Telaah ar-Razi Soal Penciptaan Alam Semesta

Fakhruddin ar-Razi juga menelaah tentang bagaimana Allah menciptakan alam semesta. Ada dua bentuk penciptaan. Pertama, melalui kata Jadilah! (kun; lihat Alquran surah al-Baqarah ayat 117, surah Ali Imran ayat 47, surah al-An’am ayat 73, surah an-Nahl ayat 40, surah Maryam ayat 35, surah Yaasiin ayat 82, dan surah al- Mu`min ayat 68).

Kedua, penciptaan langit dan bumi dalam enam hari (lihat Alquran surah Huud ayat 7, surah Qaf ayat 38, as-Sajadah ayat 4, dan Fushilat ayat 9-12). Ada tafsiran bahwa frasa Jadi, maka jadilah! (kun fayakun!)” berarti bahwa Allah menciptakan segala sesuatu sebagai pengejawantahan frasa tersebut. Akan tetapi, ar-Razi kurang sepakat dengan tafsiran itu.

Menurut dia, penciptaan sudah dibentuk sebelum pengujaran kata jadi dari frasa Jadi, maka jadilah! Fakhruddin ar-Razi mengambil contoh pembahasan surah Ali Imran ayat 59, yang menceritakan tentang penciptaan Isa bin Maryam: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: ‘Jadilah’ (seorang manusia), maka jadilah dia.

Perhatikan bahwa Allah menciptakan Adam dari tanah datang terlebih dahulu baru kemudian Allah mengujarkan kata jadilah”. Oleh karena itu, menurut ar-Razi, kata jadilah itu sendiri merupakan makhluk yang telah Allah ciptakan sebelumnya.

 

REPUBLIKA

Mengenal Sosok ar-Razi, Sang Ilmuwan Cemerlang

Fakhruddin ar-Razi (1149- 1209) merupakan salah satu ilmuwan paling cemerlang dalam sejarah peradaban Islam. Karya-karyanya mencapai ratusan buku yang meliputi banyak bidang, mulai dari kedokteran, astronomi, matematika, logika, fisika, kalam, fikih, ushul fikih, hingga tafsir Alquran. Dalam bidang tafsir, kitabnya yang sampai kini masih terus dikaji adalah Mafatih al-Ghaib (at-Tafsir al-Kabir li Alquranul Karim).

Adapun dalam disiplin fikih dan ushul fikih, ia telah menulis buku al-Mahshul fil Fiqh dan al-Mahshul fil Ushul Fiqh. Untuk kajian kalam dan filsafat, dua karyanya yang masyhur antara lain al- Qadha wa al-Qadar, al-Mulakhash fil Filsafah, al-Mathalib al-‘Aliyah fil Hikmah, dan al-Mabahits al-Masyra qiyyah (Pemba hasan Filsafat Ketimuran).Selain menulis banyak buku, tokoh dari abad ke-12 Masehi ini juga kerap melakukan perjalan an ke berbagai kota pusat-pusat ilmu pengetahuan.

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin al-Hu sayn at-Taymi al-Bakri at-Tabaristani. Pria keturunan sahabat Rasulullah SAW, Abu Bakar ash-Shiddiq, ini lahir di Ray (kini sekitar Teheran, Iran) dan wafat di Herat (masuk Afghanistan modern) di usia 61 tahun.

Awalnya, Fakhruddin ar-Razi mendapat kan pendidikan dari sang ayah, Dziya’uddin Umar, seorang pakar mazhab Imam Syafii dan Asy’ariyah. Setelah ayahandanya wafat, dia menempuh penga jaran dari sejumlah ulama terkemuka yakni, antara lain, Ahmad bin Zarinkum al-Kamal al-Simnani, Majdin al-Jilly, dan Muhammad al-Baghawi. Majdin al-Jilly merupakan orang Azerbaijan yang juga murid generasi kedua dari Imam al-Ghazali.

