Hari Jumat di 10 Hari Awal Bulan Dzulhijjah yang Istimewa

Mengapa istimewa? Karena ada siang hari Jumat di bulan Dzulhijjah ini terkumpul dua keutamaan, yaitu keutamaan hari Jumat dan keutamaan siang hari 10 awal bulan Dzulhijjah. Mengenai keutamaan bulan hari Jumat, umumnya mayoritas kaum muslimin sudah mengetahuinya, akan tetapi bisa jadi banyak kaum muslimin yang belum mengetahui keutamaan 10 hari awal bulan Dzulhijjah, sehingga mereka menjalani hari-hari tersebut seperti biasa tanpa mengetahui keutamaannya.

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan istimewanya hari Jumat pada bulan 10 awal bulan Dzulhijjah. Beliau berkata,

‏ويوم الجمعة في عشر ذي الحجة أفضل من الجمعة في غيره؛ لاجتماع الفضلين فيه

“Hari Jum’at pada 10 hari di (awal) Dzul Hijjah lebih afdhal dibandingkan hari Jum’at pada waktu yang lainnya, karena berkumpulnya dua keutamaan padanya.” [Fathul Bari 3/391]

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr hafidzahullah menjelaskan bahwa 10 awal bulan Dzulhijjah memiliki keistimewaan sebagaimana 10 hari akhir bulan Ramadhan,

أنّ العشر الأيام الأوّل من شهر ذي الحجة هي خير أيام السنة على الإطلاق ، والعشر الليالي الأخيرة من شهر رمضان هي خير ليالي السنة على الإطلاق

Sepuluh siang hari pertama bulan Dzulhijjah lebih baik dari hari-hari setahun secara mutlak dan sepuluh malam akhir bulan Ramadhan lebih baik dari malam setahun secara mutlak” [http://al-badr.net/detail/zVFpX7gDBA2K ]

Terlebih hari jumat tersebut berada pada 10 awal bulan Dzulhijjah, maka keutamaannya akan berlipat. Perhatikan keutamaan hari Jumat berikut:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ

“Sebaik-baik hari di mana matahari terbit di saat itu adalah hari Jum’at. Pada hari ini Adam diciptakan, hari ketika ia dimasukan ke dalam Surga dan hari ketika ia dikeluarkan dari Surga. Dan hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.”[HR. Muslim]

Beliau juga bersabda,

“أَضَلَّ اللهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا فَكَانَ لِلْيَهُوْدِ يَوْمُ السَّبْتِ وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الأَحَدِ فَجَاءَ اللهُ بِنَا فَهَدَانَا اللهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ”

“Allah memalingkan kaum sebelum kita dari hari Jum’at. Maka untuk kaum Yahudi adalah hari Sabtu, sedangkan untuk orang-orang Nasrani adalah hari Ahad, lalu Allah membawa kita dan menunjukan kita kepada hari Jum’at.’” [HR. Muslim]

Apa saja amalan yang dilakukan selama 10 awal bulan Dzulhijjah, terutama di hari jumatnya? Ibnul Qayyim menjelaskan,

وَالْأَفْضَلُ فِي أَيَّامِ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ الْإِكْثَارُ مِنَ التَّعَبُّدِ ، لَاسِيَّمَا التَّكْبِيرُ وَالْتَهْلِيلُ وَالْتَحْمِيدُ 

“Yang utama pada 10 awal bulan Dzulhijjah adalah memperbanyak ibadah terutama takbir, tahlil, tahmid.” [Madarijus Salikin 1/110]

Syaikh Abdul Bin Baz menjelaskan juga,

فهذه العشر مستحب فيها الذكر، والتكبير، والقراءة، والصدقات، منها العاشر
أما الصوم لا، ليس العاشر منها، الصوم يختص بعرفة

 “Di 10 awal bulan Dzulhijjah ini disunnahkan berdzikir, bertakbir, membaca AlQuran, bersedekah, termasuk pada hari ke sepuluhnya. Adapun berpuasa, maka tidak dilakukan pada hari kesepuluh (boleh puasa pada 1-9 Dzulhijjah). Puasa sampai (khusus) pada hari Arafah saja.” [https://binbaz.org.sa/fatwas/17339]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

MUSLIM.COM

Renungkan 7 Rahmat dalam Surat Al-Kahfi!

 Allah Swt Berfirman tentang Ashabul Kahfi :

(1).

إِذۡ أَوَى ٱلۡفِتۡيَةُ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ فَقَالُواْ رَبَّنَآ ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةٗ وَهَيِّئۡ لَنَا مِنۡ أَمۡرِنَا رَشَدٗا

(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, “Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.” (QS.Al-Kahfi:10)

(2).

فَأۡوُۥٓاْ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ يَنشُرۡ لَكُمۡ رَبُّكُم مِّن رَّحۡمَتِهِۦ وَيُهَيِّئۡ لَكُم مِّنۡ أَمۡرِكُم مِّرۡفَقٗا

“Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu.” (QS.Al-Kahfi:16)

(3).

وَرَبُّكَ ٱلۡغَفُورُ ذُو ٱلرَّحۡمَةِۖ

“Dan Tuhanmu Maha Pengampun, memiliki kasih sayang.” (QS.Al-Kahfi:58)

Allah Swt Berfirman tentang Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir as :

(4).

فَوَجَدَا عَبۡدٗا مِّنۡ عِبَادِنَآ ءَاتَيۡنَٰهُ رَحۡمَةٗ مِّنۡ عِندِنَا وَعَلَّمۡنَٰهُ مِن لَّدُنَّا عِلۡمٗا

“Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami.” (QS.Al-Kahfi:65)

(5).

فَأَرَدۡنَآ أَن يُبۡدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيۡرٗا مِّنۡهُ زَكَوٰةٗ وَأَقۡرَبَ رُحۡمٗا

“Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).” (QS.Al-Kahfi:81)

(6).

