Wahai Para Lajang, Inilah Keutamaan Menikah (Bagian 4)

Allah Ta’ala memerintahkan kepada setiap suami istri untuk saling berbuat baik, Dia memerintahkan suami untuk memperlakukan istrinya dengan ma’ruf (baik).

Bergaul secara baik dengan pasangan mencangkup semua hak, dengan tidak menyakiti, tidak melalaikan hak pasangan ketika mampu melaksanakannya, memperlihatkan rasa senang dan senyum manis, serta menciptakan suasana bahagia.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. (QS. An-Nisa`: 19).

Dalam menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir Rahimahullah berkata,

“Maksudnya adalah berkata dan memperlakukannya dengan baik, sebagaimana engkau ingin diperlakukan dengan baik oleh istrimu.”

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami, mempunyai kelebihan diatas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. Al-Baqarah: 228).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik diantara kalian terhadap keluargaku.” (HR. At-Tirmidzi)

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bergaul dengan baik, selalu memperlihatkan wajah gembira, bercanda dengan istri, berlemah-lembut, memberikan nafkah secukupnya, tertawa dengan para istrinya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berlomba dengan Aisyah untuk menunjukkan rasa kasih sayang kepadanya.

Aisyah Radhiyallahu Anha berkata,

سَابَقَنِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَبَقُتُهُ، وَذَلِكَ قَبْلَ أَنْ أَحْمِلَ اللَّحْمَ، ثُمَّ سَابَقْتُهُ بَعْدَ مَا حَمَلْتُ اللَّحْمَ فَسَبَقَنِي، فَقَالَ: هَذِهِ بِتِلْكَ

“Suatu ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajakku untuk lomba lari, aku bisa mengalahkan beliau ketika aku belum gemuk.

Kemudian aku mengajak beliau lomba lari, maka beliau mengalahkanku, karena aku sudah gemuk. Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Kemenangan ini untuk menebus kekalahan dulu.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Dari pemaparan di atas sudah jelas, bahwa menikah merupakan sunnah yang sangat dianjurkan oleh agama Islam.

Sehingga, bagi para lajang yang sudah cukup umur untuk menikah, tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda dengan beragam alasan yang tidak dibenarkan dalam agama. Semoga bermanfaat.

Sebagian tulisan ini berasal dari Kitab Haditsul Ihsan karya Prof. Dr. Falih bin Muhammad bin Falih Ash-Shughayyir.

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Wahai Para Lajang, Inilah Keutamaan Menikah (Bagian 3)

Ada yang berkata,“Di mana posisi kita dengan ibadah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam? Sungguh, beliau telah diampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang.”

Salah seorang dari mereka berkata, “Saya akan melakukan shalat malam selamanya.”

Yang lain berkata, “Saya selalu berpuasa sepanjang hari, dan tidak berbuka.”

Yang lainnya pun bertutur, “Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.”

Maka datanglah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menemui mereka dan berkata,

“Kalian telah menyebutkan ini dan itu (tentang ibadah kalian). Demi Allah, saya lebih takut dan bertakwa kepada Allah daripada kalian, akan tetapi saya berpuasa dan berbuka, shalat malam dan juga tidur, dan menikah.

Maka barangsiapa yang membenci sunnahku, berarti dia bukan termasuk golonganku.” (HR. Al-Bukhari)

Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu Anhu berkata,

رَدَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لاَخْتَصَيْنَا

“Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mengabulkan permintaan Utsman Bin Mazh’un untuk membujang, seandainya diizinkan oleh Nabi tentu kami akan mengkebiri diri kami.” (HR. Al-Bukhari)

Di dalam pernikahan terkandung banyak hikmah, di antaranya adalah menjaga diri seseorang dan istrinya dari perbuatan yang diharamkan Allah, menjaga kelangsungan hidup manusia dari kehancuran dan kepunahan, memakmurkan dunia, memperbanyak jumlah umat Islam.

Hikmah lainnya adalah menjaga keturunan, membina keluarga yang harmonis, melanjutkan keturunan dan menjaganya untuk melaksanakan pendidikan dalam keluarga, mendatangkan kedamaian, keamanan dan ketenangan, serta mendatangkan kebahagian, kasih sayang di antara manusia.

