Ibadah Haji, Gaya Hidup Instan Kita, dan Refleksi Syariati

Haji bukan sekadar ritual, melainkan juga memahami makna di balik prosesi haji.

“Tak akan raih kemuliaan siapapun yang tak menyentuh kesulitan

Barang siapa ingin kehormatan tanpa bersusah payah maka ia akan nihil”

(Shafiyuddin al-Hilli, 750 H)

Ali Syari’ati. Nama cendekiawan kelahiran 1933 di Mazinan, Iran, itu tak lagi asing. Pemikirannya dikenal progresif. Gagasannya merupakan refleksi dari ragam problematika yang dihadapi masyarakat Iran ketika itu. Syari’ati mencetuskan teori yang tak lazim di masanya: kodifikasi antara prinsip Islam yang tradisionalis dan filsafat Barat modern.

Sikapnya dikritik, juga dipuja. Dalam waktu singkat, ceramah dan kuliahnya menyedot perhatian publik. Tetapi, progresivitas pemikirannya dianggap ancaman. Kalangan tradisonalis yang mendominasi menganggap keberadaannya sebagai ancaman. Syariati dicekal. Pernah pula dijebloskan ke penjara. Hingga pada 19 Juni 1977 ia wafat terbunuh. Muncul spekulasi, agen-agen SAVAK pendukung Ayatullah Khumaini berada di balik tragedi tersebut.

Syari’ati meninggalkan warisan intelektual yang luar biasa. Sebagian besar karangannya tentang filsafat. Salah satu karyanya yang monumental ialah buku berjudul Hajj (pilgrimage).

Buku yang banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa itu berisi tentang refleksi, kritik, dan sebuah konklusi dari seorang Syari’ati, perihal subtansi ibadah haji. Baginya, haji adalah sebuah aksi yang berkesinambungan, tak terhenti pada tumpukan teori di atas kertas. Haji juga penuh dengan simbol, bukan sebatas ritual.

Jangan-jangan, seperti kekhawatiran seorang qadi asal Kufah yang hidup pada tahun 70-an Hijriyah, Syuraih al-Qadhi, sedikit sekali mereka yang benar-benar pergi dengan berniat haji, banyak yang hanya niat berwisata. Begitu banyak para pengamal kebajikan, tetapi sedikit sekali yang tulus mencari ridha-Nya.

Dalam refleksi Ali Syariati, seperti termaktub dalam al-Faridhal al-Khamisah (terjamah lain dalam bahasa Arab), ibadah haji bukan hanya sekadar ibadah ritual dengan memakai ihram, melakukan tawaf (mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran), sai (berlari-lari kecil antara Bukit Shafa dan Marwah), melempar jumrah (dengan batu kerikil ke tiang Jamarah), wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah, lalu bertahalul (memotong rambut). Menurutnya, seorang manusia penting untuk memahami fungsi dan perannya masing-masing. Manusia sebagai khalifah di muka bumi berkewajiban melaksanakan segala amanah yang diberikan oleh Allah, termasuk dalam melaksanakan ibadah haji. Bukan hanya sekadar ritual, melainkan juga memahami makna di balik setiap prosesi ibadah haji.

Syariati juga menekankan bahwa pelaksanaan ibadah haji seharusnya menjadi kesempatan bagi setiap jamaah untuk meningkatkan kualitas keimanannya. Sebab, itulah tujuan dari pelaksanaan ibadah haji, yakni menggapai haji mabrur.

Bila ibadah haji berhasil dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan syarat dan rukunnya, niscaya dirinya akan menjadi seorang Muslim yang baik, patuh, dan taat dalam menjalankan ibadah. Di sinilah, tegas Syariati, pentingnya seorang Muslim memahami dan mengambil manfaat dari manasik haji.

Maka, tibalah tahapan puncak, sebuah tingkatan klimaks yang diteladankan Ibrahim AS yaitu berqurban. Prosesi berqurban tersebut terlampaui usai ritual-ritual transendental. Peneguhan tauhid kala bertawaf, menyelami perjuangan Hajar ketika sa’i, lalu ‘merasakan’ kehadiran Adam ketika menuju Arafah. Di Padang itu, tebersitlah akan arti dan kedudukan manusia di hadapan-Nya.

Qurban hanyalah simbol dari berserah diri yang sempurna. ‘Ismail’ manakah yang hendak Anda qurbankan? Apakah gelar, profesi, harta, status sosial? Atau apakah yang hendak Anda sucikan? Bagi Syari’ati, bukan perkara mudah membatasi dan memutuskan perkara apa yang hendak dipurifikasi. Syari’ati hanya memberikan batasan, apa pun yang membuat iman lemah, maka “sembelihlah”. Segala hal yang melenakan dari kewajiban, tanggung jawab, dan kebaikan, maka jauhkanlah. Begitulah hakikat kurban.

