Detik-Detik Digantinya Ismail dengan Kambing dari Surga

Allah SWT mengganti Ismail dengan kambing untuk disembelih.

Menyembelih hewan qurban setelah sholat Idul Adha selain sesuai perintah Allah SWT juga sebagai memperingati bagaimana kesabar Ibrahim dan kepasrahan Ismail mejalankan perintah Allah SWT dalam penyembelihan. 

Bagaimana kisah ibrahim menyembelih Ismal lalu diganti seekor hewan sembelihan diabadikan surat Ash-Shaffat Ayat 107 yang artinya: وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” 

Mengutip terjemah Kementerian Agama, ditegaskan bahwa apa yang dialami Ibrahim dan putranya itu merupakan batu ujian yang amat berat.  

Memang hak Allah untuk menguji hamba yang dikehendaki-Nya dengan bentuk ujian yang dipilih-Nya berupa beban dan kewajiban yang berat. Bila ujian itu telah ditetapkan, tidak seorang pun yang dapat menolak dan menghindarinya. 

“Di balik cobaan-cobaan yang berat itu, tentu terdapat hikmah dan rahasia yang tidak terjangkau oleh pikiran manusia,” bagitu tafsir ayat 107 versi Kemenag  

Ismail yang semula dijadikan qurban untuk menguji ketaatan Ibrahim, diganti Allah dengan seekor domba besar yang putih bersih dan tidak ada cacatnya.

Peristiwa penyembelihan kambing oleh Nabi Ibrahim ini yang menjadi dasar ibadah qurban untuk mendekatkan diri kepada Allah, dilanjutkan oleh syariat Nabi Muhammad SAW.  

Menurut Ibnu Abbas bahwa seekor sembelihan itu adalah kibas atau kambing yang menurut sejumlah riwayat disebut berasal dari surga. Ibnu Abbas berkata, “Kibas itu adalah dipersembahkan oleh Habil untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang dipelihara di surga sehingga dipakai menebus Ismail.”  

Pada tafsir lain dijelaskan bahwa setelah Allah memanggil Ibrahim memberitahukan bahwa bunyi perintah Allah dalam mimpi telah dilaksanakannya dan tangannya telah ditahan Jibril sehinga pisau yang tajam itu tidak sampai tercecah keatas leher Ismail, maka didatangkanlah seekor domba besar, sebagai ganti dari anak yang nyaris disembelih itu.  

Menurut riwayat Ibnu Abbas, yang dikuatkan dengan sumpah “Demi Allah yang menguasaiaku dalam genggaman tangan-Nya.”  Sampai kehadiran Islam, masih didapati tanduk domba tebusan Ismail itu digantungkan oleh orang Quraisy di dinding Ka’bah, sebagai suatu barang yang bernilai sejarah. 

Setelah pada satu waktu terjadi kebakaran pada Ka’bah, barulah tanduk yang telah digantungkan beratus-ratus tahun itu turut hangus karena kebakaran itu. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Hadits Tentang Qurban Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam

Lafaz Hadits

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِىَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِهِ وَقَالَ: (( بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى )).

“Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Saya menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengatakan: Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku

Takhrij Hadits

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya no. 11051, Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya no. 2812, Imam At-Tirimidzi dalam Sunan-nya no. 1521 dan yang lainnya. Imam At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini gharib”. Syaikh Al-Albani menshahihkan Hadits ini dalam Shahih Sunan Abi Dawud dan lainnya.

Faidah-faidah Hadits

Di antara faidah hadits ini adalah sebagai berikut:

  1. Disunnahkannya shalat idul-adha di mushalla, yaitu tanah lapang. Begitu pula dengan shalat idul-fithri.
  2. Khutbah ‘id dilakukan setelah mengerjakan shalat ‘id.
  3. Disunnahkannya mendatangkan mimbar ke mushalla (tanah lapang) dan imam berkhutbah di atasnya ketika shalat ‘id.
  4. Disunnahkan menyegerakan penyembelihan setelah shalat id selesai dan tidak ada yang menyembelih sebelum imam menyembelih.
  5. Disunnahkan menyembelih sendiri untuk orang yang berqurban dengan kambing,
  6. Satu kambing untuk penyembelihan satu orang.
  7. Disyariatkan membaca: (بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ) sebelum menyembelih.
  8. Dibolehkannya menyertakan orang lain dalam penyembelihan agar mendapatkan pahala juga, seperti keluarga dan orang-orang yang telah meninggal. Karena lafaz hadits ini umum.
  9. Sebagian ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa berqurban tidak wajib, karena ada di antara umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak berqurban.

Syariat berqurban/Udhhiyah (الأضحية)

Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan qurban. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

{ قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163) }

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS Al-An’am: 162-163)

Hukum berqurban, wajibkah?

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berqurban. Jumhur ulama, yaitu: madzhab Imam Malik, Imam Asy-Syafii, Imam Ahmad dan yang lainnya menyatakan sunnahnya. Madzhab Imam Asy-Syafii mengatakan sunnah muakkadah (sangat ditekankan dan diusahakan tidak ditinggalkan kecuali ada ‘udzur). Sedangkan madzhab Imam Abu Hanifah mengatakan wajibnya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(( مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا. ))

Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.1

Para ulama hadits berbeda pendapat dalam menghukumi hadits ini. Dan mereka juga berbeda pendapat dalam menghukumi hadits yang diriwayatkan dari Mikhnaf bin Sulaim Al-Ghamidi radhiallahu ‘anhu:

( كُنَّا وُقُوفًا مَعَ النَّبِىِّ  صلى الله عليه وسلم بِعَرَفَاتٍ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ! عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِى كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ وَعَتِيرَةٌ. هَلْ تَدْرِى مَا الْعَتِيرَةُ؟ هِىَ الَّتِى تُسَمَّى الرَّجَبِيَّةُ.))

