madinah tidak terlalu menunjukkan aktivitasnya untuk menghindari matahari langsung.

Namun tidak untuk musim haji seperti sekarang ini. Ratusan bahkan ribuan jamaah haji justru memadati salah satu tempat paling bersejarah, yakni Jabal Uhud. Gunung atau bukit yang dikenal sebagai salah satu tempat istimewa dan menonjol di Kota Madinah itu, terletak di bagian utara dari Masjid Nabawi berjarak 4,5 kilometer.

Menurut sejarah, kedudukan gunung Uhud teramat istimewa di hati kaum Muslimin karena namanya terkait pertempuran besar, yakni peperangan Uhud antara kaum muslimin dan musyrikin pada tahun 3 hijriah.

Jabal Uhud adalah gunung yang dijanjikan di Surga. Tak seperti umumnya gunung di Madinah, Jabal Uhud seperti sekelompok gunung yang tidak bersambungan dengan gunung yang lain. Karena itulah penduduk Madinah menyebutnya dengan sebutan Jabal Uhud yang artinya ‘gunung menyendiri’.

“Jika kita ingin melihat gunung yang ada di surga, maka ziarahlah ke gunung Uhud. Nabi SAW bersabda, ‘Gunung Uhud adalah salah satu dari gunung-gunung yang ada di surga’,” demikian hadis yang dirawayatkan HR Bukhari.

Ketika Okezone mengunjungi tempat itu, banyak jamaah haji yang menyempatkan untuk ziarah, diantara jamaah Indonesia yang memadati tempat itu adalah jamaah asal India, Bangladesh, Pakistan, Malaysia dan Afrika.

Jamaah Indonesia dan jamaah lintas benua sangat antusias dan mendalami peristiwa di Jabal Uhud itu. Puluhan bahkan ribuan jamaah selalu menyemut di tempat yang menyimpan torehan tetesan darah dan pengorbanan perjuangan permulaan sejarah Islam.

Jabal Uhud memang menjadi saksi bisu atas peristiwa peperangan yang dahsyat dan tak seimbang pada 15 Syawal Tahun Ke-3 H atau 625 M. Kaum muslimin yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW sebanyak 1.000 orang melawan kaum quraisy yang terdiri dari 3.000 pasukan berkuda dan unta.

Kekalahan terjadi menimpa kaum muslimin. Meski kemenangan sebenarnya diperoleh, namun akibat ketidak-patuhan regu pemanah di atas bukit membuat pasukan kaum muslimin dapat didesak mundur oleh pasukan kafir. Dalam perang ini, sekitar 70 kaum muslimin gugur sebagai suhada termasuk paman nabi Hamzah bin Abdul Mutholib.

Saat ini, Jabal Uhud telah menjadi tonggak sejarah yang hidup sepanjang masa di hati umat Islam. Para peziarah dan kaum muslimin seluruh dunia terus mengenang peristiwa yang terjadi di Jabal Uhud. Bagi para peziarah yang datang, mereka tampak khusu’ memberikan doa kepada para suhada yang tewas dalam peperangan di Uhud. Tak jarang dari mereka meneteskan air mata dan merasa terharu atas perjuangan para suhada.

Namun, berdasarkan saksi para peziarah yang telah mengunjungi, Jabal Uhud terus mengalami perubahan. Erosi akibat gugurnya bebatuan membuat Bukit Ar Rumah, ditempatkannya pasukan pemanah semakin rendah. Di bukit Ar Rumah, masih dapat terlihat jelas, pemandangan tempat peperangan termasuk makam para suhada Uhud.

Untuk makam para suhada Uhud, juga sudah dipagari oleh Pemerintah Arab Saudi pada 1383 H dengan ketinggian mencapai 3 meter. Namun peziarah dapat melihat melalui celah pagar jeruji, sekumpulan batu yang menjadi simbol atau nisan makam para suhada.