Syari’ati meletakkan pemahaman akan pentingnya prioritas. Mengedepankan hak-hak ilahi ketimbang maslahat duniawi. Ikhtiar yang demikian lebih sulit. Sebab, kondisi itu akan menimbulkan dialektika kepentingan. Tarik ulur hasrat. Hasilnya akan sangat menentukan. Siapa memilih dunia, maka ia telah kalah dalam pertempuran besar.

Melawan hawa nafsu. Bahkan, pertarungan ‘kepentingan’ itu dalam konteks Ibrahim AS, nabi yang dikenal sebagai Bapak Agama Samawi itu, sangat kompleks. Ia sangat mendambakan seorang putra selama berpuluh-puluh tahun.

Dan, anak yang dinanti itu justru diperintahkan Allah untuk dikurbankan. Bagi Syari’ati pula, pelaksanaan qurban, bentuk dari penyempurnaan hakikat berserah diri dan keikhlasan yang sebenarnya. Tetap jaga agar tak tergelincir. Sebab, terpeleset dari tangga kemuliaan itu berarti petaka yang sangat disesalkan.

Sebagai bagian tak terlepaskan dari ritual haji, qurban adalah simbol dari kontinuitas kesalehan. Kebaikan tak boleh terhenti lantaran risalah Islam berselaras dan dinamis dengan kehidupan. Qurban meneguhkan arti pentingnya pengorbanan dalam hidup. Mengikis ego pribadi, sektoral, dan komunal. Hidup adalah soal pengorbanan. Sejauh mana komitmen berusaha dan tidak berputus asa, tak pamrih memberi dan bukan hanya menerima.

Maka, dalam konteks keindonesiaan, sangat tepat bila spirit berqurban itu diterapkan. Hidup berbangsa dan bernegara bukan hanya didasari semangat transaksional an sich. Pola ini, tentu hanya akan membudayakan paradigma menerima dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya. Ini jauh dari filosofi berkurban.

Bagi seorang sastrawan abad ke-7 Hijriyah, Shafiyuddin al-Hilli, kejayaan yang hakiki diperoleh dari rangkaian proses, bukan budaya instan. Kegemaran akan perilaku instan hanya menyisakan manusia-manusia dengan watak instan. Kaya secara instan, kepintaran yang instan sekaligus prematur, dan paradigma yang serba instan. Atau, barangkali hidup yang instan pula.  

Oleh : Nashih Nasrullah, Jurnalis Republika.co.id

KHAZANAH REPUBLIKA

Antara Haji Kasab dan Haji Nasab

TADI malam, saat mabit di Muzdalifah, ada satu rombongan Kelompok Bimbingan Haji (KBIH) yang mengadakan tausiyah. Sang pemateri memberikan motivasi haji, tentang perjuangan dan pahala yang akan diraih.

Di sela materi, dai yang berlogat Sunda ini menceritakan macam-macam orang naik haji. Ia menyebutkan ada 3 jenis orang yang naik haji:

Pertama: haji kasab, yaitu haji dengan usaha yang dia miliki. Dengan uang, seseorang menabung, lalu bisa berangkat haji ke tanah suci.

Kedua, haji nasab, yaitu seseorang berangkat haji karena turunan. Dia punya orang tua kaya. Ikut berangkat haji diajak keluarganya.

Ketiga, haji nasib, yaitu karena nasib baik yang Allah takdirkan kepadanya. Berangkat haji begitu saja. Tanpa punya modal dan bukan dari keluarga kaya.

Saya yang sedang rebahan, asyik mendengarkan penjelasan sang ustadz. Ada banyak poin yang beliau sampaikan, tapi pembahasan tentang 3 jenis orang naik haji ini yang sangat menarik perhatian saya.

Saya sangat terenyuh mendengarnya. Tausyiahnya sangat menyentuh sekali.

Saya terlahir dari keluarga sederhana. Saya bukan anak orang kaya. Masih ingat banget, dulu, di rumah, ibu sering menangis karena untuk makan esok hari gak ada.

Allah memberikan karunia yang luar biasa. Diluar dugaan akal sehat dan dugaan manusia, di saat ongkos haji itu mahal, Allah justeru memanggil hamba-Nya bagi yang dikehendaki-Nya.

Tahun 2016 saya mendapat undangan haji Raja Salman. Ini murni undangan.

Bahkan saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun. Saya sendiri belum paham apa motif undangan ini. Sebab saya orang biasa. Saya bukan tokoh politik, bukan pejabat, apalagi anak orang terkenal.

Undangan itu sangat mengagetkan. Awalnya saya menduga itu bercanda. Tapi ketika pihak Kedutaan Arab Saudi di Jakarta menelpon saya berkali-kali agar segera menyerahkan passport, di situlah saya paham.

Sebelum berangkat, waktu itu berkumpul dulu di rumah dinas Dubes Saudi di Menteng, Jakarta. Saat itu, Dubesnya masih Syaikh Musthofa Al Mubarak.

Pas diantar ke Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, saya diantar semua keluarga. Ada bapak, ibu, nenek, uwak, paman, adik, tetangga, dll.  Semua menangis, saya juga menangis.

Saya menulis juga menangis, kakrena mengingat momen itu. Momen selanjutnya, juga tidak disangka juga.

Saya kembali mendapat panggilan dari Allah. Tepatnya pada Januari 2018 saya berangkat ke Arab Saudi untuk melanjutkan kuliah.

Ini sama sekali tidak terduga sebelumnya. Selama kuliah di Jakarta, saya bukan termasuk mahasiswa yang pintar. Banyak teman seangkatan saya tahu ini.

Karena saya tinggal di Saudi, tahun 2018 ikut gabung dalam PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) Arab Saudi. Waktu itu saya masuk tim Daker Bandara, yang bertugas di Bandara Jeddah dan Madinah. Dan hari-hari puncak haji diterjunkan di Arafah.

Masya Allah. 2018 bisa haji kembali. Sambil bertugas melayani jamaah. Sungguh karunia luar baisa. Alhamdulillah. Tsuma Alhamdulillah.

Tahun berikutnya, 2019, saya kembali ikut dalam rombongan panitia haji. Waktu itu ikut bagian transportasi shalawat. Saya dapat penugasan di Misfalah, melayani jamaah asal Jawa Barat.

Pada puncak haji, di sela tugas di Arafah dan Muzdalifah, saya ikut menjalankan manasik. Ya Allah. Sungguh ini adalah karunia yang besar.

Tahun 2020 dan 2021 pandemi corona dan Covid-19 melanda dunia. Pemerintah Saudi rupanya tidak membuka haji dari luar Saudi, dan aaya pulang ke kampung halaman.

Tahun ini, masya Allah, saya diberi kesempatan Allah kembali, menemani istri dari sejak ke Arafah, Muzdalifah, hingga lempar jumrah. Dan insya Allah beberapa hari ke depan akan mabit di Mina.

Akhirnya saya baru ingat, saya pernah berdoa, bunyinya begini, “Ya Allah! Ingin kami bisa haji berdua dengan istri.” Dan Allah telah mengabulkan, meski jalannya terjal dan sulit dilalui.

Semoga sisa manasik yang akan dilakukan ini berjalan lancar. Doa saya selanjutnya, ingin bisa mengajak kedua orang tua haji. “Ya Allah, kabulkan permintaan ini. Amin.”

Haji adalah panggilan dari Allah. Siapapun dia, kalau sudah dipanggil-Nya, maka akan bisa berangkat, bahkan dengan cara yang tak pernah disangka sebelumnya.

Bagi yang belum menunaikan ibadah haji, teruslah berdoa. Dan semoga panggilan Allah akan datang kepada Anda. Selamat hari Raya Idul Adha.*/Budi Marta Saudin, Makkah, 10 Dzulhijjah 1443 H

HIDAYATULLAH

Tangisan Kegembiraan Warga China Saat Berhaji Tahun Ini

Jamaah haji asing bersyukur diberi kemudahan menunaikan haji.

Dengan air mata kegembiraan yang luar biasa, warga negara China Ahmed Al-Seeny tampak mengenakan jubah Ihram putihnya. Ia merasa bangga menuju Tanah Suci Makkah untuk melakukan haji pertamanya.

“Tahun ini menandai tahun pertama memiliki aplikasi haji setelah pandemi dan sebagai seorang Muslim muda, saya ingin menyelesaikan rukun kelima seperti Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Siapa pun yang ingin melakukan haji harus bergegas,’” katanya kepada Arab News. 

Al-Seeny adalah seorang ekspatriat Tionghoa yang tinggal dan belajar di Madinah. Ia mengambil jurusan studi Islam di Universitas Islam Madinah. Saat namanya terpilih untuk menunaikan ibadah haji tahun ini, ia tak mampu membendung air matanya. Ia menangis dengan penuh kegembiraan. 

