Hukum Badal Haji Menurut Ulama 4 Madzhab

Berikut ini penjelasan hukum badal haji menurut ulama 4 Madzhab. Perbedaan pendapat adalah rahmat, selagi tidak menyinggung masalah pokok (ushul) dalam agama dan hanya berkutat dalam masalah cabang (furu’). Mungkin hal tersebut juga yang terjadi dalam masalah “badal” atau pengganti/wakil haji.

Hukum Badal Haji Menurut Ulama 4 Madzhab

Berikut penulis hadirkan pendapat ulama 4 madzhab terkait permasalahan badal haji.

Pertama, Madzhab Malikiyah

Malikiyah berpendapat bahwa ibadah haji termasuk dari ibadah yang tidak menerima untuk diganti (wakilkan). Ketika seseorang memiliki kewajiban haji maka ia tidak boleh mewakilkannya kepada orang lain, meski dalam keadaan sakit sekalipun.

Dan jika ia menyewa seseorang untuk mewakilinya menjalankan ibadah haji, maka haji tersebut akan dianggap menjadi bagian wakilnya sebagai haji sunnah, sedang ia yang mewakilkannya mendapatkan pahala membantu melaksanakan ibadah haji.

Dalil Boleh Badal Haji

Sebagaimana Syekh Abdurrahman al-Jaziri dalam kitabnya “Kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah Juz 1  hal 634 berkata:

المالكية قالوا: الحج وإن كان عبادة مركبة من بدنية ومالية, لكنه غلب فيه جانب البدنية فلا يقبل النيابة, فمن كان عليه حجة الاسلام وهي حجة الفريضة فلا يجوز له أن ينيب من يحج عنه, سواء كان صحيحا او مريضا ترجى صحته.

Malikiyah berpendapat: Haji, meski merupakan ibadah yang tersusun dari ibadah badaniyah (badan) dan maliyah (harta), akan tetapi di dalamnya lebih condong pada ibadah badaniyah. Oleh karenanya ibadah Haji tidak dapat/boleh badal (wakilkan)  pada orang lain. 

Orang yang memiliki kewajiban Haji, tidak boleh baginya untuk mewakilkannya kepada orang lain, baik itu ia sehat, maupun sakit yang masih diharapkan sembuh.

Lebih lanjut Syekh al-Jaziri berkata:

ومن عجزعن الحج بنفسه, ولم يقدر عليه في أي عام من حياته, فقد سقط عنه الحج بتاتا, ولا يلزم استئجار من يحج عنه إذا كان قادرا على دفغ الأجرة. وإذا استأجر الشخص من يحج عنه سواء كان صحيحا أو مريضا وسواء كان الحج الذي استأجر عليه فرضا أو نفلا فلا يكتب له أصلا, بل يقع الحج نفلا للأجير وإنما يكون للمستأجير ثواب مساعدة الأجير على الحج وبركة الدعاء الذي يدعو به..

Orang yang tidak mampu untuk melaksanakan Haji dengan sendirinya, dan ia tidak mampu melaksanakannya di tahun-tahun kehidupannya, maka telah gugur kewajiban haji darinya. Dan tidak wajib baginya untuk menyewa orang lain untuk menghajikannya, meski ia mampu untuk hal tersebut.

Dan jika ia menyewa seseorang untuk menghajikannya, baik ia dalam keadaan sehat maupun sakit, baik itu haji fardhu maupun sunnah maka haji tersebut jatuh untuk orang yang disewa sebagai haji sunnah. 

Sedangkan yang menyewa hanya mendapatkan pahala membantu haji dan mendapatkan berkah doa darinya”.

Kedua, Madzhab Hanafiyah

Hukum badal haji dalam mazhab Hanafiyah, menyatakan bahwa ibadah haji dapat diwakilkan. Mereka yang tidak mampu melaksanakan kewajiban ibadah haji dengan dirinya sendiri wajib mencari wakil untuk melaksanakan haji untuknya. Syekh al-Jaziri berkata:

الحنفية قالوا: الحج مما يقبل النيابة, فمن عجز عن الحج بنفسه وجب عليه أن يستنيب غيره ليحج عنه

Hanafiyah berpendapat: Haji boleh hukumnya badal (wakilkan). Mereka yang tidak mampu untuk melaksanakan haji dengan sendirinya maka wajib untuk meminta orang lain menghajikannya.”