Di luar pagar kuburan suhada itu, berdiri papan pengumuman ukuran besar, bertuliskan tata cara berziarah, yang intinya sebagai peringatan atau larangan mencari berkah di makam tersebut dan mengusap-usap pagar karena perbuatan bid’ah. Ada sejumlah bahasa yang terpampang, diantaranya bahasa Arab, Inggris, Turki dan Melayu/Indonesia.

Selain itu, perubahan juga terjadi di sekitar bukit Uhud. Selain sudah dicor dengan semen, saat ini juga sudah di penuhi para pedagang. Mereka menjajakan barang dagangannya sebagai oleh-oleh dari tasbih hingga buah kurma dan pakaian. Disampingnya terdapat masjid megah bernama Sayyid al-Syuhada.

Para peziarah umumnya tak melepaskan begitu saja ke Jabal Uhud dengan tangan hampa. Mereka tentu membeli buah tangan atau oleh-oleh. (fid)

OKEZONE

Barang Bawaan Haji ‘Overload’ Diangkut Terpisah

Pemulangan jamaah musim haji 2018 mendekati masa akhir. Namun akibat rombongan kelebihan muatan (overload), sebagian koper jamaah haji asal Debarkasi Surabaya terpaksa diangkut menggunakan pesawat lain yang terpisah dari rombongan.

Sekretaris PPIH Debarkasi Surabaya, Jamal, menyebut ada beberapa kelompok terbang (kloter) yang koper atau barang bawaannya harus dibawa terpisah. Ini karena saat proses pemulangan dari Tanah Suci ke Tanah Air, yaitu kloter 39 dan 40 asal Kabupaten Bojonegoro dan kloter 53 serta 54 asal Kota Kediri dan Surabaya, jamaahnya banyak yang kelebihan muatan.

“Kloter 39 dan 40 asal Bojonegoro tiba di Asrama Haji Sukolilo Surabaya pada 10 September lalu. Namun sebagian koper atau barang bawaannya akan dikirim menyusul karena saat proses pemulangan dinyatakan kelebihan muatan,” kata Jamal, di Surabaya, Ahad lalu (16/9).

Kejadian yang sama, lanjut dia, juga dialami jamaah haji kloter 53 dan 54 asal Kota Kediri dan Surabaya. Mereka tiba di Asrama Haji Sukolilo Surabaya pada hari Sabtu kemarin, 15 September 2018 dan juga kelebihan muatan.

“Pemuatan barang jamaah di pesawat lain itu merupakan kebijakan dari maskapai Saudia Arabian Airlines yang melayani penerbangan jamaah haji. Mereka harus menangguhkan barang bawaan setelah mendeteksi adanya kelebihan muatan demi keselamatan jamaah,” ujarnya.

Jamal menjelaskan koper jamaah sebelum masuk ke pesawat sudah ditimbang satu persatu untuk disesuaikan dengan ketentuan penerbangan internasional. “Informasi yang kami terima dari Saudi Arabian Airlaines, saat proses pemulangan rombongan haji kloter 39, 40, 53 dan 54 Debrkasi Surabaya, muatan bagasinya terpaksa dikurangi. Ini dilakukan demi keselamatan penerbangan akibat cuaca yang sangat panas di Madinah,” ucapnya.

Dia memastikan koper jamaah haji yang tidak terangkut pada saat proses pemulangan akan diangkut menyusul menggunakan pesawat lain. Selanjutnya barang tersebut diantar ke daerah asal pemiliknya masing-masing.

“Itu merupakan tanggung jawab Saudi Arabian Airlines. Bila keadaan sudah memungkinkan akan segera mengirim semua barang bawaan dan koper yang tertunda menggunakn pesawat lain. Kemudian kami akan mengantar ke alamat pemiliknya di daerah masing masing,” terangnya.