Ibnu Qudamah pernah menuturkan,

“Kemaslahatan dalam menikah sangat banyak, di antaranya sebagai bentuk usaha untuk menjaga dan mempertahankan agama, menjaga wanita, memperoleh keturunan, memperbanyak umat Islam, dan mewujudkan kebanggaan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan lain sebagainya.”

Dengan menikah, rumah tangga muslim akan terbentuk, di mana pondasi utamanya adalah pasangan suami istri. Hendaknya, setiap pasangan suami istri berusaha untuk memberikan kebaikan kepada pasangannya.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Wahai Para Lajang, Inilah Keutamaan Menikah (Bagian 2)

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri shalihah.” (HR. Muslim)

Menikah menurut syariat Islam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni, adalah melaksanakan akad nikah.

Jika disebutkan secara mutlak, berarti yang dimaksud adalah menikah itu sendiri, selama tidak dalil yang menegaskan makna lainnya.”

Pendapat lain mengatakan, bahwa menikah adalah akad yang membolehkan kedua belah pihak, untuk saling bersenang-senang satu sama lainnya sesuai aturan syariat.

Tujuan dari pernikahan, sebagaimana dijelaskan oleh yang mulia Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah,

Tujuan pernikahan tidak sekedar untuk saling bersenang-senang, namun juga untuk membentuk keluarga yang shalih dan masyarakat yang bersih.”

Menikah disyariatkan dalam Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.

Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim. (QS. An-Nisa`: 3).

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pun bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, siapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Dan barangsiapa yang tidak sanggup, maka perbanyaklah puasa karena ia akan menjadi perisai baginya.” (HR. Al-Bukhari).

Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu berkata,

“Ada tiga orang shahabat mendatangi rumah istri-istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, menanyakan tentang ibadah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, setelah diterangkan seakan-akan mereka menganggap ibadah Nabi masih sedikit.

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Wahai Para Lajang, Inilah Keutamaan Menikah

Ketika seorang laki-laki lajang mengucapkan kalimat qabul di hadapan saksi pernikahan, maka dia sah menjadi suami dari wanita yang ia sebutkan namanya dalam kalimat itu.

Dengan demikian, dua orang yang tadinya tidak punya hubungan apa-apa, sekarang sudah menjadi suami istri.

Pernikahan adalah karunia Allah Ta’ala, dan salah satu tanda kebesaran Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.

Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Rum: 21).

Menikah juga termasuk sunnah para rasul, Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam,

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً

“Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. (QS. Ar-Ra’d: 38).

Diriwayatkan dari Ayub Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

أَرْبَعٌ مِنْ سُنَنِ المُرْسَلِيْنَ: الْحَيَاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ

“Empat hal yang termasuk sunnah para rasul: sifat malu, memakai wangi-wangian, bersiwak dan menikah.” (HR. At-Trimidzi)

Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan nikah sebagai tabiat dan kebutuhan makhluk hidup di dunia ini, untuk saling memberikan ketenangan, bereprodusi dan memperbanyak keturunan.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah). (QS. Adz-Dzariyat: 49).

Di antara kebahagian di dunia ialah wanita shalihah menikah dengan laki-laki shalih. Allah Ta’ala berfirman,

وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ

“Sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula).” (QS. An-Nur: 26).

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Siapkan Diri Hadapi 10 Kejutan Pasca Nikah (bag 2)

MENIKAH merupakan fase terpenting dalam hidup manusia. Di fase ini kita memilih seseorang untuk memulai hidup baru, terlepas dari orangtua dan berjuang untuk bertahan hidup bersama pasangan.

Setelah menikah, ada beberapa hal yang akan kita sadari, yang mungkin tidak terpikirkan sewaktu masih belum menikah, misalnya 10 hal berikut ini sebagaimana dilansir dari dailymoslem:

6. Pelajarang Tentang Ego

Setelah menikah, kamu juga akan belajar untuk selalu berkompromi dengan pasangan. Mengenai keputusan yang kamu ambil atau sesuatu yang kamu inginkan, kamu harus mempertimbangkannya juga dengan pendapat pasangan.

