Apa itu Haji Furoda? Ini Pengertian dan Hukumnya

Pelaksanaan haji tahun ini diwarnai dengan persoalan calon jemaah haji furoda. Tercatat 46 warga negara Indonesia (WNI) tertahan di Imigrasi Arab Saudi karena persoalan visa haji.

Tak banyak yang tahu apa itu jemaah haji furoda. Berdasarkan informasi yang dihimpun merdeka.com, haji furoda adalah pelaksanaan haji yang visanya diperoleh melalui undangan dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia.

Calon jemaah haji furoda tidak mengikuti kuota visa haji yang sudah dijatahkan kepada Kemenag RI. Visa mereka dikeluarkan oleh setiap kedutaan negara tanpa menunggu antrean.

Jemaah haji jalur haji furoda bisa disebut haji mandiri yang dikelola oleh travel haji resmi atau tidak resmi atau yayasan yang memiliki afiliasi dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, atau bisa juga perorangan. Sifat jalur haji dengan visa furoda adalah resmi dan legal dalam perspektif aturan imigrasi pemerintah Arab Saudi.

Hukum haji furoda di Indonesia adalah legal alias resmi. Walaupun Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama tak mengurus visa secara langsung.

Calon jemaah haji furoda memang terdaftar di Kemenag namun visa mujamalah kepada jalur ini merupakan kewenangan dan hak dari Pemerintah Arab Saudi. Sebab Pemerintah Arab Saudi berhak mengundang mitra mereka sebagai bentuk penghargaan, penghormatan, dukungan diplomatik dan tujuan lainnya.

46 Jemaah Haji Furoda Ditolak Masuk Saudi

Sebanyak 46 warga negara Indonesia (WNI) sempat tertahan di Imigrasi Arab Saudi setibanya di Jeddah, Kamis, 30 Juni 2022, dini hari. Mereka dipastikan tidak masuk kloter resmi yang dikeluarkan Kemenag.

Mereka menggunakan paspor Indonesia dan masuk ke Arab Saudi melalui Bandara King Abdulaziz Internasional Airport (KAIA) Jeddah. Tetapi visa yang dipakai diketahui dikeluarkan dari Singapura dan Malaysia.

Temuan itulah yang kemudian membuat 46 WNI tidak lolos proses imigrasi karena visa yang dibawa tidak ditemukan dalam sistem imigrasi Arab Saudi.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief mengaku prihatin dengan peristiwa tersebut. Apalagi kedatangan 46 WNI ini ke Arab Saudi dengan niat untuk menunaikan ibadah haji dan telah mengenakan pakaian ihram.

“46 WNI ini tidak bisa masuk ke Saudi dan mereka dipulangkan kembali ke Indonesia,” terang Hilman Latief di Makkah, Sabtu (2/7) malam.

Selain itu, ke-46 orang WNI itu juga diketahui menggunakan travel yang tidak terdaftar di Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Sehingga apa yang disyaratkan Saudi untuk jemaah dari berbagai negara untuk masuk ke wilayahnya dan berhaji tidak ada pada 46 orang ini.

“Dokumen juga tidak seperti disyaratkan pemerintah Saudi karena tidak menggunakan PIHK yang resmi. Ini sayang sekali,” sambung Hilman.

Hilman belum bisa berkomentar lebih jauh apakah akan membawa kasus ini ke jalur hukum atau tidak. Pihaknya masih akan mendiskusikan dengan pihak berwenang.

“Ini menjadi perhatian kita semua. Mudah-mudahan nanti ada turunannya bagaimana konsep (visa) mujamalah, aturannya seperti apa.Tentu karena ini terkait dengan pihak lain, setidaknya kami juga harus diskusi dengan pemerintah Saudi sejauh mana pengaturannya dan apakah bisa diatur oleh kita,” sambungnya.

Selain akan membuat turunan UU 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, ia juga akan mengoptimalkan peran Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dalam urusan visa mujamalah. Sehingga ke depannya, masalah seperti ini tidak terulang kembali.

“Ini persoalan kompleks, harus kita dalami agar tidak terulang lagi. Kasihan jemaah,” katanya.

Kepada warga negara Indonesia yang ingin berhaji, Hilman mengingatkan berhati-hati bila ada tawaran berhaji dengan iming-iming tanpa mengantre. Apalagi, bila harus membayarkan biaya cukup tinggi. Selain itu, pastikan pula memilih travel atau biro perjalanan yang sudah terdaftar secara resmi di Kemenag.

“Sehingga kalau ada apa-apa kami bisa menegur perusahaan itu. Kalau seperti ini kami tidak bisa apa-apa,” tutup Hilman. [rnd]

MERDEKA

Begini Penjelasan Praktisi Kenapa Haji Furodah Gratis, Bisa Jadi Mahal

Sampai saat ini masalah haji Mujamalah atau Furodah masih banyak diperbincangkan. Haji non kuota ini sebenarnya gratis, kenapa harganya bisa mahal?

Praktisi Penyelenggara Ibadah Haji dan Urmoh Ustadz Rafiq Jauhary menjelas detail kenapa haji gratis ini bisa jadi mahal. Alumni Darul Hadits al-Ghamidy, Awaly, Makkah tahun 2011 ini mengatakan, secara makna Furodha artinya adalah ‘sendiri-sendiri’. Jika dikatakan secara makna sama dengan artinya ‘mereka datang sendiri-sendiri’. 

Dan juga Istilah Furodah juga digunakan dua kali dalam Alquran yaitu pada surat al-An’am 94 dan surat Saba’ 46.

“Jadi bisa dikatakan haji Furoda adalah haji perseorangan,” kata Ustad Rafiq Zauhary, saat diminta pendapatnya tentang masalah haji Muzamalah dan Furoda, Ahad (17/7). 

Rafiq menjelaskan, kenapa dikatakan haji perseorangan? Mungkin maksudnya karena ini adalah jalur haji non-kuota. Secara istilah resmi dalam sistem haji di Arab Saudi, haji Furodah ini dikenal dengan nama Mujamalah. 

“Bisa diartikan sebagai penyambutan undangan. Nah disini titik pertanyaannya, haji undangan kok bisa bayar mahal?” 

Karena kata Rafiq, yang juga Pembimbing Ibadah Haji ini mengatakan, tidak semua undangan haji berisikan paket komplit, lengkap dengan tiket, voucher hotel dan lainnya. Biasanya undangan yang gratis adalah jenis undangan langsung dari Kerajaan Arab Saudi. Tamu Kerajaan sudah dijamin segala fasilitasnya, tinggal perlu menyiapkan paspor saja. “Cuman permasalahannya, siapalah kita dan berapa banyak jumlah kita sehingga berharap mendapatkan undangan Kerajaan secara gratis tanpa perlu antre?” katanya.  

Rafiq mengatakan, sebenarnya hampir setiap pejabat di Arab Saudi mendapatkan hak untuk mengundang koleganya di negara lain untuk berhaji. Pejabat ini adalah para pangeran (amir/amirah).

Setiap pangeran akan mendapatkan sebuah akun dari protokoler kerajaan untuk dapat mengakses website di Kementerian Haji. Lengkap dengan username dan OTP (one time password) yang dikirim langsung ke handphone pangeran. 

Sebelum pandemi, setiap pangeran bisa mengundang lebih kurang lima orang kolega dari luar negeri untuk berhaji. Namun, di tengah pandemi ini setiap akun yang dimiliki pangeran hanya bisa mengundang dua hingga tiga orang saja untuk berhaji. 

Kuota haji dari sebagian pangeran ini kemudian dikelola oleh kolektor untuk ditawarkan ke beberapa negara (termasuk ke Indonesia). Daripada tidak terpakai, maka dipersilakan siapa yang hendak menggunakan kuota tersebut dengan ‘sedikit’ memberikan tip ke para kolektor ini. Setelah kuota didapat, travel di Indonesia akan diforward username dan OTP dari para pangeran di Arab Saudi (melalui kolektor). Kemudian dilakukan beberapa tahapan hingga visa dapat dikeluarkan. 

Pada kesempatan ini Rafiq menyampaikan secara singkat alur prosesnya dari halaman pada website Kementerian Haji 

1. Memasukkan detail profil jamaah

2. Memasukkan paket pemesanan

3. Membuat voucher paket

4. Melakukan pembayaran

5. Proses Visa Setiap tahapan memerlukan proses yang cukup rumit dengan teknis yang berubah-ubah.

Anda bisa lihat sendiri bahwa visa Mujamalah/Furoda pun berbayar. Pembayaran ini untuk berbagai paket selama di Arafah – Muzdalifah – Mina, transportasi dan berbagai keperluan lainnya. Ini belum termasuk dengan biaya penerbangan, paket selama tinggal di Madinah dan masih banyak rincian lainnya.

Jadi jangan sampai ada yang salah mengira bahwa visa Furoda adalah menjual sesuatu yang seharusnya gratis. Ini kekeliruan informasi.  

“Hanya karena pernah mendengar si A, si B, atau si C diundang untuk berhaji secara gratis oleh Kerajaan Arab Saudi, kemudian menganggap bahwa haji Furoda adalah kesempatan gratis yang dijual mahal,” katanya.   

IHRAM

AMPUH Pastikan Haji Furodah dan Mujamalah tak Bisa Diatur UU Indonesia

Afiliasi penyelenggara umroh haji Indonesia (Ampuh) memastikan negara lain tidak bisa ikut mengatur terkait kuota haji. Pemerintah Arab Saudi yang memiliki kewenangan mengatur kuota haji termasuk haji non kuota seperti mujamalah dan furoda.

“Haji non kuota yaitu haji furoda dan haji mujamalah adalah wewenang sepenuhnya dari Pemerintah Saudi,” kata Sekjen Ampuh Tri Winarto, seperti dilaporkan Republika, Senin (4/7).

Pemerintah Indonesia tidak bisa mengatur haji non kuota seperti mujamalah dan furodah, proses penggunaannya seperti haji kuota. Haji furodah dan mujamalah tidak bisa ditentukan kapan bisa di gunakan seperti halnya haji kota, karena itu kewenangan Arab Saudi.

“Indonesia tidak bisa ikut campur apa lagi mengatur kuota haji yang bukan haknya dari masing-masing negara,” katanya.

Jadi kata dia, sulit haji furodah dan mujamalah diatur di dalam peraturan perundang-undangan agar mekanismenya penggunaan haji non kuota ini seperti haji kuota. Di mana haji kuota ini jelas kapan terbit visanya sementara haji mujamalah dan furodah terbit visanya tidak bisa ditentukan.

“Rasanya sulit untuk mengatur memasukkan apa yang bukan menjadi haknya negara. Karena itu sepenuhnya adalah haknya pemerintah Saudi,” katanya.

Tri memastikan, kuota seluruh dunia bagi umat Islam sudah diatur dan dialokasikan pemerintah Saudi berdasarkan jumlah umat Islam. Demikian halnya kuota haji yang diterima Indonesia menjadi wewenang negara yang mengatur melalui sistem antrian yang ada. 

Sebelumnya Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi menyarankan aturan haji Mujamalah dan Furoda yang ada dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggara Ibadah Haji dan Umroh diperbaiki. Saran ini setelah banyak persoalan yang terjadi dalam penyelenggaraan haji mujamalah dan furoda yang visanya keluar di waktu yang sudah mendekati prosesi Armuzna.

“Kasus mujamalah dan furodah itu muncul menjelang prosesi haji, orang kesulitan mencari visa. Dan tidak jelas sumbernya dan kalaupun ketemu harganya jauh lebih mahal dari waktu-waktu sebelumnya,” kata kata Syam Resfiadi seperti dilaporkan Republika, Sabtu (21).