“Kami berwuquf di ‘Arafah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya mendengar beliau berkata, ‘Wahai manusia! Setiap satu keluarga di setiap tahun harus menyembelih dan juga Al-‘Atiirah. Apakah kamu tahu apa itu Al-‘Atiirah? Dia adalah yang dinamakan Ar-Rajabiyah2.”3

Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini. Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-Abbad mendha’ifkannya dalam penjelasan beliau terhadap Sunan Abi Dawud.

Jika ternyata kedua hadits ini shahih atau hasan, maka ini menjadi dalil yang sangat kuat untuk mengatakan bahwa hukum berqurban adalah wajib setiap tahun untuk orang yang memiliki kelapangan.

Akan tetapi terdapat atsar dari Abu Bakr, Umar bin Al-Khaththab dan Abu Mas’ud Al-Anshari radhiallahu ‘anhuma yang menunjukkan bahwa mereka berdua sengaja meninggalkan berqurban agar ibadah tersebut tidak dianggap wajib oleh kaum muslimin4.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

(( إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا.))

Jika telah masuk sepuluh hari (pertama di bulan Dzul-hijjah) dan seorang di antara kalian ingin menyembelih, maka janganlah dia mengambil sedikit pun dari rambut dan tubuhnya.”5

Wallahu a’lam bishshawab.

Sikap yang sebaiknya kita ambil dalam permasalahan seperti ini adalah bersikap hati-hati (wara’). Seandainya pendapat yang mewajibkannya benar, maka kita selamat dari dosa meninggalkannya. Kalaupun ternyata salah, maka kita telah mengerjakan amalan sunnah dan syiar Islam.

{ ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ }

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS Al-Hajj : 32)

Apa batas kelapangan sehingga seseorang sangat dianjurkan untuk menyembelih?

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Di dalam madzhab Imam Syafii, seseorang dikatakan memiliki kelapangan apabila dia memiliki nafkah untuk diri dan keluarga yang ditanggungnya pada hari idul-adhha dan ketiga hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzul-hijjah). Allahu a’lam bishshawab. Jika semua orang yang memiliki kelapangan mau berqurban insya Allah daging qurban akan melimpah di masyarakat kaum muslimin, sehingga seluruh kaum muslimin bergembira dengan hari raya qurban ini.

Bolehkah orang yang berqurban mengikutkan pahalanya untuk keluarganya?

Boleh, sebagaimana dilakukan oleh para sahabat di zaman dahulu. Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata:

(كَانَ الرَّجُل فِي عَهْد النَّبِيّ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْل بَيْته فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاس فَصَارَ كَمَا تَرَى.)

Dulu pernah ada seorang laki-laki di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kambing untuk dirinya dan keluarga, kemudian mereka pun makan dan memberi makan (orang lain), kemudian orang-orang berlomba-lomba untuk melakukannya, hingga menjadi seperti yang engkau lihat6

Lafaz-lafaz nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak menyembelih hewan qurban

Diwajibkan mengucapkan (بسم الله)/bismillah ketika menyembelih dan disunnahkan menambahkannya dengan (والله أكبر)/wallahu akbar.

Ada beberapa riwayat yang menunjukkan lafaz penyembelihan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya:

  1. Hadits yang sedang kita bahas ini.
  2. (بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ)
    /Dengan nama Allah. Ya Allah terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan Umat Muhammad.7
  3. (بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ، عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ مَنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلاَغِ)
    /Dengan nama Allah. Ini dari Muhammad dan umatnya yang bertauhid kepada-Mu dan bersaksi bahwa aku telah menyampaikan (risalah).8
  4. Dan ada beberapa lafaz lagi yang mirip dengan di atas, sebagian riwayatnya lemah (dha’if).

Hukum mengucapkan nama orang yang berqurban

Disunnahkan mengucapkan nama-nama orang yang berqurban jika dia mewakilkannya kepada orang lain. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib9, Ibnu ‘Abbas10, Al-Hasan Al-Bashri11 bahwa mereka menyembelih dengan mengucapkan tambahan lafaz “(اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ فُلاَنٍ)/Ya Allah terimalah dari si Fulan.” Hadits yang sedang kita bahas ini terdapat keumuman bahwa Rasulullah mengucapkan qurbannya tersebut untuk dirinya dan orang lain.

Baca juga: Kumpulan Artikel Idul Adha Dan Qurban Di Muslimah.Or.Id

Hukum berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia

Berqurban untuk orang yang sudah meninggal dunia terbagi menjadi tiga macam:

  1. Orang yang hidup mengikutkan pahala berqurban untuk orang-orang yang telah meninggal dunia.
  2. Orang yang sebelum meninggal dunia, berwasiat untuk berqurban.
  3. Mengkhususkan hewan qurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.

