3 Hal yang Perlu Diingat di Hari Jumat

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Hari Jumat adalah hari terbaik kaum muslimin. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah menyampaikan, hari Jum’at adalah sebaik-baik hari yang disinari matahari.

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ

Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk.” (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dengan sanad yang shahih)

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا

Hari terbaik yang disinari matahari adalah hari Jum’at. Pada hari itu Nabi Adam diciptakan, dimasukkan surga, dan pada hri itu pula ia dikeluarkan darinya.” (HR. Muslim)

Karenanya, wajib bagi setiap muslim memahami kedudukan hari ini dan keistimewaanya. Tujuannya, supaya bisa memanfaatkan hari tersebut untuk memperbanyak ibadah dan ketaatan, memperbanyak shalat atas Nabi, dan memperbanyak doa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Ibnul qayyim berkata, “Adalah di antara petunjuknya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengagungkan hari (Jum’at) ini dan memuliakannnya, serta mengistimewakannya dengan ibadah yang dikhususkan pada hari tersebut yang tidak dikhususkan pada hari lainnya. . .” (Zaad al-Ma’ad: 1/378)

Di hari ini, ada tiga perkara istimewa yang hendaknya diperhatikan, jangan dilupakan.

Pertama, Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, jangan lupa bershalawat atas beliau. [Baca: Perbanyaklah Shalawat Pada Hari Jum’at !!]

Dari Aus bin Aus Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ

Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat di hari Jum’at, karena shalawat akan disampaikan kepadaku….” (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim)

Memperbanyak shalawat untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada hari Jum’at yang menjadi sayyidul ayyam menunjukkan kemuliaan pribadi beliau sebagai sayyidul anam (pemimpin manusia).

Shalawat termasuk ibadah yang paling afdhal. Dan dilaksanakan pada hari Jum’at jauh lebih utama daripada dilaksanakan pada hari selainnya, karena hari Jum’at memiliki keistimewaan dibandingkan hari yang lain. Dan melaksakan amal yang afdhal pada waktu yang afdhal adalah lebih utama dan lebih bagus. (lihat ‘Aunul Ma’bud: 2/15)

Kedua, siapkan cahaya yang menerangi dirimu di akhirat dengan membaca surat Al-Kahfi. [Baca: Malam Jum’at Disunnahkan Baca Surat Al-Kahfi, Bukan Surat Yasin]

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ سَطَعَ لَهُ نُوْرٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمِهِ إِلَى عَنَانِ السَّمَاءَ يُضِيْءُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَغُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ

Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit, akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosanya antara dua Jum’at.

Al-Mundziri berkata: “Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Mardawaih dalam tafsirnya dengan isnad yang tidak apa-apa.” (Dari kitab at-Targhib wa al- Tarhib: 1/298)

Ketiga, waktu mustajab, jangan lupa engkau bersungguh-sungguh berdoa padanya. [Baca: Manfaatkan Waktu Mustajab (Dikabulkan Doa) di Sore Hari Jum’at!]

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radliyallah ‘anhu, dia bercerita: “Abu Qasim (Rasululah) shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

Sesungguhnya pada hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya.”

Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat).” (Muttafaq ‘Alaih)

Pendapat mayoritas ulama, waktu tersebut berada di penghujung hari Jum’at. Pendapat lain menyebutkan waktu tersebut berada sejak duduknya imam di atas mimbar sampai berakhirnya shalat.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan pendapat pertama. Beliau berkata, “yang ini merupakan pendapat yang paling rajih dari dua pendapat yang ada. Ia adalah pendapat Abdullah bin Salam, Abu Hurairah, Imam Ahmad, dan beberapa ulama selain mereka.” (Zaad al Ma’ad: I/390)

Namun beliau juga mengatakan, pengabulan doa itu diharapkan juga  pada saat shalat. Sehingga kedua waktu tersebut merupakan waktu ijabah (pengabulan) doa, meskipun saat yang khusus itu ada di ujung hari setelah shalat shalat ‘Ashar.

Penutup

3 perkara di atas termasuk bagian keistimewaan hari Jum’at. Tiga amal istimewa di dalamnya, shalawat atas Nabi, membaca surat Al-Kahfi, dan berdoa untuk kebiakan dunia dan akirat kita. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

 

Oleh: Badrul Tamam

– See more at: http://www.voa-islam.com/read/ibadah/2016/01/21/41791/di-hari-jumat-jangan-lupakan-3-hal-ini/#sthash.zTNTKQyA.dpuf

Hari Jumat, Hadiah Tepat untuk Umat Muhammad

ALLAH Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.” (QS. an-Nahl: 124).

Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat ini,

Allah menentukan setiap penganut agama untuk memilih satu hari istimewa dalam sepekan. Hari untuk berkumpul bersama dalam rangka melakukan ibadah. Allah syariatkan untuk umat ini (umat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam) agar mereka memuliakan hari jumat. Karena itu hari keenam, di mana Allah sempurnakan makhluk-Nya. Dan itu nikmat sempurna bagi mereka.

Selanjutnya Ibnu Katsir menyebutkan keterangan sebagian ahli tafsir,

Ada yang menyatakan bahwa Allah mensyariatkan kepada bani israil melalui Musa untuk memuliakan hari jumat. Namun mereka menolaknya dan memilih hari sabtu. Mereka meyakini, di hari sabtu, Allah tidak menciptakan makhluk apapun, karena telah Allah sempurnakan di hari jumat. Akhirnya Allah tetapkan ibadah hari sabtu itu sebagai kewajiban untuk mereka dalam taurat. Allah wasiatkan agar mereka komitmen dengan hari sabtu dan berusaha menjaganya. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/612).

Demikian pula dengan nasrani. Al-Hafdiz Ibnu Katsir melajutkan keterangannya,

Mereka terus konsisten dengan ibadah hari sabtu, sampai Allah mengutus Isa bin Maryam. Selanjutnya ada banyak versi di sana. Ada yang mengatakan, Allah memindahkannya kepada hari ahad. Ada yang mengatakan, mereka tidak meninggalkan syariat taurat, selain beberapa hukum yang dihapus dengan injil. Mereka terus konsisten dengan hari sabtu, hingga Allah mengangkat Isa. Kemudian, oleh orang nasrani, itu diubah menjadi hari ahad di zaman kerajaan Konstatinopel. Agar berbeda dengan orang yahudi. Mereka juga melakukan salat menghadap ke timur, ke arah batu di timur al-Aqsha. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/612).

Karena itulah, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sangat membanggakan adanya hari jumat. Karena berarti kita benar. Kita memuliakan hari jumat, dan itu sesuai dengan apa yang Allah pilihkan. Sementara pilihan yahudi dan nasrani meleset.

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menceritakan, Ketika hari jumat, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengingatkan,

“Kita adalah umat terakhir namun pertama di hari kiamat. Kitalahlah yang pertama kali masuk surga. Meskipun mereka mendapatkan kitab suci sebelum kita dan kita mendapatkan kitab suci setelah mereka. Lalu mereka menyimpang dan kita ditunjukkan Allah kepada kebenaran dalam hal yang mereka perselisihkan. Inilah hari mereka yang mereka menyimpang darinya dan Allah tunjukkan kepada kita. Beliau bersabda lagi: Hari jumat adalah hari kita dan esoknya hari Yahudi dan setelah besok adalah hari nasrani.” (HR Muslim 2017).

Sudah selayaknya kaum muslimin bersyukur dengan dijadikannya hari jumat sebagai hari besar untuk mereka dalam setiap pekan. Saatnya memuliakan hari jumat. Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2342894/hari-jumat-hadiah-tepat-untuk-umat-muhammad#sthash.lz5pqDoS.dpuf

Jangan Sia-siakan Sunah di Malam dan Hari Jumat

HARI Jumat adalah hari besar dalam agama Islam. Karena itu, sepatutnya kita menghormatinya dengan melakukan beberapa amalan sunah pada malam dan hari Jumat.

Inilah antara lain beberapa amalan sunah malam/hari Jumat:

Banyak berdoa “Pada hari Jumat, ada satu saat dimana tidak seorang muslim pun yang memohon suatu kebaikan kepada Allah di saat itu melainkan Allah pasti akan mengabulkan permohonannya, dan itu adalah sesudah salat Ashar” (HR. Ahmad, Shohih)

Banyak baca salawat “Harimu yang paling utama adalah hari Jumat karena itu perbanyaklah membaca salawat atasku, karena sesungguhnya bacaan salawatmu akan disampaikan kepadaku..” (Shohih, HR. Bukhori, Muslim, Abu Daud, Nasa’i)

Membaca Surat Al-Kahfi “Barang siapa membaca surat Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan diberi cahaya yang dapat meneranginya diantara dua hari Jum’at” (Shohih, HR Nasa’i, Baihaqi, dan Hakim)

Mandi dan berdandan. “Adalah kewajiban atas setiap muslim untuk mandi, memakai wangi-wangian, dan memakai siwak pada hari Jumat” (Shohih, HR. Ahmad)

Bersegera menuju ke masjid “Sesungguhnya manusia itu di hari kiamat akan duduk berurutan menurut kesegaraan mereka dalam pergi ke masjid untuk salat Jumat, yakni yang pertama, kedua, ketiga, keempat, sedangkan yang keempat itu tidaklah jauh dari Allah” (Shohih, HR. Ibnu Majah)

Salat sunah sebelum masuk waktu salat Jumat. “Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat dan datang ke masjid untuk salat Jumat, kemudian salat sunah semampunya, kemudian mendengarkan khutbah hingga selesai, kemudian salat berjemaah, maka diampunilah dosa-dosanya yang ada di antara Jumat itu dan Jumat berikutnya dan ditambah lagi tiga hari” (Shohih, HR. Muslim). []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2353667/jangan-sia-siakan-sunah-di-malam-dan-hari-jumat#sthash.agdy5zKo.dpuf

Hari Jumat, Hadiah Tepat untuk Umat Muhammad

ALLAH Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.” (QS. an-Nahl: 124).

Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat ini,

Allah menentukan setiap penganut agama untuk memilih satu hari istimewa dalam sepekan. Hari untuk berkumpul bersama dalam rangka melakukan ibadah. Allah syariatkan untuk umat ini (umat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam) agar mereka memuliakan hari jumat. Karena itu hari keenam, di mana Allah sempurnakan makhluk-Nya. Dan itu nikmat sempurna bagi mereka.

Selanjutnya Ibnu Katsir menyebutkan keterangan sebagian ahli tafsir,

Ada yang menyatakan bahwa Allah mensyariatkan kepada bani israil melalui Musa untuk memuliakan hari jumat. Namun mereka menolaknya dan memilih hari sabtu. Mereka meyakini, di hari sabtu, Allah tidak menciptakan makhluk apapun, karena telah Allah sempurnakan di hari jumat. Akhirnya Allah tetapkan ibadah hari sabtu itu sebagai kewajiban untuk mereka dalam taurat. Allah wasiatkan agar mereka komitmen dengan hari sabtu dan berusaha menjaganya. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/612).

Demikian pula dengan nasrani. Al-Hafdiz Ibnu Katsir melajutkan keterangannya,

Mereka terus konsisten dengan ibadah hari sabtu, sampai Allah mengutus Isa bin Maryam. Selanjutnya ada banyak versi di sana. Ada yang mengatakan, Allah memindahkannya kepada hari ahad. Ada yang mengatakan, mereka tidak meninggalkan syariat taurat, selain beberapa hukum yang dihapus dengan injil. Mereka terus konsisten dengan hari sabtu, hingga Allah mengangkat Isa. Kemudian, oleh orang nasrani, itu diubah menjadi hari ahad di zaman kerajaan Konstatinopel. Agar berbeda dengan orang yahudi. Mereka juga melakukan salat menghadap ke timur, ke arah batu di timur al-Aqsha. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/612).

Karena itulah, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sangat membanggakan adanya hari jumat. Karena berarti kita benar. Kita memuliakan hari jumat, dan itu sesuai dengan apa yang Allah pilihkan. Sementara pilihan yahudi dan nasrani meleset.

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menceritakan, Ketika hari jumat, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengingatkan,

“Kita adalah umat terakhir namun pertama di hari kiamat. Kitalahlah yang pertama kali masuk surga. Meskipun mereka mendapatkan kitab suci sebelum kita dan kita mendapatkan kitab suci setelah mereka. Lalu mereka menyimpang dan kita ditunjukkan Allah kepada kebenaran dalam hal yang mereka perselisihkan. Inilah hari mereka yang mereka menyimpang darinya dan Allah tunjukkan kepada kita. Beliau bersabda lagi: Hari jumat adalah hari kita dan esoknya hari Yahudi dan setelah besok adalah hari nasrani.” (HR Muslim 2017).

Sudah selayaknya kaum muslimin bersyukur dengan dijadikannya hari jumat sebagai hari besar untuk mereka dalam setiap pekan. Saatnya memuliakan hari jumat. Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2342894/hari-jumat-hadiah-tepat-untuk-umat-muhammad#sthash.2UxJsz8w.dpuf

Mengapa Hari Jumat Ada dalam al-Qur’an?

HARI Jumat adalah satu-satunya hari yang tertera sebagai nama sebuah surat dalam al-Quran. Tentu saja banyak keutamaan di hari Jumat ini. Bagaimana asal-usul hari Jumat ini dalam al-Quran?

Surat Al-Jumu’ah merupakan surat ke-62 dalam Al-Qur’an. Surat ini tergolong surat Madaniyah yang terdiri atas 11 ayat. Dinamakan Al Jumu’ah yang berarti hari jum’at diambil dari perkataan Al Jumu’ah yang terdapat pada ayat ke 9 surat ini.

Adapun isi pokok yang terkandung di dalam surat Al-Jumu’ah yang antara lain:

Pokok-pokok isi surat Al-Jumu’ah

1. Menjelaskan sifat-sifat orang-orang munafik dan sifat-sifat buruk pada umumnya, diantaranya berdusta, bersumpah palsu dan penakut
2. Mengajak orang-orang mukmin supaya taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya dan supaya bersedia menafkahkan harta untuk menegakkan agama-Nya sebelum ajal datang.

Isi kandungan surat Al Jumu’ah ayat 9-10

Maksudnya, apabila imam naik maimbar dan muazzin telah azan di hari jumu’at, maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalkan semua pekerjaannya.

Tafsirnya, seruan Allah terhadap orang-orang beriman atau umat Islam yang telah memenuhi syarat-syarat sebagai mukallaf untuk untuk melaksanakan salat jumu’at umat Islam diwajibkan untuk meninggalkan segala pekerjaannya, seperti menuntut ilmu dan jual beli. Umat islam yang memenuhi sruan Allah tersebut tentu akan memperoleh banyak hikmah.

Umat Islam yang telah selesai menunaikan shalat diperintahkan Allah untuk berusaha atau bekerja agar memperoleh karunia-Nya, seperti ilmu pengetahuan, harta benda, kesehatan dan lain-lain. Dimana pun dan kapanpun kaum muslimin berada serta apapun yang mereka kerjakan, mereka dituntut oleh agamanya agar selalu mengingat Allah. Mengacu kepada QS al-Jumuah 9-10 umat Islam diperintahkan oleh agamanya agar senantiasa berdisiplin dalam menunaikan ibadah wajib seperti salat, dan selalu giat berusaha atau bekerja sesuai dengan nilai-nilai Islam seperti bekerja keras dan belajar secara sungguh-sungguh.

Selain berisikan perintah melaksanakan salat jumu’at juga memerintahkan setiap umat Islam untuk berusaha atau bekerja mencari rezeki sebagai karunia Allah SWT. Ayat ini memerintahkan manusia untuk melakukan keseimbangan antara kehidupan di dunia dan mempersiapakan untuk kehidupan di akhirat kelak. Caranya, selain selalu melaksanakan ibadah ritual, juga giat bekerja memenuhi kebutuhan hidup.

Asbabun Nuzul

Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa Dia-lah yang mengutus kepada bangsa Arab yang masih buta huruf, yang belum tahu membaca dan menulis pada waktu itu, seorang Rasul dari kalangan mereka juga, yaitu Nabi Muhammad SAW. dengan tugas:

a. Membacakan ayat suci Alquran yang di dalamnya terdapat petunjuk dan bimbingan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.

b. Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, dosa kemusyrikan, sifat-sifat jahiliah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid meng Esa-kan Allah SWT, tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan mereka dan tidak percaya lagi kepada sembahan mereka seperti batu, pohon kayu dan sebagainya.

c. Mengajarkan kepada mereka syariat agama beserta hukum-hukumnya serta hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.

Disebutkan secara khusus bangsa Arab yang buta huruf itu, tidaklah berarti bahwa kerasulan Nabi Muhammad itu terbatas hanya kepada bangsa Arab saja; tetapi kerasulan Nabi Muhammad itu umum meliputi semua makhluk terutama jin dan manusia. [nofeehost]

sumber: Islam Pos

Ada Apa di Hari Jum’at?

Besok hari adalah hari Jum’at yang dimulai dari tenggelamnya matahari di kamis sore ini. Hari yang penuh kemuliaan dan diagungkan di dalam Islam. Tahukah kita apa saja yang terdapat di dalamnya? Berikut ini beberapa keutamaan yang terdapat di dalam hari Jum’at.

Hari jum’at adalah sayyidul ayyaam (pemimpin hari) dan hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada hari itu terdapat lima kejadian yang besar, yaitu diciptakannya Adam, diturunkannya ke bumi, dan diwafatkannya, pada hari itu terdapat satu waktu mustajabah untuk berdoa yang pasti dikabulkan, dan pada hari Jum’at pula kiamat akan terjadi. Oleh karenanya, pada hari tersebut para malaikat, langit, bumi, angin, gunung, dan lautan merasa khawatir di hari Jum’at (akan terjadi kiamat).

Hari jum’at adalah sayyidul ayyaam (pemimpin hari) dan hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ringkasnya, hari Jum’at memiliki keutamaan yang tidak dimiliki hari lain. Kedudukannya di bandingkan dengan hari lain, seperti bulan Ramadlan terhadap bulan yang lain dan waktu ijabah doa pada hari itu sebagaimana lailatul qadar pada bulan Ramadlan.

Hari Jum’at menjadi cermin bagi kualitas amal sepekan seorang hamba, sebagaimana Ramadlan yang menjadi cerminan amal setahunnya. Jika amalnya pada hari Jum’at tersebut baik, seolah-olah menggambarkan amalnya pada pekan tersebut juga baik. Sebagimana Ramadlan, jika ibadah di dalamnya baik, baik pula amalnya pada tahun tersebut, begitu juga sebaliknya.

Jika amalnya pada hari Jum’at tersebut baik, seolah-olah menggambarkan amalnya pada pekan tersebut juga baik.

Sesungguhnya pada hari Jum’at terdapat ibadah yang wajib dan sunnah yang tak diperoleh di selainnya. Di antaranya shalat Jum’at, bersuci dan memakai wewangian dan pakaian terbagus yang dimiliki ketika menghadiri jum’atan, membaca surat Al Kahfi, bershalawat untuk Rasulullah, dan amal-amal shalih lainnya.

Karenanya, seorang hamba hendaknya menjadikan hari Jum’at sebagai hari ibadah dan meliburkan diri dari kegiatan duniawi, bukan hari Ahad yang menjadi hari ibadah orang Nashrani.

Karenanya, seorang hamba hendaknya menjadikan hari Jum’at sebagai hari ibadah dan meliburkan diri dari kegiatan duniawi,

bukan hari Ahad yang menjadi hari ibadah orang Nashrani.

Di hari Jum’at ada penghapusan dosa

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya, dari Salman dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadaku, “apakah kamu tahu hari Jum’at itu?” aku menjawab, “hari Jum’at adalah hari Allah mengumpulkan Nabi Adam.” Beliau menjawab,

لَكِنِّي أَدْرِي مَا يَوْمُ الْجُمُعَةِ لَا يَتَطَهَّرُ الرَّجُلُ فَيُحْسِنُ طُهُورَهُ ثُمَّ يَأْتِي الْجُمُعَةَ فَيُنْصِتُ حَتَّى يَقْضِيَ الْإِمَامُ صَلَاتَهُ إِلَّا كَانَ كَفَّارَةً لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ مَا اجْتُنِبَتْ الْمَقْتَلَةُ

Tapi aku mengetahui apa hari jum’at itu. Tidaklah seseorang menyempurnakan bersucinya, lalu mendatangi shalat Jum’at, kemudian diam hingga imam selesai melaksanakan shalatnya, melainkan akan menjadi penghapus dosa antara Jum’at itu dengan Jum’at setelahnya, jika dia menjauhi dosa besar.

. . . kemudian diam hingga imam selesai melaksanakan shalatnya, melainkan akan menjadi penghapus dosa antara Jum’at itu dengan Jum’at setelahnya, jika dia menjauhi dosa besar.

Masih dalam Al Musnad, dari Atha’ al Khurasani, dari Nubaisyah al Hudzaliy bahwa dia meriwayatkan dari Rauslullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bahwasanya jika seorang muslim mandi pada hari Jum’at, lalu datang ke masjid dan tidak menyakiti seseorang; dan jika dia mendapati imam belum datang di masjid, dia shalat hingga imam datang; dan jika ia mendapati imam telah datang, dia duduk mendengarkan khutbah, tidak berbicara hingga imam selesai melaksanakan khutbah dan shalatnya. Maka (balasannya) adalah akan diampuni semua dosa-dosanya pada Jum’at tersebut atau akan menjadi penebus dosa Jum’at sesudahnya.

Dari Abu Darda’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ ثِيَابَهُ وَمَسَّ طِيبًا إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ مَشَى إِلَى الْجُمُعَةِ وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ وَلَمْ يَتَخَطَّ أَحَدًا وَلَمْ يُؤْذِهِ وَرَكَعَ مَا قُضِيَ لَهُ ثُمَّ انْتَظَرَ حَتَّى يَنْصَرِفَ الْإِمَامُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

Siapa mandi pada hari Jum’at, lalu memakai pakaiannya (yang bagus) dan memakai wewangian, jika punya. Kemudian berjalan menuju shalat Jum’at dengan tenang, tidak menggeser seseorang dan tidak menyakitinya, lalu melaksanakan shalat semampunya, kemudian menunggu hingga imam beranjak keluar, maka akan diampuni dosanya di antara dua Jum’at.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya)

Dalam Shahih Al Bukhari, dari Salman radliyallah ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى

Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyaknya atau mengoleskan minyak wangi yang di rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan dengan seksama ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari)

bahwa pengampunan dosa dari satu Jum’at ke Jum’at berikutnya memiliki syarat. Yaitu dengan melaksanakan amalan-amalan yang disebutkan dalam hadits, antara lain mandi, . . .

*Keterangan: bahwa pengampunan dosa dari satu Jum’at ke Jum’at berikutnya memiliki syarat. Yaitu dengan melaksanakan amalan-amalan yang disebutkan dalam hadits, antara lain mandi, membersihkan diri, memakai minyak atau wewangian, memakai pakaian terbagus, berjalan ke masjid dengan tenang, tidak melangkahi dan memisahkan antara dua orang yang duduk bersebelahan, tidak menyakitinya, shalat nafilah, tidak bicara dan tidak melakukan sesuatu yang sia-sia selama khutbah hingga selesai shalat. Dan masih ada satu syarat lagi, yaitu selama dia tidak melakukan dosa besar di hari itu. (PurWD/voa-islam.com)

 

 

– See more at: http://www.voa-islam.com/read/ibadah/2010/01/21/2623/ada-apa-di-hari-jum’at/;#sthash.5p5sqk9Y.dpuf

Kenapa Dinamakan Hari Jum’at?

Hari Jum’at merupakan nikmat rabbaniyah yang selalu dijadikan lahan kedengkian musuh-musuh Islam. Hari Jum’at merupakan karunia dari Allah untuk umat ini yang telah dijadikan sebagai umat terbaik yang dikeluarkan di tengah-tengah manusia. Allah mengutamakan hari ini di atas hari-hari dalam satu pekan, lalu Dia mewajibkan kepada orang Yahudi dan Nashrani untuk mengagungkannya. Tapi, mereka melanggarnya dan memilih hari selainnya sehingga mereka tersesat dan tidak mendapat petunjuk. Kemudian Allah menunjuki umat ini kepada hari yang mulia ini dengan mengagungkannya.

Dari Abu Hurairah radliyallah ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

نَحْنُ الآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوْتُوْا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، ثُمَّ هذَا يَومُهُمُ الَّذِي فُرِضَ عَلَيْهِمْ فَاخْتَلَفُوا فِيهِ فَهَدَانَا اللهُ، فَالنَّاسُ لَنَا فِيْهِ تَبَعٌ : اليَهُوْدُ غَداً ، وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ

Kita adalah orang terakhir, namun yang pertama pada hari kiamat meskipun mereka telah diberikan kitab sebelum kita. Hari ini (Jum’at) adalah hari yang telah Allah wajibkan atas mereka, namun mereka menyelisihinya. Maka Allah menunjuki kita akan hari itu sehingga orang-orang mengikuti kita dalam hari ini, sementara orang-orang Yahudi besok dan orang-orang Nashrani besoknya lagi (lusa).” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, al Nasai dan lainnya)

Maksud “kita sebagai orang terakhir” adalah sebagai umat terakhir keberadaannya di dunia. Namun di akhirat akan mendahului mereka. Yaitu menjadi umat pertama yang dihimpun di Mahsyar, umat pertama yang dihisab, umat pertama yang diadili, dan umat pertama yang akan masuk surga.

  • Maksud “kita sebagai orang terakhir” adalah sebagai umat terakhir keberadaannya di dunia.
  • Namun di akhirat akan mendahului mereka. Yaitu menjadi umat pertama yang dihimpun di Mahsyar, umat pertama yang dihisab, umat pertama yang diadili, dan umat pertama yang akan masuk surga.

Dalam riwayat Muslim dari hadits Hudzaifah, “Kami umat terakhir dari penduduk bumi, namun menjadi umat pertama pada hari kiamat yang diadili sebelum umat-umat lain.”

Dan dalam riwayat Muslim lainnya, “Kita adalah orang terakhir, namun yang paling awal pada hari kiamat. Dan kita adalah orang yang pertama kali masuk surga.”