“Ketika saya mendengar nama saya terpilih sebagai salah satu orang yang paling beruntung untuk melakukan haji, saya menangis. Saya sangat senang berada di sini,” ucapnya. 

Arab News bertemu Al-Seeny di Mina pada Kamis (7/7/2022), hari pertama jamaah memulai perjalanan haji mereka. Saat itu, jamaah bermalam di Mina untuk berdoa dan mengikuti sunnah Nabi.

Orang-orang mencium aroma yang berbeda saat memasuki Mina, seperti rempah-rempah yang lezat ketika melewati bagian Asia Selatan. Setiap musim haji, para penjual selalu semangat bisa untuk melayani jamaah dengan hidangan yang biasa mereka makan di negara asal mereka.

Arab News melihat beberapa jamaah menikmati cuaca dan makan makanan ringan di trotoar Mina, termasuk sepasang suami istri dari Afrika Selatan. “Saya dan suami saya mengajukan haji pada  2016, dan kami diterima untuk tahun ini, jadi ada daftar tunggu yang panjang di Afrika Selatan, jadi terima kasih Tuhan atas berkahnya,” kata jamaah asal Afrika Selatan, Khadijah.

Sebelum Khadijah berangkat haji, semuanya telah diatur dengan sangat baik dan bahkan dapat melakukan pemesanan paket haji yang sangat mudah. Khadijah dan suaminya telah membayar semuanya terlebih dahulu secara online sehingga ia hanya perlu datang ke Makkah untuk melakukan ibadah. 

“Ini lebih nyaman dan lebih mudah daripada yang dilakukan orang tua kami, jadi kami bersyukur,” ungkap pasangan itu.

Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq Al-Rabiah menjelaskan musim haji tahun ini menampung satu juta jamaah sambil memastikan keselamatan dan kualitas layanan mereka, meskipun ada Covid-19 yang sedang berlangsung.

IHRAM

Jamaah dengan Penyakit Jantung Diminta tidak Paksakan Diri Melontar Jumrah

Kepala Pos Kesehatan Mina Enny Nuryanti Enny mengimbau seluruh tenaga kesehatan haji (TKH) kelompok terbang (kloter) mengarahkan agar jamaah risiko tinggi (risti), terutama penyakit jantung melontar jumrohnya dibadalkan. Karena secara medis jamaah yang memiliki riwayat penyakit jantung tidak boleh kelelahan.

Hal itu demi mengurangi risiko kematian akibat kelelahan. “Kami meminta teman-teman TKH, yang mau melontar, agar jamaahnya yang memiliki penyakit jantung diarahkan untuk dibadalkan saja,” katanya, Sabtu (9/7/2022).

Seorang jamaah haji dengan penyakit jantung meninggal dunia saat berangkat ke jamarat untuk melontar jumroh, Sabtu pukul 05.45 WAS. Jamaah asal Bandung, Jawa Barat ini wafat karena kelelahan saat perjalanan melontar jumrah. 

“Menurut keterangan keluarga, almarhum disarankan badal melontar jumroh, tapi memaksakan diri ingin melontar sendiri,” kata Enny. 

Enny menuturkan, masih menurut keluaganya, almarhum memang memiliki riwayat jantung sejak di Tanah Air. Untuk itu, almarhum membawa obat-obatan pribadinya untuk diminum selama di Tanah Suci. 

Enny mengatakan, saat ini banyak jamaah dengan penyakit jantung yang mengalami serangan akut karena memaksakan diri untuk melontar. “Mohon ini menjadi perhatian teman-teman di kloter,” katanya.

Dokter Spesialis Jantung Pos Kesehatan Mina Muhaimin Munizu mengatakan sampai pukul 10.12 WAS, ada 18 jamaah haji yang dirawat dengan penyakit jantung. Hampir seluruh jamaah kelelahan menjalani prosesi Armuzna. 

“Beberapa diantaranya memaksakan diri tetap melaksanakan lontar jumrah sehingga mengalami serangan jantung dan gagal jantung akut,” katanya.

Untuk itu, Muhaimin menghimbau kembali kepada TKH agar mengingatkan jamaahnya terutama yang memiliki riwayat penyakit jantung agar prosesi lontar jumrahnya dibadalkan. “Demi menjaga jiwa, melontar jumrahnya lebih baik dibadalkan saja,” katanya.

IHRAM

Ini Doa Rasulullah Waktu Sore Hari Arafah

Ini doa Rasulullah waktu sore hari Arafah. Doa ini terdapat dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabir, Imam Al-Thabrani. Pada kitab tersebut  termaktub sebuah riwayat yang bersumber dari Abdullah Ibnu Abbas, dia berkata bahwa doa yang dibaca oleh Rasulullah di waktu sore hari Arafah adalah sebagai berikut; 

اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَسْمَعُ كَلاَمِي وَتَرَى مَكَانِي وَتَعْلَمُ سِرِّي وَعَلاَنِيَتِي لاَ يَخْفَى عَلَيْكَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِي أَنَا الْبَائِسُ الْفَقِيرُ الْمُسْتَغِيثُ الْمُسْتَجِيرُ الْوَجِل الْمُشْفِقُ الْمُقِرُّ الْمُعْتَرِفُ بِذَنْبِهِ أَسْأَلُكَ مَسْأَلَةَ الْمِسْكِينِ وَأَبْتَهِل إِلَيْكَ ابْتِهَال الْمُذْنِبِ الذَّلِيلِ وَأَدْعُوكَ دُعَاءَ الْخَائِفِ الضَّرِيرِ مَنْ خَضَعَتْ لَكَ رَقَبَتُهُ وَفَاضَتْ لَكَ عَيْنَاهُ وَذَل لَكَ جَسَدُهُ وَرَغِمَ أَنْفُهُ لَكَ اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْنِي بِدُعَائِكِ شَقِيًّا، وَكُنْ بِي رَؤُوفًا رَحِيمًا يَا خَيْرَ الْمَسْؤُولِينَ وَيَا خَيْرَ الْمُعْطِينَ

Allohumma innaka tasma’u kalaamii wa taroo makaanii wa ta’lamu sirrii wa ‘alaaniyatii laa yakhfaa ‘alaika syai-un min amrii. Anal yaa-isul faqiirul mustaghiitsul mustajiirul wajilul musyfiqul muqirrul mu’tarifu bidzanbihii.

As-aluka mas-alatal miskiini wa abtahilu ilaika ibtihaalal mudznibidz dzaliil wa ad’uuka du’aa-al khoo-ifidh dhoriir, man khodho’at laka roqobatuhuu wa faadhot laka ‘ainaahu wa dzalla laka jasaduhuu wa roghima anfuhuu laka.

Allohumma laa taj’alnii bidu’aa-ika syaqiyyan wa kun bii rouufan rohiiman yaa khoirol mas-uulinn wa yaa khoirol mu’thiin.

Ya Allah, sesungguhnya Engkau mendengar ucapanku dan melihat tempatku, Engkau mengetahui batinku dan lahiriahku, tiada sesuatu pun dari urusanku yang samar bagi-Mu. Aku orang yang butuh,  fakir, meminta pertolongan, meminta perlindungan, malu, mohon belas kasihan, dan orang yang mengakui serta menyadari dosa-dosanya.

 Aku memohon kepada-Mu seperti layaknya orang miskin memohon, aku beribtihal kepada-Mu seperti layaknya orang yang berdosa lagi hina melakukan ibtihal, aku memohon kepada-Mu.  

Seperti layaknya orang sebagaimana layaknya orang yang takut lagi terpaksa memohon, yaitu doa orang yang tunduk patuh kepada-Mu, air matanya mengalir karena-Mu, dan jasadnya hina karena-Mu, serta menyerahkan dirinya kepada-Mu.

Ya Allah, janganlah Engkau jadikan diriku orang yang kecewa dalam berdoa kepada-Mu, belas kasihanilah aku dan sayangilah aku. Wahai Tuhan  sebaik-baik yang diminta, Wahai Tuhan  sebaik-baik yang memberi.

Demikian Ini Doa Rasulullah Waktu Sore Hari Arafah. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Doa Nabi Saat Wukuf di Arafah

Doa Nabi saat wukuf di Arafah. Doa ini bisa diamalkan seorang muslim ketika Wukuf di Arafah.

Haji merupakan ibadah yang memiliki rangkaian tahapan yang cukup panjang. Semua ketentuannya pun telah dijelaskan dan dipraktikkan oleh Nabi Muhammad Saw sendiri sebagai utusan terakhir Tuhan.

Sebagaimana yang sabda, haji telah dan menjadi bagian dari ibadah yang wajib dilakukan sesuai tuntunan dari Nabi Muhammad Saw sendiri.

خذوا عني مناسككم

Ambillah dariku ibadah haji kalian

Salah satu rukun ibadah Haji yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim yang sedang berhaji ialah wukuf di Arafah. Atau berdiam diri meski sejenak pada tanggal 09 Dzulhijjah di tanah Arafah. Wukuf tersebut sendiri memiliki batas waktu sampai pada fajar hari raya Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.

Ada banyak hal yang sunnah dilakukan pada saat wukuf di Arafah, seperti: berdzikir, membaca shalawat, membaca talbiah dan lain sebagainya. Namun, dari do’a-do’a yang ada dan warid dibaca oleh Nabi, ada satu do’a yang sering dibaca Nabi Saw pada saat wukuf di Arafah.

Hal tersebut, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar an-Nawawi” hal 281, Imam Nawawi meriwayatkan hadits dari at-Tirmidzi dari jalur Ali bin Abi Thalib berkata, yang artinya:

“Doa yang paling banyak dibaca oleh Nabi Muhammad Saw  pada saat wukuf di Arafah ialah:

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كَالَّذِيْ نَقُوْلُ, وَخَيْرًا مِمَّا نَقُوْلُ. اللَّهُمَّ لَكَ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ, وَإِلَيْكَ مَأَبِيْ, وَلَكَ رَبِّ تُرَاثِيْ. اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ, وَوَسْوَسَةِ الصَّدْرِ وَشَتَّاتِ الْأَمْرِ. اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَجِيْءُ بِهِ الرِّيْحُ.

Allahumma lakal hamdu kalladzi naquulu wa khoyron mimmaa naquulu. Allahumma laka sholaatii wa  nusukii wa mahyaaya wa mamaatii, wa ilaika ma-aabii, wa laka Robbi turootsii.

Allahumma innii a’uudzu bika min ‘adzaabil qobri, wa waswasatis sodri wa syattaatil amri. Allahumma innii a’uudzu bika min syarri ma tajii-u bihir riihu.

Artinya: “Ya Allah segala puji bagi-Mu seperti yang kami ucapkan. Ya Allah hanya untuk-Mu shalatku, ibadah hajiku, hidupku dan matiku. Hanya kepada Engkau kembaliku dan bagi-Mu ya Tuhanku segala yang kumiliki.

Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, gangguan pada hati dan banyaknya urusan. Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari keburukan sesuatu yang dibawa oleh angin”.

Demikian doa yang paling banyak dibaca Nabi Saw pada saat wukuf di Arafah. Wallahu a’lam .

BINCANG SYARIAH

6 Perkara Sunnah Sebelum Shalat Idul Adha

Terdapat 6 perkara sunnah sebelum shalat Idul Adha. Kesunnahan sebelum shalat Idul Adha ini seyogianya diamalkan oleh kaum muslim menjelang shalat Idul Adha  10 Dzulhijjah. 

Di hari Idul Adha, kita dianjurkan untuk melakukan shalat sunnah Idul Adha secara berjamaah, baik di masjid, mushalla, atau lapangan terbuka. Namun sebelum kita melaksanakan shalat Idul Adha, terdapat beberapa perkara yang dianjurkan untuk kita kerjakan. Setidaknya, ada enam perkara yang dianjurkan untuk kita kerjakan sebelum melaksanakan shalat Idul Adha.

Perkara Sunnah Sebelum Shalat Idul Adha

Pertama, menghidupkan malam Idul Adha dengan memperbanyak beribadah kepada Allah, baik dengan shalat sunnah malam, membaca Al-Quran, zikir, berdoa, bertakbir dan lainnya. 

Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Ibnu Majah dari Abu Umamah, bahwa Nabi Saw bersabda;

من قام ليلتي العيد، محتسباً لله تعالى، لم يمت قلبه يوم تموت القلوب

Barangsiapa yang beribadah pada Idul Fitri dan Idul Adha semata-mata mengharap ridha Allah, maka hatinya itu tak akan mati di mana hati-hati orang lain mati.

Kedua, mandi sebelum berangkat melaksanakan shalat Idul Adha. Ibnu Al-Mundzir meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas, dia berkata;

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يغتسل يوم الفطر والأضحى

Sesungguhnya Rasulullah Saw mandi di hari Idul Fitri dan Idul Adha.

Ketiga, memakai pakaian yang bagus, rapi dan memakai parfum. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Al-Hakim berikut;

اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْعِيْدَيْنِ اَنْ نَلْبَسَ اَجْوَدَ مَا نَجِدُ وَاَنْ نَتَطَيَّبَ بِاَجْوَدِ مَانَجِدُ وَاَنْ نُضَحِّيَ بِاَثْمَنِ مَا نَجِدُ

Rasulullah  Saw memerintahkan kepada kami agar pada kedua hari raya memakai pakaian yang terbagus, memakai wangi-wangian yang terbaik dan berkurban dengan hewan yang paling berharga. 

Keempat, tidak makan dan minum sebelum shala Idul Adha. Sebelum shalat Idul Adha kita dianjurkan untuk imsak atau tidak makan dan minum. Kita hendaknya makan dan minum setelah selesai melaksanakan shalat Idul Adha.

Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Al-Tirmidzi dari Buraidah bin Hushaib, dia berkata;

كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلاَ يَطْعَمُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّىَ

Pada hari Idul Fitri, Nabi Saw tidak keluar menuju lapangan hingga beliau sarapan dulu. Dan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan, hingga beliau shalat.

Kelima, memperbanyak membaca takbir saat berangkat menuju tempat pelaksanaan shalat Idul Adha. 

Keenam, saling mengucapkan selamat atau tahniah saat berjumpa dengan orang lain ketika berangkat menuju tempat pelaksanaan shalat Idul Adha. Ini sebagaimana riwayat yang disebutkan dalam kitab Fathul Bari dari Jubair bin Nufair, dia berkata;

كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك

Para sahabat Rasulullah Saw berjumpa dengan pada hari raya, satu sama lain saling mengucapkan; Taqobbalallaahu minnaa wa minka

Demikian 6 perkara sunnah sebelum shalat Idul Adha. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Batal Wudhu Saat Tawaf, Apakah Harus Mengulanginya?

Dalam ihram, yang merupakan tahap pertama melakukan haji atau umroh, seseorang harus bebas dari hadas besar atau kecil. Tabu waktu juga telah ditetapkan.

Ada kegiatan yang harus dilakukan dalam kondisi suci dari hadas selama ihram, seperti sholat sunnah dan pendapat sebagian besar ulama bahkan selama tawaf. Orang yang sedang tawaf baik itu tawaf sunnah, qudum, umroh, ataupun ifadah jika berhadas saat tawafnya, maka harus keluar dan mengambil wudhu lagi.

Tapi apakah harus mengulang kembali tawafnya dari hitungan awal atau melanjutkan hitungan sejak batalnya? Dalam hal ini mayoritas para ulama mengatakan setelah berwudhu, dia bisa mulai lagi dan melanjutkan sejak hitungannya yang batal.

Menurut buku Perihal Penting Haji yang Sering Ditanyakan karya Siti Chozanah, berikut pembahasannya. Misalkan saat tawaf di hitungan ke empat dia batal, maka dia mulai lagi tawafnya untuk putaran ke empat setelah berwudhu. Demikian yang dijelaskan oleh Darul Ifta dengan menukil dari kitab Mughnil Muhtaj.

Permasalahannya adalah banyak jamaah yang tidak tahu kalau di Masjidil Haram ternyata ada tempat wudhu dan mereka tidak perlu keluar masjid untuk menuju toilet.

Cobalah keliling masjid, Kalau Anda berada di dekat Kabah, perhatikan semua tangga besar dan lebar dari lantai 1 untuk turun ke pelataran Kabah. Ada lima tangga di berbagai arah Ka’bah, dan di bawah semua tangga besar ini tersembunyi tempat wudhu yang tidak diketahui orang. Berwudhulah di situ.

Namun, jika terjadi hadas kecil (batalnya wudhu) ketika sedang tawaf dalam keadaan jamaah penuh sesak, terutama di saat puncak haji ketika tawaf ifadah (yang termasuk rukun haji) dan tidak memungkinkan mendapatkan air atau jika pun bisa mendapatkan air akan menyusahkan dan memberatkan, maka berdasarkan prinsip taisir (memudahkan) dan ‘adamul-haraj (meniadakan kesulitan), tawaf tetap dilanjutkan tanpa mengulangi wuduk dengan dasar keringanan dan menghindari mudarat.

Dengan demikian, langkah hati-hatinya adalah tetap berwudhu dan mengulangi wudhu jika batal saat melakukan tawaf manakala tidak menimbulkan kesulitan. Jika sulit karena kondisi yang penuh sesak saat tawaf, maka kita boleh mengambil keringanan. Jadi tawaf yang keadaan sucinya batal karena hadas kecil tetap memadai (mujzi’).

IHRAM

Berkat Jaket Penurun Suhu, Delapan Jamaah Selamat dari Heat Stroke

Sebanyak delapan jamaah haji berhasil diselamatkan dari heat stroke di Arafah oleh tim tenaga medis di Pos Kesehatan Arafah. Jamaah tersebut berhasil diselamatkan setelah dipakaikan jaket carbon cool di Pos Kesehatan Arafah.