Untuk macam pertama dan kedua para ulama membolehkannya. Akan tetapi untuk macam yang ketiga terjadi perselisihan di kalangan ulama. Jumhur ulama memandang tidak bolehnya, sedangkan madzhab Imam Ahmad memandang hal tersebut diperbolehkan.

Allahu a’lam, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan hal tersebut diperbolehkan. Pendapat inilah yang dipegang oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah, kemudian ulama-ulama abad ini seperti: Syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.

Dalil yang menunjukkan hal tersebut di antaranya hadits yang sedang kita bahas ini dan hadits-hadits yang lainnya yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengikutkan orang-orang yang telah meninggal dunia di dalam penyembelihannya. Dalil ini bersifat umum akan kebolehan berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia.

Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia termasuk jenis sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia. Dan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia diperbolehkan oleh para ulama.

Akan tetapi, orang yang berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia, tidak boleh mengambil sedikit pun dari hewan qurban tersebut, karena dia telah meniatkannya sebagai sedekah.

Imam At-Tirmidzi berkata:

وَقَدْ رَخَّصَ بَعْضُ أَهْلِ اْلعِلْمِ أَنْ يُضَحِّىَ عَنِ الْمَيِّتِ وَلَمْ يَرَ بَعْضُهُمْ أَنْ يُضَحِّىَ عَنْه, وَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنِ الْمُبَارَكِ: أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ يَتَصَدَقَ وَلَا يُضَحِّى عَنْه وَإِنْ ضَحَّى فَلَا يَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا وَيَتَصَدَّقْ بِهَا كُلَّهَا

“Sebagian ahli ilmu memberikan rukhshah (keringanan) untuk berqurban untuk orang yang sudah meninggal, sebagian lagi mengatakan tidak boleh. ‘Abdullah bin Al-Mubarak berkata, ‘Yang lebih aku sukai adalah dia cukup bersedekah dan tidak berqurban. Apabila dia berqurban (untuk orang yang telah meninggal) maka dia tidak boleh makan sedikit pun darinya, dia harus mensedekahkan seluruhnya.”12

Kalau kita perhatikan perkataan Abdullah bin Al-Mubarak di atas, kita bisa memahami bahwa menyembelih untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan tetapi hukumnya tidak sunnah. Dan beliau lebih menyukai bersedekah untuk orang yang sudah meninggal daripada menggantikan sedekah tersebut dengan qurban. Allahu a’lam, pendapat inilah yang rajih (lebih kuat).

Demikian. Mudahan tulisan ini bermanfaat.

Catatan Kaki

1 HR Ahmad dalam Musnad-nya no. 8273, Ad-Daruquthni dalam Sunannya no. 4762 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 7565. Di dalam sanad Ahmad dan Al-Hakim terdapat Abdullah bin ‘Ayyasy, dia shaduq yaghlath sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib, di dalam sanad Ad-Daruquthni terdapat ‘Amr bin Al-Hushain dan Ibnu ‘Ulatsah keduanya matruk. Kedua jalur yang seperti ini tidak bisa saling menguatkan sehingga dzhahir sanad hadits ini lemah. Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini hasan dalam Takhrij Musykilail-Faqr no. 102. Sedangkan para imam seperti At-Tirmidzi, Ibnu ‘Abdl-Barr, Al-Baihaqi dan Ibnu Hajar merajihkan hadits tersebut mauquf. (As-Sunan Al-Kubra lil-Baihaqi no. 19485, Bulughul maram).

2 Maksudnya sembelihan di awal bulan Rajab. Allahu a’lam Jumhur ulama memandang tidak disunnahkan menyembelih di bulan Rajab karena ada hadits yang menghapuskan (me-naasikh) hukumnya. Untuk penjelasan lebih lanjut silakan melihat buku-buku penjelasan (syarh) hadits ini.

3 HR Abu Dawud no. 2790, At-Tirmidzi no. 1518 dan Ibnu Majah no. 3125. Abu Dawud berkata, “Al-‘Atiirah dihapuskan hukumnya (mansukh). Khabar (hadits) ini mansukh.”

4 Lihat Ma’rifatus-Sunan wal-Atsar lil-baihaqi no. 5832 dan 5833.

5 HR Muslim no. 1977.

6 HR At-Tirmidzi no. 1505 dan Ibnu Majah no. 3147. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi.

7 HR Muslim 1967.

8 HR Musnad Abi Ya’la no. 1792.

9 Lihat Syu’abul-Iman. Imam Al-Baihaqi. Hadits no. 6958.

10 Lihat As-Sunan Al-Kubra. Imam Al-Baihaqi. Hadits no. 19642.

11 Lihat Al-Mathalib Al-‘Aliyah. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Hadits no. 2367.

12 Lihat di dalam Sunan At-Tirmidzi di bawah hadits no. 1495.

Daftar Pustaka

  1. Ahkamul-Udhhiyah wadz-Dzakah. Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
  2. Al-Mufashshal fi Ahkamil-Udhhiyah. Hisamuddin ‘Afanah.
  3. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah. Wizarah Al-Auqaf Wasy-Syu-un Al-Islamiyah.
  4. Ahadits fi Masyru’iyatil-‘Udhhiyah wal-Amru biha. www.assunnah.org.sa . tanpa disebutkan nama penulisnya.
  5. Buku-buku hadits dalam catatan kaki dan lain-lain sebagian besar sudah dicantumkan di footnotes.

