Kisah Hotel Syariah Menolak Tamu Mesum

Bandung – Pan Sopian, pemilik salah satu hotel syariah di Bandung, Hotel Rumah Tawa, menceritakan pengalaman bisnisnya. Pan mengatakan pernah mengusir beragam tamunya, dari wisatawan hingga anggota kepolisian dan militer, karena berniat bermalam dengan wanita yang bukan istri tamu itu.

“Saya enggak pernah memilih-milih. Meski sebenernya saya juga enggak enak, tapi beginilah hotel berstandar syariah,” ujarnya saat ditemui Tempo di Hotel Rumah Tawa, Jalan Taman Cibuntut Selatan, Bandung, Senin, 22 Juni 2015. Petugas hotel sebenarnya sudah memasang pengumuman bertuliskan “Tidak menerima check-in tamu pasangan non-menikah” di pintu masuk hotel ini.

Bila pengunjung datang berpasangan, resepsionis akan meminta kartu tanda penduduk mereka. Resepsionis akan melihat alamat keduanya. Jika alamat sama, ia akan mengizinkan pasangan itu menginap. Jika tidak, resepsionis akan meminta mereka mencari hotel lain.

“Kami pernah menerima pejabat kepolisian di sini. Tapi karena membawa pasangan yang bukan muhrim, kami minta dia mencari hotel lain,” ujar Pan. Terkadang ada pasangan bandel yang main kucing-kucingan dengan petugas hotel. Saat datang, salah satu pasangan akan menyewa kamar untuk ia sendiri. Namun, saat tengah malam, pasangannya akan datang dan memasuki kamar itu.

Jika terjadi kasus seperti itu, kata Pan, petugas hotel akan mengetuk pintu kamar pengunjung tersebut. Petugas itu akan menegur, lalu meminta keduanya segera pergi dari Hotel Rumah Tawa. Manajemen hotel pun tak lupa mengembalikan uang menginap yang dibayarkan saat check-in.

Tarif menginap di hotel ini Rp 200-300 ribu per malam. Hotel yang dibangun pada 2005 ini memiliki 16 kamar. Pan mengaku hanya memperkerjakan empat karyawan untuk mengurus hotel tersebut. Dua karyawan di antaranya ia ambil dari kelompok disabilitas.

Meski memiliki peraturan yang ketat, Pan mengaku tak takut kehilangan pasar. “Kami sudah punya pasar sendiri. Semua pengunjung kami adalah orang baik-baik,” ujarnya. Dia menjelaskan, keuntungan yang diambilnya bukan dari hasil sewa-menyewa kamar, melainkan penambahan nilai aset. Saat membeli lahan di Jalan Cibuntut Selatan, Bandung,ini,  ia merogoh kocek Rp 1,1 miliar. Sedangkan saat ini, kata dia, harga tanah itu bisa mencapai belasan miliaran rupiah.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Herlan J. Soemardi mengatakan keberadaan hotel syariah sudah diminta pelancong asing dan domestik di Kota Bandung. “Saya sangat mendukung keberadaan hotel ini. Hotel standar syariah adalah pilihan jika pengunjung bosan dengan hotel bergaya konvensional,” kata Herlan.

PERSIANA GALIH

 

sumber: TEMPO