Hukum Jual Beli Dengan Uang Muka

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

Pertanyaan:

Jika seorang pembeli memberikan uang muka kepada penjual, kemudian pembeli membatalkan jual beli tersebut sehingga jual beli batal. Apakah uang muka tersebut menjadi milik si penjual?

Jawaban:

Iya benar. Uang muka adalah ketika si penjual khawatir pembeli membatalkan transaksi jual beli. Maka, penjual berhak meminta uang muka dari pembeli.

Sebagai contoh, ada seseorang yang ingin membeli tanah dari si penjual (pemilik tanah) seharga 10.000 riyal, kemudian ia (pemilik tanah) berkata, “Saya ingin Anda memberikan uang muka sebesar 1.000 riyal.” Lalu ia (pembeli) menyerahkan uang muka itu kepadanya. Jika terjadi kesepakatan, uang muka itu menjadi bagian dari harga yang harus dibayarkan pembeli dan ia tinggal menyerahkan 9.000 riyal untuk melunasinya. Adapun jika tidak terjadi kesepakatan, maka uang muka menjadi milik penjual.

Karena hal ini telah disepakati antara mereka berdua. Dan ini termasuk syarat yang tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram (syarat yang sah dalam jual beli sesuai syariat, pen).

Penetapan uang muka dibolehkan dalam rangka mengupayakan maslahat bagi kedua belah pihak. Bagi pembeli, maslahatnya adalah barang yang akan dibeli sudah murni ditujukan untuknya, dengan uang muka tadi. Dan dapat kita ketahui bersama bahwasanya adanya deposit uang muka di sini dalam rangka untuk mencegah kerugian yang lebih besar.

Adapun bagi si penjual, maslahatnya adalah sebagai ganti rugi atas terluputnya penglihatan calon pembeli lain atas barang dagangannya yang dibatalkan oleh pembeli.

Intinya, transaksi dengan uang muka itu sah. Jika terjadi kesepakatan jual beli, uang muka dianggap sebagai pembayan pertama dari keseluruhan harta. Dan jika jual-beli tidak terjadi, maka uang muka tersebut menjadi milik si penjual.

Sumber: Fatawa Nurun ‘alad Darbi lis Syaikh Ibnu al ‘Utsaimin (2/16)

Penerjemah: Rafi Pohan

Artikel: Muslim.or.id