Hukum Mendukung Tim Sepak Bola yang Mengusung LGBT

Islam melarang tolong-menolong dan bekerjasama dalam berbuat dosa dan kemaksiatan. Kalau begitu bagaimana hukum mendukung tim bola yang mengusung LGBT?

Hidayatullah.com | AJANG Piala Dunia FIFA 2022 Qatar sudah memasuki babak semifinal. Empat tim sudah memastikan melaju adalah; Kroasia, Argentina, Maroko, dan Prancis, yang di antara mereka ada pendukung LGBT.

Sebagian masyarakat ada yang bertanya, apa hukum mendukung tim bola, yang selama ini sangat gencar mendukung dan mengkampanyekan kelainan seksual LGBT. Di bawah ini jawabanya;

***

Bukan menjadi satu kesalahan meminati tim sepak bola yang menyatakan solidaritas, atau tim yang dikenal mengkampanyekan LGBT, jika mendukung tim -tim tersebut sekadar untuk hiburan atas dasar mereka sebagai tim bola. Adapun sikap mereka berkenaan isu LGBT atau hal-hal lain, maka hal itu berada di luar wilayah kita.

Maka sekadar minat kepada tim tersebut tidak termasuk dalam kerjasama atau tolong-menolong dalam kemaksiatan yang dilarang oleh syarak (Syariah). Namun, dalam mendukung tim sepak bola tersebut, hati kita haruslnya disertai dengan rasa tidak ridha dengan propaganda/kampanye mempromosilan kelainan seks seperti LGBT yang selama ini mereka jalankan itu.

Selain itu, kita juga dilarang untuk memakai jersey yang mempunyai simbol sokongan terhadap gerakan LGBT seperti simbol pelangi di lengan, jersey dll, dan dilarang juga untuk berbagi pesan di media sosial yang mempromosi perilaku LGBT, karena ia juga termasuk dalam kategori berkampanye mendukung kemaksiatan.

Adapun persoalan yang dikemukakan adalah berkaitan hukum mendukung tim sepak bola yang mempromosi LGBT, apakah ini bentuk syubhat atau mendukung promosi kemaksiatan?

Sesungguhnya Allah SWT melarang keras amalan bekerjasama mendukung kemaksiatan. Allah befirman dalam al-Qur’an:

وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

“…dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Surah al-Ma’idah:3)

Berkenaan dukungan ke arah maksiat ini juga, Abu Hurairah R.A meriwayatkan bahawa Rasulullah ﷺbersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa mengajak (manusia) kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak (manusia) kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (Sahih Muslim)

Hadis di atas jelas merujuk kepada mereka yang menyeru ke arah kesesatan. Maka jika seseorang secara jelas menyatakan persetujuan terhadap polisi mendukung dan menormalisasi LGBT, maka pada saat itulah dia dianggap bersubahat dalam mempromosi kemaksiatan.

Bentuk-bentuk kerjasama ke arah maksiat

Salah seorang anggota Majma’ Fuqaha’ Syariah Amerika Syarikat, Dr. Walid bin Idris al-Manisi saat sidang kelima tahun 2007 di Bahrain telah membahas soal parameter dalam menetapkan kaidah membantu/mendukung dosa dan kemaksiatan. Dalam sidang tersebut telah menetapkan bahwa isu ini terbagi empat kategori:

i. Kerjasama secara langsung dan diniatkan padanya membantu ke arah maksiat (mubasyarah maqsudah), seperti memberi miras kepada seseorang agar dapat minum miras.

ii. Kerjasama secara langsung tanpa niat (mubasyarah ghairu maqsudah): Contohnya menjual barang yang tiada kegunaan lain melainkan ke arah perkara haram, namun tidak diniatkan penjualan itu untuk digunakan pada perkara yang diharamkan itu.

iii. Kerjasama dengan niat, secara tidak langsung (maqsudah ghairu mubasyarah): Memberi uang kepada seseorang agar orang tersebut bisa membeli miras.

iv. Kerjasama tidak langsung dan tanpa niat (ghairu mubasyarah wa la maqsudah): Contohnya memberi seseorang uang tanpa tujuan khusus, kemudian penerima uang tersebut membeli miras dengan duit tersebut. Kategori ini juga mencakup jual beli, sewa, dan sedekah dengan orang musyrik.

Jika mereka menggunakan uang yang kita sumbangkan untuk tujuan maksiat, kita tidak dihitung sebagai orang berdosa. Menurut kenyataan ini, kategori pertama, kedua dan ketiga di atas dihukumi haram, sedang ketagori keempat tidak dihukumi haram.

Meski demikian, ini tidak memungkinkan bagi kita untuk menoleransi upaya apa pun untuk melegalkan gerakan LGBT di negara kita. Sebagai seorang muslim, sudah menjadi kewajiban kita waspada terhadap ancaman gerakan yang mencoba menjadikan praktik LGBT sesuatu yang legal di negeri ini.* (bahan diambil dari Irsyad Al-Fatwa Siri ke-660, Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Jabatan Perdana Menteri Malaysia)

HIDAYATULLAH