Penulis: Ustadz Sa’id Ya’i Ardiansyah, Lc., M.A.

Artikel Muslimah.Or.Id

Mana Lebih Afdhal untuk Qurban, Jantan atau Betina?

Umat Islam di berbagai belahan dunia yang mampu akan melaksanakan ibadah qurban pada hari raya Idul Adha. Ibadah qurban adalah sunah muakkad yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan.

Muncul pertanyaan, lebih afdhal (lebih utama) berqurban dengan hewan jantan atau betina?

Ustaz Muhammad Ajib Lc dalam buku Fikih Kurban Perspektif Mazhab Syafi’i terbitan Rumah Fiqih Publishing menjelaskan pendapat Imam an-Nawawi tentang berkurban hewan jantan atau betina. Karena di antara keduanya ada yang lebih utama menurut mazhab Syafi’i.

Ia menjelaskan, ketika ingin membeli hewan qurban baik sapi atau kambing diperbolehkan yang berjenis kelamin jantan maupun betina. “Namun menurut mazhab Syafi’i yang paling bagus dan afdhal adalah berqurban dengan hewan jantan,” kata Ustaz Ajib dalam bukunya.

Imam An-Nawawi dalam kitab al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa qurban hewan jantan lebih utama daripada hewan betina.

“Qurban boleh dan sah dengan yang jantan atau betina. Mengenai mana yang afdhal ada perbedaan di antara ulama, namun yang benar menurut Imam Syafi’i dan para ulama syafi’iyah bahwa hewan jantan lebih afdhal daripada hewan betina.” (An-Nawawi, Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab).

IHRAM

MUI Fatwakan Sholat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Qurban

Majelis Ulama Indonesia (MUI) fatwakan terkait teknis sholat Idul Adha dan penyembelihan hewan qurban saat wabah corona. Fatwa MUI Nomor: 36 Tahun 2020 Tentang Sholat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Qurban Saat Wabah Covid-19 ini telah disepakati semua pimpinan fatwa pada 15 Dzul Qa’dah1441 H/6 Juli 2020 M di Jakarta.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Shaleh mengatakan, fatwa ini dibahas dan ditetapkan untuk memastikan pelaksanaan sholat idul adha dan ibadah qurban sesuai ajaran agama.

“Namun tetap menjaga keselamatan, menjaga protokol kesehatan agar tidak berpotensi menyebabkan penularan covid,” kata Asororun Niam melalui keterangan tertulisnya, Jumat (10/7).

Berikut isi lengkap fatwa MUI Nomor: 36 Tahun 2020 Tentang Sholat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Saat Wabah Covid-19 yang telah ditanda tangani: 

Ketentuan Hukum 

1. Sholat Idul Adha hukumnya _sunnah muakkadah_  yang menjadi salah satu syi’ar keagamaan ( _syi’ar min sya’air al-Islam_).

2. Pelaksanaan sholat Idul Adha saat wabah Covid-19 mengikuti ketentuan Fatwa MUI: 

a. Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah di Saat Wabah Pandemi Covid-19; 

b. Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Sholat Idul Fitri Saat Pandemi Covid-19; 

c. Nomor 31 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sholat Jum’at dan Jamaah Untuk Mencegah Penularan Wabah Covid-19. 

3. Ibadah qurban hukumnya adalah sunnah muakkadah, dilaksanakan dengan penyembelihan hewan ternak. 

4. Ibadah qurban tidak dapat diganti dengan uang atau barang lain yang senilai, meski ada hajat dan kemaslahatan yang dituju. Apabila hal itu dilakukan, maka dihukumi sebagai shadaqah. 

5. Ibadah qurban dapat dilakukan dengan cara _taukil_, yaitu pekurban menyerahkan sejumlah dana seharga hewan ternak kepada pihak lain, baik individu maupun lembaga sebagai wakil untuk membeli hewan qurban, merawat, meniatkan, menyembelih, dan membagikan daging kurban.

6. Pelaksanaan penyembelihan hewan qurban harus tetap menjaga protokol kesehatan untuk mencegah dan meminimalisir potensi penularan, yaitu: 

a. Pihak yang terlibat dalam proses penyembelihan saling menjaga jarak fisik ( _physical distancing_) dan meminimalisir terjadinya kerumunan.

b. Selama kegiatan penyembelihan berlangsung, pihak pelaksana harus menjaga jarak fisik ( _physical distancing_), memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun selama di area penyembelihan, setiap akan mengantarkan daging kepada penerima, dan sebelum pulang ke rumah.

c. Penyembelihan qurban dapat dilaksanakan bekerja sama dengan rumah potong hewan dengan menjalankan ketentuan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal. 

d. Dalam hal ketentuan pada huruf c tidak dapat dilakukan, maka penyembelihan dilakukan di area khusus dengan memastikan pelaksanaan protokol kesehatan, aspek kebersihan, dan sanitasi serta kebersihan lingkungan. 

e. Pelaksanaan penyembelihan qurban bisa mengoptimalkan keluasan waktu selama 4 (empat) hari, mulai setelah pelaksanaan shalat Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah hingga sebelum maghrib tanggal 13 Dzulhijjah. 

f. Pendistribusian daging qurban dilakukan dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan. 

7. Pemerintah memfasilitasi pelaksanaan protokol kesehatan dalam menjalankan ibadah qurban agar dapat terlaksana sesuai dengan ketentuan syari’at Islam dan terhindar dari potensi penularan Covid-19.