Ia mencontohkan sebagian bawang bawaan dan koper dari kloter 39 dan 40 asal Kabupaten Bojonegoro yang harus ditangguhkan saat proses pemulangan pada 10 September lalu. Pada saat sekarang barang pun sudah diterima oleh para pemiliknya di rumah masing-masing.

“Jadi kami harap jamaah dari kloter 53 dan 54, atau bisa saja nanti terjadi pada kloter lainnya, yang barang bawaan atau kopernya tidak terangkut karena kelebihan muatan. Namun terjadi maka diharap untuk tenang. Sebab, semua koper yang tertunda bawaannya pasti akan dikirim ke daerahnya masing-masing,” jelasnya.

Taiwan Tawarkan Kuota Haji kepada Indonesia

Taiwan menawarkan kemudahan untuk menunaikan ibadah haji bagi masyarakat di Indonesia, dengan menggunakan jatah kuota haji milik Taiwan. Jack Chen-Huan Hsiao selaku Direktur Divisi Ekonomi Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Jakarta, Senin (17/9) memaparkan bahwa Taiwan meskipun memiliki populasi Muslim, namun kebutuhan akan kuota hajinya tidak terlalu signifikan seperti di Indonesia.

“Bagi Muslim Indonesia, untuk pergi haji terdapat pembatasan kuota setiap tahunnya. Di Indonesia mungkin butuh waktu bertahun-tahun untuk berangkat. Sementara di Taiwan, kami juga memiliki banyak populasi Muslim, namun kami tidak memiliki kebutuhan mendesak terhadap hal tersebut. Sehingga masyarakat Indonesia bisa menggunakan kuota kami untuk mendaftar haji melalui Taiwan,” papar Jack Chen-Huan Hsiao.

Hal tersebut, menurut dia, merupakan bagian dari upaya Taiwan untuk menyediakan lingkungan yang ramah bagi kaum Muslim guna mendorong peningkatan jumlah wisatawan dari negara berlatar belakang Muslim. Sebagai informasi, Jessie Tseng selaku Direktur Eksekutif MEET Taiwan menyampaikan bahwa jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Taiwan pada 2017 telah mencapai 190 ribu wisatawan.

Untuk menjaring lebih banyak wisatawan dari Indonesia itulah kemudian Taiwan External Trade and Development Council (TAITRA) memboyong perusahaan konsultan pameran, agen wisata, dan maskapai Taiwan ke Jakarta. Tujuannuya untuk berpameran dan menjalin mitra bisnis dengan pengusaha Indonesia.

“Kami mencoba mengajak perusahaan-perusahaan Indonesia untuk mengadakan Company Gathering dan Annual Meeting di Taiwan. Taiwan memiliki kelebihan sebagai salah satu titik transit penerbangan menuju Amerika. Sehingga posisi Taiwan sangatlah strategis untuk mengembangkan bisnis anda ke Asia Timur maupun Amerika,” ujar Jack Chen-Huan Hsiao.

Dalam sebuah perhelatan bertajuk MEET Taiwan Networking Event di Hotel Borobudur Jakarta, pihaknya hadir di Indonesia untuk yang ketiga kalinya. Acara tersebut digelar di bawah koordinasi dari Bureau of Foreign Trade (BOFT) of the Ministry of Economic Affairs (MOEA) of Taiwan.

MEET Taiwan membawa delegasi-delegasi dari industri konsultan pameran, juga agen wisata maupun industri penerbangan papan atas Taiwan. Di antaranya Lion Travel Service Co., Welcome Travel Service, Kuching Travel Service Co., Ltd., Chung Hsing Travel Service, TAIWAN TOUR, K&A International Co., Ltd., serta China Airlines dan EVA Air.

Posisi Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak urutan keempat dunia, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, membuat Taiwan merasa perlu untuk dapat meyakinkan perusahaan-perusahaan di Indonesia agar memilih Taiwan sebagai destinasi penyelenggaraan pertemuan bisnisnya. “Selain itu juga untuk lebih memperkenalkan lingkungan pameran di Taiwan kepada Indonesia,” katanya.