إِلَّا رَحۡمَةٗ مِّن رَّبِّكَۚ إِنَّ فَضۡلَهُۥ كَانَ عَلَيۡكَ كَبِيرٗا

“Kecuali karena rahmat dari Tuhanmu. Sungguh, karunia-Nya atasmu (Muhammad) sangat besar.” (QS.Al-Isra’:87)

Allah Swt Berfirman tentang Zulkarnain :

(7).

قَالَ هَٰذَا رَحۡمَةٞ مِّن رَّبِّيۖ

Dia (Zulkarnain) berkata, “(Dinding) ini adalah rahmat dari Tuhanku.” (QS.Al-Kahfi:98)

Inilah 7 ayat Al-Qur’an yang membawakan tentang Rahmat Allah Swt di dalam Surat Al-Kahfi.

Bila kita renungkan, 7 ayat ini cukup sebagai pegangan dan keyakinan kita akan luasnya rahmat Allah pada 7 hari dalam seminggu.

Baginda Nabi Muhammad Saw bersabda :

مَن قَرَأَ سُورَةَ الكَهفِ فِي يومِ الجُمعةِ، أَضَاء له مِنَ النُّورِ مَا بَينَ الجُمعتَينِ

“Barangsiapa yang membaca Surat Al-Kahfi di hari Jum’at, maka Allah Swt akan memancarkan cahaya untuknya hingga Jum’at berikutnya.”

Semoga Bermanfaat …

KHAZANAH ALQURAN

Hukum Safar di Hari Jum’at

Dalam artikel kali ini akan dibahas menganai hukum bepergian jauh (safar) di hari Jum’at

2 Kondisi Safar di Hari Jum’at

Perlu diketahui bahwa ada dua kondisi (keadaan) safar di hari Jum’at, yaitu:

Pertama, safar yang dilakukan (berangkat) sebelum zawal (sebelum matahari bergeser ke arah barat).

Kedua, safar yang dilakukan setelah zawal dan sebelum shalat Jum’at didirikan.

Kondisi Pertama

Berangkat safar sebelum zawal di hari Jum’at

Safar yang dilakukan sebelum zawal di hari Jum’at, baik dilakukan pada waktu subuh atau pada waktu dhuha, maka hukumnya boleh menurut pendapat yang paling kuat dari dua pendapat ulama dalam masalah ini. 

Terdapat atsar dari ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, 

أَبْصَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَجُلًا عَلَيْهِ أُهْبَةُ السَّفَرِ، فَقَالَ الرَّجُلُ: إِنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ جُمُعَةٍ، وَلَوْلَا ذَلِكَ لَخَرَجْتُ، فَقَالَ عُمَرُ: إِنَّ الْجُمُعَةَ لَا تَحْبِسُ مُسَافِرًا، فَاخْرُجْ مَا لَمْ يَحِنِ الرَّوَاحُ

“’Umar bin Khaththab melihat seseorang yang berada dalam kondisi hendak safar. Orang itu mengatakan, “Sesungguhnya hari ini adalah hari Jum’at. Seandainya hari ini bukan hari Jum’at, tentu aku akan berangkat safar.” ‘Umar kemudian mengatakan, “Sesungguhnya hari Jum’at itu tidaklah menahan seseorang dari safar. Berangkatlah selama sore hari belum tiba.” [1]

Dari Shalih bin Kaisan, beliau berkata,

أَنَّ أَبَا عُبَيْدَةَ خَرَجَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ، وَلَمْ يَنْتَظِرِ الْجُمُعَةَ

“Sesungguhnya Abu ‘Ubaidah berangkat safar di hari Jum’at dalam sebagian safar beliau, dan tidak menunggu shalat Jum’at.” [2]

Dari Al-Hasan, beliau berkata, 

لَا بَأْسَ بِالسَّفَرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، مَا لَمْ يَحْضُرْ وَقْتُ الصَّلَاةِ

“Tidak masalah untuk safar di hari Jum’at, selama waktu shalat Jum’at belum tiba.” [3]

Atsar-atsar (riwayat) ini secara keseluruhan menunjukkan bolehnya safar pada hari Jum’at selama waktu shalat Jum’at belum tiba (belum masuk). Hal ini karena seseorang tidaklah diperintahkan untuk menghadiri shalat Jum’at sebelum ada panggilan adzan. 

Sebagian ulama melarang safar di hari Jum’at setelah terbit fajar, sampai dia mendirikan shalat Jum’at terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan beberapa atsar dari para salaf yang menunjukkan terlarangnya hal tersebut. Wallahu a’lam. [4]

Kondisi Kedua

berangkat safar setelah zawal di hari Jum’at

Adapun safar yang dilakukan setelah zawal (setelah matahari geser ke arah barat), maka hal ini terlarang bagi orang-orang yang memiliki kewajiban shalat Jum’at, sebelum dia menunaikan shalat Jum’at terlebih dahulu. Hal ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Alasannya, setelah zawal itu sudah masuk waktu shalat Jum’at, dan umumnya, imam shalat Jum’at itu sudah hadir di masjid ketika zawal. Sehingga, dengan sengaja safar setelah zawal, dia telah sengaja meninggalkan kewajiban shalat Jum’at. 

Juga berdasarkan firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 9)

Sisi pendalilan dari ayat di atas, Allah Ta’ala memerintahkan untuk segera menuju shalat Jum’at dan meninggalkan jual beli. Karena aktivitas jual beli adalah sarana untuk menyibukkan diri di dalamnya sehingga menyebabkan lalai dan tidak mendatangi shalat Jum’at. Demikian pula, safar ketika sudah ada panggilan adzan Jum’at itu dilarang, karena akan menyebabkan seseorang tidak menghadiri shalat Jum’at. Dan mengaitkan hukum larangan ini dengan adanya adzan Jum’at itu lebih baik daripada mengaitkannya dengan zawal. [5]

Perlu diketahui bahwa tidak terdapat satu pun hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dengan safar pada hari Jum’at. [6] Adapun hadits-hadits yang berkaitan dengan hal itu, maka haditsnya dha’if sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sandaran. Di antara hadits tersebut adalah hadits yang berisi doa malaikat bagi orang-orang yang safar di hari Jum’at bahwa para malaikat tidak akan menemani safarnya dan tidak akan tertunaikan tujuan safarnya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dan semakna dengannya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. [7]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

السفر يوم الجمعة إن كان بعد أذان الجمعة الثاني فإنه لا يجوز لقوله تعالى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسَعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ [الجمعة:9] فلا يجوز للإنسان أن يسافر في هذا الوقت

“Safar di hari Jum’at, jika setelah adzan Jum’at yang kedua, maka tidak diperbolehkan berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al-Jumu’ah [62]: 9) Jadi, seseorang tidak boleh memulai safar di waktu tersebut.” [8]

Asy-Syaukani rahimahullah berkata setelah menyebutkan tentang berbagai pendapat ulama tentang hukum safar di hari Jum’at,

“Dzahirnya adalah bolehnya safar sebelum masuk waktu shalat Jum’at dan setelah masuk waktu shalat Jum’at, karena tidak ada larangan dalam masalah ini. Adapun hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar, keduanya tidak layak dijadikan sebagai dalil adanya larangan tersebut. Karena telah diketahui kedha’ifannya dan bertentangan dengan dalil-dalil yang lebih kuat, juga bertentangan dengan hukum asal (yaitu boleh, pent.). Maka tidaklah hukum tersebut dipindah dari hukum asalnya (yaitu boleh, pent.) kecuali dengan dalil (yang berisi larangan) yang shahih. Dan dalil (larangan) tersebut, tidaklah ditemukan.

Adapun safar di waktu shalat Jum’at, maka dzahirnya adalah tidak diperbolehkannya hal itu bagi orang-orang yang memiliki kewajiban shalat Jum’at. Kecuali jika dikhawatirkan adanya mudharat jika dia menunda safar demi menghadiri shalat Jum’at, seperti tertinggal dari rombongan yang tidaklah mungkin bisa berangkat safar kecuali bersama rombongan tersebut. Juga ‘udzur-‘udzur lain yang mirip dengan hal itu. Syariat memperbolehkan tidak menghadiri shalat Jum’at karena adanya ‘udzur berupa hujan. Maka diperbolehkannya (tidak shalat Jum’at) karena hal-hal yang termasuk masyaqqah (kesulitan)tentu lebih layak lagi.” [9] 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

والأحسن ألا يسافر إلا إذا كان يخشى من فوات رفقته أو مثل أن يكون موعد الطائرة في وقتٍ لا يسمح له بالحضور أو ما أشبه ذلك وإلا فالأفضل أن يبقى.

“Yang lebih baik adalah tidak safar (menjelang tibanya waktu shalat Jum’at), kecuali jika dikhawatirkan tertinggal dari rombongan, atau misalnya jam keberangkatan pesawat terbang di waktu yang tidak memungkinkan menghadiri shalat Jum’at, atau semacam itu. Jika tidak (dalam kondisi demikian), maka yang lebih afdhal adalah menunda keberangkatan.” [8]

Berdasarkan hal tersebut, maka hukum asalnya adalah terlarang safar ketika sudah masuk waktu shalat Jum’at. Namun dikecualikan jika hal itu menyebabkan dia tertinggal rombongan, atau tertinggal jadwal keberangkatan pesawat, atau udzur sejenis itu yang bisa menggugurkan kewajiban shalat Jum’at. Demikian pula, ketika memungkinkan baginya untuk shalat Jum’at di perjalanan, sebagaimana hal itu sangat memungkinkan di zaman ini, berbeda dengan safar-safar di zaman sebelumnya. [10]

[Selesai]

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55639-hukum-safar-di-hari-jumat.html

8 Amalan pada Hari Jumat Walau Shalat Jumat Ditiadakan

Walau shalat Jumat ditiadakan karena wabah corona (diganti shalat Zhuhur di rumah), tetap ada amalan-amalan yang bisa dilakukan pada hari Jumat. Di antaranya sebagai berikut disertai dalil.

Pertama: Membaca surah Al-Kahfi pada malam Jumat dan hari Jumat

Dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu disebutkan,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ

Barangsiapa yang membaca surah Al-Kahfi pada malam Jumat, dia akan disinari cahaya antara dia dan Kabah.” (HR. Ad-Darimi, 2:546. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Shahih Al-Jami’, no. 6471).

Juga dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

Barangsiapa yang membaca surah Al-Kahfi pada hari Jumat, dia akan disinari cahaya di antara dua Jumat.” (HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubra, 3:249. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Shahih Al-Jami’, no. 6470).

Kedua: Membaca Surah As-Sajdah dan Surah Al-Insan pada shalat Shubuh hari Jumat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقْرَأُ فِى الصُّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِ (الم تَنْزِيلُ) فِى الرَّكْعَةِ الأُولَى وَفِى الثَّانِيَةِ ( هَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا)

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada shalat Shubuh pada hari Jum’at “Alam Tanzil …” (surah As-Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam yakun syai-am madzkuro” (surat Al-Insan) pada raka’at kedua.” (HR. Muslim, no. 880)

Ketiga: Bersih-bersih diri pada hari Jumat seperti memotong kuku, memotong rambut, dan bersiwak

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Imam Syafii dan para ulama mazhab Syafiiyah rahimahumullah menegaskan dianjurkannya memotong kuku dan mencukur rambut-rambut di badan (kumis dan bulu kemaluan, pen.) pada hari Jumat.” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 1:287)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah pernah memberikan keterangan, “Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang memotong kuku. Beliau menjawab, ‘Dianjurkan untuk dilakukan di hari Jumat, sebelum matahari tergelincir.’ Beliau juga mengatakan, ‘Dianjurkan di hari kamis.’ Beliau juga mengatakan, ‘Orang boleh milih waktu untuk memotong kuku.’” Setelah membawakan pendapat Imam Ahmad, kemudian Al-Hafizh memberikan komentar, “(Pendapat terakhir) adalah pendapat yang dijadikan pegangan, bahwa memotong kuku itu disesuaikan dengan kebutuhan.” (Dinukil dari Tuhfah Al-Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi, 8:33).

Keempat: Bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dari Abu Umamah Al-Bahily radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً

Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” (HR. Al-Baihaqi 3:249 dalam Sunan Al-Kubra. Hadits ini hasan ligoirihi –yaitu hasan dilihat dari jalur lainnya-).

Kelima: Melakukan shalat Dhuha

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ : فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ ، وَأَمْرٌ بِالمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ ، وَنَهْيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ ، وَيُجْزِىءُ  مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى

Pada pagi hari, setiap ruas tulang salah seorang di antara kalian itu ada sedekahnya. Maka setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan laa ilaha illallah) adalah sedekah, setiap takbir (ucapan Allahu Akbar) adalah sedekah, memerintahkan kepada kebaikan adalah sedekah, melarang dari kemungkaran adalah sedekah, dan yang mencukupkan dari semua itu adalah dua rakaat shalat Dhuha.” (HR. Muslim, no. 720)

Keenam: Melakukan shalat sunnah qabliyah dan bakdiyah Zhuhur

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَليِّ فِي بَيْتِي قَبْلَ الظُّهْر أَرْبَعاً، ثُمَّ يخْرُجُ فَيُصليِّ بِالنَّاسِ، ثُمَّ يدخُلُ فَيُصَليِّ رَكْعَتَينْ، وَكانَ يُصليِّ بِالنَّاسِ المَغْرِب، ثُمَّ يَدْخُلُ بيتي فَيُصليِّ رَكْعَتْينِ، وَيُصَليِّ بِالنَّاسِ العِشاءَ، وَيدْخُلُ بَيْتي فَيُصليِّ ركْعَتَيْنِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat qabliyah Zhuhur empat rakaat di rumahnya. Kemudian beliau keluar, lalu shalat mengimami orang-orang, lalu masuk ke rumahku, kemudian melakukan shalat dua rakaat bakdiyah. Beliau pun melakukan shalat Maghrib mengimami orang-orang, kemudian memasuki rumahku, lalu melakukan shalat dua rakaat. Dan beliau mengerjakan shalat Isya mengimami orang-orang dan masuk ke rumahku, kemudian melakukan shalat dua rakaat. (HR. Muslim, no. 730)

Ketujuh: Berdoa pada hari Jumat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jumat. Beliau bersabda,

فِيهَا سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْألُ اللهَ شَيْئاً ، إِلاَّ أعْطَاهُ إيّاهُ

Di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba yang muslim tepat pada saat itu berdiri shalat meminta sesuatu kepada Allah, melainkan Allah pasti memberikan kepadanya.” Beliau pun mengisyaratkan dengan tangannya untuk menggambarkan sedikitnya (sebentarnya) waktu tersebut.” (HR. Bukhari, no. 935 dan Muslim, no. 852)

Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah berkata, “Sudah sepantasnya seorang muslim berusaha untuk memperbanyak doa di hari Jum’at di waktu-waktu yang ada secara umum.” Lihat bahasan dalam Fiqh Ad-Du’a’, terbitan Maktabah Makkah, cetakan pertama, 1422 H, hlm. 46-48.

Kedelapan: Mencurahkan waktu untuk ibadah pada hari Jumat

Amalan-amalan ini kami peroleh dari @zadtv di Instagram (binaan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid), lalu dikembangkan dengan dalil-dalil.

Semoga hari Jumat kita penuh berkah, walau hanya mengganti dengan shalat Zhuhur di rumah, tidak Jumatan di masjid karena sebab wabah yang semakin menyebar. 

Jangan lupakan doa-doa baik pada Allah pada hari Jumat, kita terus memohon semoga bala dan musibah ini segera terangkat.


Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/23699-8-amalan-pada-hari-jumat-walau-shalat-jumat-ditiadakan.html

Hari Jumat Hadiah Allah Bagi Umat Nabi Muhammad?

ADA yang bertanya, benarkah hari Jumat itu atas hadiah dari Allah untuk umat Muhammad saw? Ustaz Ammi Nur Baits menjawabnya sbb:

Allah berfirman,

“Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.” (QS. an-Nahl: 124).

Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat ini: Allah menuntukan setiap penganut agama untuk memilih satu hari istimewa dalam sepekan. Hari untuk berkumpul bersama dalam rangka melakukan ibadah. Allah syariatkan untuk umat ini (umat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam) agar mereka memuliakan hari Jumat. Karena itu hari keenam, di mana Allah sempurnakan makhluk-Nya. Dan itu nikmat sempurna bagi mereka.

Selanjutnya Ibnu Katsir menyebutkan keterangan sebagian ahli tafsir,

“Ada yang menyatakan bahwa Allah mensyariatkan kepada bani Israil melalui Musa untuk memuliakan hari Jumat. Namun mereka menolaknya dan memilih hari Sabtu. Mereka meyakini, di hari Sabtu, Allah tidak menciptakan makhluk apapun, karena telah Allah sempurnakan di hari Jumat. Akhirnya Allah tetapkan ibadah hari Sabtu itu sebagai kewajiban untuk mereka dalam Taurat. Allah wasiatkan agar mereka komitmen dengan hari Sabtu dan berusaha menjaganya. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/612).

Demikian pula dengan Nasrani.Al-Hafdiz Ibnu Katsir melanjutkan keterangannya. Mereka terus konsisten dengan ibadah hari Sabtu, sampai Allah mengutus Isa bin Maryam. Selanjutnya ada banyak versi di sana. Ada yang mengatakan, Allah memindahkannya kepada hari Ahad. Ada yang mengatakan, mereka tidak meninggalkan syariat Taurat, selain beberapa hukum yang dihapus dengan Injil.

Mereka terus konsisten dengan hari Sabtu, hingga Allah mengangkat Isa. Kemudian, oleh orang Nasrani, itu diubah menjadi hari Ahad di zaman kerajaan Konstatinopel, agar berbeda dengan orang yahudi. Mereka juga melakukan salat menghadap ke Timur, ke arah batu di Timur Al-Aqsha. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/612).

Karena itulah, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sangat membanggakan adanya hari Jumat. Karena berarti kita benar. Kita memuliakan hari Jumat, dan itu sesuai dengan apa yang Allah pilihkan. Sementara pilihan Yahudi dan Nasrani meleset.

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menceritakan: Ketika hari jumat, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengingatkan,

“Kita adalah umat terakhir namun pertama di hari kiamat. Kitalahyang pertama kali masuk surga. Meskipun mereka mendapatkan kitab suci sebelum kita dan kita mendapatkan kitab suci setelah mereka. Lalu mereka menyimpang dan kita ditunjukkan Allah kepada kebenaran dalam hal yang mereka perselisihkan. Inilah hari mereka yang mereka menyimpang darinya dan Allah tunjukkan kepada kita. Beliau bersabda lagi: Hari Jumat adalah hari kita dan esoknya hari Yahudi dan setelah besok adalah hari Nasrani.” (HR Muslim 2017).

Sudah selayaknya kaum Muslimin bersyukur dengan dijadikannya hari Jumat sebagai hari besar untuk mereka dalam setiap pekan. Saatnya memuliakan hari Jumat.[]

INILAH MOZAIK

Ternyata ini Makna Jumat bagi Kristen dan Hindu

BAGI yang beragama Nasrani, mereka mengenal Jumat Agung yakni hari Jumat sebelum Minggu Paskah. Hari yang diperingati untuk mengingat Penyaliban Yesus Kristus dan wafatnya di bukit Golgota (bukit Tengkorak) Jerusalem.

Meskipun dari sebagian literatur menyebutkan bahwa wafatnya Yesus jatuh pada hari Rabu tanggal 14 Nisan (kalender Yahudi). Satu hari menjelang hari Pesakh (Hari Paskah Yahudi).

Jumat dalam terminologi Hindu

Nama lain lagi untuk hari jumat ini adalah Sukra, yang diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti planet Venus, mirip dengan pengertian dalam bahasa-bahasa di Eropa. Sukra (Sanskerta) dalam mitologi Hindu, adalah nama seorang acarya, dan merupakan salah satu graha di antara sembilan graha (Nawagraha), yang menguasai planet Venus dan hari Jumat (Sukrawara).

Menurut kitab Purana, ia adalah keturunan Resi Bregu. Istrinya adalah Jayanti, putri Indra. Ia memiliki seorang putri bernama Dewayani, yang kemudian menjadi istri Raja Yayati, keturunan Candra. Dalam mitologi Hindu, Sukra bergelar sebagai guru para raksasa, saingan Wrehaspati, guru para dewa. Konon Dia mengetahui mantra sakti yang disebut mertasanjiwani, mampu menghidupkan orang mati, meskipun jenazahnya telah menjadi abu. Mantra itu diperolehnya dari Sang Hyang Sangkara (Siwa), dan kemudian diturunkan kepada salah satu muridnya, Kaca, putra Wrehaspati.

Menurut mitologi Hindu, pada zaman dahulu kala, para raksasa seringkali berperang dengan para dewa. Banyak raksasa yang gugur dalam peperangan melawan para dewa. Sukracarya menjadi sedih karena hal tersebut. Kemudian ia bertapa memuja Sang Hyang Sangkara atau Dewa Siwa, dengan dilayani oleh putri Dewa Indra yang bernama Jayanti. Setelah melakukan tapa yang berat selama ribuan tahun, Siwa berkenan mengabulkan permohonan Sukracarya. Siwa memberikan sebuah mantra yang disebut mertasanjiwani, yang mampu digunakan untuk menghidupkan orang mati. Setelah menerima anugerah tersebut, Sukracarya menikah dengan Jayanti sebagai balas budi atas pelayanannya.

Sementara Sukracarya tidak melindungi para raksasa, para raksasa menginap di kediaman Resi Bregu, dengan maksud memperoleh perlindungan di sana. Selama berlindung, mereka menjalani kehidupan sebagai pertapa. Wrehaspati, guru para dewa memanfaatkan waktu tersebut dengan menyamar sebagai Sukracarya. Penyamaran tersebut tidak diketahui oleh para raksasa sehingga saat Sukracarya palsu datang, mereka melayaninya dengan sangat baik seolah-olah mereka sedang melayani Sukracarya asli. Ketika Sukracarya asli datang, para raksasa terkejut sebab mereka merasa bahwa ada dua Sukracarya. Keadaan fisik keduanya persis sama sehingga sulit dibedakan. Saat para raksasa diminta menentukan siapa Sukracarya yang asli, mereka menunjuk Sukracarya yang palsu, sebab mereka sudah melayani orang tersebut dengan baik selama sepuluh tahun, sebelum kedatangan Sukracarya yang asli. Hal itu membuat Sukracarya yang asli marah. Lalu ia mengutuk para raksasa bahwa kaum mereka akan hancur. Setelah mengucapkan kutukan tersebut, Sukracarya yang palsu kembali ke wujudnya semula, yaitu Wrehaspati. Kemudian Wrehaspati melesat ke angkasa dengan perasaan lega karena kaum raksasa akan hancur akibat kutukan guru mereka sendiri.

Jumat dalam Mitologi Nordik

Dalam Mitologi Nordik, Frigg atau Frigga adalah istri Dewa Odin. Ia bergelar: Ratu para sir, pemimpin para Dewi, Dewi Kasih Sayang, Dewi Kesuburan, Dewi Rumah Tangga, Dewi Perkawinan, dan Dewi Langit.

Dia punya kemampuan meramal namun ia tidak menceritakan apa yang ia ketahui. Anak-anaknya bernama: Balder, Hodhr, dan Wecta. Anak-anak tirinya bernama: Hermodhr, Heimdall, Tyr, Vidar, Vali, Skjoldr. Thor adalah saudaranya sekaligus anak tirinya. Nama Frigg berarti cinta atau yang tersayang (bahasa Proto-Jerman: frijj; atau dalam bahasa Sanskerta: priy; yang tersayang).

Balairung Frigg di sgard bernama Fensalir yang berarti Balairung Rawa. Mungkin tempat berawa-rawa terkesan sakral untuknya namun tidak diketahui batasan yang jelas. Saga, Dewi yang diceritakan minum bersama Odin dengan cangkir emas di balairungnya, Bangku Cekung, mungkin adalah Frigg dengan nama lain. [akarnews]

INILAH MOZAIK

Hari Jumat itu Hari Terbaik, Mengharap Rezeki Setelah Shalat Jumat

Kali ini kita akan lihat keutamaan hari Jumat dan perintah mencari rezeki setelah shalat Jumat.

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail

بَابُ فَضْلِ يَوْمِ الجُمُعَةِ وَوُجُوْبِهَا وَالاِغْتِسَالِ لَهَا وَالطِّيْبِ وَالتَّبْكِيْرِ إِلَيْهَا وَالدُّعَاءِ يَوْمَ الجُمُعَةِ وَالصَّلاَةِ عَلَى النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَفِيهِ بَيَانُ سَاعَةِ الِإجَابَةِ وَاسْتِحْبَابُ إِكْثَارِ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى بَعْدَ الجُمُعَةِ

210. Bab Keutamaan Hari Jumat, Kewajiban Shalat Jumat, Mandi untuk Shalat Jumat, Mengenakan Wewangian, Datang Lebih Dulu untuk Shalat Jumat, Berdoa pada Hari Jumat, Shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Penjelasan tentang Waktu Dikabulkannya Doa (pada Hari Jumat), dan Sunnahnya Memperbanyak Dzikir kepada Allah Setelah Shalat Jumat

قَالَ الله تَعَالَى: {فَإذَا قُضِيَتِ الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ، وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ، وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} [الجمعة: 10].

Allah Ta’ala berfirman, “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Penjelasan Ayat

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa ketika azan Jumat berkumandang, maka dilarang jual beli, dan saat itu diperintahkan untuk berkumpul melaksanakan shalat Jumat, maka setelah selesai shalat Jumat, mereka diperbolehkan untuk menyebar ke muka bumi untuk mencari karunia Allah. ‘Arak bin Malik radhiyallahu ‘anhu, jika selesai shalat Jumat, ia berhenti pada pintu masjid, lantas ia berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَجَبْتُ دَعْوَتَكَ ، وَصَلَّيْتُ فَرِيْضَتَكَ ، وَانْتَشَرْتُ كَمَا أَمَرْتَنِي ، فَارْزُقْنِي مِنْ فَضْلِكَ ، وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ

“Ya Allah, aku telah memenuhi panggilan-Mu, aku telah melaksanakan shalat wajib untuk-Mu, aku telah menyebar ke muka bumi sebagaimana perintah dari-Mu, berilah aku rezeki dari karunia-Mu, Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki.” (HR. Ibnu Abi Hatim).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata bahwa yang dimaksud adalah jika kalian telah selesai shalat Jumat carilah rezeki dan berdaganglah. Namun karena berdagang itu kemungkinan besar membuat seseorang lalai dari dzikir, maka Allah ingatkan untuk banyak berdzikir yaitu “banyaklah berdzikir kepada Allah”. Berdzikirlah ketika berdiri, saat duduk, saat berbaring supaya kalian menjadi orang-orang yang beruntung. Karena ingatlah bahwa banyak berdzikir kepada Allah sebab datangnya keberuntungan. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 863).

Syaikh As-Sa’di juga menyatakan di kitab yang lain, “Berdzikirlah di saat kalian berdiri, di saat kalian duduk, di setiap aktivitas dan keadaan kalian. Karena dzikir kepada Allah adalah jalan keberuntungan. Dzikir akan membuat seseorang menggapai keberuntungan dan selamat dari bahaya. Bentuk dzikir bisa dengan bermuamalah yang baik kepada sesama. Karena segala perbuatan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah termasuk dzikir. Setiap perbuatan di mana seseorang mengharap pahala dari Allah termasuk dzikir. Jika seseorang berlaku baik dalam muamalah, tidak berbuat curang, dan muamalah (jual beli) yang dilakukan untuk meraih ridha Allah karena seperti itu Allah sukai dan Allah melarang transaksi yang haram yang mengundang bahaya, juga ia memberikan kemudahan dalam transaksi, maka itu termasuk ihsan dan suatu yang utama. Itu semua termasuk dzikir kepada Allah.” (Taisir Al-Lathif Al-Mannan, hlm. 140).

Hadits #1147

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الجُمُعَةِ: فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ أُدْخِلَ الجَنَّةَ، وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا». رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baiknya hari yang padanya terbit matahari adalah hari Jumat. Pada hari itulah saat diciptakannya Adam, dimasukkannya ia ke surga, dan dikeluarkannya dari surga.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 854]

Faedah Hadits

  1. Hadits ini menunjukkan keutamaan hari Jumat.
  2. Hari Jumat adalah hari yang agung, terjadi peristiwa-peristiwa besar, di antaranya diciptakannya Adam, dimasukkanya Adam ke surga, dan dikeluarkannya Adam dari surga.
  3. Hendaklah setiap hamba menghias diri pada hari Jumat dengan amalan saleh untuk mendapatkan rahmat Allah, terhindar dari musihah, mendapatkan keberuntungan, karena ingatlah bahwa hari kiamat tidaklah terjadi melainkan pada hari Jumat.

Dari Aus bin ‘Aus radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ

Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Di hari itu, Adam diciptakan; di hari itu, Adam meninggal; di hari itu, tiupan sangkakala pertama dilaksanakan; di hari itu pula, tiupan kedua dilakukan.” (HR. Abu Daud, no. 1047; An-Nasai, no. 1374; Ibnu Majah, no. 1085 dan Ahmad, 4:8. Hadits ini sahih kata Syaikh Al-Albani).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ

Sebaik-baik hari dimana matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari Jumat Adam diciptakan, pada hari itu dia dimasukkan ke dalam surga dan pada hari Jumat itu juga dia dikeluarkan dari Surga. Hari Kiamat tidaklah terjadi kecuali pada hari Jumat.” (HR. Muslim, no. 854).

Semoga bermanfaat.

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/20298-hari-jumat-itu-hari-terbaik-mengharap-rezeki-setelah-shalat-jumat.html

Sembilan Keutamaan Hari Jumat

INGIN tahu apa saja keutamaan hari Jumat? Berikut adalah sembilan keutamaan hari Jumat menurut ajaran Islam yang perlu anda ketahui.

1.Hari Terbaik

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabada: “Hari terbaik di mana pada hari itu matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan surga serta dikeluarkan darinya. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jumat.”

2. Terdapat Waktu Mustajab untuk Berdoa

Abu Hurairah berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Sesungguhnya pada hari Jumat terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan salat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya. Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan sedikitnya waktu itu.” (H. Muttafaqun Alaih)

Ibnu Qayyim Al Jauziah – setelah menjabarkan perbedaan pendapat tentang kapan waktu itu – mengatakan: “Di antara sekian banyak pendapat ada dua yang paling kuat, sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadis yang sahih, pertama saat duduknya khotib sampai selesainya salat. Kedua, sesudah Ashar, dan ini adalah pendapat yang terkuat dari dua pendapat tadi.” (Zadul Ma’ad Jilid I/389-390).

3. Sedekah pada hari itu lebih utama dibanding sedekah pada hari-hari lainnya

Ibnu Qayyim berkata: “Sedekah pada hari itu dibandingkan dengan sedekah pada enam hari lainnya laksana sedekah pada bulan Ramadan dibanding bulan-bulan lainnya”. Hadis dari Ka’ab menjelaskan: “Dan sedekah pada hari itu lebih mulia dibanding hari-hari selainnya”. (Mauquf Sahih)

4. Hari tatkala Allah Ta’ala menampakkan diri kepada hamba-Nya yang beriman di Surga

Sahabat Anas bin Malik dalam mengomentari ayat: “Dan Kami memiliki pertambahannya” (QS.50:35) mengatakan: “Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jumat”.

5. Hari besar yang berulang setiap pekan

Ibnu Abbas berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hari ini adalah hari besar yang Allah tetapkan bagi ummat Islam, maka siapa yang hendak menghadiri salat Jumat hendaklah mandi terlebih dahulu.” (HR. Ibnu Majah)

6. Hari dihapuskannya dosa-dosa

Salman Al Farisi berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mandi pada hari Jumat, bersuci sesuai kemampuan, merapikan rambutnya, mengoleskan parfum, lalu berangkat ke masjid, dan masuk masjid tanpa melangkahi di antara dua orang untuk dilewatinya, kemudian salat sesuai tuntunan dan diam tatkala imam berkhotbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara dua Jumat”. (HR. Bukhari).

7. Orang yang berjalan untuk salat Jumat akan mendapat pahala untuk tiap langkahnya, setara dengan pahala ibadah satu tahun salat dan puasa

Aus bin Aus berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mandi pada hari Jumat, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan salat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah”. (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan sahih oleh Ibnu Huzaimah).

8. Wafat pada malam hari Jumat atau siangnya adalah tanda husnul khatimah, yaitu dibebaskan dari fitnah (azab) kubur

Diriwayatkan oleh Ibnu Amru, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap muslim yang mati pada siang hari Jumat atau malamnya, niscaya Allah akan menyelamatkannya dari fitnah kubur”. (HR. Ahmad dan Tirmizi, dinilai sahih oleh Al-Bani).

9. Hari paling utama di dunia

Ada beberapa peristiwa yang terjadi pada hari jumat ini, antara lain:
Allah menciptakan Nabi Adam alaihissallam dan mewafatkannya.
Hari Nabi Adam alaihissallam dimasukkan ke dalam surga.
Hari Nabi Adam alaihissallam diturunkan dari surga menuju bumi.
Hari akan terjadinya kiamat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata:

“Hari paling baik di mana matahari terbit pada hari itu adalah hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin salat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintannya.” (HR. Muslim)

[BeritaIslamMasaKini]

INILAH MOZAIK

Meraih Ampunan di Hari Jum’at

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنِ اغْتَسَلَ؟ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ، فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ، ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ، غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى، وَفَضْلُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ

‘Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi kemudian mendatangi sholat Jum’at lalu dia mengerjakan sholat sebanyak yang bisa dilakukannya kemudian dia diam -mendengarkan khutbah- sampai khotib menyelesaikan khutbahnya lalu dia menjalankan sholat bersamanya niscaya akan diampuni dosanya antara Jum’at itu dengan Jum’at yang lain ditambah tiga hari.”’ (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [4: 169])

Hadits yang agung ini mengandung mutiara hikmah, antara lain:

  1. Keutamaan mandi Jum’at (lihat Syarh Muslim [4: 169]). Ibnu Abdil Barr berkata, “Saya tidak mengetahui ada ulama yang menyatakan mandi jum’at itu sebagai perkara fardhu/wajib kecuali ulama Zhahiriyah. Mereka mewajibkannya dan menganggap orang yang sengaja meninggalkannya termasuk golongan orang yang bermaksiat kepada Allah. Meskipun  demikian mereka tetap menilai sah orang yang melakukan sholat Jum’at tanpa mandi sebelumnya…” (al-Istidzkar [5: 18] pdf). Salah satu dalil terkuat yang dianggap menunjukkan  bahwa mandi jum’at tidak wajib adalah hadits Samurah bin Jundab radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at maka hal itu cukup dan baik, sedangkan barangsiapa yang mandi maka mandi itu lebih baik.” (HR. Ahmad, ad-Darimi, at-Tirmidzi dan beliau menghasankannya, akan tetapi al-Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa hadits ini memiliki cacat/illah, lihat Fath al-Bari [2: 421] pdf). Ikrimah menceritakan, suatu ketika sebagian penduduk Iraq datang menemui Ibnu Abbas dan bertanya, “Wahai Ibnu Abbas, apakah mandi Jum’at itu wajib?”. Beliau menjawab, “Tidak. Namun hal itu lebih bersih dan lebih bagus serta lebih baik bagi orang yang mandi. Barangsiapa yang tidak sempat mandi maka tidak mengapa…” (al-Istidzkar [5: 31] pdf, Ibnu Hajar menghasankan riwayat ini namun menurut beliau riwayat lain yang lebih kuat dari Ibnu Abbas justru sebaliknya, lihat Fath al-Bari [2: 422] pdf). Imam Malik pernah ditanya mengenai hukum mandi Jum’at apakah ia wajib, maka beliau menjawab, “Hal itu bagus, akan tetapi tidak wajib.” (al-Istidzkar [5: 32] pdf). Namun terdapat dalil-dalil lain yang lebih kuat secara sanad dan zahirnya menunjukkan bahwa mandi Jum’at adalah wajib. Bahkan, Ibnu Mundzir menukilkan bahwa Abu Hurairah, Ammar bin Yasir dan sahabat Nabi yang lain –radhiyallahu’anhum– mewajibkannya (lihat Fath al-Bari [2: 420]). Wallahu a’lam.
  2. Dianjurkan untuk mengerjakan sholat sunnah mutlak -dua raka’at-dua raka’at- tanpa ada batasan maksimal jumlah raka’atnya sebelum imam/khotib datang untuk berkhutbah (yaitu sebelum khotib naik mimbar), hal ini merupakan madzhab Syafi’i dan mayoritas ulama/jumhur (lihat Syarh Muslim [4: 169], lihat juga al-Wajiz fi Fiqhi Sunnah wal Kitab al-’Aziz, hal. 146)
  3. Hendaknya diam mendengarkan khutbah (lihat Syarh Muslim [4: 169])
  4. Berbicara sebelum khutbah dimulai atau -sesudah khutbah- sebelum takbiratul ihram -untuk sholat Jum’at- adalah tidak mengapa (lihat Syarh Muslim [4: 169])
  5. Luasnya ampunan Allah ta’ala. Di mana Allah berkenan mengampuni dosa dengan sebab amal-amal shalih yang bisa dilakukan secara rutin oleh seorang hamba dalam setiap pekannya. Dan hal ini juga menunjukkan betapa besarnya kebutuhan kita terhadap ampunan dan rahmat-Nya, yang karenanya maka Allah menjadikan banyak sebab agar hamba bisa meraih ampunan dari-Nya. Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami…
  6. Keutamaan yang agung ini hanya berlaku bagi orang yang beriman dan tidak melakukan kekafiran atau kemusyrikan yang membuatnya keluar dari agama. Allah ta’ala telah menegaskan hal ini dalam firman-Nya (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan nabi-nabi sebelummu; apabila kamu berbuat syirik maka pasti akan lenyap semua amalmu dan kelak kamu pasti termasuk golongan orang yang merugi.” (QS. az-Zumar: 65)

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/7426-meraih-ampunan-di-hari-jumat.html

Allah Mengampuni Dosa dengan Amalan Hari Jumat

HARI Jumat adalah hari yang mulia bagi kaum muslimin. Banyak keutamaan yang terkandung pada Hari Jumat. Dan kita bisa meraih banyak pahala sekaligus ampunan Allah bila kita mengamalkan amalan yang khusus ada pada Hari Jumat. Yakni ibadah shalat Jumat.

Barangsiapa yang berwudhu lalu memperbagus wudhunya kemudian dia mendatangi shalat Jumat, dia mendengarkan khutbah dan diam, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jumat dengan Jumat yang akan datang, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang bermain kerikil, sungguh ia telah berbuat sia-sia,. (HR. Muslim).

Berdasarkan hadits di atas, dosa-dosa kita dari Hari Jumat ke Jumat akan Allah ampuni dengan sebab amalan yang kita lakukan pada Hari Jumat.

Tahapan amalan Hari Jumat agar Allah mengampuni dosa kita adalah yang pertama kita berwudhu dengan sempurna dalam rangka menghadiri shalat Jumat. Dan sebaiknya wudhu ini dilakukan di rumah. Sebab hal ini memiliki keutamaan tersendiri.

Berikutnya datang ke masjid lebih awal agar kita tidak tertinggal khutbah dari pertama khatib/imam naik mimbar. Hal ini memiliki banyak keutamaan, diantaranya adalah kita akan mendapatkan shaf lebih dekat dengan imam dan ini adalah keutamaan, juga nama kita akan dicatat malaikat yang ada di pintu masjid karena kita datang sebelum khatib naik mimbar.

Kita diam khusyuk mendengarkan khutbah imam dari awal hingga selesai. Bukan tertidur maupun melakukan suatu hal/perbuatan meskipun hal itu baik. Misalnya dalam rangka amar maruf nahi mungkar, saat khutbah berlangsung kita menegur jamaah yang lain untuk diam. Maka itu sebuah kesia-siaan.

Mari dirikan ibadah shalat Jumat dengan memerhatikan hadits di atas agar kita mendapatkan keutamaan berupa diampuninya dosa kita oleh Allah dari Jumat ke Jumat.

Allahu Alam.

INILAH MOZAIK