Satu Hewan Kurban bisa Diniatkan Sekeluarga

Umat Islam dapat menjalankan amalan berkurban saat Idul Adha.

Menjelang Hari Raya Idul Adha, umat Islam dapat menjalankan amalan berkurban. Satu hewan kurban, dapat diniatkan untuk satu keluarga, di zaman Rasulullah ﷺ ada seorang laki-laki yang menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya.

Dikutip dari buku Yang Sering Ditanya Seputar Kurban oleh Ahmad Anshori, Satu hewan kurban sebenarnya bisa diniatkan untuk sekeluarga. Sebagaimana keterangan dari Atho’ bin Yasar rahima-hullah, beliau pernah menanyakan kepada sahabat Abu Ayyub radhiyallahu’anhu, “Bagaimana cara kurban di zaman Rasulullah Shalallahu alaihi Wasallam?”

Beliau menjawab,

كان الرجل يضحي بالشاة عنه وعن أهل بيته

”Pada masa Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya” (HR Tirmidzi, ia menilainya shahih, Minhaajul Muslim, Hlm 264 dan 266).

Jadi, seekor hewan kurban, pahalanya bisa sekaligus diniatkan untuk keluarga tanpa mengurangi pahala pengkurban sedikit pun. Sehingga tidak perlu menggilirkan kurban keluarga satu per satu.

Ini di antara wujud kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Kalau tidak belajar, maka mungkin seseorang tak akan tahu tentang keluasan rahmat ini. Maka sepatutnya umat tidak mempersempit rahmat Allah yang begitu luas ini.

Saat berkurban, jangan lupakan keluarga Anda. Ikutkan mereka dalam niat kurban Anda. Agar mereka juga mendapatkan pahala berkurban. Berikutnya, yang perlu diketahui, tentang kriteria keluarga yang bisa dimasukkan dalam niat kurban. Karena tidak semua kerabat bisa dimasukkan dalam niat kurban.

Ada perbedaan pendapat ulama tentang batasan keluarga yang bisa dicakup dalam niat kurban. Pendapat yang kuat wallahua’lam, keluarga yang dapat dicakupkan harus memenuhi tiga unsur :

• Tinggal serumah,

• Ada hubungan nasab,

• Ditanggung oleh pemberi nafkah yang sama.

Pendapat ini dipegang oleh Mazhab Maliki.

IHRAM

Hukum Kambing Qurban Tidak Bertanduk, Sahkah?

Bagaimana hukum kambing qurban tidak bertanduk, apakah sah? Pasalnya, salah satu ciri khas kambing adalah bertanduk, baik kambing jantan maupun betina.

Hanya saja biasanya kambing betina tanduknya lebih pendek, daripada kambing betina. Karena ciri khas ini, maka ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa jika kambing tidak bertanduk, maka hal itu dianggap sebagai kurang baik dan tidak layak atau sah sebagai qurban.  Apakah benar kambing qurban harus bertanduk?

Hukum Kambing Qurban Tidak Bertanduk

Menurut para ulama, berqurban dengan kambing yang tidak bertanduk hukumnya boleh dan sah. Tidak masalah berqurban dengan kambing yang tidak bertanduk, baik kambing jantan maupun betina. Kambing qurban tidak harus bertanduk, melainkan boleh berqurban dengan kambing yang tidak bertanduk, baik tidak bertanduk karena memang dari asalnya atau karena patah dan lainnya.

Pendapat ini bersumber dari Syaikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu berikut;

ويجوز أن يُضحَّى بالجَمَّاء (وهي التي لا قرن لها، أو مكسورة القرن؛ لأن القرن لا يتعلق به مقصود)، والخَصي (لأن لحمه أطيب

Boleh berqurban dengan hewan al-jamma’ atau hewan yang tidak memiliki tanduk, atau hewan yang tanduknya patah, karena tanduk tidak berkaitan dengan tujuan qurban sama sekali. Juga boleh berqurban dengan hewan yang dikebiri karena dagingnya lebih baik.