Untuk itu kata Syam persoalan haji mujamalah dan furodah ini perlu diatur di dalam UU Haji dan Umroh Nomor 8 tahun 2019. Sehingga, masyarakat yang ingin menggunakan haji mujamalah dan furodah ini mendapatkan kepastian.

“Saya sudah memberikan saran positif, bahwa UU Haji dan Umroh Nomor 8 tahun 2019 harus diperbaiki dengan menambah pasal tentang visa haji mujamalah diambil dari quota nasional namun berbayar dengan harga yang stabil,” ujarnya. 

Jadi kata, Syam Pemerintah dan DPR di Komisi VIII bisa menetapkan kuota untuk haji mujamalah ditentukan harganya untuk dibeli oleh pihak swasta. Uang hasil dari kuota haji mujamalah itu bisa dipergunakan untuk kegiatan keagamaan dan sosial yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

“Kuota mujamalah ini bisa berbayar sejumlah angka tertentu untuk diberikan ke kegiatan Agama atau Sosial dan dilakukan oleh BPKH sebagai penerima setoran,” ujarnya.

Atau bisa juga visa kuota haji mujamalah ini berbayar ke Kerajaan Saudi Arabia (KSA) sebagai tambahan kuota mujamalah atau furodah tersebut. Jadi yang selama ini KSA mendapat uang dari menjual visa Furodah atau Mujamalah jadi nyaman dan aman. 

Syam mengatakan, jika Pemerintah dan DPR menyetujui kuota haji mujamalah menjadi komersial atau bayar jika swasta ingin menggunakannya, maka perubahan peraturan perundang-undangan itu tinggal disosialisasikan kepada Pemerintah Arab Saudi.

“Jika disetujui perbaikan UU Nomor 8 tersebut dilanjutkan dengan memberi informasi melalui jalur diplomasi bahwa ada perubahan UU Nomor 8 tersebut tentang jumlah presentasi haji khusus yang 8 persen dari kuota nasional lalu sekian persen dari kuota nasional untuk furodah,” katanya.

Sehingga, bagi mereka yang tidak ingin antri bisa dapat jaminan kuota haji dengan syarat yang sama namun membayar lebih mahal ke BPKH untuk dimaksimalkan manfaatnya juga untuk kegiatan Agama dan Sosial di Indonesia.

Ali Yusuf

IHRAM

Perbedaan Haji Kuota dan Non Kuota

Pemerintah Arab Saudi telah menentukan kuota haji tahun 1443/2022 sebanyak 1 juta jamaah. Pemilik Firdaus Mulia Abadi (Firdaus Tour) Tri Winarto,  mengatakan ada dua macam haji yang bisa dipilih jamaah.

“Haji itu ada dua macam. Haji kuota dan haji non kuota,” kata Tri Winarto kepada Republika, Kamis (14/4).

  1. Home
  2.  Ihrampedia
  3.  Manasik

Perbedaan Haji Kuota dan Non Kuota

Kamis , 14 Apr 2022, 21:09 WIBReporter :Ali Yusuf/ Redaktur : Muhammad Hafil

Perbedaan Haji Kuota dan Non Kuota. Foto:  Ratusan Jamaah haji bertawaf mengelilingi Kabah dengan menjaga jarak sosial  di Masjidil Haram di kota suci Muslim Mekah, Arab Saudi, Rabu (29/7/2020).

Perbedaan Haji Kuota dan Non Kuota. Foto: Ratusan Jamaah haji bertawaf mengelilingi Kabah dengan menjaga jarak sosial di Masjidil Haram di kota suci Muslim Mekah, Arab Saudi, Rabu (29/7/2020).