7. Tujuan Pernikahan

Sewaktu sebelum menikah, mungkin kamu pernah bertanya-tanya tentang tujuan pernikahan. Dan, kebanyakan orang masih juga bertanya-tanya tujuan pernikahan hingga hari pernikahannya tiba, hingga mereka menemukan jawabannya setelah menikah.

8. Ibu Mertua Ternyata Tidak Seseram Cerita Orang

Mungkin kita pernah mendengar cerita tentang ibu mertua yang sangat tidak bersahabat. Tapi, setelah menikah kamu akan tahu, ibu mertua juga manusia biasa yang bisa berteman dengan orang yang bersikap baik padanya. Mereka juga bisa menyayangi kamu seperti anaknya sendiri jika kamu menyayangi mereka seperti orangtuamu sendiri.

9. Berada Di Rumah Mertua atau Di Rumah Sendiri Akan Terasa Canggung

Bagaimanapun, kamu tetap akan merasa canggung berada di rumah mertua atau rumah orangtuamu. Siapa yang akan memasak? Siapa yang mencuci? Kalau memasak, boleh memakai bahan yang di kulkas atau beli sendiri? Semua akan terasa canggung. Tapi, kamu pasti akan merasakannya paling tidak beberapa hari atau minggu setelah menikah.

10. Pasangan Adalah Cermin Pribadi

Pada umumnya, orang akan cenderung menyukai atau jatuh cinta pada lawan jenis yang memiliki kemiripan sifat, atau bahkan mungkin wajah, dengan kita. Jadi, jangan heran kalau setelah menikah kamu ternyata banyak menemukan sifat pasangan yang kamu belum tahu, dan ternyata mirip dengan sifat-sifat kamu. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2310764/siapkan-diri-hadapi-10-kejutan-pasca-nikah-bag-2#sthash.fwR2G3tY.dpuf

Lima Hikmah Menikah

Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak dan generasi yang shalih dan berkualitas sehingga menjadi pelanjut risalah dakwah

 

 

Oleh : Ali Akbar bin Aqil

ANJURAN menikah telah banyak disinggung oleh Allah dan Rasul-Nya. Hikmah yang terserak di balik anjuran tersebut bertebaran mewarnai perjalanan hidup manusia. Dari Al Quran, kita peroleh keterangan manfaat menikah;

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nur [24]: 32).

Lewat lisan Nabi Muhammad kita dapati sabdanya: “Nikah itu sunnahku, siapa yang tidak suka sunnahku dia bukan dari golonganku.” (HR. Abu Ya`la)

Dari Imam Ahmad bin Hanbal, kita peroleh kisah yang membawa semangat untuk menikah. Dua hari lepas kemangkatan sang istri, beliau melangsungkan pernikahan yang berikutnya. Oleh orang-orang di sekitarnya beliau ditanya tentang hal tersebut. Dengan tenang beliau memberikan jawaban sederhana, “Aku tidak ingin dikatakan duda tanpa istri karena hal itu berarti telah meninggalkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.”

Secara sederhana, setidaknya ada 5 (lima) hikmah di balik perintah menikah dalam Islam.

Pertama, sebagai wadah birahi manusia yang halal

Allah ciptakan manusia dengan menyisipkan hawa nafsu dalam dirinya. Ada kalanya nafsu bereaksi positif dan ada kalanya negatif. Manusia yang tidak bisa mengendalikan nafsu birahi dan menempatakannya sesuai wadah yang telah ditentukan, akan sangat mudah terjebak pada ajang baku syahwat terlarang. Pintu pernikahan adalah sarana yang tepat nan jitu dalam mewadahi aspirasi nulari normal seorang anak keturunan Adam.

