Hujan menjadi Musibah karena Kejahilan Manusia

“Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS: Qaaf (50) : 9)”

Jika hujan akhir-akhir ini selalu melahirkan musibah dan bencana, itu bukan salah Allah, tetapi al-Quran banyak menyitir datangnya musibah lebih banyak karena kesalahan manusia itu sendiri.

Hadirnya musibah dan banjir, seharusnya membuat kita berintropeksi diri karena banyaknya tangan-tangan jahil manusialah telah memporakporandakan alam dan ekosistem menjadi tidak serasi.

Hutan-hutan yang seharusnya menjadi penahan air, tiba-tiba sudah ditumbuhi beton-beton. Gunung, bukit sudah berubah menjadi perumahan mewah, villa (yang sesungguhnya juga jarang dihuni), karena pemiliknya hanya menempati setahun sekali untuk bersenang-senang.

Perliaku buruk manusia dalam pembangunan yang lebih mementingkan dirinya sendiri tidak melihat dampak-dampak lain menyebakan datangnya hujan seharusnya jadi berkah justru menjadi musibah.

Datangnya hujan ibarat datangnya harta pada kita. Bila sebelumnya kita tak memiliki uang tiba-tiba dalam sekejab diberi kekayaan berlimpah-ruah, maka harta yang kita miliki bisa jadi musibah jika tidak kita control dan kita kelola dengan baik. Memiliki harta dan kekayaan belum tentu berkah, bahkan bisa jadi musibah bagi anak, istri atau kita sendiri. Sama seperti hujan yang tidak kita kelola.

Larangan mencela Hujan

Sebahagian orang sering keluar dari mulutnya celaan, “Aduh! Hujan lagi, hujan lagi.”

Ketahuilah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasihatkan kita agar jangan selalu menjadikan makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa sebagai kambing hitam jika kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai. Seperti beliau melarang kita mencela waktu dan angin karena kedua makhluk tersebut tidak dapat berbuat apa-apa.

Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya); “Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.” [HR Muslim].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ”Janganlah kamu mencaci maki angin.” [HR. Tirmidzi no. 2252]

Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu) dan angin adalah sesuatu yang terlarang dalam Islam. Begitu pula halnya dengan mencaci maki makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa, seperti mencaci maki angin dan hujan adalah terlarang.
Islam memberi panduan kita  hujan turun.

Pertama, do’a kesyukuran pada Allah

’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ : اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan;”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”.[HR Bukhori]

Kedua,  turunnya hujan, justru kesempatan terbaik untuk memanjatkan do’a dan di mana doa mudah dikabulkan
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : (1) Bertemunya dua pasukan, (2) Menjelang shalat dilaksanakan, dan (3) Saat hujan turun.” [HR Bukhari]

Ketiga: do’a ketika terjadi hujan lebat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, beliau memohon pada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a, “Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turunkanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].”

Keempat, mengambil berkah dari air hujan

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga tersiram hujan. Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.” [HR Muslim]

An-Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.”[ Syarh Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi,]

Demikianlah akidah seorang Muslim dalam melihat persoalan hujan. Semoga berkah yang dating pada kita menyebabkan iman kita bertambah bukan sebaliknya menjadi berkurang dan mengakibatkan kita inkar pada Allah Subhanahu Wata’ala, layaknya orang-orang yang tidak memiliki keimanan.*

 

oleh: Sholih Hasyim

 

sumber:Hidayatulah

Datangnya Hujan adalah Berkah, bukan Musibah

HUJAN, Jakarta dikepung Genangan Air”, demikian judul sebuah media di Jakarta. Ada lagi judul lain, “Musim hujan, harga sayur-mayur di Jakarta melonjak”, “Longsor akibat hujan sepekan rusak 84 rumah di Jepara”.

Meski terlihat remeh-temeh, judul-judul berita media menunjukkan tauhid dan akidah si pembuat atau pengelola media. Tak ada judul-judul media/Koran/TV yang sedikit menunjukkan –setidaknya—memuji keagungan Allah Subhanahu Wata’ala Sang Pencipta alam dan seisinya.

Belum pernah kita temukan berita sebuah Koran dengan menuliskan dengan memuji segala apa yang diberikan Allah dalam bentuk berkah hujan seperti, “Alhamdulillah, Hujan Sudah Turun. Hati-hati Banjir”. Bahkan semua berita seolah memberikan rasa takut dan menyalahkan Alam serta menyalahkan Allah Subhanahu Wata’ala.

Berkah, bukan Musibah

Hujan merupakan salah satu perkara terpenting bagi kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Ia merupakan sebuah prasyarat bagi kelanjutan aktivitas di suatu tempat, tidak hanya manusia, tapi hampir semua makhluk.

Hujan juga memiliki peranan penting bagi semua makhluk hidup, termasuk manusia–disebutkan pada beberapa ayat dalam al-Qur’an mengenai informasi penting tentang hujan, kadar dan pengaruh-pengaruhnya.

Dalam al-Quran Surat Az-Zukhruf, Allah memberikan informasi bahwa hujan dinyatakan sebagai air yang diturunkan dalam “ukuran tertentu”. الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْدًا وَجَعَلَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا لَّعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).”(QS: Az-Zukhruf : 11)

Allah telah menurunkan hujan sebagai rahmat di saat diperlukan oleh seluruh makhluk. Allah pula menurunkan hujan agar banyak orang mendapat kegembiraan setelah bertahun-tahun hamper putus asa menunggu. Karena itu, al-Quran menyebut hujan sebagai rahmat dan berkah, bukan musibah.

وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِن بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS: Asy-Syuura [41] : 28).

Dengan mengirim hujan-lah, Allah menyuburkan tanaman-tanaman yang dibutuhkan manusia dan semua mahkluk yang hidup di bumi, menumbukan pepohonan dan buah-buahan dan biji tanaman yang dibutuhkan manusia.

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُّبَارَكاً فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

“Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS: Qaaf (50) : 9).

Yang dimaksud keberkahan di sini adalah turunnya hujan, lebih banyak melahirkan kebaikan (manfaat), daripada mudharatnya (keburukan).

Di antara keberkahan dan manfaat hujan adalah manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan sangat memerlukannya untuk keberlangsungan hidup, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقاً فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاء كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?.” (QS. Al Anbiya’ (21) : 30).

Al Baghowi menafsirkan ayat ini, “Kami menghidupkan segala sesuatu menjadi hidup dengan air yang turun dari langit yaitu menghidupkan hewan, tanaman dan pepohonan. Air hujan inilah sebab hidupnya segala sesuatu.” */(bersambung Hujan menjadi Musibah karena Kejahilan Manusia)

Oleh: Sholih Hasyim

sumber: Hidayatullah