Di dalam kitab yang sama, Syaikh Wahbah juga menyebutkan sebagai berikut;

وتصح الأضحية بالجَمَّاء (المخلوقة بدون قرن)، وبالمُقْعدة (العاجزة عن القيام) لشحم كثر عليها، ومكسورة قرن من أصله، أو طرفه إن برئ.

Sah berqurban dengan al-jamma’ atau hewan yang tidak ada tanduknya sejak awal, dan boleh berqurban dengan hewan yang tidak mampu berdiri karena lemaknya banyak, dan hewan yang tanduknya patah sampai akar atau sebagian saja jika sudah sembuh.

Hal ini karena tidak bertanduk bukan bagian dari cacat dalam pandangan syariat. Secara umum, ada empat cacat yang membuat hewan tidak sah dijadikan qurban dan tidak bertanduk tidak masuk dalamnya; yaitu nyata-nyata pincang, nyata-nyata terkena penyakit, nyata-nyata buta, dan nyata-nyata sangat kurus.

Ini sebagaimana tertera dalam hadis riwayat Imam Al-Tirmidzi berikut;

أربعة لا تجزئ في الأضاحي; العوراء البين عورها والمريض البين مرضها والعرجاء البين ضلعها والأجفاء التي لا تنقى

Ada empat cacat yang tidak mencukupi dalam berqurban; nyata-nyata buta, nyata-nyata sakit, nyata-nyata sangat kurus dan nyata-nyata pincang.

Kesimpulan Hukum

Dengan demikian, kambing qurban tidak harus bertanduk. Boleh dan sah berqurban dengan kambing yang bertanduk maupun yang tidak bertanduk, baik kambing jantan maupun betina.

Demikian hukum kambing qurban tidak bertanduk. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

MUI Keluarkan 10 Panduan Pemotongan Hewan Kurban

10 panduan ibadah berkurban dari MUI ini guna mencegah hewan kurban terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK)

MAJELIS ULAMA INDONESIA Indonesia (MUI) mengeluarkan 10 panduan penyelenggaraan ibadah kurban untuk mencegah hewan kurban terpapar Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).  Panduan hewan kurban ini tertuang dalam Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi wabah PMK.

Fatwa ini ditetapkan pada Selasa, (31/5/2022) yang disampaikan langsung oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh di Gedung MUI, Jakarta Pusat.  Berikut 10 panduan ibadah berkurban untuk mencegah hewan terpapar PMK:

-Umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintahUmat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.

-Umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah.

-Dalam hal terdapat pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban:

  • a. dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (tawkil) kepada orang lain.
  • b. berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak.

-Lembaga Sosial Keagamaan yang memfasilitasi pelaksanaan kurban dan pengelolaan dagingnya agar meningkatkan sosialisasi dan menyiapkan layanan kurban dengan menjembatani calon pekurban dengan penyedia hewan kurban.

-Daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan.

-Panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah kurban diwajibkan menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan (higiene sanitasi) untuk mencegah penyebaran virus PMK secara lebih luas.

-Pemerintah wajib menjamin ketersediaan hewan kurban yang sehat dan memenuhi syarat untuk dijadikan kurban bagi masyarakat muslim. Namun, bersamaan dengan itu Pemerintah wajib melakukan langkah pencegahan agar wabah PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas penularannya.

-Pemerintah wajib memberikan pendampingan dalam penyediaan, penjualan, dan pemeliharaan hewan kurban untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan hewan kurban.

-Pemerintah wajib mendukung ketersediaan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal agar penyebaran virus PMK dapat dicegah semaksimal mungkin.*

HIDAYATULLAH

Hewan Kurban Haram karena Dikuliti Sebelum Mati Total?

Tersebar artikel dari sebagian aktifis makanan halal, bahwa jika hewan kurban selesai disembelih kemudian dikuliti dan dipotong bagian-bagian tubuhnya, maka dagingnya haram. Alasan mereka, karena hewan ketika disembelih terkadang tidak langsung mati total. Dan jika dikuliti dan dipotong bagian-bagian tubuhnya ketika itu, maka ia akan mati bukan karena sembelihan, namun karena dikuliti. Sehingga dagingnya haram.

