Apakah Tinta Hitam Cumi Haram?

Beredar viral di sosial media bahwa hukum makan tinta cumi adalah haram, karena cairan tersebut dianggap darah. Hal ini dengan membawa pendapat salah satu ulama. Tentu ini membuah heboh, terutama pecinta cumi dan restoran seafood, mengingat tinta cumi tidak bisa dipisahkan secara total dari cumi. Apakah benar haram?

Jawabannya: Tentu tidak, daging cumi dan tintanya halal

Dengan alasan:

Pertama:

Cumi termasuk hewan laut dan jelas dalam hadits bahwa hewan laut itu halal, bahkan bangkainya juga halal

Dalam hadis,

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” [Silsilah Al Ahadits Al Shahihah no. 480]
Apabila bangkainya saja halal, maka apa yang terkandung di dalam bangkai tersebut juga halal. Jadi tinta hitam cumi yang berada di dalam cumi juga halal

Kedua:

Ada dalil lainnya, yaitu cumi termasuk hewan buruan laut. Hewan buruan laut itu hukum asalnya halal.

Allah berfirman,

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ

dihalalkan bagimu buruan laut dan makanan yang ada di laut” (QS. Al Maidah: 96)

Hukum asal hewan buruan laut adalah halal, termasuk tinta hitam cumi, apabila ingin mengatakan “itu” haram, maka harus membawakan dalil yang membuatnya keluar dari hukum asalnya yaitu halal

Ketiga:

Apabila beralasan bahwa tinta cumi itu adalah asalnya darah. Ini juga tidak tepat, karena darah hewan laut halal. Ikan memiliki darah, apakah darah ikan haram? Tentu tidak.

Keempat:

Apabila ada pendapat ulama, maka kita perlu menimbang dengan dalil dan pendapat ulama yang lainnya, serta kita perlu mencari pendapat yang rajih dan lebih kuat. Dalilnya jelas mengatakan bahwa cumi itu halal karena hewan laut, bahkan telah menjadi bangkai saja tetap halal.

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK

Catatan: berikut nukilan pendapat ulama yang menyatakan bahwa tinta hitam cumi haram. Dalam Bughyah al-Mustarsyidin:

الذي يظهر أنّ الشيء الأسود الذي يوجد في بعض الحيتان وليس بدم ولا لحم نجس, إذ صريح عبارة التحفة أنّ كلّ شيء في الباطن خارج عن أجزاء الحيوان نجس, ومنه هذا الأسود للعلّة المذكورة إذ هو دم أو شبهة

“Cairan hitam yang ditemukan pada sebagian makhluk laut dan bukan merupakan daging ataupun darah dihukumi najis. Sebab teks dalam kitab Tuhfah menegaskan bahwa sesungguhnya setiap sesuatu yang berada di bagian dalam adalah sesuatu yang bukan termasuk dari juz (juz/organ) hewan dan dihukumi najis, termasuk cairan hitam ini, karena alasan yang telah dijelaskan. Sebab cairan hitam ini sejatinya adalah darah atau serupa (dengan darah).”  (Syekh Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi, Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 15).

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/56762-apakah-tinta-hitam-cumi-haram.html

Jenis Makanan Halal dan Haram dalam Islam

Pada tulisan sebelumnya telah dijelaskan beberapa kaidah dan kriteria makanan halal menurut Islam.

Pada tulisan ini insya Allah akan dijelaskan jenis-jenis makanan yang diharamkan. Namun sebelumnya akan disebutkan terlebih dahulu beberapa sebab suatu makanan dan minuman menjadi haram. Syekh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim dalam kitabnya Shahih Fiqih Sunnah menyebutkan bahwa makanan dan minuman menjadi haram karena salah satu dari lima sebab berikut;
1. Membawa mudharat pada badan dan akal (sebagaiman disinggung pada kaidah ketiga di edisi lalu),
2. Memabukkan. Merusak akal, dan menghilangkan kesadaran (seperti khamr dan narkoba),
3. Najis atau mengandung najis,
4. Menjijikkan menurut pandangan orang kebanyakkan yang masih lurus fitrahnya, dan
5. Tidak diberi idzin oleh syariat karena makanan/minuman tersebut milik orang lain. Artinya haram mengkonsumsinya tanpa seidzin pemiliknya.

