Kisah Imam Malik dan Riba

Di zaman Imam Malik, ada orang yang melihat kejadian aneh hingga membuat dia mengucapkan sumpah untuk menceraikan istrinya. Orang ini melihat ada orang minum khamr sampai mabuk. Lalu dia menyiramkan khamr itu di kepalanya. Dia ingin menggapai bulan.

Orang ini merasa, betapa buruknya khamr, sampai bisa membuat orang jadi hilang akal, gila beneran. Seketika itu dia langsung bersumpah,

امرأتي طالق إن كان يدخل جوف ابن آدم أشد من الخمر

Istriku tertalak, jika ada benda yang masuk ke perut manusia, yang lebih jelek dari pada khamr.

Lelaki ini menganggap, khamr adalah barang haram terjelek yang masuk ke perut manusia.

Selesai mengucapkan ini, diapun konsultasi kepada Imam Malik. Dia bingung, apakah sumpahnya terlaksana atau batal. Jika ada benda haram yang lebih jelek dari pada khamr, maka sumpahnya terlaksana.

Untuk kedatangan yang pertama, Imam Malik meminta waktu untuk mempelajarinya,

ارجع حتى أنظر في مسألتك

Pulanglah, saya akan pelajari dulu masalahmu.

Bagi Imam Malik, ini masalah besar. Butuh belajar dan perenungan.

Keesokan harinya, orang ini datang lagi. Begitu ketemu, Imam Malik  mengatakan,

امرأتك طالق، إني تصفحت كتاب الله، وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم، فلم أر شيئاً أشد من الربا؛ لأن الله أذن فيه بالحرب

Istrimu tertalak. Saya membuka-buka al-Quran dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku tidak menjumpai ada barang haram yang lebih buruk dari pada riba. Karena Allah mengumumkan perang menentang riba. (Tafsir al-Qurthubi, 3/364).

Allahu a’lam

PENGUSAHA MUSLIM

Ketika Harun ar-Rasyid Ngaji ke Imam Malik

Khalifah Harun ar-Rasyid termasuk pemimpin yang sangat dihormati rakyatnya. Tentu wibawa ini tak dicapainya secara gratis. Prestasi dalam pembangunan ekonomi, politik, budaya, dan pengetahuan tergolong gemilang.

Puncak kekuasaan dan kharisma kepribadiannya membuat setiap perintah sang khalifah dipatuhi semua orang. Hanya orang-orang khusus yang berani membangkang dari keinginan-keinginannya. Selain Abu Nawas, Imam Malik adalah salah satu orang yang bernyali istimewa ini.

Khalifah suatu hari mengutus al-Barmaki menjemput Imam Malik untuk mengajar di istananya.
“Ilmu pengetahuan harus didatangi, bukan mendatangi,” jawab Imam Malik atas perintah tersebut. Utusan itu akhirnya pulang ke Iraq dan menyampaikan pesan ini kepada Khalifah.

Ketika menunaikan haji, Khalifah sempat berjumpa Imam Malik dan menyuruhnya membacakan kitab karangannya. Imam Malik tetap menolak dan memintanya hadir di majelis pengajiannya.

“Bagaimana jika di rumah Anda saja?” bujuk Khalifah.

“Rumah saya reyot, tak layak untuk seorang pemimpin besar seperti Baginda,” kata Imam Malik merendah.

Pada momen kunjungan Khalifah ke Madinah, pakar hadits ini sekali lagi dijemput untuk membacakan al-Muwaththa’ di istana. Dengan agak berat hati ia lalu memenuhi ajakannya.

“Saya berharap Baginda bukan orang pertama yang tidak menghormati ilmu. Sungguh, saya tak bermaksud menolak permintaan Baginda. Saya hanya minta Baginda menghargai ilmu agar Allah menghargai Baginda,” tutur Imam Malik.

Khalifah pun akhirnya ikut Imam Malik ke rumah. Khalifah duduk di kursi spesialnya. Ia sempat merasa terganggu dengan banyaknya peserta pengajian, namun Imam Malik berutur, “Jika orang lain tak boleh menyimak kitab ini maka Allah akan menjauhkan rahmat darinya.”

Pengajian dimulai. Imam Malik menyuruh muridnya membaca al-Muwaththa’. Sebelum kitab dibaca tiba-tiba keluar dari lisan Imam Malik: “Para pencinta ilmu sangat menghargai ilmu. Tak seorangpun dapat duduk lebih tinggi dari ilmu.”

Mendengar sindiran itu, Khalifah pun turun dari kursi dan duduk di lantai bersama peserta yang lain. (Mahbib Khoiron)

 

sumber: NU.or.id