Haji Tukang Sapu

Ibnu Mubarak menceritakan bahwa setelah musim haji, ia bermimpi mendengar dialog antara dua malaikat tentang mereka yang telah menunaikan ibadah haji. Dalam dialog dua malaikat itu terungkap bahwa tidak satu pun dari ribuan jamaah haji musim ini yang hajinya diterima Allah, kecuali hajinya seorang tukang sapu yang tinggal di Kota Damsyik.

Karena penasaran dengan mimpinya, Ibnu Mubarak pun pergi ke Damsyik untuk mencari keberadaan orang tersebut. Setelah bertemu, ia langsung menanyakan tentang perjalanan hajinya. Maka, tukang sapu yang bernama Muwaffak menceritakan bahwa ia telah lama mengumpulkan uang guna melaksanakan ibadah haji.

Setelah terkumpul dan mulai mempersiapkan diri untuk keberangkatannya, tiba-tiba istrinya yang hamil muda (ngidam) menginginkan masakan daging yang bau lezatnya tercium dari rumah tetangganya.

Akhirnya, Muwaffak terpaksa mendatangi rumah tetangganya untuk meminta. Namun, jawaban yang didengar sangat mengejutkan, ”Daging ini halal untukku, tetapi haram untukmu.” Sebab, daging yang dimasaknya itu adalah bangkai yang ditemukannya dalam perjalanan setelah lama berjalan ke sana ke mari mencari makanan untuk dirinya dan anak yatim yang telah beberapa hari tidak makan.

Mendengar kisah janda tersebut, hatinya terhenyak. Muwaffak segera pulang mengambil seluruh bekal yang telah lama ia persiapkan untuk keberangkatan haji. Dengan penuh keyakinan, ia berucap, ”Hajiku cukup di depan rumah.”

Tidak lama kemudian, Muwaffak dengan ditemani istrinya mendatangi tetangganya yang tengah didera lapar untuk memberikan uang simpanannya ditambah beberapa potong roti. ”Kami telah berbuat zalim, membiarkan tetangga yang tinggalnya tidak seberapa jauh, hidup dalam kelaparan. Maafkan kami,” pintanya dengan penuh rasa bersalah.

Kisah ini jauh dari maksud merendahkan keutamaan pergi berhaji. Ini hanya sebuah renungan sebelum menentukan wajib tidaknya pergi berhaji bagi seseorang, terutama bila mengingat situasi dan kondisi sekitarnya, lebih lagi di tengah masyarakat yang cenderung memaksakan diri untuk pergi berhaji bahkan ada berkali-kali. Kepergiannya tidak benar-benar dalam rangka memenuhi panggilan Allah, melainkan untuk rekreasi, bertujuan politik, berdagang, dan lain-lain.

Rasulullah SAW dalam sebuah sabdanya pernah mensinyalir bahwa kelak di akhir zaman akan muncul empat macam orang-orang yang berhaji dengan berbagai motivasinya. Para pemimpin berhaji untuk rekreasi, orang-orang kaya untuk berdagang, orang-orang miskin untuk meminta-minta, dan para pembaca Alquran untuk mencari popularitas.

Mereka yang berhaji dengan berbagai niatan ini jika dibandingkan dengan tamu-tamu Allah yang ikhlas bagaikan tamu-tamu yang tak diundang. Kehadirannya tidak membawa perubahan apa-apa, kecuali sebutan Pak Haji dan Bu Hajah.

 

Oleh Muhammad Bajuri