Kami sayangkan, mereka yang mengeluarkan statement tersebut tidak menyokong pernyataannya dengan dalil atau keterangan ulama sedikit pun. Karena perkara halal-haram dalam agama, maka sudah semestinya didasari oleh dalil dan juga keterangan dari para ulama. Oleh karena itu, akan kita uraikan masalah ini dengan secara ringkas insyaAllah.

Hewan sembelihan halal ketika sudah disembelih

Kita ketahui bersama bahwa hewan sembelihan menjadi halal karena dilakukan penyembelihan padanya. Allah Ta’ala berfirman,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah” (QS. Al-Maidah: 3).

Dan cara penyembelihan adalah dengan dzabh dan nahr. Disebutkan dalam kamus Lisaanul ‘Arab,

الذَّبْحُ : قَطْعُ الحُلْقُوم من باطنٍ عند النَّصِيل

adz-dzabh artinya memotong tenggorokan dari saluran makan hingga saluran darah”.

Sedangkan an-nahr, definisinya disebutkan dalam Mu’jam Lughatil Fuqaha sebagai berikut,

النَّحْر: ذكاة الإبل: طعنها في أسفل العنق عند الصدر

“Nahr artinya cara menyembelih unta, yaitu dengan menusuk unta di bawah leher unta di bagian dada“.

Maka penyembelihan sudah sah ketika yang menyembelih sudah memotong tenggorokan dari hewan sembelihan atau menusuk leher dari unta, sehingga mengalirkan sebagian besar darahnya.

Ini juga diisyaratkan oleh hadis dari Rafi’ bin Khadij radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda tentang alat sembelihan,

كُلُ – يَعْنِي – ما أنْهَرَ الدَّمَ، إلَّا السِّنَّ والظُّفُرَ

“Alat sembelihan adalah semua yang mengalirkan darah kecuali gigi dan kuku” (HR. Bukhari no. 5506).

Maka sekali lagi, sembelihan sudah terpenuhi dengan selesai dilakukannya dzabh atau nahr. Dan hewan kurban sudah halal statusnya sejak itu. Sehingga tidak benar jika dikatakan hewan yang sudah disembelih statusnya bisa menjadi haram karena dikuliti.

Dimakruhkan menguliti sebelum mati

Namun memang, memotong dan menguliti hewan sebelum mati total hukumnya makruh, karena ini bentuk tidak ihsan dalam penyembelihan. Dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

إنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإحْسَانَ علَى كُلِّ شيءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فأحْسِنُوا القِتْلَةَ، وإذَا ذَبَحْتُمْ فأحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Allah mewajibkan ihsan (berbuat baik) dalam segala sesuatu. Jika kalian membunuh (dalam hukuman qishash) maka bunuhlah dengan ihsan. Jika kalian menyembelih maka sembelihlah dengan ihsan. Tajamkan pisaumu dan tenangkan hewan sembelihanmu” (HR. Muslim no. 1955).

Seorang ulama Hanafiyah, Muhibbuddin Al-Buldahi, dalam kitab Al-Ikhtiyar lit Ta’lil Al-Mukhtar (5/12) mengatakan:

وَيُكْرَهُ سَلْخُهَا قَبْلَ أَنْ تَبْرُدَ

“Dimakruhkan menguliti hewan sebelum ia dingin (mati total)”.

Namun, hukum makruh ini hanya terkait perbuatan menguliti dan memotong sebelum mati total. Adapun dagingnya maka halal selama sudah dilakukan nahr atau dzabh. Ibnu Atsir dalam kitab An-Nihayah (3/428) mengatakan,

كسر رقبة الذبيحة قبل أن تبرد. فإن نخع، أو سلخ قبل أن تبرد، لم تحرم الذبيحة؛ لوجود التذكية بشرائطها

“Memotong leher hewan sebelum dia dingin walaupun sampai keluar darah dari kerongkongannya, atau mengulitinya sebelum dia dingin, maka tidak haram dagingnya. Karena sudah tercapai syarat-syarat penyembelihan”.

Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Durar As-Saniyyah, “Dimakruhkan menguliti hewan atau memotong anggota badannya sebelum ia mati total. Ini disepakati oleh 4 madzhab: Hanafiyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah. Alasannya adalah sebagai berikut:

Pertama, hal tersebut dapat menyiksa si hewan. Namun, ini tidak membuat hewan sembelihan tersebut menjadi haram. Karena pelarangan hal ini (menguliti sebelum mati total) itu karena faktor tambahan, yaitu bertambahnya rasa sakit yang dirasakan si hewan. Sehingga ini tidak membuat hewan sembelihan tersebut menjadi haram.

Kedua, hal tersebut dapat mempercepat matinya si hewan. Padahal dengan dipercepat matinya, ini dapat membuat sebagian darah tertahan dan tidak keluar” (Sumber: https://dorar.net/feqhia/3731).

Maka daging hewan kurban itu tetap halal selama sudah disembelih dengan benar. Dan dianjurkan untuk menunggu mati total sebelum memotong atau mengulitinya. Namun, jika langsung dikuliti atau dipotong, maka tidak membuat dagingnya haram.

Dan mengatakan “haram” pada kasus di atas itu berat, dan akan membuat kaum Muslimin ragu terhadap kehalalan hewan kurban. Ini tidak boleh sembarangan diucapkan kecuali didukung oleh dalil atau minimal pernyataan ulama, tidak boleh hanya dengan logika atau perasaan.

Wallahu a’lam.

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/67056-hewan-kurban-haram-karena-dikuliti-sebelum-mati-total.html

Stunning atau Pemingsanan Hewan Sebelum Disembelih, Halahkah Dagingnya?

Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Dzulhijjah, pada bulan ini seluruh umat muslim akan merayakan hari raya Idul Adha atau dikenal juga dengan hari raya kurban. Saat berkurban, bolehkah kita melakukan pemingsanan hewan sebelum disembelih? Halalkah daging hewan yang disembelih dengan cara pemingsanan terlebih dahulu?

Proses kurban dapat dipermudah dengan cara memingsankan atau melumpuhkan hewan yang hendak disembelih atau biasa disebut dengan stunning. Agama Islam sebenarnya telah menentukan rukun-rukun dan syarat-syarat dalam proses penyembelihan hewan. Berikut ini adalah uraiannya:

Rukun penyembelihan ada empat:

Pertama, pemyembelih. Syarat bagi orang yang menyebelih haruslah beragama Islam atau Ahli Kitab hakiki sebagaimana yang disebutkan oleh ulama-ulama al-Syafi‘iyyah. Orang Majusi (penyembah api), penyembah berhala, orang murtad, dan sebagainya, daging semebelihan mereka tidak halal sebagaimana pendapat Imam al-Nawawi dalam Al-Majmu’ (juz 9, halaman 84)

Kedua, binatang yang disembelih. Syarat hewan yang disembelih ialah berupa binatang darat yang halal dimakan dan diduga masih memiliki hayah mustaqirrah, yakni tetapnya nyawa pada hewan, yang mana jika dibiarkan ia akan sadar dan tetap hidup. kecuali binatang yang sakit sebagaimana Syekh Abu Bakar Muhammad Syatho ad-Dimyathi menyebutkannya dalam I’anah Al-Thalibin (juz 2, halaman 346)

Ketiga, alat untuk menyembelih. Alat untuk menyembelih ialah benda apapun yang tajam, selain kuku, gigi dan semua jenis tulang. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَّ وذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ، وَسَأُخْبِرُكُمْ عَنْهُ، أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ (رواه البخارى)

“Apapun yang dapat mengalirkan darah serta disebutkan nama Allah padanya (saat menyembelih), maka makanlah, kecuali gigi dan kuku, dan aku akan kabarkan kepadamu hal itu, (karena) gigi adalah tulang dan kuku adalah pisau orang Habsyah.” (HR. Bukhari)

Keempat, proses penyembelihan. Dalam prosesnya, penyembelih harus memotong seluruh saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Kemudian disertai dengan niat menyembelih dan juga binatang  yang disembelih harus mati semata-mata disebabkan oleh penyembelihan, sebagaimana menurut Imam al-Nawawi dalam Al-Majmu (juz 9, halaman 99-100).