Hubungan biologis antara laki dan perempuan dalam ikatan suci pernikahan terhitung sebagai sedekah. Seperti diungkap oleh Rasul dalam haditsnya, “Dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.” “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala.” (HR. Muslim)

Kedua, meneguhkan moralitas yang luhur

Dengan menikah dua anak manusia yang berlawanan jenis tengah berusaha dan selalu berupaya membentengi serta menjaga harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah. Akhlak dalam Islam sangatlah penting. Lenyapnya akhlak dari diri seseorang merupakan lonceng kebinasaan, bukan saja bagi dirinya bahkan bagi suatu bangsa.

Kenyataan yang ada selama ini menunjukkkan gejala tidak baik, ditandai merosotnya moral sebagian kawula muda dalam pergaulan. Percintaan berujung pada hubungan intim di luar pernikahan, melahirkan bayi-bayi yang tidak berdosa tanpa diinginkan oleh mereka yang melahirkannya. Angka aborsi semakin tinggi. Akibatnya, kerusakan para pemuda dewasa ini semakin parah.

Jauh sebelumnya, Nabi telah memberikan suntikan motivasi kepada para pemuda untuk menikah, “Wahai para pemuda, barangsiapa sudah memiliki kemampuan untuk menafkahi, maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat meredam keliaran pandangan, pemelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa, sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri.” (HR. Bukhari-Muslim)

Ketiga, membangun rumah tangga Islami

Slogan “sakinah, mawaddah, wa rahmah” tidak akan menjadi kenyataan jika tanpa dilalui proses menikah. Tidak ada kisah menawan dari insan-insan terdahulu mapun sekarang, hingga mereka sukses mendidik putra-putri dan keturunan bila tanpa menikah yang diteruskan dengan membangun biduk rumah tangga Islami.

Layaknya perahu, rumah tangga kadang terombang-ambing oleh ombak di lautan. Ada aral melintang. Ada kesulitan yang datang menghadang. Semuanya adalah tantangan dan riak-riak yang berbanding lurus dengan keteguhan sikap dan komitmen membangun rumah tangga ala Rasul dan sahabatnya. Sabar dan syukur adalah kunci meraih hikmah ketiga ini.

Diriwayatkan, Sayidina Umar pernah memperoleh cobaan dalam membangun rumah tangga. Suatu hari, seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah, tak tahan dengan kecerewetan istrinya.

Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah kata pun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah.

Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Beliau berkata, “Wahai saudaraku, istriku adalah yang memasak masakan untukku, mencuci pakaian-pakaianku, menunaikan hajat-hajatku, menyusui anak-anakku. Jika beberapa kali ia berbuat tidak baik kepada kita, janganlah kita hanya mengingat keburukannya dan melupakan kebaikannya.” Oleh karena itu, pasangan yang ingin membangun rumah tangga islami mesti menyertakan prinsip kesalehan dalam hari-harinya.

Keempat, memotivasi semangat dalam beribadah

Risalah Islam tegas memberikan keterangan pada umat manusia, bahwa tidaklah mereka diciptakan oleh Allah kecuali untuk bersembah sujud, beribadah kepada-Nya. Dengan menikah, diharapkan pasangan saling mengingatkan kesalahan dan kealpaan masing-masing. Dengan menikah satu sama lain memberi nasihat untuk menunaikan hak Allah dan Rasul-Nya, shalat, mengajarkan Al Quran, dan sebagainya.

Kelima, melahirkan keturunan/generasi yang baik

Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, berkualitas dalam iman dan takwa, cerdas secara spiritual, emosianal, maupun intelektual. Sehingga dengan menikah, orangtua bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya sebagai generasi yang bertakwa dan beriman kepada Allah. Tanpa pendidikan yang baik tentulah tak akan mampu melahirkan generasi yang baik.

Lima hikmah menikah di atas merupakan satu sisi dari sekian banyak aspek di balik titah menikah yang digaungkan Islam. Saatnya, muda-mudi berpikir keras, mencari jodoh yang baik, bermusyawarah dengan Allah dan keluarga, cari dan temukan pasangan yang beriman, berperangai mulia, lalu menikahlah dan nikmati hikmah-hikmahnya. Wallahu A`lam.*

Penulis pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Malang

Rep: Admin Hidcom

Editor: Huda Ridwan

sumber: Hidayatullah