Jenis-jenis Makanan dan Minuman Yang Diharamkan
Salah satu kaidah yang masyhur dalam urusan makanan adalah bahwa segala sesuatu hukumnya halal, kecuali yang disebutkan pengharamannya dalam al-Qur’an dan hadits Nabi. Oleh karena itu di sini akan disebutkan jenis-jenis makanan yang haram sebagai disebutkan dalam al-Qur’an dan al-hadits.
1. Bangkai
Yaitu hewan yang mati tanpa melalui proses penyembelihan yang syar’i. Dalil pengharaman bangkai adalah firman Allah dalam surah Al-an ‘Am ayat 145:
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah”.
Termasuk kategori bangkai adalah setiap hewan yang mati secara tidak wajar, tanpa disembelih secara syar’i, yakni (a) Hewan yang mati karena tercekik [al-munkhaniqah], (b) Hewan yang mati karena dipukul [al-mauqudzah], (c) Al-Mutaraddiyah, yaitu Hewan yang mati karena terjatuh dari tempat yang tinggi, (d) An-Nathihah, yaitu hewan yang ditanduk oleh hewan lain, lalu mati, dan (e) Hewan yang dimangsa atau diterkam oleh binatang buas. Jika suatu hewan mati karena salah satu dari kelima sebab diatas, maka haram memakannya. Kecuali jika masih hidup dan sempat disembelih, maka ia menjadi halal. Dalil larangan untuk hewan yang mengalami kelima kondisi diatas adalah surah Al-Maidah ayat 3:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.. . “ (Qs:5:3)

Ayat tersebut sekaligus menjadi dalil keharaman jenis makanan yang akan disebutkan selanjutnya.
Faidah (1) Termasuk bangkai adalah bagian tubuh yang terpotong dari hewan yang masih hidup. Maksudnya;hewan tersebut tidak disembelih. Tapi hanya dipotong tubuh tertentu saja, paha misalnya. Maka bagian tubuh yang dipotong itu termasuk bangkai dan tidak halal dimakan. Hal ini berdasakan sabda Nabi yang mengatakan bahwa, “Ma Quthi’a minal bahimati wa hiya hayyah fa huwa maytatun, Bagian tubhuh yang terpotong dari hewan yag masih hidup termasuk bangkai”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Faidah (2) Ada dua bangkai yang dikecualikan (tidak haram), yakni ikan (hewan laut) dan belalang. Dasarnya adalah perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Telah dihalalkan untuk kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang, . . “ (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ahmad). Lalu bagaimana jika kita menemukan ikan atau hewan laut lainnya yang terapung di atas permukaan air? Apakah halal dikonsumsi atau tidak? Dalam masalah ini ada dua pendapat ulama. Namun yang paling rajih (kuat) adalah pendapat yang mengatakan ke-halal-an nya. Kecuali jika terbukti secara medis bahwa ikan yang terapung itu sudah rusak dan membahayakan kesehatan atau mengeluarkan bau busuk, maka mengindari dan meninggalkannya lebih utama. Karena hal itu lebih selaras dengan kaidah syari’ah yang mengaramkan setiap makanan yang buruk dan menjijikkan.
2. Darah yang mengalir
Tidak halal mengkonsumsi darah yang dialirkan atau ditumpahkan. Ha ini berdasarkan firman Allah pada surah al-Maidah ayat 3 dan Al-An ‘am ayat 146;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ ….. ۚ
““Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, . . . “ (Terj. Qs:5:3).
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا . . . .
“. . ., kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir. . . “ (Terj. Qs. 6:146)
Adapun darah yang sedikit semisal yang tersisa pada daging sembelihan, maka hal itu dimaafkan. Selain itu dikecualikan pula hati dan limpa, sebagaimana dalam atsar Ibnu Umar yang diriwayatkan Ibnu Maajah dan Ahmad diatas, “Telah dihalalkan untuk kita dua macam bangkai dan dua macam darah. . . . Dan adapun dua macam darah adalah hati dan limpa “ (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ahmad).