Rekomendasi

1. Pengurus masjid perlu menyiapkan penyelenggaraan sholat idul Adha dan penyembelihan hewan qurban dengan berpedoman pada fatwa ini.

2. Umat Islam yang mempunyai kemampuan dihimbau untuk melaksanakan qurban, baik dilaksanakan sendiri maupun dengan cara diwakilkan ( _taukil_).

3. Panitia kurban agar memfasilitasi jamaah yang hendak melaksanakan ibadah qurban dengan berpedoman pada fatwa ini.

4. Panitia qurban agar menghimbau kepada umat Islam yang tidak terkait langsung dengan proses pelaksanaan ibadah qurban agar tidak berkerumun menyaksikan proses pemotongan. 

5. Panitia qurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah qurban perlu menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

6. Pemerintah perlu menjamin keamanan dan kesehatan hewan qurban, serta menyediakan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan qurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal.

IHRAM

Dana Kurban Dikonversi Dana Bantuan untuk Duafa?

Bismillahirrahmanirrahim..

Adanya pandemi COVID-19 sangat berdampak pada merosotnya ekonomi di tanah air. Menimbang keadaan yang seperti ini, muncullah wacana mengkonversi dana kurban menjadi dana sedekah untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi ini.

Apakah boleh demikian?

Bismillah, mari kita bahas di sini :

Pertama, kurban lebih afdol daripada sedekah.

Kalau bicara keabsahan sedekah, iya insyaallah sah. Namun yang kita cari adalah amalan yang paling afdol. Tentu berkurban lebih utama daripada sedekah. Karena berkurban adalah syiar agama kita. Yang waktunya telah dijadikan oleh Islam sebagai hari raya besar umat muslim.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan,

والأضحية و العقيقة والهدي أفضل من الصدقة بثمنها، فإذا كان له مال يريد التقرب به إلى الله كان له أن يضحي.

“Berkurban, akikah dan hadyu, lebih afdol daripada sedekah sejumlah dana hewan sembelihan kurban, akikah atau hadyu. Jika seorang memiliki kelebihan harta, ingin menggunakannya untuk ibadah kepada Allah, silahkan gunakan untuk berkurban.” (Majmu’ Fatawa 26 / 304)

Syekh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah juga menegaskan,

ولو كانت الصدقة بثمن الأضحية أفضل من ذبح الأضحية لبينه النبي صلى الله عليه وسلّم لأمته بقوله أو فعله ، لأنه لم يكن يدع بيان الخير للأمة ، بل لو كانت الصدقة مساوية للأضحية لبينه أيضاً لأنه أسهل من عناء الأضحية

“Andai saja sedekah sejumlah dana kurban itu lebih afdol daripada menyembelih hewan kurban, tentu ini Nabi ﷺ telah menjelaskan kepada umat beliau, baik dengan sabda atau perbuatan beliau. Karena Nabi ﷺ tak pernah meninggalkan penjelasan amal kebaikan kepada umat beliau. Bahkan kalau saja sedekah itu sama afdolnya dengan berkurban, tentu Nabi ﷺ telah terangkan. Karena sedekah lebih praktis daripada kurban.” (Ahkam Al-Udhhiyah wa Az-Dzakah)

Kedua, waktu ibadah kurban terbatas, adapun sedekah longgar.

Kita tahu bahwa berkurban adalah ibadah tahunan. Waktunya hanya sekali dalam satu tahun. Itupun hanya empat hari dari 360 hari dalam satu tahun; 10, 11, 12, 13 Dzulhijjah. Berbeda dengan sedekah yang bisa kita lakukan kapanpun. Bahkan Nabi ﷺ menganjurkan untuk bersedekah di setiap pagi.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا.

Setiap pagi hari ada dua Malaikat turun kepada hamba. Lalu salah satu di antara keduanya berdoa, “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.” Kemudian yang satu berkata, “Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang kikir.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Mengingat waktunya yang terbatas, maka pilihan yang aman, ibadah kurban kita dahulukan daripada sedekah. Agar seorang tidak kehilangan moment ibadah yang langka ini.

Jika mampu melakukan keduanya sekaligus dalam satu waktu, maka silahkan, itu pilihan paling baik daripada yang paling afdol.

Ketiga, di zaman Nabi ﷺ, juga pernah terjadi krisis ekonomi. Namun beliau tetap memerintahkan para sahabat berkurban dan tidak menyarankan mengganti kurban dengan sedekah.

Sebagaimana keterangan dalam hadis sahabat Salamah bin Al-Akwa’ radhiallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

من ضحى منكم فلا يصبحن بعد ثالثة وفي بيته منه شيء

Siapa yang berkurban di antara kalian, maka janganlah sisakan sesuatu (dari daging kurban) setelah tiga hari.”

Kemudian di tahun berikutnya, saat ekonomi di kota Madinah sudah sehat, para sahabat berkata kepada Nabi ﷺ, “Ya Rasulullah, kami lakukan seperti yang kami lakukan tahun kemarin.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lantas menjawab,

كلوا واطعموا وادخروا فإن ذلك العام كان في الناس جهد فأردت أن تعينوا فيها

Silahkan kalian makan dan bagikan kepada orang lain serta simpanlah. Karena pada tahun lalu orang-orang kesulitan, aku ingin agar kalian menolong mereka.” (Muttafaqun’alaih)

Keempat, mayoritas ulama : dana kurban tidak boleh dikonversi menjadi dana sedekah.

Mayoritas ulama (Jumhur) berpendapat, bahwa tidak boleh mengkonversi dana kurban menjadi sedekah sejumlah harga binatang kurban. Ada riwayat di dalam Mazhab Imam Malik beliau menfatwakan boleh, namun mayoritas ahli fikih melemahkan pendapat tersebut. Sehingga pendapat yang dinilai kuat oleh mayoritas ulama adalah, tidak boleh mengkonversi dana kurban menjadi dana sedekah atau yang lainnnya.

Karena hal tersebut akan berdampak :
• meredupkan syiar agama Islam,
• hilangnya hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah kurban,
• tidak mendapat kesempatan ibadah langka yang hanya sekali dalam setahun,
• menyelisihi pentunjuk Nabi ﷺ.
(https://fatwa.islamonline.net/10012/amp)

***

Penulis: Ahmad Anshori

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57275-dana-kurban-dikonversi-dana-bantuan-untuk-duafa.html

Kurban di Masa Pandemi

Ibadah kurban merupakan napak tilas perjalanan seorang ayah dan anak yang saling mencintai.

Tak lama lagi, Hari Raya Kurban atau Idul Adha 1441 H akan tiba. Umat Islam menyambutnya penuh sukacita dengan berkurban. Ibadah kurban merupakan napak tilas perjalanan seorang ayah dan anak yang saling mencintai, yakni Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS.

Karena itu, penyembelihan hewan kurban, selain mengajarkan kerelaan berkorban harta dan sifat kebinatangan, juga mengandung nilai historis, pendidikan keluarga dan spiritualitas seorang hamba di hadapan Tuhannya.

Perayaan Idul Kurban tahun ini sangat berbeda. Tidak ada perjalanan ibadah haji ke Baitullah karena pandemi Covid-19 yang masih mengancam keselamatan jiwa. Pupus sudah harapan calon dhuyufur rahman (tamu Allah) yang telah menyiapkan diri sejak lama, bahkan menabung puluhan tahun.

Betapa pun sedihnya, kita mesti melihat kejadian ini dengan kacamata tauhid. Segala musibah terjadi karena izin atau takdir Allah SWT (QS 64: 11). Juga, mesti direnung ke lubuk hati bahwa boleh jadi sesuatu yang tak disukai terselip kebaikan di dalamnya (QS 2: 216).

Ketika calon jamaah haji batal berangkat ke Tanah Suci, mereka dapat melakukan ibadah lain yang sangat dianjurkan agama.

Syekh Sayid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah mengutip Hadis Nabi SAW, “Tidak ada satu amalan manusia pada Hari Raya Kurban yang lebih dicintai Allah SWT. selain menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak di Hari Kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kukunya. Sebelum darahnya menyentuh tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah. Beruntunglah kalian dengan kurban itu.” (HR Turmudzi).

Bagi yang mampu, tetapi enggan menunaikannya dikecam oleh Nabi SAW. Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam Bulughul Maram mengutip sebuah riwayat, “Barang siapa mempunyai kelapangan untuk berkurban, tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR Ahmad).

Berkurban merupakan wujud kesyukuran atas limpahan nikmat yang tak terkira jumlahnya. “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah” (QS 108: 1-2).

Suatu ketika seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Beliau menjawab, “Kamu bersedekah ketika dalam keadaan sehat dan kikir, takut menjadi fakir dan berangan-angan menjadi orang kaya. Maka, janganlah menundanya hingga nyawamu berada di tenggorokan. Lalu kamu berkata, si fulan mendapatkan ini, dan si fulan kebagian ini. Padahal, harta itu memang milik si fulan.” (HR Bukhari).

Sementara, bagi orang yang kekurangan, tetapi berupaya menunaikannya, akan diganjar pahala yang berlipat ganda. Beliau SAW pernah ditanya, “Apakah sedekah yang paling utama?” Baginda SAW menjawab, “Sedekah orang yang dalam kekurangan.” (HR an-Nasa`i).

Walhasil, berkurban selalu memberi kesan mendalam bagi pekurban dan penerimanya. Apalagi dalam masa pandemi, kita masih mampu meringankan beban sesama. Tiada lain, kecuali untuk mendekat (taqarrub) kepada Allah SWT sesuai dengan hakikat kurban (QS 22: 37). Wallahu a’lam bish-shawab.

OLEH HASAN BASRI TANJUNG

KHAZANAH REPUBLIKA

Tips Tepat Memilih Hewan Kurban

Direktur Halal Research Centre Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono mengatakan, hewan kurban harus penuhi empat syarat. Syarat jenis hewannya, umur hewannya, kesehatan hewannya dan syarat waktu penyembelihan hewannya.

Hewan yang boleh kita kurbankan yang memang dituntunkan seperti kambing, domba, sapi, kerbau atau unta. Artinya, tidak diperkenankan menggunakan hewan lain seperti ayam, itik, puyuh, dan kalkun walau jumlahnya 100 ekor.

Lalu, hewan kurban harus sudah dewasa atau musinnah yang dalam bahasa Arab berasal dari kata sinnun artinya gigi. Maka itu, ternak diizinkan jadi hewan kurban bila telah dewasa sempurna, dan berganti minimal sepasang gigi seri.

Pergantian sepasang gigi seri (susu jadi permanen) pada rahang bawah ternak berusia minimal 14-16 bulan, sapi atau kerbau setelah minimal 24 bulan dan unta setelah minimal 60 bulan. Kecuali, jika hewan musinnah tidak tersedia.

“Jika memang hewan kurban yang musinnah tidak tersedia, maka kita diizinkan berkurban menggunakan hewan kurban yang masih jadza’ah atau mendekat dewasa ,” kata Nanung, Jumat (26/6).

Kemudian, hewan kurban harus sehat dan kondisi tubuhnya sempurna, dan tidak cacat yang kerap menyebabkan harganya jatuh. Hewan kurban wajib disembelih hanya pada Hari Nahar (usai shalat id) atau Hari Tasyriq (11-13 Dzulhijah).

“Tidak sah ibadah kita jika kita menyembelih hewan kurban sebelum shalat id maupun setelah lewat Hari Tasyriq,” ujar Nanung.

Nanung juga membagikan tips memilih hewan kurban yang memenuhi syarat sesuai kaidah syariat Islam. Pertama, jantan atau betina non-produktif sehat badan tegap, tubuh simetris proporsional, lincah, agresif, ceria, dan nafsu makan normal.

Lalu, saat berjalan normal, aktif bergerak, tidak pincang, tidak lunglai atau lemah. Ia menekankan, jika hewan ternak itu sakit nafsu makannya akan hilang, malas berjalan dan tubuhnya cenderung terlihat lemah.

“Normalnya, hewan yang sehat memiliki mata yang berbinar, hidung basah berembun, bulu-bulu halus mengkilap dan lembut (tidak kasar atau kusam). Salah satu indikasi ada cacing hati bulu kusam, tegak dan kasar,” kata Nanung.

Selain itu, perhatikan agar tidak ada bercah darah atau darah yang mengalir ke luar dari lubang-lubang tubuh seperti mata, hidung, mulut, telinga, dubur dan kemaluan. Sebab, itu jadi salah satu indikasi hewan terinfeksi anthrax.

“Kuku di keempat kakinya kuat, sehat dan utuh. Bibir tidak sariawan. Serta, hindari membeli hewan kurban yang dipelihara di tempat pembuangan sampah,” ujar Nanung. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Jadikan Qurban Tahun Ini Momentum Terbaik Sepanjang Masa

Hari Raya Qurban akan segera tiba, namun pendemi masih belum kunjung mereda. Ketua Dewan Pembina Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin memandang kondisi ini sebagai momen istimewa dari Allah SWT.

“Kemampuan kita untuk membangun amal terbaik diantaranya memahami kontekstual kehidupan, salah satunya melalui wabah Covid-19 ini. Dimana Allah secara tidak langsung menyuruh kita mengelaborasi dan memetik hikmah dibalik musibah ini,” ujar Ahyudin dalam acara Peluncuran Program Qurban Global Qurban ACT di Jakarta, Jumat (12/6).

Dia mengatakan, dalam situasi pendemi ini, Allah menghadiahkan umat Muslim dua momentum bersejarah, yaitu Ramadhan yang telah diisi dengan perayaan yang spesial. Dzulhijah kali ini juga akan menjadi momentum yang akan terkenang, katanya.

“Jika sebelumnya Dzulhijah selalu identik dengan ibadah haji, tapi tahun ini, bersamaan dengan hadirnya pendemi, haji ditiadakan. Maka insya Allah ibadah terbaik yang dapat kita laksanakan adalah berqurban. Maka insya Allah tahun ini akan menjadi momentum ibadah qurban terbaik sepanjang masa,” ujarnya.

Untuk Idul Adha 1441 Hijriah yang akan datang pada 31 Juli 2020 mendatang ini, masyarakat sudah bisa menunaikan kurbannya melalui Global Qurban. Ratusan ribu ekor setara kambing akan disediakan dan didistribusikan ke berbagai wilayah, khususnya yang menjadi episentrum sebaran Covid-19.

Untuk distribusi di Indonesia, wilayah distribusi akan dikonsentrasikan ke Pulau Jawa dimana dampak ekonominya terlihat massif. Untuk memaksimalkan terpenuhinya kebutuhan pangan selama pandemi, Global Qurban-ACT menargetkan menyembelih 100 ribu ekor hewan kurban yang akan membahagiakan hingga jutaan masyarakat penerima manfaat.

“Jabodetabek menjadi salah satu wilayah distribusi daging kurban dari Global Qurban karena secara medis, ekonomi, serta jumlah pasien Covid-19 paling parah. Nantinya penerima manfaat merupakan golongan masyarakat prasejahtera, pekerja harian, hingga pekerja yang dirumahkan dan di-PHK,” jelas Sukorini, Koordinator Global Qurban-ACT.

Lebih lanjut, Sukorini mengimbau masyarakat untuk sesegera mungkin berkurban melalui Global Qurban tanpa harus menunggu Juli nanti. “Jika pun dibeli sekarang, pekurban tak perlu repot mengurusi hewan kurbannya. Global Qurban telah memiliki Lumbung Ternak Wakaf yang merawat hewan kurban dengan baik,” tutup Sukorini.

Selain itu, Global Qurban terus meningkatkan jejaring kemitraan yang artinya menambah lagi opsi kemudahan berkurban. Jejaring lokal bertambah, jejaring luar negeri diluaskan, saling berkolaborasi, menyukseskan perayaan akbar Lebaran Kurban.

