Taqwa: Infaq dan Istighfar di Waktu Sahur

Salafush sholeh tidak hanya berlomba-lomba dalam aspek kesalehan individual, namun juga dalam aspek kesalehan sosial

Allah Ta’ala berfirman:

الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ

yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu Sahur. (QS. Ali Imron [3]: 17)

Tafsir ayat

Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat tersebut – selain ayat ke-16 – menggambarkan sifat-sifat hamba Allah yang bertaqwa. Dua di antara karakteristik yang disebut ayat itu adalah munfiiqin (orang-orang yang berinfaq) dan mustaghfiriin bil ashaar (orang-orang yang memohon ampun di waktu Sahur, yakni penghujung malam sebelum fajar/Subuh). Menurutnya, tafsir kata al-munfiqiin adalah menafkahkan sebagian dari harta mereka di jalan-jalan ketaatan yang diperintahkan kepada mereka, silaturahmi, amal taqarrub, memberikan santunan, dan menolong orang-orang yang membutuhkannya. Sedangkan ketika menafsirkan mustaghfiriin bil ashaar beliau mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan keutamaan beristigfar di waktu Sahur.

Munasabah ayat

Ayat-ayat yang senada dengan ayat ke-17 dari suroh Alu Imron adalah ayat ke-18 dan 19 dari suroh Adz-Dzaariyaat.

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 18)

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 19)

 

Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ke-19 di atas mengatakan, setelah Allah Ta’ala menyifati mereka sebagai orang-orang yang rajin mengerjakan shalat malam (dan ditutup dengan memohon ampun di waktu Sahur), lalu menyebutkan sifat terpuji mereka lainnya, yaitu bahwa mereka selalu membayar zakat dan bersedekah serta bersilaturahmi.

Tadabbur ayat

Dari kedua kelompok ayat itu dapat diketahui bahwa:

Pertama, karakteristik orang bertaqwa meliputi dua aspek kesalehan: individual dan sosial. Bukan hanya satu aspek saja, individual saja, atau sosial saja. Kedua aspek ini adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan seperti dua sisi mata uang.

Salah satu karakteristik orang bertaqwa dalam aspek kesalehan individual adalah memohon ampun di waktu Sahur. Mereka memohon ampun di waktu Sahur setelah sebelumnya “mereka sedikit sekali tidur di malam hari” sebagaimana disebutkan dalam ayat ini:

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ

Mereka (dulu ketika di dunia) sedikit sekali tidur di waktu malam. (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 17).

Al-Hasan Al-Basri ketika menjelaskan makna firman-Nya: Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam mengatakan mereka melakukan shalat malam hari dengan keteguhan hati, karenanya mereka tidak tidur di malam hari kecuali hanya sedikit. Mereka mengerjakannya dengan penuh semangat hingga waktunya memanjang sampai waktu Sahur, sehingga bacaan istigfar mereka dilakukan di waktu Sahur.

Sedangkan karakteristik orang bertaqwa dalam aspek kesalehan sosial di antaranya adalah berinfaq dan bersedekah. Dalil lain dari Al-Qur’an yang menyatakan bahwa aspek kesalehan sosial merupakan salah satu sifat orang bertaqwa adalah ayat ke-17 dan 18  dari suroh Al-Lail.

Kedua, kedua aspek ini merupakan kunci masuk surga. Bukan salah satu aspek saja, indivual saja, atau sosial saja. Hubungan erat antara kesalehan indivual dan kesalehan sosial yang merupakan kunci masuk surga ini juga dapat diketahui dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berikut:

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرَفًا يُرَى ظَاهِرُهَا مِنْ بَاطِنِهَا، وَبَاطِنُهَا مِنْ ظَاهِرِهَا“. فَقَالَ أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ: لِمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “لِمَنْ أَلَانَ الْكَلَامَ، وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ، وَبَاتَ لِلَّهِ قَائِمًا، وَالنَّاسُ نِيَامٌ

“Sesungguhnya di dalam surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya dapat dilihat dari bagian dalamnya, dan bagian dalamnya dapat dilihat dari bagian luarnya. Abu Musa Al-Asy’ari Ra. bertanya, “Wahai Rasulullah, untuk siapakah kamar-kamar itu?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam menjawab: Untuk orang yang lembut dalam tutur katanya, dan gemar memberi makan (fakir miskin), serta melakukan salat malam harinya karena Allah di saat manusia lelap dalam tidurnya.” (HR. Imam Ahmad)

 

Dalam riwayat lain beliau bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَأَفْشُوا السَّلَامَ، وصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ

“Wahai manusia, berilah makan, hubungkanlah tali persaudaraan, sebarkanlah salam, dan shalatlah di malam hari pada saat manusia lelap dalam tidurnya, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.”

Sedangkan salah satu dalil dari Al-Qur’an yang menyatakan bahwa kesalehan sosial bisa menjauhkan diri dari neraka – yang berarti membuat diri masuk surga – adalah ayat ke-17 dan 18 dari Suroh Al-Lail.

 

Teladan salafush sholeh dalam beristighfar di waktu Sahur

Salafush sholeh begitu berusaha sungguh-sungguh memanfaatkan akhir malam hingga waktu Sahur. Berikut adalah sebagian kisah mereka. 

Abdullah ibnu Umar sesuai salam dari shalat malam bertanya, “Hai Nafi’, apakah waktu Sahur telah masuk?” Apabila dijawab ya maka ia mulai berdo’a dan memohon ampun hingga waktu Subuh.

Ibnu Mas’ud Ra. ketika suatu malam berada di salah satu bagian dalam masjid terdengar mengucapkan do’a berikut: Ya Tuhanku, Engkau telah memerintahkan kepadaku, maka aku taati perintah-Mu; dan inilah waktu sahur, maka berikanlah ampunan bagiku

Anas ibnu Malik Ra. mengatakan bahwa kami (para sahabat) bila melakukan shalat malam diperintahkan untuk melakukan istighfar di waktu Sahur sebanyak tujuh puluh kali.

 

Teladan salafush sholeh dalam bersedekah dan berinfaq

Salafush sholeh tidak hanya berlomba-lomba dalam aspek kesalehan individual, namun juga dalam aspek kesalehan sosial. Begitu banyak kisah mereka dalam hal ini, salah satunya adalah “perlombaan” menginfaqkan harta untuk fi sabilillah antara Abu Bakar Ra. – yang menginfaqkan seluruh hartanya – dan Umar bin Khoththob Ra. – yang menginfaqkan separoh hartanya .

Berjihad, istiqomah dan dampaknya

Ramadhan adalah madrasah untuk melatih diri berjihad (berusaha sungguh-sungguh) untuk memanfaatkan akhir malam hingga waktu Sahur, dan berjihad untuk tetap istiqomah. Diharapkan ketika lulus dari madrasah ini para lulusannya memiliki kebiasaan Qiyamul lail untuk menghidupkan kehidupan malamnya dengan bermunajat kepada Robbnya. Jika demikian halnya insya Allah ketaqwaan  – yang meliputi kesalehan individual dan sosial – yang melekat para diri mereka akan terus mengalami peningkatan sepanjang tahun. Ini berarti mereka telah memiliki kunci masuk surga.  Wallahu a’lam bish-showab.*

Oleh: Abdullah al-Mustofa, Anggota Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Jawa Timur

 

 

HIDAYATULLAH