3. Daging Babi
Berdasarkan firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 146:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ ………. ۚ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, …” (Terj. Qs. 5:3),
قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ ….. ۚ
“,. . kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, daging babi, . . “ (Terj. Qs. 6: 146).
Penyebutan ‘daging’ mencakup seluruh bagian tubuhnya, baik daging, lemak, tulang, rambut, dan sebagainya. “Tidak ada perselisihan diantara ulama tentang haramnya babi; dagingnya, lemaknya, dan seluruh bagian tubuhnya”, demikian penegasan Penulis kitab Shahih Fiqih Sunnah. Ini termasuk dalam kaidah ‘dzikrul ba’dh yuradu bihil kull’, Menyebutkan sebahagian, tapi yang dimaksud adalh keseluruhan. Jadi hanya disebutkan daging, yang dimaksud seluruh bagian tubuh babi. Karena biasanya yang dimakan dari hewan adalah dagingnya.
4. Hewan yang disembelih Tanpa Menyebut nama Allah atau Menyebut Selain Nama Allah
Dasar pengharamannya adalah surah al-maidah ayat 3 dan Al-An’am ayat 121:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ….. ۚ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah,. . . “ (Terj. Qs:5:3)
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan -hewan-hewan- yang tidak disebut nama Allah saat menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan semacam itu termasuk kefasikan”. (Terj. Qs. 6:121).
Oleh karena itu, tidak dihalakan mengkonsumsi semeblihan orang kafir, orang musyrik, atau orang Majusi. Sebab sembelihan mereka tidak sah karena tidak menyebut nama Allah. Adapun sembelihan Ahli Kitab boleh dimakan, selama tidak diketahui bahwa mereka menyembelih dengan menyebut nama selain Allah. “Dan makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi kitab itu halal bagimu”, kata Allah dalam surah Al-Maidah ayat 5 (Lih. Terj. Qs.5:5).
Bagaimana dengan daging dan makanan olahan dari daging yang diimpor dari negeri non Muslim?
a. Jika yang diimpor dari negeri non Muslim berupa daging-daging hewan laut, maka halal dimakan. Karena hewan laut boleh dimakan tanpa disembelih, baik ditangkap oleh Muslim maupun non Muslim.
b. Apabila yang diimpor adalah unggas dan daging hewan darat yang halal dimakan, seperti ayam, bebek, sapi, kambing, kelinci, dan sebagainya; maka dilihat negara asalnya. Jika berasal dari negeri yang mayoritas penduduknya menganut paham atheis, beragama majusi, penyembah berhala (paganisme), maka daging-daging dari negeri tersebut tidak halal.
Adapun jika berasal dari negeri-negeri yang penduduknya mayoritas penganut Yahudi dan Nasrani (Ahli Kitab), dihalakan dengan dua syarat: Pertama, Disembelih secara syar’i (sembelihan ahli kitab halal dimakan); Kedua, Tidak diketahui, mereka menyebut selain nama Allah ketika menyembelihnya.
Akan tetapi; Sebagian negara eksportir yang biasa mengekspor ke negeri Muslim melibatkan ummat Islam dalam proses penyembelihan dan disembelih secara syar’i. Oleh karena itu jika ada pengakuan (yang telah dichek kebenarannya) dari negara pengekspor, bahwa hewan tersebut disembelih secara syariat, halal memakannya. Tetapi jika terbukti, dari berbagai temuan dan fakta yang ada, negara-negara tersebut tidak menyembelihnya menurut syari’at Islam, tidak halal dimakan. Adapun sekadar label halal atau tulisan ‘disembelih menurut syari’at Islam” yang tertemepel pada kemasan daging tersebut, maka tidak dapat dijadikan standar.
c. Keju impor yang berasal dari negeri ahli kitab yang memproduksi keju dari lemak hewan yang halal dikonsumsi, maka boleh bagi kaum Muslimin memakannya. Tetapi jika mereka memproduksi keju dari lemak hewan yang haram dimakan seperti Babi, maka keju dari negeri tersebut haram dikonsumsi.