REPUBLIKA

PIHK Diminta tak Tinggalkan Jamaah Sakit

Meski seluruh rombongan haji khusus yang datang ke Tanah Suci telah dipulangkan, beberapa jamaah masih dirawat di rumah sakit Arab Saudi. Pihak PPIH Arab Saudi menyoroti ketiadaan perwakilan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang memantau keadaan jamaah yang tengah dirawat tersebut.

Hal tersebut disampaikan saat PPIH Arab Saudi Bidang Pengawasan Haji Khusus mengadakan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji khusus yang dilaksanakan oleh PIHK. Kegiatan evaluasi dilakukan di Kantor Daker Madinah akhir pekan lalu.

“Kami mengusulkan agar PIHK memiliki perwakilan di Arab Saudi yang harus memantau perkembangan jamaahnya yang sakit dan mengurus kepulangannya,” kata Kepala Bidang Pengawasan PIHK, Mulyo Widodo di Madinah, Sabtu (22/9). Rapat evaluasi tersebut melibatkan seksi pengawasan PIHK Daker Madinah dan Daker Bandara.

Dalam rapat evaluasi tersebut, dilaporkan perkembangan terakhir jamaah haji khusus yang masih dirawat di RS Ohud, Madinah. Termasuk dengan informasi soal jamaah bernama Daeng Baba Baso dari PIHK PT Penata Rihlah yang wafat.

Dengan kematian tersebut, saat ini terdapat tiga jamaah haji khusus yang masih dirawat di Saudi. Dua orang dirawat di RS Madinah dan seorang di RS Makkah. Sedangkan yang telah kembali ke Tanah Air seluruhnya sebanyak 16.815 orang.

Keberadaan jamaah yang masih tertinggal karena sakit ini menjadi sorotan tersendiri pada evaluasi tersebut. Mengingat seluruh anggota PIHK yang memberangkatkan mereka telah kembali lebih dulu ke Tanah Air.

Rapat evaluasi menyimpulkan perlunya penyempurnaan regulasi tentang Standar Pelayanan Minimum (SPM) Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus mengenai pelayanan kesehatan terhadap jamaah yang tertinggal.

Petugas PIHK tersebut yang nantinya akan berkoordinasi dengan Kantor Urusan Haji (KUH) Indonesia mengenai keberadaan jamaah haji yang sakit ini. Menurut Widodo, perwakilan ini juga dapat diberikan tugas untuk melakukan penanganan jamaah pada saat tiba di Arab Saudi atau kembali ke Indonesia.

Selain mengenai pelayanan kesehatan pasca kepulangan, beberapa poin lainnya yang akan diusulkan dalam penyempurnaan SPM adalah ketentuan-ketentuan mengenai keberadaan, masa tinggal, serta lokasi hotel transit yang digunakan jamaah haji. Secara internal, Widodo mendorong Bidang Pengawasan PIHK untuk melakukan restrukturisasi organisasi, penguatan SDM, sarana dan prasarana dalam menunjang pengawasan PIHK. “Ini untuk lebih optimalnya pengawasan terhadap PIHK dalam rangka memastikan jamaah memperoleh hak-haknya,” kata dia.

Hal itu dianggap mendesak, agar jamaah yang tertinggal setelah PIHK meninggalkan Arab Saudi tetap mendapatkan haknya dalam pelayanan dan perlindungan. Berbeda dengan haji reguler, haji khusus difasilitasi keberangkatan dan ibadahnya di Tanah Suci oleh PIHK. Jamaah haji khusus tersebut membayar biaya lebih dengan imbalan pelayanan tersendiri dan waktu tunggu yang lebih singkat. Meski ditangani PIHK, jamaah khusus yang sakit biasanya tetap ditangani petugas kesehatan PPIH Arab Saudi.

REPUBLIKA