Syarat Tambahan badal haji

Namun, hal tersebut berlaku ketika memenuhi beberapa syarat:

  1. Ketidak mampuan si muwakkil (orang yang mewakilkan; orang yang di hajikan) prediksi berlangsung sampai ia wafat, secara adat. Seperti orang sakit yang tidak bisa  sembuh, buta atau orang yang lumpuh.
  2. Niat haji untuk si muwakkil. Seperti contoh: “Ahramtu ‘an Fulan wa Labbaytu ‘an Fulan”, saya niat Ihram untuk Fulan dan saya niat memenuhi panggilan untuk Fulan. Jika wakil niat untuk diri sendiri maka tidak mencukupi untuk haji muwakkil.
  3. Biaya haji kebanyakan dari yang di hajikan. Ketika seseorang berbuat baik dengan menghajikan orang lain dari hartanya, maka hal tersebut tidak mencukupkan meski orang yang di hajikan berwasiat untuk menghajikannya. Namun, jika tidak berwasiat kemudian salah satu ahli warisnya melaksanakan haji untuknya, maka ia berharap haji tersebut mendapatkan pahala dan jadi haji mabruk oleh Allah.
  4. Tidak menyaratkan adanya upah bagi wakil. Jika ada kelebihan biaya dari pelaksanaan haji, maka wakil wajib mengembalikannya. Kecuali jika si muwakkil merelakannya.
  5. Tidak menyalahi syarat yang diajukan oleh muwakkil, dengan semisal ia meminta untuk haji Ifrad maka yang dilaksanakan ialah haji Ifrad
  6. Baik wakil maupun muwakkil ialah muslim yang berakal.
  7. Wakil telah masuk usia tamyiz. Maka tidak sah jika si badal haji oleh yang belum tamyiz.

Syarat-syarat tersebut berlaku untuk haji fardhu. Adapun haji sunnah maka hanya di syaratkan untuk keduanya muslim, berakal, tamyiznya wakil serta tidak adanya akad sewa.

Ketiga, Madzhab Syafiiyah

Menurut Madzhab Syafiiyah, sama seperti halnya Hanafiyah, Syafiiyah menyatakan haji termasuk ibadah yang dapat di wakilkan. Perbedaan keduanya terletak pada ketentuan bolehnya badal (wakil) dalam Syafiiyah untuk menyewa seseorang dengan memberikannya upah. Sebagaimana pendapat Syekh al-Jaziri berikut:

الشافعية قالوا: الحج من الأعمال التى تقبل النيابة فيجب على من عجز عن الحج أن ينيب غيره ليحج بدله إما باستئجاره لذلك أو بالانفاق عليه

Syafiiyah berpendapat: Haji termasuk amal ibadah yang menerima untuk wakilkan. Maka wajib bagi yang tidak mampu melaksanakannya dengan diri sendiri untuk meminta orang lain untuk menjadi gantinya. Dengan menyewanya (memberi upah) atau dengan memberi biaya kepadanya

Ketidakmampuan tersebut bisa karena cacat, umur yang sudah tua, sakit yang panjang, yang harapan sembuh sangat tipis dengan khabar dari dokter yang adil.

Keempat, Madzhab Hanabilah

Imam Hanafi dalam hal ini sama halnya dengan Hanafiyah dan Syafiiyah, Hanabilah berpendapat bahwa haji hukumnya boleh badal (wakilkan) kepada oleh orang lain. Syekh al-Jaziri berkata:

الحنابلة قالوا: الحج يقبل النيابة وكذلك العمرة, فإذا عجز من وجبا عليه عن أدائهما وجب عليه أن ينيب من يؤديهما عنه وجوبا فوريا

Hanabilah berpendapat: Haji boleh badal (wakilkan), begitu juga umrah. Ketika seseorang tidak mampu melaksanakannya maka wajib baginya untuk mencari ganti (wakil) untuk melaksanakannya dengan segera.”

Demikian, sekilas terkait hukum badal haji menurut ulama 4 Madzhab. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH