Larangan Menjual Bagian Apapun dari Hasil Kurban!

TERTULIS dalam Tasisul Ahkam, “Bersedekah itu adalah dengan semua qurban dan semua hal yang terkait dengannya.” Imam Al Aini mengatakan:

Dalam hadis ini (hadis Ali Radhiallahu ‘Anhu di atas) terdapat dalil bagi pihak yang mengatakan terlarangnya menjual kulit. Berkata Al Qurthubi: “Pada hadis ini terdapat dalil bahwa kulit hewan qurban dan Jilal (daging punuk Unta) tidaklah dijual belikan, karena hukum menyedekahkannya itu satu kesatuan dengan daging. Mereka (para ulama) sepakat bahwa daging tidak boleh dijual, begitu juga kulitnya.”

Syaikh Abdullah Al Faqih mengatakan, “Maka, tidak boleh bagimu memberikan kulit sebagai upah bagi penjagal, sebagaimana tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan qurban, seperti kulit atau lainnya.”

Ada pula yang membolehkan, yakni Al Auzai, Ishaq, Ahmad, Abu Tsaur, dan segolongan Syafiiyah. Abu Tsaur beralasan karena semua ulama sepakat bahwa kulit boleh dimanfaatkan, maka menjual kulit termasuk makna “memanfaatkan.”

Menurut mayoritas ulama adalah tidak boleh. Berkata Imam Ash Shanani Rahimahullah,

“Para ulama berbeda pendapat tentang menjual kulit dan bulunya, yang termasuk bisa dimanfaatkan. Mayoritas ulama mengatakan tidak boleh, Abu Hanifah berpendapat boleh menjualnya dengan bukan dinar dan dirham, yakni dengan uruudh (barang berharga selain emas).”

Imam An Nawawi menjelaskan, “Pendapat mazhab kami adalah tidak boleh menjual kulit hewan qurban, tidak pula boleh dijual sedikit pun bagian-bagiannya.”

Beliau juga mengatakan,”Ibnul Mundzir menceritakan bahwa Ibnu Umar, Ahmad, dan Ishaq menyatakan bahwa boleh menjual kulit hewan qurban, dan mensedekahkan uangnya. Katanya: Abu Tsaur memberikan keringanan dalam menjual kulit.”

Lalu, Imam An Nawawi juga menceritakan bahwa Al Auzai dan An Nakhai membolehkan menjual kulit dengan ayakan, timbangan, dan semisalnya. Al Hasan Al Bashri membolehkan kulit diberikan untuk penjagal. Lalu semua pendapat ini dikomentari Imam An Nawawi, katanya, “Semua ini berlawanan dengan sunah. Wallahu Alam.”

Demkianlah adanya perbedaan pendapat dalam hal menjual kulit. Namun, yang sahih wallahu alam- adalah tidak boleh menjualnya sesuai zahir hadits tersebut, dan apa yang dikatakan oleh Imam An Nawawi, bahwa menjualnya adalah: “Berlawanan dengan sunah.”

 

INILAH MOZAIK

Bisakah Satu Ekor Kambing “Oleh” Satu Keluarga?

DALAM menjawab masalah ini, rasanya kita perlu sedikit meluruskan redaksi dan bahasa yang digunakan. Sebab perbedaan penggunaan istilah ini sudah memicu terjadinya kerancuan dan kekeliruan dalam memahami duduk masalah.

Kerancuan Penggunaan Istilah ‘Oleh’ dan ‘Untuk’

Seharusnya kita bisa membedakan dua istilah yang mendasar ini, yaitu istilah ‘oleh’ dan ‘untuk’. Sebab kalau tercampur maka akan terjadi salah tafsir.

1. Istilah ‘Oleh’

Jumhur ulama telah sepakat bahwa seekor kambing hanya boleh dipersembahkan ‘oleh’ satu orang saja. Maksudnya pihak yang melakukan ibadah penyembelihan hewan qurban itu maksimal hanya satu orang, yang secara baku disebut dengan istilah mudhahhi.

Sebab pada dasarnya ibadah qurban menyembelih kambing ini memang ibadah perorangan dan bukan ibadah berjamaah. Lalu kemudian dibolehkan bila ada maksimal 7 orang mudhahhi bersekutu dan berpatungan untuk menyembelih seekor sapi atau unta.

Ketentuan yang harus diperhatikan bahwa bila jumlah mudhahhi lebih dari tujuh orang maka hukumnya tidak boleh. Sebaliknya, bila jumlahnya kurang dari tujuh, misalnya cuma ada enam, lima, empat, tiga, dua atau satu mudhahhi, maka hukumnya sah dan pahalanya tentu akan lebih besar. Semua didasarkan pada nash-nash yang shahih, misalnya:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk bersekutu pada unta dan sapi, setiap tujuh orang satu hewan. (HR. Muslim)

Dari Jabir bin Abdillah berkata,”Kami menyembelih bersama Rasulullah pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7 orang.” (HR. Muslim).

Kami melakukan haji tamattu’ bersama Rasulullah. Kami menyembelih sapi untuk tujuh orang dimana kami saling bersekutu pada hewan itu. (HR. Muslim)

Hadis-hadis di atas dan masih banyak riwayat sahih lainnya tegas menerangkan bahwa ketentuan dalam penyembelihan adalah patungan untuk membeli sapi dan sejenisnya atau untuk dan sejenisnya oleh 7 orang.

Sedangkan kambing dan sejenisnya tidak ada keterangan yang membolehkannya untuk dilakukan dengan patungan. Oleh karena itu umumnya para fuqaha mengatakan bahwa bahwa seekor kambing tidak boleh disembelih atas nama lebih dari satu orang. Keterangan ini pada beberapa kitab fiqih yang menjadi rujukan utama.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2322846/bisakah-satu-ekor-kambing-oleh-satu-keluarga#sthash.JppyaD9u.dpuf

 

Baca juga: Kurban Digital dari Baznas Indonesia

Kemenag Bimbing 100 DKM Soal Penyembelihan Hewan Kurban

Jelang Hari Raya Kurban atau Idul Adha, Kementerian Agama melalui Ditjen Bimas Islam memberikan bimbingan penyembelihan hewan kurban kepada para pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Acara yang berlangsung pada Rabu (31/08) ini dilaksanakan di Kantor Kemenag Jl. MH Thamrin Jakarta Pusat.

Kegiatan ini diikuti oleh 100 peserta yang berasal dari DKM, yang merupakan tenaga penyembelih dan panitia kurban se-jabodetabek. Hadir selaku narasumber, Dirjen Bimas Islam Machasin, Sesditjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah M. Tambrin, dan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Kementerian Pertanian yang diwakili Drh. Ira Firgorita.

Dalam keterangan tertulisnya, Kamis (01/09), panitia kegiatan Lady Yulia mengatakan, kegiatan tahun ini merupakan gelaran yang kedua. Kegiatan pertama dilaksanakan pada tahun 2015 dengan peserta yang berbeda. dari kegiatan ini, diperoleh kesepahaman sebagai berikut:

  1. Penyembelihan hewan kurban wajib dilakukan sesuai syariat Islam sehingga menghasilkan daging halal dan sehat.
  2. Tenaga penyembelih harus bersikap ikhsan terhadap hewan dan memperhatikan aspek ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) dalam melakukan penyembelihan.
  3. Titik-titik kontrol halal dapat ditentukan untuk tiap operasi mulai penerimaan hewan sampai berupa daging segar yang dikemas dan siap didistribusikan.
  4. Kegiatan bimbingan edukasi penyembelihan hewan kurban harus ditindaklanjuti oleh peserta dengan memberikan bimbingan dan edukasi di masjid masing-masing.
  5. Pembinaan dan pengawasan perlu dilakukan dalam rangka penerapan aspek halal, kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan pada pelaksanaan pemotongan hewan kurban.

Sebagai tindak lanjut, tim dari Kementerian Agama bersama Kementerian Pertanian akan melakukan pengawasan pada pelaksanaan penyembelihan hewan kurban hari raya idul adha 2016.

 

sumber:Kemenag RI

 

Baca juga: Cara Berkurban Praktis dari Baznas Indonesia