Selain itu, Fakhruddin ar-Razi juga menimba ilmu kalam dari Kamaluddin as- Samawi. Semasa mudanya, ia memelihara bacaan dan hafalan Alquran. Melewati usia belasan tahun, minatnya terhadap sains mulai muncul. Lantaran kegeniusannya, di usia 35 tahun Fakhruddin ar-Ra zi sudah memahami seluk-beluk kitab fenomenal dalam bidang kedokteran, al-Qanun fil Tibb (the Canon of Medicine)karya Ibnu Sina.

Dalam usia muda, dia mengunjungi Kota Khawarizmi dan Transoxania untuk berinteraksi dengan ulama-ulama setempat. Di samping alasan mengejar ilmu, perjalanannya ke wilayah-wilayah Islam di timur itu juga menjadi awal baginya mendapatkan perlindungan dan dukungan dari penguasa-penguasa Muslim. Misal nya, Sultan Ghiyath al-Din dari Ghazna dan penggantinya yakni Syihabuddin.

Akan tetapi, Fakhruddin ar-Razi juga menjalin pertemanan dengan lawan politik sultan Ghazna itu, yakni Shah Khawarizmi Alauddin Takesh dan anaknya, Muhammad. Dengan dukungan dari kalangan elite kerajaan itu, pada zamannya Fakhruddin ar-Razi termasuk ilmuwan yang hidup mapan. Selain dua kota tersebut, dia juga menyambangi Khurasan, Bukhara, Samarkand, dan India.

Sebagai sosok dengan kapasitas intelektual yang tinggi, Fakhruddin ar- Razi senang berdebat dengan orang-orang yang berseberangan pandangan. Dia tidak suka dengan orang yang lemah dalam penalaran dan terburu-buru menyimpulkan argumen. Polemik keilmuan acap kali begitu keras. Salah satu pihak yang mengecamnya adalah kelompok Karramiyah, yang mendukung penafsiran literal atas teks-teks sumber Islam.

Bahkan, kelompok Ismailiyah dan Hanbali disebut-sebut pernah mengancam nyawanya. Beberapa riwayat mengatakan, kematian Fakhruddin ar-Razi terjadi lantaran minumannya diracun. Di Herat, kota tempatnya mengembuskan napas terakhir, dia mengajar di madrasah yang khusus dibangun Sultan Ghiyath untuknya

 

REPUBLIKA

Mengenal Sosok Sang Pelopor Astronomi Terapan

Sepanjang abad pertengahan, Andalusia pernah menjadi pusat keilmuan paling maju di dunia. Banyak intelektual Muslim di negeri ini melahirkan karya-karya ilmiah yang mampu membawa perubahan besar bagi peradaban manusia. Berkat pengaruh dan kontribusi keilmuan mereka pula, bangsa Eropa kemudian berhasil memasuki era pencerahannya.

Pada zamannya, kaum Muslim di Andalusia tidak hanya memiliki keunggulan di bidang kesusastraan Arab, tetapi juga menguasai hukum Islam, matematika, arsitektur, seni, filsafat, psikologi, biologi, botani, zoologi, kedokteran, ilmu kelautan, dan astronomi. Negeri ini telah menghasilkan banyak sekali bintang yang berkilau dalam sejarah dunia. Salah satu bintang yang bersinar itu adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Yahya an-Naqqash al-Zarqali — yang dijuluki sebagai Bapak Pelopor Astronomi Terapan.

Al-Zarqali, atau dalam dunia Barat lebih dikenal dengan sebutan Arzachel, lahir pada abad ke-11 di Toledo (sebuah kota yang terletak di kawasan tengah Spanyol sekarang —red). Semasa mudanya, ia pernah bekerja sebagai mekanik dan perajin logam. Nama keluarga al-Zarqali sendiri, yakni an-Naq qash, memiliki arti “sang pemahat”.