IHRAM

Hukum Menerima Hewan untuk Kurban dari Non Muslim

TIDAK ada salahnya menerima hadiah dari non muslim dengan segala jenisnya baik itu berupa kambing sembelihan atau yang lainnya yang dibolehkan oleh Allah untuk memanfaatkannya.

Hal ini diperbolehkan dengan syarat apa yang mereka berikan tersebut tidak ada kaitannya dengan agama islam, jadi hanya murni pemberian tanpa ada embel-embelan pahala untuk mereka.

Tecatat dalam sejarah bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat menerima hadiah dari orang-orang non muslim, bahkan sebaliknya umat islam juga memberikan hadiah kepada mereka.

Sudah maruf (diketahui bersama) bahwa Rasulullah terkadang menerima hadiah dari orang kafir. Dan terkadang beliau menolak hadiah dari sebagian para raja dan pemimpin kaum kafirin. Oleh karena itu para ulama memberikan kaidah dalam menerima hadiah dari orang kafir. Demikian juga halnya hadiah dari ahli maksiat dan orang yang menyimpang.

Yaitu, jika hadiah tersebut tidak berpotensi membahayakan bagi si penerima, dari segi syari (agama), maka boleh. Namun jika hadiah itu diberikan tujuannya agar si penerima tidak mengatakan kebenaran, atau agar tidak melakukan suatu hal yang merupakan kebenaran, maka hadiah tersebut tidak boleh diterima.

Demikian juga jika hadiah itu diberikan dengan tujuan agar masyarakat bisa menerima orang-orang kafir yang dikenal tipu daya dan makarnya, maka saat itu tidak boleh menerima hadiah. Intinya, jika dengan menerima hadiah tersebut akan menimbulkan sesuatu berupa penghinaan atau setidaknya ada tuntutan untuk menentang suatu bagian dari agama kita, atau membuat kita diam tidak mengerjakan apa yang diwajibkan oleh Allah, atau membuat kita melakukan yang diharamkan oleh Allah, maka ketika itu hadiah tersebut tidak boleh diterima.

Selain itu, pada dasarnya Islam adalah ad-Dien yang Rahamatan lil Alamin, menjadi Rahmat bagi semesta Alam. Sesuai dengan namanya “al-Islam” yang berasal dari kata “As-Salam” (perdamaian), karena as-Salaam dan al-Islaam sama-sama bertujuan menciptakan ketentraman, keamanan dan ketenangan.

Oleh karenanya Islam membolehkan seorang muslim mengunjungi non Muslim, menjenguk, memberikan hadiah, berjual beli dan bentuk muamalah lainnya selama mereka tidak memerangi umat Islam. Ini sesuai dengan isi surat Al-Mumtahanah ayat 8:

“Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu…”

Rasulullah pernah menerima hadiah-hadiah yang diberikan kepada beliau dan beliaupun memberikan balasan atasnya. Ali menceritakan: “Seorang kisra (non muslim) pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah, dan beliau menerimanya. Seorang Kaisarpun pernah memberikan hadiah kepada beliau, beliaupun menerimanya” (HR Ahmad dan Tirmizi)

Seorang raja Romawi pernah menghadiahkan kepada Rasulullah sebuah baju kulit, lalu beliau mengenakannya (HR. Abu Daud).

Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah pernah berkata: “Sesungguhnya aku pernah menghadiahkan kepada Najasyi minyak misik, dan aku tidak melihat Najasyi melainkan telah meninggal dan tidak mengetahui hadiahku melainkan ditolak, dan jika hadiah itu dikembalikan padaku, maka hadiah itu untukmu.” (HR Ahmad dan Thabrani). [*]

INILAH MOZAIK

Asal Muasal Penamaan Idul Adha

AKTIFITAS menyembelih berkurban dalam bahasa Arab ada beberapa istilah.

Pertama, disebut dengan dhahhaa, dikatakan: dhahhaa bi Syaatin minal Udh-hiyah artinya dia berkurban dengan Kambing Qurban. Ada pun Hewan Qurban-nya sendiri lebih dikenal dengan istilah Al Udh-hiyah, jamaknya Al Adhaahiy. Oleh karena itu hari penyembelihannya disebut Iedul Adhaa (Hari Raya Qurban). Sementara, pengorbanan adalah tadh-hiyah.

Kedua, dalam Alquran, aktifitas menyembelih Hewan Qurban juga disebut nahr (diambil dari kata nahara yanhuru nahran). Allah Taala berfirman dalam surat Al Kautsar ayat 2, “Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.”

Oleh karena itu, hari raya kurban juga dikenal dengan Yaumun Nahri.

Ketiga, dalam Alquran juga, aktifitas menyembelih Hewan Qurban juga disebut nusuk (diambil dari kata nasaka yansuku nusukan). Allah Taala berfirman, ” jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkurban.” (QS. Al Baqarah: 196)

Keempat, dalam Alquran juga, aktifitas menyembelih disebut dzab-ha (diambil dari kata dzabaha yadzbahu dzabhan). Allah Taala berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.”(QS. Al Baqarah: 67)

Kelima, dalam Alquran aktifitas berqurban, khususnya bagi jamaah haji, disebut juga Al Hadyu.

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit). Maka (sembelihlah) korban (Al Hadyu) yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya.” (QS. Al Baqarah: 196)

INILAH MOZAIK