Sedangkan maksud diwajibkan adalah wajib memuliakan hari tersebut. Menurut Ibnu Baththal, mereka tidak diperintahkan dengan jelas untuk memuliakan hari Jum’at yang kemudian mereka tinggalkan. Alasannya, seseorang tidak boleh meninggalkan kewajiban yang Allah tetapkan atasnya sementara masih berstatus mukmin. Lalu beliau rahimahullah berkata, “diwajibkan atas mereka (memuliakan) satu hari dalam sejum’at. Lalu mereka diberi pilihan untuk menegakkan syari’at mereka pada hari itu. Kemudian mereka berselisih tentang hari itu dan tidak mendapat petunjuk untuk memilih hari Jum’at.” demikian juga yang dinyatakan oleh al Qadli ‘Iyadh. (Lihat Fathul Baari: 2/355)

Imam al Nawawi rahimahullah berkata, “Mungkin juga mereka telah diperintah dengan jelas, lalu mereka berselisih pendapat apakah wajib menentukan hari itu saja atau dibolehkan untuk menggantinya dengan hari lain. Kemudian mereka berijtihad dalam hal itu, lalu salah.” (Lihat Fathul Baari: 2/355)

Dan dalam Fathul Baari, Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan sebuah hadits penutup terhadap masalah ini yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dari jalur Thariq Asbath bin Nashr, dari al Sudiy dengan lafadz yang sangat jelas bahwa mereka diwajibkan untuk memuliakan hari Jum’at saja lalu mereka menolak. Lafadz haditsnya sebagai berikut:

إِنَّ اللَّه فَرَضَ عَلَى الْيَهُود الْجُمُعَة فَأَبَوْا وَقَالُوا : يَا مُوسَى إِنَّ اللَّه لَمْ يَخْلُق يَوْم السَّبْت شَيْئًا فَاجْعَلْهُ لَنَا

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan (untuk mengagungkan) hari Jum’at atas Yahudi, lalu mereka menolaknya dan berkata, “Hai Musa, sesungguhnya Allah tidak menciptakan apa-apa pada hari Sabtu, maka jadikan hari itu untuk kami.” (Fathul Baari: 3/277 dari Maktabah Syamilah) dan sikap ngeyel dan penyimpangan mereka bukanlah hal yang aneh.

Makna Jum’at dan sebab dinamakan Jum’at

Jum’at secara bahasa bermakna satu pokok yang menunjukkan berkumpulnya sesuatu. Dan disebut hari jum’at karena orang-orang yang jumlahnya banyak berkumpul pada hari itu. (al Nihayah: 1/297)

Sedangkan secara istilah, Jum’at adalah nama dari salah satu hari dalam sepekan, yang pada hari itu dikerjakan shalat khusus, yaitu shalat Jum’at. Dan dikatakan shalat khusus karena pelaksanaannya berbeda dengan shalat liwa waktu, khususnya shalat dzuhur. Pada shalat Jum’at bacaannya jahr, jumlah rakaatnya hanya dua, diawali dengan khutbah, dan memiliki beberapa keistimwaan pahala.

Hari Jum’at pada masa jahiliyah dikenal dengan nama الْعَرُوبَة (al ‘arubah), karena mereka mengagungkannya. Orang pertama yang menyebut al-‘Arubah adalah Ka’ab bin Lua-i. Pada hari itu, orang-orang Quraisy biasa berkumpul padanya lalu dia menyampaikan ceramah seraya memberikan nasihat dan memerintahkan mereka untuk mengagungkan tanah haram. Dia juga mengabarkan kepada mereka dari sana akan ada Nabi yang diutus. Dan ketika sudah diutus kelak, dia memerintahkan kepada kaumnya untuk taat dan beriman kepadanya.

Dari sini semakin jelaslah bahwa hari Jum’at belum masyhur pada masa jahiliyah. Maka tepatlah yang diungkapkan oleh Ibnu Hazm rahimahullah, “bahwa jum’at adalah nama Islami yang tidak dikenal pada masa jahiliyah. Pada masa itu, hari Jum’at dinamakan dengan al-‘arubah.” (Fathul Baari: 3/275 dari Maktabah Syamilah)

Tentang sebab dinamakan hari tersebut dengan Jum’at, banyak pendapat yang memberikan alasan, di antaranya:

  • Karena berkumpulnya banyak orang pada hari itu.
  • Karena Adam dan Hawa berkumpul pada hari itu.
  • Karena di dalamnya berkumpul berbagai kebaikan.
  • Karena pada hari itu kesempurnaan makhluk dikumpulkan.
  • Karena manusia berkumpul pada hari itu untuk shalat.
  • Karena penciptaan Adam dikumpulkan pada hari itu.

Menurut Ibnu Hajar, pendapat yang paling benar tentang sebab dinamakannya hari jum’at adalah pendapat terakhir, karena penciptaan Adam dikumpulkan pada hari itu. Dengan ini maka hikmah dipilihkannya hari Jum’at untuk umat Muhammad karena pada hari itu terjadinya penciptaan Adam. Dan manusia diciptakan hanya untuk ibadah, maka layaklah kalau pada hari itu dia hanya sibuk dengan ibadah. Dan juga karena Allah Ta’ala menyempurnakan penciptaan makhluk-makhluk pada hari itu dan menciptakan manusia pada hari itu juga sehingga bisa memanfaatkannya. Maka tepatlah, kalau pada hari itu mereka menggunakannya untuk bersyukur kepada Allah dengan beribadah kepada-Nya. Wallahu Ta’ala A’lam

Maka tepatlah, kalau pada hari itu mereka menggunakannya untuk bersyukur kepada Allah dengan beribadah kepada-Nya.

 

 

Oleh : Purnomo

– See more at: http://www.voa-islam.com/read/ibadah/2010/04/09/4876/kenapa-dinamakan-hari-jumat/#sthash.0ceuqSze.dpuf

“Sunah Rasul” Malam Jumat, Membunuh 1000 Yahudi?

SUNAH Rasul dalam pandangan syariat adalah sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah Shallalhu alayhi wa Sallam menjalani hidupnya atau suatu aktivitas dilakukan oleh Rasulullah Shallalhu alayhi wa Sallam dengan penjagaan Allah Taala.

Namun dalam pergaulan sehari-hari, sering kita dengar istilah “sunah rasul” pada malam Jumat. “Sunah Rasul” populer di malam Jumat adalah hubungan suami-istri atau ML.

Apakah yang melatarbelakangi penyebutan sunah rasul menjadi sebuah aktivitas seks? Benarkah malam Jumat sebagai malam yang dianjurkan untuk berhubungan seksual? Berikut ini beberapa jawabannya:

1. Ada perkataan yang dianggap hadis:

“Barangsiapa melakukan hubungan suami-istri di malam Jumat (Kamis malam) maka pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi.” [Dalam hadis yang lain disebutkan sama dengan membunuh 1000 atau 7000 yahudi.]

Hadis di atas tidak akan Anda temukan dalam kitab manapun. Baik kumpulan hadis daif apalagi sahih. Artinya, hadis “sunah rasul” pada malam Jumat tersebut, apalagi sama dengan membunuh 100 Yahudi, adalah bukan hadis alias palsu yang dikarang oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

So, setop mengatakan sunah rasul sebagai pengganti dari istilah berhubungan suami-istri.

2. Ada hadisnya sahih namun tidak mengatakan secara gamblang bahwa itu adalah hubungan seks suami-istri yaitu:

Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah Shallalhu Alayhi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa mandi di hari Jumat seperti mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama (mendatangi masjid untuk salat Jumat), ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan zikir (khutbah).”(HR. Bukhari no. 881 Muslim no. 850)

Hadis tersebut menunjukkan keutamaan salat Jumat, namun di situ disebutkan juga tentang mandi junub (ghuslal janabah) pada hari Jumat. Sedangkan mandi junub salah satunya dilakukan setelah ada aktivitas hubungan seksual. Mungkin, daripada melakukan mandi besar tanpa alasan, maka dibuatlah alasannya.

Jika kita menganggap pendapat ini adalah pendapat kuat, maka anjuran melakukan hubungan intim di hari Jumat seharusnya dilakukan sebelum berangkat salat Jumat di siang hari, bukan di malam Jumat, karena batas awal waktu mandi untuk salat Jumat adalah setelah terbit fajar hari Jumat.

Lalu sebenarnya sunah apa yang dilakukan Rasulullah Shallalhu Alayhi Wa Sallam di malam/hari Jumat? Sunah rasul untuk dilakukan pada malam/hari Jumat, di antaranya:

1. Memperbanyak membaca salawat

Sabda Nabi Shallalhu Alayhi Wa Sallam, “Perbanyaklah salawat kepadaku setiap hari Jumat karena salawatnya umatku akan dipersembahkan untukku pada hari Jumat, maka barangsiapa yang paling banyak bersalawat kepadaku, dia akan paling dekat derajatnya denganku”. (HR. Baihaqi)

2. Membaca Alquran khususnya surat Al Kahfi.

Sabda Nabi Shallalhu Alayhi Wa Sallam,: “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat akan diberikan cahaya baginya di antara dua Jumat”. (HR. Al Hakim). Tentu saja lebih baik lagi jika dikaji dan ditadabburi ayat-ayatnya.

3. Memperbanyak doa

Rasulullah Shallalhu Alayhi Wa Sallam bersabda, “Hari Jumat itu dua belas jam. Tidak ada seorang muslim pun yang memohon sesuatu kepada Allah SWT dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ashar”. (HR. Abu Dawud)

4. Salat Jumat

Rasulullah Shallalhu alayhi wa Sallam bersabda, “Salat Jumat itu wajib atas tiap muslim dilaksanakan secara berjemaah terkecuali empat golongan yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang sakit”. (HR.Abu Daud dan Al Hakim).

Demikian penjelasan tentang malam Jumat. Semoga bermanfaat.

 

 

sumber:Inilah.com

Siang Hari Jumat Dilarang Jual Beli?

Hari Jumat Dilarang Jual Beli?

Apa benar, siang hari jumat dilarang jual beli? Berarti uangnya haram dong?

Mohon pencerahannya.. matur nuwun

 

 

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Pernyataan yang benar, ketika khatib telah naik mimbar, kaum muslimin yang wajib jumatan, dilarang melakukan transaksi jual beli atau transaksi apapun yang menyebabkan mereka terlambat atau bahkan meninggalkan jumatan.

Larangan ini berdasarkan firman Allah di surat al-Jumu’ah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS al-Jumua’h : 9)

 

Makruh ataukah Haram?

Ulama berbeda pendapat,

Pendapat pertama, larangan ini hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat Hanafiyah. (al-Mabsuth, 1/134)

Pendapat kedua, larangan ini bersifat haram. Ini pendapat mayoritas ulama, dari madzhab Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali. (Mawahib al-Jalil, 2/180; al-Majmu’, 4/419; dan al-Mughi, 3/162)

insyaaAllah pendapat yang lebih mendekati, larangan ini bersifat haram. Mengingat kaidah hukum asal larangan adalah haram.

Bagaimana Status Jual Belinya?

Untuk pembahasan haram dan makruh di atas, itu berkaitan dengan dosa. Apakah jika larangan itu dilanggar menghasilkan dosa ataukah tidak. Sementara pembahasan tentang status jual beli, ini berkaitan dengan status kehalalan barang dan uang yang diserah terima kan ketika jual beli.

Ulama berbeda pendapat apakah jual beli ketika khatib naik mimbar, statusnya sah ataukah tidak?

Perbedaan ini kembali kepada permasalahan, apakah larangan ini terkait dengan jual beli itu sendiri (larangan terkait dzat jual beli – ain al-bai’) ataukah larangan karena dia menjadi sebab pelanggaran yang lain.

Pendapat pertama, jual belinya sah.

Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan Syafiiyah.

Mereka beralasan, bahwa larangan jual beli di sini tidak terkait dengan jual belinya (ainul bai’), tapi karena dia menjadi sebab pelanggaran yang lain, yaitu tidak mendengarkan khutbah. Sehingga larangan tidak ada hubungannya dengan inti akad, tidak pula terkait syarat sah akad. Sehingga jual beli tetap sah, meskipun pelakunya berdosa.

Seperti oranng yang shalat dengan memakai baju hasil korupsi. Shalatnya sah, karena dia memenuhi syarat menutup aurat. Meskipun dia berdosa, karena kain penutup yang dia gunakan dari harta haram.

Konsekuensi dari jual beli yang sah, uang yang diterima halal, demikian pula barang yang diterima juga halal.

Pendapat kedua, jual belinya tidak sah.

Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan Hambali. Dalilnya adalah firman Allah pada ayat di atas. Dan makna tekstual (zahir) ayat menunjukkan jual beli itu tidak sah. Karena ketika sudah adzan, Allah melarangnya. Ketika dilarang Allah, berarti dianggap tidak berlaku.

Disamping itu, menilai jual belinya tidak sah, akan semakin mencegah masyarakat untuk melakukan pelanggaran ini. Karena uang dan barang yang diserah terimakan, tidak dinilai.

Pertimbangan lainnya, bahwa jual beli ini dilarang karena mengganggu aktivitas manusia untuk melakukan ibadah jumatan. Ini sebagaimana pernikahan yang dilakukan orang ihram, hukumnya tidak sah, karena mengganggu aktivitas ibadah haji atau umrah.

(Tafsir al-Qurthubi, 1/96).

Apakah Larangan Ini Berlaku bagi Wanita?

Para ulama menegaskan, larangan ini hanya berlaku bagi mereka yang wajib jumatan.

Ibnu Qudamah menjelaskan,

وتحريم البيع، ووجوب السعي، يختص بالمخاطبين بالجمعة، فأما غيرهم من النساء والصبيان والمسافرين، فلا يثبت في حقه ذلك

Haramnya jual beli dan wajibnya segera datang jumatan, berlaku bagi mereka yang mendapat perintah jumatan. Sementara yang tidak diwajibkan jumatan, seperti para wanita, anak-anak, atau musafir, larangan ini tidak berlaku. (al-Mughni, 2/220)

Keterangan lain disampaikan Syaikh al-Utsaimin dalam penjelasan kitab al-Ushul min Ilmil ushul,

وهاتان امرأتان تبايعتا بعد النداء الثاني في يوم الجمعة فهل يصح بيعهما؟

الجواب: يصح لأنهما غير مطالبتين بالجمعة. إذا الأحكام تتبعض؛ فتكون صحيحة لقوم؛ وفاسدة لآخرين، فالمرأة نقول لها: بيعي واشتري

“Ada dua orang wanita yang melakukan transaksi jual beli setelah adzan kedua (khatib naik mimbar) pada hari jum’at, apakah jual belinya sah?

Jawaban: Sah, karena mereka berdua tidak diwajibkan jum’atan.

Sehingga hukum jual beli terbagi: sah bagi sebagian orang dan tidak sah bagi yang lain.

Bagi para wanita, silahkan menjual dan membeli.

Kemudian Syaikh Utsaimin melanjutkan,

ولو باع رجل لامرأة؛ فإن هذا غير صحيح؛ لأنه لا يمكن البيع إلا بين متعاقدين إيجابا وقبولا،

وإذا اجتمع مبيح وحاظر غلب جانب الحظر

Jika ada laki-laki jual beli dengan wanita ketika adzan jumat, maka jual belinya tidak sah. Karena tidak mungkin terwujud jual beli kecuali dengan interaksi dua orang untuk melakukan ijab qabul. Sementara jika terkumpul dua sebab dari hukum sebuah benda, antara larangan dan yang membolehkan, maka larangan lebih dimenangkan.” (Syarh al-ushul min Ilmil Ushul, hlm. 183).

Demikian, Allahu a’lam.

 

 

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)