IHRAM.CO.ID,JAKARTA–Pemerintah Arab Saudi telah menentukan kuota haji tahun 1443/2022 sebanyak 1 juta jamaah. Pemilik Firdaus Mulia Abadi (Firdaus Tour) Tri Winarto,  mengatakan ada dua macam haji yang bisa dipilih jamaah.  Terkait

“Haji itu ada dua macam. Haji kuota dan haji non kuota,” kata Tri Winarto kepada Republika, Kamis (14/4).Baca Juga

Tri Winarto mengatakan, haji kuota adalah haji dengan jumlah kuota yang sudah ditentukan oleh pemerintah Saudi kepada negara-negara lain. Berapa kuota masing-masing negara menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi dan tahun ini 1 juta kuota.

“Jumlahnya bisa berbeda-beda,” katanya.

Jadi tahun ini Pemerintah Arab Saudi mengacu pada regulasi yang sudah ada. Pada oprasional haji pada tahun ini sudah ditentukan sebanyak 1 juta haji untuk seluruh dunia.

“150 ribu untuk penduduk Saudi 850 ribu untuk seluruh penduduk dunia,” katanya.

Kemudian haji non kuota atau haji khusus itu terdiri dari dua macam. Ada Haji Furoda juga Haji Mukim yang merupakan kewenangan lingkungan kerajaan dan bisa langsung berangkat tahun ini tanpa menunggu antrian seperti haji reguler atau haji khusus.

Tri mengatakan, kuota haji furoda atau mukim tidak bisa ditentukan. Lagi-lagi kebijakan untuk mengeluarkan kuota tergantung Pemerintah Arab Saudi.

“Haji ini tentu jumlahnya tidak bisa ditentukan karena ini tentu kebijakan Saudi,” katanya.

Artinya jamaah di luar bisa memilih haji kuota atau non kuota (Furoda atau Mukim). Meski di luar kuota orang yang memilih paket haji furoda bisa masuk Arab Saudi saat musim haji karena prosesnya resmi.

“Jadi singkat cerita paket haji furoda itu di luar dari jumlah haji kuota yang sudah ditetapkan Saudi sebesar 1 juta,” katanya.

Dan berapa  jumlahnya atau besarnya haji furoda itu tidak bisa dipastikan oleh orang di luar kerajaan. Tentu jumlahnya tidak mungkin lebih besar dari haji kuota yang sudah ditentukan.

IHRAM

Haji Furada Harus Tetap di Bawah Koordinasi Kemenag

Pada musim haji tahun 2019 jamaah haji furada tak lagi disebut ilegal oleh pemerintah. Pemerintah dan Komisi VIII DPR telah menyepakati ketentuan haji furada diatur dalam Undang-undang haji umrah terbaru yang akan disahkan hari ini, Kamis (28/3).

“Iya (ada ketentuan yang mengatur haji furada),” kata Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily saat dihubungi Republika, Rabu (27/3).

Ace mengatakan, meski haji furada dilegalkan pemerintah dan DPR melalui Undang-undang Penyelenggaraan Haji Umrah yang baru, akan tetapi penyelenggaraannya haji furada itu bukan oleh pemerintah. Haji furada diselenggarakan oleh penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK).

“Furada itu diselenggarakan oleh PIHK,” ujarnya.

Meski bukan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) yang menyelenggarakan haji furada, akan tetapi pemerintah dan PIHK yang memberangkatkan jamaah haji furada harus tetap saling tukar informasi selama di Tanah Suci. “Tetap harus dalam koordinasi Kementerian Agama,” katanya.

Ace Hasan mengatakan, haji furada harus dalam koordinasi pemerintah agar ketika terjadi apa-apa pada jamaah haji furada ada pihak pemerintah yang bisa diminta pertanggungjawaban. “Karena kenapa? kami ingin agar semua jamaah haji tetap dalam tanggungjawab dalam Kementerian Agama,” katanya.

Ace berharap, pemerintah harus memastikan travel yang digunakan jamaah haji furada telah memiliki legalitas sebagai PIHK. “PIHK yang memang telah terakreditasi oleh Kemenag,” katanya.