Melihat pemaparan di atas, melumpuhkan atau memingsankan hewan sebelum proses penyembelihan, dengan cara dibius dan sebagainya adalah diperbolehkan dan dagingnya halal. Bahkan bisa jadi cara ini dianjurkan, sebab lebih meringankan kepada hewan itu sendiri. Rasullah SAW bersabda:

إن الله كتب الإحسان على كل شيءٍ، فإذا قتلتم فأحسنوا القِتْلة، وإذا ذبحتم فأحسنوا الذِّبْحة، ولْيُحِدَّ أحدُكم شفرته، ولْيُرِحْ ذبيحته))؛ رواه مسلم.

Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik  dalam segala hal. Jika kalian membunuh (dalam qishah) maka lakuakanlah dengan baik, dan jika kalian menyembelih maka lakukanlah dengan baik, dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan parangnya dan permudahlah dalam penyembelihan. (Sahih Muslim, Juz 6, Halaman 72)

Syekh Wahbah al Zuhaili dalam kitabnya al Fiqhu al Islam wa Adillatuhu menyebutkan bahwa tidak ada larangan untuk memperlemah gerakan hewan yang hendak disembelih senyampang tidak ada usur penyiksaan dan dagingnya halal untuk dikonsumsi. (Ibnu Musthafa Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Juz 4, Halaman 800).

Selanjutnya, MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga menyebutkan, stunning atau pemingsanan diperbolehkan dengan beberapa ketentuan:

Pertama, stunning hanya menyebabkan hewan pingsan atau lemah sementara  dan tidak menyebabkan kematian.

Kedua, penyembelihan pada hewan yang dipingsankan tetap menggunakan prinsip memotong khulqum (tenggorokan), mari’  (kerongkongan).

ketiga, pemingsanan bertujuan untuk mempermudah penyembelihan, bukan bertujuan menyiksa– dengan segera melakukan penyembelihan. (Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009).

Wallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH

Hukum Menerima Hewan untuk Kurban dari Non Muslim

TIDAK ada salahnya menerima hadiah dari non muslim dengan segala jenisnya baik itu berupa kambing sembelihan atau yang lainnya yang dibolehkan oleh Allah untuk memanfaatkannya.

Hal ini diperbolehkan dengan syarat apa yang mereka berikan tersebut tidak ada kaitannya dengan agama islam, jadi hanya murni pemberian tanpa ada embel-embelan pahala untuk mereka.

Tecatat dalam sejarah bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat menerima hadiah dari orang-orang non muslim, bahkan sebaliknya umat islam juga memberikan hadiah kepada mereka.

Sudah maruf (diketahui bersama) bahwa Rasulullah terkadang menerima hadiah dari orang kafir. Dan terkadang beliau menolak hadiah dari sebagian para raja dan pemimpin kaum kafirin. Oleh karena itu para ulama memberikan kaidah dalam menerima hadiah dari orang kafir. Demikian juga halnya hadiah dari ahli maksiat dan orang yang menyimpang.

Yaitu, jika hadiah tersebut tidak berpotensi membahayakan bagi si penerima, dari segi syari (agama), maka boleh. Namun jika hadiah itu diberikan tujuannya agar si penerima tidak mengatakan kebenaran, atau agar tidak melakukan suatu hal yang merupakan kebenaran, maka hadiah tersebut tidak boleh diterima.

Demikian juga jika hadiah itu diberikan dengan tujuan agar masyarakat bisa menerima orang-orang kafir yang dikenal tipu daya dan makarnya, maka saat itu tidak boleh menerima hadiah. Intinya, jika dengan menerima hadiah tersebut akan menimbulkan sesuatu berupa penghinaan atau setidaknya ada tuntutan untuk menentang suatu bagian dari agama kita, atau membuat kita diam tidak mengerjakan apa yang diwajibkan oleh Allah, atau membuat kita melakukan yang diharamkan oleh Allah, maka ketika itu hadiah tersebut tidak boleh diterima.

