Hukum Shalat Memakai Pakaian Curian Menurut Ulama 4 Mazhab

Pada suatu kesempatan, ada seseorang yang bertanya kepada penulis mengenai hukum mengenakan pakaian haram saat shalat. Pasalnya ia pernah menunaikan shalat dengan mengenakan pakaian haram. Dikatakannya haram karena ia mengenakan pakaian tersebut tanpa seizin pemiliknya (ghasab). Lantas apakah hukum shalat memakai pakaian curian  menurut ulama 4 mazhab? Apakah shalat tersebut sah?

Perlu diketahui bahwa pakaian haram tidak hanya tertentu kepada pakaian hasil ghasab melainkan semua pakaian yang berstatus haram. Baik haram secara dzat seperti pakaian sutra (bagi laki-laki) maupun haram secara perolehan seperti pakaian curian dan pakaian yang dibeli dengan uang haram.

Hukum Shalat Memakai Pakaian Curian

Pertama, menurut Malikiyyah dan Syafi’iyyah, shalat dengan mengenakan pakaian haram atau curian hukumnya sah tapi haram. Sebab, dalam pandangan mereka shalat dan status haram-halalnya pakaian adalah dua hal yang berbeda. Mereka tidak mensyaratkan pakaian yang dikenakan shalat harus halal. Selama pakaian yang dikenakan suci, maka shalat yang dilakukan sah-sah saja.

Hal ini sebagaimana paparan Syekh Wahbah al-Zuhailiy dalam kitabnya Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu juz I halaman 740;

‌‌الصلاة في الثوب الحرام: يصح الستر مع الحرمة عند المالكية والشافعية، وتنعقد الصلاة مع الكراهة التحريمية عند الحنفية: بما لا يحل لبسه كثوب حرير للرجل

Shalat dengan mengenakan pakaian haram: menurut Malikiyyah dan Syafi’iyyah, sah-sah saja menutup aurat dengan pakaian yang haram dikenakan seperti pakaian sutra bagi laki-laki. Namun keabsahan itu disertai keharaman. Sedangkan menurut Hanafiyyah, sah tapi makruh tahrim.

Sementara menurut Hanabilah, shalat dengan mengenakan pakaian haram hukumnya tidak sah apabila dilakukan dalam keadaan tahu dan sadar bahwa pakaian tersebut benar-benar pakaian haram. Akan tetapi, kalau yang bersangkutan tidak tahu atau tidak sadar bahwa    dikenakan adalah pakaian haram, maka hukum shalatnya sah.

Hal ini juga disampaikan Syekh Wahbah al-Zuhailiy dalam kitabnya Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu juz I halaman 740;

وقال الحنابلة: لا تصح الصلاة بالحرام كلبس ثوب حرير، أو صلاة في أرض مغصوبة ولو منفعتها أو بعضها، أو صلاة في ثوب ثمنه كله أو بعضه حرام أو كان متختماً بخاتم ذهب، إن كان عالماً ذاكراً

Hanabilah mengatakan, tidak sah shalat dengan mengenakan pakaian haram seperti sutra (bagi laki-laki) atau shalat di tanah ghasab. Tidak sah pula shalat dengan mengenakan pakaian yang dibeli dengan uang haram (baik keseluruhan atau sebagiannya) dan shalat dengan memakai cincin emas (bagi laki-laki). Dengan catatan, itu semua dilakukan dalam keadaan tahu    sadar (ingat).

Lebih lanjut beliau mengemukakan pandangan Hanabilah tersebut;

فإن جهل كونه حريراً أو غصباً، أو نسي كونه حريراً أو غصباً، أو حبس بمكان غصب أو نجس، صحت صلاته؛ لأنه غير آثم.

Namun, kalau yang bersangkutan tidak tahu atau tidak sadar bahwa yang dikenakan adalah pakaian yang terbuat dari sutra atau pakaian ghasab maka shalatnya sah karena pada saat itu dia tidak berdosa. Demikian pula sah shalatnya seseorang yang di penjara di tempat hasil ghasab atau tempat yang najis.

Sampai disini bisa disimpulkan, secara garis besar pandangan ulama 4 mazhab terkait hukum shalat dengan mengenakan pakaian haram terbagi menjadi dua; (pandangan pertama) mutlak sah tapi haram; (pandangan kedua) bisa sah dan bisa tidak sah sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas.

Demikian penjelasan mengenai hukum mengenakan atau memakai pakaian haram atau hasil curian menurut ulama 4 mazhab. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH