Bagaimana Cara Qurban yang Terbaik?

Cukup banyak yang bertanya-tanya bagaimana cara berqurban yang paling baik. Misalnya mana yang lebih baik berqurban di daerah sendiri atau mengirim berqurban di daerah lain yang sangat miskin dan mereka lebih membutuhkan daging.

Beriku penjelasan Syaikh Ustman Al-Khumais hafidzahullah,

“Qurban yang terbaik adalah

  1. Engkau berqurban di negerimu (di daerahmu, daripada mengirim qurban di daerah lain, pent)
  2. Engkau berqurban dengan hartamu sendiri
  3. Engkau menyembelih sendiri qurbanmu (daripada diwakilkan, pent)
  4. Engkau membagikan sendiri daging qurbanmuEngkau bagi menjadi tiga bagian, sepertiga untukmu, sepertiga untuk hadiah (orang kaya) dan sepertiga untuk sedekah (untuk orang miskin)

[Kami ringkas dengan sumber: https://youtu.be/evj0wI5BAKo]

Perlu diperhatikan bahwa penjelasan beliau di atas adalah hukum asal dari cara yang terbaik apabila kita ingin berqurban. Apabila ada suatu kebutuhan tertentu atau ada alasan tertentu kita boleh keluar dari hukum asal cara terbaik ini

Misalnya yang terbaik adalah kita menyembelih dengan tangan sendiri qurban kita, tetapi apabila kita sedang sibuk saat itu dan tidak ada ditempat, kita boleh mewakilkan pada tukang jagal. Kita usahakan menyembelih sendiri dengan latihan apabila memungkinkan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyembelih sendiri hewan qurbannya. Dari sahabat Anas bin Malik, beliau berkata,

ﺿَﺤَّﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰُّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺑِﻜَﺒْﺸَﻴْﻦِ ﺃَﻣْﻠَﺤَﻴْﻦِ ﺃَﻗْﺮَﻧَﻴْﻦِ ﺫَﺑَﺤَﻬُﻤَﺎ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻭَﺳَﻤَّﻰ ﻭَﻛَﺒَّﺮَ ﻭَﻭَﺿَﻊَ ﺭِﺟْﻠَﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺻِﻔَﺎﺣِﻬِﻤَﺎ

“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor kambing yang putih kehitaman (bercampur hitam pada sebagian anggota tubuhnya), bertanduk, beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, beliau mengucapkan bismillah serta bertakbir dan meletakkan kaki beliau di badan kedua hewan tersebut.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Ibnu Qudamah menjelaskan,

ﻭَﺇِﻥْ ﺫَﺑَﺤَﻬَﺎ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻛَﺎﻥَ ﺃَﻓْﻀَﻞَ ؛ ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺿَﺤَّﻰ ﺑِﻜَﺒْﺸَﻴْﻦِ ﺃَﻗْﺮَﻧَﻴْﻦِ ﺃَﻣْﻠَﺤَﻴْﻦِ ، ﺫَﺑَﺤَﻬُﻤَﺎ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ، ﻭَﺳَﻤَّﻰ ﻭَﻛَﺒَّﺮَ ، ﻭَﻭَﺿَﻊَ ﺭِﺟْﻠَﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺻِﻔَﺎﺣِﻬِﻤَﺎ

“Jika ia menyembelih qurbannya dengan tanggannya sendiri maka ini lebih baik, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih 2 kambing yang bertanduk indab menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, beliau mengucapkan bismillah serta bertakbir dan meletakkan kaki beliau di badan kedua hewan”[Al-Mughni 13/389-390]

Demikian juga pertanyaan mana yang lebih baik, berqurban di daerah sendiri atau daerah luar yang miskin dan membutuhkan, maka jawabannya tetap saja yang terbaik berqurban di daerah sendiri karena lebih bermanfaat bagi orang di sekitar kita serta membangun hubungan sosial yang baik dengan hadiah dan sedekah kita pada orang di sekitar kita.

Pada keadaan tertentu, kita boleh berqurban di luar negeri atau di luat daerah kita dengan pertimbangan mashlahat yang lebih baik. Misalnya di daerah kita sudah sangat banyak yang berqurban dan masyarakatnya banyak yang mampu, maka boleh kita berqurban di luar daerah/negeri yang miskin dan membutuhkan.

Syaikh Khalid Al-Mushlih menjelaskan bahwa hukum asalnya dan sunnahnya berqurban itu di daerah sendiri sehingga shahibul qurban bisa menyaksikan sendiri, menyembelih sendiri dan membagikan sendiri, akan tetapu apabila ada hajat dan mashlahat, maka boleh berqurban di luar daerah/negerinya. [Sumber: https://youtu.be/1aoHpTVkFRA, dengan ringkasan]

Demikian juga penjelasan syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid,

فلا حرج في إعطاء المال لمن يذبح لك أضحية في الصومال ، بشرط كونه ثقة مأمونا ، وذبحه لها في أيام الذبح التي هي أيام التشريق

“Tidak mengapa mengirimkan harta untuk berqurban dan disembelihkan di Somalia (negara muslim miskin), dengan syarat orang yang diwakili terpercaya dan amanah. Ia menyembelih di hari idul adha dan hari tasyriq” [Fatwa syabakah Al-Islamiyah no. 175475]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57337-bagaimana-cara-qurban-yang-terbaik.html

Tiga Hal yang Bisa Membuat Daging Qurban Menjadi Haram

Hewan qurban bisa berubah menjadi haram.

Kepala Pusat Penelitian Halal Fakultas Peternakan UGM Nanung Danar Dono mengatakan ulama ahli fiqih telah bersepakat bahwa daging hewan halal tidak serta-merta halal.

“Tidak semua daging sapi halal dikonsumsi. Tidak semua daging kambing halal dikonsumsi. Tidak semua daging ayam halal dikonsumsi. Daging hewan halal hanya halal jika ia berasal dari hewan hidup yang disembelih secara syar’i,”ujar dia dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (30/6)

Ada beberapa sebab daging sapi, kerbau, kambing, maupun domba yang diqurbankan menjadi haram.Pertama, daging hewan qurban bisa menjadi haram jika saat disembelih tidak dibacakan Asma Allah (Basmallah) atau disembelih dengan menyebut nama selain Asma Allah Swt.

Allah Swt. juga berfirman, “Katakanlah, ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor, atau hewan yang disembelih atas nama selain Allah’.” (Al An’aam: 145)

“Seringkali kita tidak dapat mengetahui dan tidak dapat memastikan si penyembelih membaca Basmallah saat menyembelih, maka Rasulullah memberikan solusi untuk membaca Basmallah sesaat sebelum menyantap masakan daging qurban tersebut,”tutur dia.

Dari Aisyah ra., sesungguhnya ada seseorang yang berkata, “Ya Rasullah, ada suatu kaum yang memberi kami daging, tapi kita tak tahu apakah mereka menyebut nama Allah (saat menyembelihnya) atau tidak,” Rasulullah kemudian mengatakan, “Bacalah Basmallah kemudian makanlah.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Ibnu Majah, Daruqudni, dan Ad Darimi)

Kedua, Rasulullah  memerintahkan kita berbuat baik kepada seluruh makhluk. Tidak boleh kita berbuat aniaya (dzolim), begitu pula kepada hewan qurban.

Maka, pada saat akan menyembelih hewan qurban, kita diwajibkan mengasah pisau setajam mungkin untuk meringankan beban hewan yang akan kita sembelih. Kita tidak diperkenankan menyembelih menggunakan pisau yang tumpul, apalagi pisau yang bergerigi. Menyembelih menggunakan pisau yang bergerigi saja tidak boleh, apalagi menggunakan gergaji. Jika pisau yang kita pakai bergerigi, maka hewan qurban bisa mati bukan karena disembelih, namun karena kesakitan yang luar biasa.

Dari Syadad bin Aus ra., Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat ihsan (baik) terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih (hewan), maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisau kalian untuk meringankan beban hewan yang akan disembelih.”

Ketiga, daging yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka diharamkan memakannya. Rasulullah menyebutnya sebagai bangkai.

Abu Waqid al-Laitsi berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Bagian tubuh bahiimah (hewan ternak) yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka ia adalah bangkai.” (HR. Ibnu Majah no. 2606 dan II/1072, no. 3216; Abu Dawud VIII/60, no. 2841).

Maka sangat penting untuk kita pahami betul bahwa hewan qurban itu tidak boleh dipotong kakinya, tidak boleh dipotong ekornya, dan tidak boleh dikuliti, kalau hewannya belum mati sempurna, karena jika hewan belum mati namun sudah dipotong kakinya, atau dipotong ekornya, atau malahan dikuliti.

“Artinya kita memotong kaki binatang atau memotong ekornya, atau mengulitinya dalam keadaan hewannya masih hidup. Tentu itu sakit sekali. Hewan bisa mati bukan karena disembelih, namun karena kesakitan yang luar biasa! Dagingnya bisa haram,”ujar dia.

Ada beberapa cara untuk memastikan hewan yang telah disembelih sudah mati atau belum. Hewan bisa dipastikan mati dengan cara mengecek salah satu dari 3 refleknya, reflek mata, kuku dan ekor.

Pertama, setelah disembelih dan tidak bergerak lagi, gunakan ujung jari kita untuk menyentuh pupil mata alias orang-orangan mata. Jika masih ada bereaksi atau berkedip, maka artinya saraf-sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika sudah tidak bereaksi lagi, maka artinya hewan telah mati.

Kedua, ekor sapi adalah salah satu tempat berkumpulnya ujung-ujung saraf yang sangat sensitif. Setelah hewan disembelih dan tidak bergerak lagi, coba kita tekan batang ekornya. Jika masih bereaksi, maka artinya sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika ditekan-tekan batang ekornya diam saja dan tidak bereaksi, maka artinya ia sudah mati.

Ketiga, sapi, kerbau, unta, kambing, dan domba adalah hewan berkuku genap atau ungulata. Di antara kedua kuku kakinya terdapat bagian yang sangat sensitif. Tusuk pelan bagian tersebut dengan menggunakan ujung pisau yang runcing. Jika masih bereaksi, artinya hewannya masih hidup. Namun, jika sudah tidak bereaksi alias diam saja, artinya hewannya telah mati.

“Semoga ibadah qurban kita tahun ini diterima oleh Allah SWT dan daging hewan qurban yang kita persembahkan halal dikonsumsi,”pungkas dia.

IHRAM

Tips Tepat Memilih Hewan Kurban

Direktur Halal Research Centre Fakultas Peternakan UGM, Nanung Danar Dono mengatakan, hewan kurban harus penuhi empat syarat. Syarat jenis hewannya, umur hewannya, kesehatan hewannya dan syarat waktu penyembelihan hewannya.

Hewan yang boleh kita kurbankan yang memang dituntunkan seperti kambing, domba, sapi, kerbau atau unta. Artinya, tidak diperkenankan menggunakan hewan lain seperti ayam, itik, puyuh, dan kalkun walau jumlahnya 100 ekor.

Lalu, hewan kurban harus sudah dewasa atau musinnah yang dalam bahasa Arab berasal dari kata sinnun artinya gigi. Maka itu, ternak diizinkan jadi hewan kurban bila telah dewasa sempurna, dan berganti minimal sepasang gigi seri.

Pergantian sepasang gigi seri (susu jadi permanen) pada rahang bawah ternak berusia minimal 14-16 bulan, sapi atau kerbau setelah minimal 24 bulan dan unta setelah minimal 60 bulan. Kecuali, jika hewan musinnah tidak tersedia.

“Jika memang hewan kurban yang musinnah tidak tersedia, maka kita diizinkan berkurban menggunakan hewan kurban yang masih jadza’ah atau mendekat dewasa ,” kata Nanung, Jumat (26/6).

Kemudian, hewan kurban harus sehat dan kondisi tubuhnya sempurna, dan tidak cacat yang kerap menyebabkan harganya jatuh. Hewan kurban wajib disembelih hanya pada Hari Nahar (usai shalat id) atau Hari Tasyriq (11-13 Dzulhijah).

“Tidak sah ibadah kita jika kita menyembelih hewan kurban sebelum shalat id maupun setelah lewat Hari Tasyriq,” ujar Nanung.

Nanung juga membagikan tips memilih hewan kurban yang memenuhi syarat sesuai kaidah syariat Islam. Pertama, jantan atau betina non-produktif sehat badan tegap, tubuh simetris proporsional, lincah, agresif, ceria, dan nafsu makan normal.

Lalu, saat berjalan normal, aktif bergerak, tidak pincang, tidak lunglai atau lemah. Ia menekankan, jika hewan ternak itu sakit nafsu makannya akan hilang, malas berjalan dan tubuhnya cenderung terlihat lemah.

“Normalnya, hewan yang sehat memiliki mata yang berbinar, hidung basah berembun, bulu-bulu halus mengkilap dan lembut (tidak kasar atau kusam). Salah satu indikasi ada cacing hati bulu kusam, tegak dan kasar,” kata Nanung.

Selain itu, perhatikan agar tidak ada bercah darah atau darah yang mengalir ke luar dari lubang-lubang tubuh seperti mata, hidung, mulut, telinga, dubur dan kemaluan. Sebab, itu jadi salah satu indikasi hewan terinfeksi anthrax.

“Kuku di keempat kakinya kuat, sehat dan utuh. Bibir tidak sariawan. Serta, hindari membeli hewan kurban yang dipelihara di tempat pembuangan sampah,” ujar Nanung. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Kenapa Masih Enggan Berqurban?

Sebagian orang memiliki kelebihan harta yang sebenarnya sudah bisa berqurban dengan satu ekor kambing atau 1/7 sapi secara patungan. Namun memang sifat manusia sulit mengeluarkan harta yang ia sukai. Padahal qurban mengandung hikmah dan keutamaan yang besar.

Qurban yang kita kenal biasa disebut dengan udhiyah. Secara bahasa udhiyah berarti kambing yang disembelih pada waktu mulai akan siang dan waktu setelah itu. Ada pula yang memaknakan secara bahasa dengan kambing yang disembelih pada Idul Adha.

Sedangkan menurut istilah syar’i, udhiyah adalah sesuatu yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala pada hari nahr (Idul Adha) dengan syarat-syarat yang khusus. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 74).

Perintah Qurban

Qurban pada hari nahr (Idul Adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama. (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 9: 249)

Dari hadits terdapat riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata : “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca ‘bismillah’dan bertakbir.” (HR. Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966)

Kaum muslimin pun bersepakat (berijma’) akan disyari’atkannya qurban. (Fiqhul Udhiyah, hal. 8)

Hikmah Berqurban

1- Qurban dilakukan untuk meraih takwa. Yang ingin dicapai dari ibadah qurban adalah keikhlasan dan ketakwaan, bukan hanya daging atau darahnya. Allah Ta’ala berfirman,

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)

Kata Syaikh As Sa’di mengenai ayat di atas, “Ingatlah, bukanlah yang dimaksudkan hanyalah menyembelih saja dan yang Allah harap bukanlah daging dan darah qurban tersebut karena Allah tidaklah butuh pada segala sesuatu dan Dialah yang pantas diagung-agungkan. Yang Allah harapkan dari qurbantersebut adalah keikhlasan, ihtisab (selalu mengharap-harap pahala dari-Nya) dan niat yang sholih. Oleh karena itu, Allah katakan (yang artinya), “Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai ridho-Nya”. Inilah yang seharusnya menjadi motivasi ketika seseorang berqurban yaitu ikhlas, bukan riya’ atau berbangga dengan harta yang dimiliki, dan bukan pula menjalankannya karena sudah jadi rutinitas tahunan. Inilah yang mesti ada dalam ibadah lainnya. Jangan sampai amalan kita hanya nampak kulit saja yang tak terlihat isinya atau nampak jasad yang tak ada ruhnya.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 539).

2- Qurban dilakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.

3- Qurban dilaksanakan untuk menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim –kholilullah (kekasih Allah)- ‘alaihis salaam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis salaam ketika hari an nahr (Idul Adha).

4- Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salaam, yang ini membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun berubah menjadi seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 76)

5- Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai dengan hewan qurban.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan qurban.” (Lihat Talkhish Kitab Ahkamil Udhiyah wadz Dzakaah, hal. 11-12 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 379)

Tetaplah Berqurban Ketika Mampu Walau Hukum Qurban Sunnah

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئً

Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berqurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1977)

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini adalah dalil bahwasanya hukum qurban tidaklah wajib karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian ingin menyembelih qurban …”. Seandainya menyembelih qurban itu wajib, beliau akan bersabda, “Janganlah memotong rambut badannya hingga ia berqurban (tanpa didahului dengan kata-kata: Jika kalian ingin …, pen)”.” (Disebutkan oleh Al Baihaqi dalam Al Kubro, 9: 263)

Walau menurut pendapat mayoritas ulama hukum berqurban itu sunnah, tetaplah berqurban apalagi mampu. Untuk orang yang mampu dan kaya mengeluarkan 2,5 juta rupiah untuk qurban kambing atau patungan sapi sebenarnya begitu enteng. Tinggal niatan saja yang perlu dikuatkan.

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah setelah memaparkan perselisihan ulama mengenai hukum qurban, beliau berkata, “Janganlah meninggalkan ibadah qurban jika seseorang mampu untuk menunaikannya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan, “Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu dan ambil perkara yang tidak meragukanmu.” Selayaknya bagi mereka yang mampu agar tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan. Wallahu a’lam.” (Adhwa’ul Bayan, 5: 618)

Berutang Tidaklah Masalah untuk Berqurban

Sufyan Ats Tsauri rahimahullah mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring unta untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah,

لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ

Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al Hajj: 36)”. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 415)

Untuk masalah aqiqah, Imam Ahmad berkata,

إذا لم يكن مالكاً ما يعقّ فاستقرض أرجو أن يخلف اللّه عليه ؛ لأنّه أحيا سنّة رسول اللّه صلى الله عليه وسلم

“Jika seseorang tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia mencari utangan dan berharap Allah akan menolong melunasinya. Karena seperti ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.” (Matholib Ulin Nuha, 2: 489, dinukil dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30: 278). Untuk qurban pun berlaku demikian, bisa dengan berutang.

Pilihlah Hewan Qurban Terbaik

Ciri-ciri hewan yang terbaik untuk qurban adalah: (1) gemuk, (2) warna putih atau warna putih lebih mayoritas, (3) berharga, (4) bertanduk, (5) jantan, (6) berkuku dan berperut hitam, (7) sekeliling mata hitam.

Hewan qurban yang dipilih adalah yang sudah mencapai usia musinnah. Musinnah dari kambing adalah yang telah berusia satu tahun (masuk tahun kedua). Sedangkan musinnah dari sapi adalah yang telah berusia dua tahun (masuk tahun ketiga). Sedangkan unta adalah yang telah genap lima tahun (masuk tahun keenam). Inilah pendapat yang masyhur di kalangan fuqoha. Atau bisa pula memilih jadza’ah yaitu domba yang telah berusia enam hingga satu tahun.

Kemudian jauhi cacat hewan qurban yang wajib dihindari yang bisa membuat qurbannya tidak sah. Ada empat cacat yang membuat hewan qurban tidak sah: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang. Kalau dianggap tidak sah, berarti statusnya cuma daging biasa, bukan jadi qurban.

Sedangkan cacat yang tidak mempengaruhi turunnya kualitas daging tidaklah masalah seperti ekor yang terputus, telinga yang terpotong dan tandung yang patah. Cacat ini yang dimakruhkan.

Intinya, ketika berqurban berusaha memilih hewan qurban yang terbaik, menghindari cacat yang membuat tidak sah dan cacat yang dimakruhkan. Ibnu Taimiyah sampai berkata,

وَالأَجْرُ فِي الأُضْحِيَّةِ عَلَى قَدْرِ القِيْمَةِ مُطْلَقًا

“Pahala qurban (udhiyah) dilihat dari semakin berharganya hewan yang diqurbankan.” (Fatawa Al Kubro, 5: 384). Semakin berharga hewan qurban yang dipilih, berarti semakin besar pahala.

Berqurban itu begitu mudah, kita bisa berqurban dengan 1 kambing atau patungan 1/7 sapi. Masing-masing qurban tersebut bisa diniatkan untuk satu keluarga. Imam Asy Syaukani rahimahullah pernah berkata, “Qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” (Nailul Author, 8: 125).

Semoga bermanfaat. Moga Allah berkahi rezeki setiap yang mau berqurban.

* Diringkas dari bahasan buku “Panduan Qurban dan Aqiqah” karya Muhammad Abduh Tuasikal, MSc terbitan Pustaka Muslim Yogyakarta

Disusun di Panggang, Gunungkidul, 28 Dzulqo’dah 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/22713-kenapa-masih-enggan-berqurban.html

Hukum Potong Rambut dan Kuku Bagi yang Hendak Berkurban

Para ulama mazhab fiqih berbeda pendapat tentang hukum memotong kuku dan rambut bagi orang yang hendak berkurban sejak memasuki sepuluh awal Dzulhijah menjadi tiga pedapat.

Pertama, menurut Mazhab Hanbali hukumnya wajib menjaga diri untuk tidak mencukur rambut dan memotong kuku bagi orang yang hendak berkurban sejak masuknya Dzulhijah hingga selesai penyembelihan hewan kurban.

Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw. riwayat Muslim dari Ummu Salamah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
:
(إِذَا رَأَيْتُمْ هِلالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ ) وفي لفظ له : ( إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا.)

“Jika kalian melihat hilal Dzul Hijjah, dan seseorang dari kalian ingin berkurban, maka hendaklah menahan diri (tidak memotong) rambut dan kuku-kukunya”.

Dalam redaksi yang lain: “Jika sepuluh hari awal Dzulhijah sudah masuk, dan seseorang dari kalian ingin berkurban, maka hendaknya tidak menyentuh (memotong) rambut dan bulu tubuhnya sedikitpun”.

Sebagian ulama mengatakan bahwa hikmah dari tidak mencukur rambut dan memotong kuku adalah agar seluruh bagian tubuh itu tetap mendapatkan kekebalan dari api neraka. Sebagian yang lain mengatakan bahwa larangan ini dimaksudkan biar ada kemiripan dengan jemaah haji yang sedang berihram.

Kedua, menurut mazhab Maliki dan Syafi’i hukumnya sunnah untuk tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku bagi orang yang hendak berkurban mulai masuknya Dzulhijah sampai selesai penyembelihan hewan kurban. karena ada hadits dari Aisyah r.a.:

كُنْتُ أَفْتِلُ قَلاَئِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللهِ ثُمَّ يُقَلِّدُهاَ بِيَدِهِ ثُمَّ يَبْعَثُ بِهَا وَلاَ يُحْرِمُ عَلَيْهِ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللهُ لَهُ حَتىَّ يَنْحَرَ الهَدْيَ

“Aku pernah menganyam tali kalung hewan udhiyah Rasulullah saw, kemudian beliau mengikatkannya dengan tangannya dan mengirimkannya dan beliau tidak berihram (mengharamkan sesuatu) atas apa-apa yang dihalalkan Allah SWT, hingga beliau menyembelihnya,” (HR. Bukhari Muslim).

Asy-Syairazi (w. 476 H) dari kalangan Asy-syafi’iyah dalam matan Al-Muhazzab menyebutkan:

ولا يجب عليه ذلك لأنه ليس بمحرم فلا يحرم عليه حلق الشعر ولا تقليم الظفر

“Dan hal itu bukan kewajiban, karena dia tidak dalam keadaan ihram. Maka tidak menjadi haram untuk memotong rambut dan kuku”. (Asy-Syairazi, Al-Muhazzab, jilid 1 hal. 433).

Kedua mazhab ini menyimpulkan hadits Ummu Salamah di atas bukan sebagai larangan yang bersifat haram (nahyu tahrim), melainkan sebagai larangan yang bersifat makruh (lilkarahah).

Ketiga, Menurut Mazhab Hanafiy tidak disunnahkan dan tidak diharamkan bagi orang yang hendak menyembelih hewan kurban untuk memotong rambut dan kuku. Sebab orang yang ingin menyembelih hewan kurban tidak diharamkan untuk berpakaian biasa dan bersetubuh.

Adapun hadits di atas, menurut pengikut mazhab Hanafi merupakan ketentuan bagi mereka yang berihram saja, baik ihram karena haji atau umrah. Sedangkan mereka yang tidak dalam keadaan berihram tidak ada ketentuan untuk meninggalkan cukur rambut dan potong kuku.

 

Pilihan Pendapat

Sebenarnya hadits riwayat Ummu Salamah redaksi haditsnya ditujukan untuk umum, tidak ada pengkhususan kepada kondisi tertentu. Namun jika dihubungkan dengan ibadah haji, di mana ibadah kurban merupakan bagian yang tak terpisahkan maka menurut sebagian pengikut mazhab Syafi’i dan Maliki menyatakan larangan itu sebenarnya berkorelasi dengan orang yang melaksanakan ibadah haji saja sebagaimana firman Allah SWT.:

وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ

“Janganlah kamu mencukur (rambut) kepalamu sebelum hewan kurban sampai pada tempat penyembelihannya “ [Al-Baqarah : 196].

Namun kalimat hadits Umu Salamah yang bersifat umum itu, baik kepada yang sedang berihram atau tidak tetapi hendak memotong hewan kurban maka dilarang memotong rambut dan kuku. Kemudian hadits riwayat Aisyah menyatakan Nabi saw tidak mengharamkan sesuatu yang halal bagi orang yang hendak berkurban.

Maka dengan menggunakan metode penggabungan dan kompromi (al-jam’u wa al-taufiq) antara kedua hadits tersebut, maka hukum memotong kuku dan rambut bagi orang yang hendak berkurban mulai masuk Dzulhijah hingga selesai pelaksanaan pemotongan hewan kurban adalah makruh, sedangkan memeliharanya adalah Sunnah.

Wallahu a’lam bi al-shawab

 

Disusun oleh KH. Cholil Nafis, Lc., Ph D, Ketua Pembina Yayasan Investa Cendekia Amanah

TRIBUN NEWS