Selain itu, pada dasarnya Islam adalah ad-Dien yang Rahamatan lil Alamin, menjadi Rahmat bagi semesta Alam. Sesuai dengan namanya “al-Islam” yang berasal dari kata “As-Salam” (perdamaian), karena as-Salaam dan al-Islaam sama-sama bertujuan menciptakan ketentraman, keamanan dan ketenangan.

Oleh karenanya Islam membolehkan seorang muslim mengunjungi non Muslim, menjenguk, memberikan hadiah, berjual beli dan bentuk muamalah lainnya selama mereka tidak memerangi umat Islam. Ini sesuai dengan isi surat Al-Mumtahanah ayat 8:

“Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu…”

Rasulullah pernah menerima hadiah-hadiah yang diberikan kepada beliau dan beliaupun memberikan balasan atasnya. Ali menceritakan: “Seorang kisra (non muslim) pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah, dan beliau menerimanya. Seorang Kaisarpun pernah memberikan hadiah kepada beliau, beliaupun menerimanya” (HR Ahmad dan Tirmizi)

Seorang raja Romawi pernah menghadiahkan kepada Rasulullah sebuah baju kulit, lalu beliau mengenakannya (HR. Abu Daud).

Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah pernah berkata: “Sesungguhnya aku pernah menghadiahkan kepada Najasyi minyak misik, dan aku tidak melihat Najasyi melainkan telah meninggal dan tidak mengetahui hadiahku melainkan ditolak, dan jika hadiah itu dikembalikan padaku, maka hadiah itu untukmu.” (HR Ahmad dan Thabrani). [*]

INILAH MOZAIK

Mana Lebih Utama, Kurban Sendiri atau Kolektif?

DIANTARA cara berkurban yang diajarkan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, adalah berkurban secara mandiri atau kolektif. Sapi dapat dikurbankan maksimal kolektif tujuh orang, onta sepuluh orang. Meski secara urutan, kurban onta lebih utama dari qurban sapi. Dan kurban sapi lebih utama dari qurban kambing. Dalilnya adalah hadis tentang anjuran berlomba-lomba untuk segera menghadiri shalat Jumat.

Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda,

“Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat kemudian berangkat ke masjid maka seakan-akan ia berkurban unta, barangsiapa yang berangkat di waktu yang kedua seakan-akan berkurban sapi, barangsiapa yang berangkat di waktu yang ketiga seakan-akan berkurban kambing, barangsiapa yang berangkat di waktu yang ke empat seakan-akan berkurban ayam, barangsiapa yang berangkat di waktu yang kelima seakan-akan berkurban telur. Jika Imam keluar, malaikat hadir (duduk) untuk mendengarkan dzikir (khutbah).”
(Muttafaqun alaih)

Pada hadis di atas bekurban unta disebutkan pertama, lalu sapi, kemudian kambing. Menunjukkan bahwa binantang kurban paling utama adalah onta. Karena memang harga onta paling mahal dibanding hewan kurban lain, sehingga pengorbanan dana paling besar dibanding kurban sapi atau kambing. Ada sebuah kaidah fikih yang sangat populer berkaitan dengan pahala suatu ibadah, “Besar kecilnya pahala, berbanding dengan kadar pengorbanan saat melakukan ibadah.”

Namun yang menjadi pertanyaan, antara korban mandiri dan kolektif, mana yang lebih besar pahalanya? Tentu saja berkurban secara mandiri lebih besar pahalanya. Karena orang yang berkurban mandiri, dia dapat meraup seluruh pahala menyembelih qurban secara utuh, berbeda dengan yang berkolektif, ibadah dan pahalanya untuk orang-orang yang tergabung dalam kolektif itu. Sementara letak inti nilai ibadah pada qurban, adalah pada menyembelihnya, karena Allah azza wa jalla.

Kesimpulan ini pernah dinyatakan oleh Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, “Berkurban kambing lebih utama daripada qurban onta secara kolektif. Karena menyembelih, adalah tujuan ibadah dalam ibadah kurban. Dan orang yang berkurban mandiri, dia dapat meraup seluruh pahala sembelihan qurban.” (Dikutip dari : Aujazul Masalik 10/227)

Sehingga bila kita urutan model berkurban dari yang paling afdhol:
Pertama, kurban mandiri:
1. Kurban onta.
2. Kemudian kurban sapi.
3. Lalu kambing.

Kedua, kurban kolektif:
1. Kolektif (maks) sepuluh orang untuk kurban onta.
2. Kemudian kolektif (maks) tujuh orang untuk kurban sapi.

Sekian, semoga mencerahkan. Wallahualam bis shawab. [Ustadz Ahmad Anshori, Lc]

 

INILAH MOZAIK

Bolehkah Membagikan Daging Kurban untuk Non-Muslim?

PADA hakikatnya, ibadah kurban bertujuan untuk berbagi kasih kepada sesama manusia. Muslim yang mampu mengorbankan hartanya untuk disedekahkan di jalan Allah SWT, untuk berbagi kepada mereka yang mampu agar dapat merasakan nikmatnya makan daging.

Setelah daging disembelih dan dibersihkan, kemudian didistribusikan kepada mereka yang layak mendapatkannya. Lalu, apakah orang-orang non-muslim terdapat di dalamnya?

Jika menukil dari satu ayat di Alquran, Allah SWT tidak melarang berbuat baik kepada orang kafir atau non muslim. Justru manusia diperintahkan untuk berlaku adil.

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah 8)

Berbuat baik kepada non muslim sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Beliau tidak melarang namun menganjurkan untuk baik. Dalam sebuah kisah hal itu tertuang.

Dari kisah Asma’ binti Abu Bakar radhiallahu’anha, suatu ketika ia meminta saran kepada Rasulullah SAW perihal kedatangan Ibundanya yang masih musyrik. Sang ibu meminta pesangon kepada Asma’ sebagai bakti putrinya kepadanya. Lalu, Rasulullah mengatakan,

Iya.. Sambunglah silaturahimmu dengan Ibumu.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Namun, dengan catatan, hubungan muslim dengan kaum musrikin dalam keadaan damai dan mereka tidak sedang memerangi umat Islam

Dari sahabat Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhu ketika menyembelih kambing sebagai kurban untuk keluarganya. Kemudian Rasulullah bertanya kepada mereka,

“Apa sudah kalian beri tetangga kita yang Yahudi itu? Apa sudah kalian beri tetangga kita yang Yahudi itu? Beliau melanjutkan, Jibril senantiasa mewasiatkan kepadaku untuk bertetangga, sampai saya menyangka dia akan mewarisinya.” (HR. TIrmizi, no.1943).

Jadi, membagikan hewan kurban untuk non muslim boleh selama mereka tidak menyebar kebencian kepada umat. Demikian dilansir dari berbagai sumber.

OKEZONE

Ini yang Harus Diperhatikan Saat Menyembelih Hewan Kurban

Perayaan Idul Adha yang diakhiri dengan memotong hewan berkaki empat akan segera tiba. Ada beberapa faktor yang mesti diperhatikan panitia pemotongan hewan kurban saat penyembelihan dan setelah penyembelihan.

Direktur Halal Center Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Nanung Danar Dono menjelaskan, untuk mengatakan ada tiga area yang mesti diperhatikan setelah hewan kurban disembeli.

“Tiga area yang dapat dicek untuk memastikan apakah hewan kurban sudah mati atau belum adalah dengan mengecek salah satu dari tiga refleksnya, yaitu refleks mata, refleks kuku, dan refleks ekor,”kata Nanung lewat keterangan tertulisnya yang diterima Republika.co.id, Rabu,(16/7).

Nanung menuturkan, untuk mengecek refleks mata yaitu dengan menggunakan ujung jari untuk menyentuh pupil mata. Jika masih bereaksi atau berkedip, artinya sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika sudah tidak bereaksi lagi, maka artinya hewan mati.

Untuk mengecek refleks ekor sebagai salah satu tempat berkumpulnya ujung-ujung saraf yang sangat sensitif. Setelah hewan disembelih dan diam saja, jagal disarankan menekan atau memijat batang ekornya. Jika ia masih bereaksi, itu artinya sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup.

“Jika hewan tidak bereaksi ketika dipencet-pencet batang ekornya, artinya ia sudah mati,” jelas Nanung yang juga dosen pada Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fapet UGM.

Selanjutnya ada mengecek refleks kuku sebab hewan sapi, kerbau, unta, kambing, dan domba adalah hewan berkuku genap (ungulata). Di antara kedua kuku kaki hewan-hewan tersebut, terdapat bagian yang sangat sensitif.

“Tusuk pelan bagian itu menggunakan ujung pisau yang runcing. Jika masih bereaksi, artinya hewannya masih hidup. Namun, jika diam saja, artinya ia sudah mati,” jelas dia.

Nanung mengatakan, sering ditemui panitia kurban yang tidak sabar menunggu hewan benar-benar mati. Sehingga, saluran yang menghubungkan antara otak dan jantung (spinal cord) diputus agar hewan cepat mati.

Nanung menuturkan secara teori kematian hewan saat disembelih misalnya darah memancar dari leher depan karena jantung memompa darah keluar. Jantung memompa darah karena ada perintah dari otak. Ketika kabel antara otak dan jantung diputus, hubungan otak dan jantung otomatis akan terputus sehingga jantung tidak dapat memompa darah secara maksimal.

“Ketika darah tidak keluar secara maksimal, maka akan menjadi timbunan bakteri yang sangat banyak. Akibatnya, daging akan cepat membusuk,” katanya.

Selain memerhatikan tiga refleks tersebut, kata Nanung panitia kurban harus diperhatikan juga bahwa dalam menyembelih hewan ternak harus memotong tiga saluran pada leher bagian depan. Karena proses penyembelihan yang benar harus memotong tiga saluran, yaitu saluran nafas (kerongkongan), saluran makanan (tenggorokan), dan pembuluh darah (arteri karotis dan vena jugularis).

Setelah penyembelihan Nanung juga menjelaskan bahwa perlu juga dipahami penanganan sebelum dan sesudah penyembelihan. Sebelum menyembelih, katanya, pastikan bahwa pisau sudah diasah setajam mungkin. Amati kondisi visual ternak seperti postur, keadaan wajah (khususnya mata), lubang hidung, dan saluran reproduksi.

“Penting juga untuk mengistirahatkan ternak sebelum disembelih. Hewan yang stress karena kelelahan atau ketakutan akan mengakibatkan kualitas daging menjadi turun,” ujar Nanung.

 

REPUBLIKA

Jenis Hewan Sembelihan

TIDAK semua hewan bisa dijadikan sembelihan qurban. Sebab, ini adalah ibadah yang sudah memiliki petunjuk bakunya dalam syariat yang tidak boleh diubah, baik dikurang atau ditambah. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata tentang hal ini:

“Ulama telah ijma (sepakat) bahwa hewan qurban itu hanya dapat diambil dari hewan ternak (An Naam). Mereka juga sepakat bahwa yang lebih utama adalah unta (Ibil), lalu sapi/kerbau (Baqar), lalu kambing (Ghanam), demikianlah urutannya. Alasannya adalah karena Unta lebih banyak manfaatnya (karena lebih banyak dagingnya, pen) bagi fakir miskin, dan demikian juga sapi lebih banyak manfaatnya dibanding kambing.”

Dalil-dalilnya adalah, dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu Anhu, “Kami haji bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kami berkurban dengan Unta untuk tujuh orang, dan Sapi untuk tujuh orang.”

Untuk kambing, dalilnya adalah, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyembelih Unta dengan tangannya sendiri sambil berdiri, di Madinah Beliau menyembelih dua ekor kambing Kibasy yang putih.”

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2323102/jenis-hewan-sembelihan#sthash.E12N4kmW.dpuf