5. Hewan Yang Disembelih Untuk Berhala.
Dasarnya adalah firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 3;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ ……… وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ …. ۚ
“Dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala”. (Terj. Qs.5:3).
Ini mencakup semua binatang yang disembelih untuk untuk kuburan, sesajen yang dilabuhkan ke laut, tumbal proyek pembangunan jembatan atau jalan, tugu peringatan yang disembah sebagai tanda dan simbol bagi sesembahana selain Allah, atau sebagai perantara kepada Allah. Hewan yang disembelih untuk berhala haram dikonsumsi meskipun disembelih dengan menyebut nama Allah. Jika tidak menyebut nama Allah saat menyembilhnya (misalnya menyebut nama berhala yang kan dituju), maka lebih haram lagi. Karena menggabungkan dua sesab keharaman sekaligus. Sembelihan atas nama selain Allah dan untuk selain Allah. (sym)

Oleh A. Huzaimah el Munawiy

Sumber dari: https://wahdah.or.id/makanan-halal-dan-haram-dalam-islam-2/

Saat Halal dan Haram Tidak Lagi Diperdulikan

Sesungguhnya, yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas. Antara keduanya terdapat hal-hal samar yang tidak diketahui kebanyakan orang.

 

SEPERTI halnya cinta, tema seputar halal dan haram tidak ada habisnya untuk dibahas. Seiring perkembangan zaman, masalah ini terasa makin kompleks, makin menarik, sekaligus makin memusingkan.

Ada banyak hal baru yang tidak ditemui pada zaman Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat. Selintas tidak ada dalil hukum yang menerangkan bidang-bidang tersebut. Boleh jadi, kita menganggapnya halal, namun setelah diselidiki, ternyata statusnya haram. Begitu pun sebaliknya. Bagi sebagian orang, masalah ini sangat membingungkan atau setidaknya menimbulkan keragu-raguan.

Sebenarnya, agama kita telah menetapkan aturan sangat jelas tentang masalah halal haram ini. Keduanya termasuk unsur fundamental dalam Islam.

Rasulullah bersabda,

“Sesungguhnya, yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas, antara keduanya terdapat hal-hal samar yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa menjaga diri dari hal-hal yang samar itu maka ia telah menjaga agama dan harga dirinya, dan barangsiapa jatuh ke dalam hal yang samar maka ia telah jatuh kepada hal yang haram, seperti pengembala yang mengembala di sekitar daerah terlarang, nyaris ia masuk ke dalamnya. Ketahuilah, setiap raja mempunyai daerah larangan. Ketahuilah sesungguhnya daerah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari Muslim)

Hadist ini memperlihatkan betapa besarnya kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada manusia. Sungguh, Allah tidak menghendaki manusia celaka. Jauh-jauh hari, Dia—melalui lisan utusan-Nya—telah mengabarkan akan adanya batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar manusia.

Andai kita hitung, ternyata yang diharamkan Allah lebih sedikit daripada yang dihalalkan. Entah itu dilihat dari sudut pandang zatnya maupun dari sudut pandang tindakannya (cara mendapatkan benda zat tersebut).

Lihat saja, semua minuman halal dikonsumsi, kecuali minuman yang merusak tubuh dan memabukkan. Semua makanan halal dinikmati, kecuali makanan yang menjijikkan dan tidak baik bagi kesehatan, misalnya bangkai (kecuali ikan dan belalang), darah yang mengalir, babi, binatang buas atau bertaring, binatang yang memakan kotoran, dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Hanya itu saja.

Demikian pula dalam hal perbuatan. Yang dilarang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan yang diperbolehkan. Hanya yang buruk dan membahayakan saja yang dilarang, seperti mencuri, memanipulasi, menipu, riba, menjual diri, mengorbankan orang lain, atau perbuatan musyrik. Di luar itu, selama tidak membahayakan dan merendahkan derajat kemanusiaan, Allah menghalalkannya. Yang termasuk kategori ini, di antaranya berdagang, bertani, berbisnis, menjadi karyawan, serta bidang-bidang usaha lain yang sangat banyak jumlahnya.

Akan tetapi, seiring kuatnya dominasi sistem kapitalisme, termasuk industrialisasi modern yang berasas al-ghayah tubarrir al-washilah (tujuan menghalalkan cara) dan berprinsip zero wasting (sampah nol), yang sedikit itu justru menjadi sangat fungsional dan menguasai. Sebagai contoh babi, dalam kalkulasi bisnis kapitalisme hampir semua bagian tubuh babi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi yang sangat efesien dan menjanjikan.

Kulit atau tulangnya saja ternyata dapat digunakan dalam produksi gelatin. Sebagai informasi, di dunia industri, gelatin tergolong miracle food karena sangat multifungsi dan tak tertandingi kegunaannya. Gelatin dapat digunakan sebagai bahan pengisi, pengemulasi (amulsifer), pengikat, penyedap, dan sekaligus pemerkaya gizi. Karakteristiknya yang lentur dapat membentuk lapisan tipis elastis, film transparan yang kuat, dan daya cernanya tinggi.

Dalam perspektif lain, akibat perkembangan zaman yang sarat warna-warni kapitalisme ini, bidang-bidang baru pun bermunculan seiring dengan makin kompleksnya kebutuhan manusia. Semuanya bermuara pada satu titik, yaitu bagaimana mendapatkan laba alias keuntungan finansial sebanyak mungkin.

Memang tidak semua bidang ini haram. Namun, tidak sedikit yang melanggar aturan yang telah digariskan agama, atau setidaknya bidang ini kehalalannya diragukan alias syubhat, misalnya praktik-praktik ribawi dengan memperjualbelikan uang, bunga bank, berspekulasi di pasar saham, ekploitasi tubuh wanita melalui kontes-kontes kecantikan fashion show, tarian-tarian, dan judi via internet atau telepon seluler.

Belum lagi adanya praktik-praktik curang para pemegang kebijakan, mulai dari bagi-bagi tender proyek, illegal logging, uang komisi, hingga perjalanan-perjalanan dinas yang tidak jelas juntrungannya. Tidak hanya itu, kita pun menyaksikan maraknya kejahatan-kejahatan baru di dunia maya, pengelundupan (transaksi di pasar gelap), mark-up pembiayaan, mafia, hingga praktik-praktik curang (dan amat jahat tentunya) di pabrik-pabrik pengelolahan makanan atau di SPBU-SPBU.

Ada seribu satu cara mudah mendapatkan uang dengan cara licik dan tidak halal. Boleh jadi, inilah zaman yang pernah diprediksi Rasulullah,

“Akan tiba suatu zaman bagi manusia di mana seseorang tidak lagi mempedulikan rezeki yang didapatkan, apakah dari sumber yang halal atau dari sumber yang haram.” (HR. Bukhari, Nasa’i, Ahmad, dan Ad-Darimi).*/Sudirman STAIL (sumber buku: Haram Bikin Seram, penulis: Tauhid Nur Azhar Eman Sulaiman)

HIDAYATULLAH