Semangat dan perhatiannya yang besar ter hadap dunia keilmuan, membuat al-Zar qali tumbuh menjadi seorang intelektual be sar di zamannya. Selama tinggal di kota kela hir annya, Toledo, ia telah menghasilkan se jumlah penemuan inovatif di berbagai bidang ilmu, terutama astronomi modern. Peralat an-peralatan astronomi hasil temuannya bahkan terus digunakan oleh masyarakat di berbagai belahan dunia sampai hari ini.

Pada 1060, di bawah bimbingan qadi To ledo yang juga ilmuwan matematika, Said al-Andalusi, al- Zarqali bekerja sebagai pembuat instrumen untuk berbagai keperluan ilmiah. Hasil karya instrumennya yang sempurna membuat para ilmuwan Muslim dan Yahudi di Toledo pada masa itu merasa sangat terkesan dengan kecerdasan yang dimiliki al-Zarqali. Padahal, ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal apa pun semasa hidupnya.

 

REPUBLIKA

Ilmuwan Muslim Terus Sempurnakan Ilmu Farmasi

Bermula dari sebuah perintah, gerakan penerjemahan buku-buku kimia berlangsung masif. Khalid bin Yazid (meninggal pada 704 Masehi), pangeran dari Dinasti Umayyah, berada di balik titah penerjemahan itu. Ia sangat menyukai kimia, dan untuk memperdalamnya, ia menyerap buku-buku rujukan dari masa Yunani kuno.

Salah satu naskah penting yang turut diterjemahkan adalah De Materia Medica yang ditulis oleh Dioscorides. Karya ini menerangkan resep obat-obatan yang dihasilkan melalui proses kimiawi dan alamiah. Dengan pemahamannya yang mendalam pada bidang ini, kemudian Khalid dianggap sebagai pembuka pintu perkembangan farmasi.

Ilmuwan Muslim terus melaju dengan mempelajari dan menyempurnakan pengetahuan tentang farmasi. Mereka akhirnya mampu meracik dan menemukan beragam obat yang bermanfaat bagi masyarakat. Zakaria Virk dalam artikel Muslim Contribution in Pharmacy menggambarkan pencapaian-pencapaian Muslim.

Muslim yang pakar di bidang farmasi berhasil memetakan 600 jenis tumbuhan beserta khasiatnya. Virk menambahkan, pengetahuan mendalam tentang taksokologi, seperti racikan racun, obat anti racun, serta metode deteksi racun, merupakan dasar dari seni farmasi umat Islam.

Dari situ, mereka melakukan percobaan kimia untuk membuat obat mujarab. Virk menyebutkan bahwa farmasi yang ada di dunia Islam itu mencakup mereka yang ahli pengobatan herbal, pengumpul, serta penjual obat herbal dan rempah. Sejarawan sains, Ismail dan Lois Lamya al-Faruqi, meyakini keahlian di bidang kimia sangat berperan penting.

Berbekal kemampuan itu, Muslim menyiapkan formula kimia, semisal nitrat, asam sulfur, dan asam nitrohidoklorida, sebagai bahan campuran dalam proses pembuatan obat-obatan. Dalam buku Atlas Budaya, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilang, keduanya menerangkan bahwa kaum Muslim juga menyematkan nama Arab pada obat temuannya.

Kemajuan yang menggembirakan ini memicu kian banyaknya ahli farmasi. Mereka yang dianggap berkemampuan dalam farmasi mendapat julukan sebagai Saydalani. Zakaria Virk mengungkapkan, orang pertama yang menyandang julukan itu adalah seorang warga di Baghdad bernama Abu Quraysh al-Saydalani.

Selanjutnya, toko-toko obat dan apotek merebak di kota-kota Islam. Di Kota Baghdad, yang menjadi ibu kota pemerintahan Dinasti Abbasiyah, apotek pertama berdiri. Biasanya, toko obat dan apotek dimiliki oleh para ahli farmasi. Mereka meracik sendiri obat-obatan yang dijual kepada masyarakat.

 

REPUBLIKA