“Alhamdulillah delapan jamaah haji berhasil diselamatkan dari Heat Stroke,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Budi Sylvana, saat menerima laporan dari tim kesehatan di Arafah, Kamis (7/7/2022), waktu setempat. 

Budi mengatakan, saat ini delapan jamaah haji yang mengalami heat stroke di Arafah, kondisinya sudah stabil dan kembali sehat berkat ikhtiar terapi jaket penurun suhu atau carbon cool. Salah satu contoh kasus terjadi pada jamaah kloter lima. 

“Salah satu contoh adalah jamaah kloter lima, dengan suhu 40,5 derajat, heat stroke dan hipertensi. Alhamdulillah suhu dalam waktu 15 menit bisa turun suhunya dan sehat kembali,” katanya. 

Budi minta agar semua petugas mengawasi pergerakan jamaah haji di setiap maktab-maktab. Jika mengalami perburukan kondisi kesehatan segera dibawa ke Posko Kesehatan Satelit atau pos kesehatan Arafah untuk ditangani lebih lanjut. 

“Semua kami lakukan demi keselamatan dan kesehatan jamaah,” katanya.

Diketahui di Hari Tarwiyah, atau H-1 menjelang wukuf, jamaah Indonesia mulai memasuki Arafah sejak pukul 09.00 waktu setempat. Jamaah sudah mulai menempati tenda-tenda yang sudah ditentukan sesuai maktabnya.

Jaket carbon cool  merupakan inovasi yang dilakukan kementerian Kesehatan untuk penanganan kasus heat stroke pada Jamaah haji pada fase Armuzna. Inovasi ini memanfaatkan teknologi carboon cool yang dapat bertahan selama 8-12 jam di bawah terik matahari.

IHRAM

Khotbah Jumat: Memaknai Kembali Ibadah Haji

Khotbah Pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Pertama-tama, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena sesungguhnya ketakwaan kepada Allah merupakan kunci dan pondasi kebahagiaan dan kemudahan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS. At-Talaq: 4)

Ketahuilah wahai saudaraku, beribadah dan beramal adalah hak Allah Ta’ala atas hamba-Nya. Di dalam perkara ibadah, kita dituntut untuk menjalankannya dan menaatinya walaupun kita tidak mengetahui rahasia dan hikmahnya. Akan tetapi, itu bukan menjadi penghalang bahwa bisa saja sebagian hikmah dan rahasia tersebut akan diketahui ketika melaksanakannya.

Di antara buah dan hasil dari sebuah amal ibadah adalah perbaikan akhlak. Akhlak yang baik akan membentuk pribadi muslim yang mulia, sehingga cahaya dan keindahan Islam ini terpancar dan tersebar di bumi Allah yang luas ini.

Di antara syiar dan identitas agama Islam adalah ibadah haji. Bagi seorang muslim, haji merupakan sekolah yang penuh akan faedah dan pelajaran. Suatu permisalan yang sempurna akan pelatihan bagi jiwa dan pembentukan karakter bagi seorang muslim. Bagaimana tidak? Haji merupakan ibadah sekali seumur hidup, penyempurna agama, dan penutup rukun Islam. Pada musim haji inilah Allah Ta’ala turunkan ayat,

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Ma’idah:3)

Ibadah haji merupakan simbol persatuan dan tolong menolong. Tidak ada bedanya antara si kaya dan si miskin. Karena semuanya berpenampilan sama dan diperintahkan untuk melakukan prosesi ibadah yang sama. Apa yang membedakan di antara mereka? Takwa kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jemaah yang dirahmati Allah Ta’ala. Sungguh di dalam ibadah haji terdapat banyak sekali keutamaan dan dampak positif, baik yang bermanfaat bagi kejiwaan kita maupun yang bermanfaat untuk perekonomian kita. Allah berfirman,

وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ   لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ

“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh. Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan oleh-Nya kepada mereka berupa hewan ternak. Maka, makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al-Hajj: 27-28)

Ma’asyiral Muslimin, jemaah yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala.

Untuk mencapai derajat yang tinggi dan sukses di dalam menjalankan ibadah haji ini, ada beberapa hal yang selayaknya diperhatikan seorang muslim, terkhusus bagi mereka yang akan melaksanakannya:

Pertama: Haji merupakan dedikasi penuh seorang hamba untuk Rabb-Nya. Oleh karenanya, sebelum melaksanakannya, hendaknya ia bertobat kepada Allah dengan tobat yang jujur, berlepas diri dari segala macam kemaksiatan, baik yang nampak maupun yang tidak nampak. Serta meminta pihak yang teraniaya untuk menghalalkan (memaafkan) perlakuan buruk yang pernah dilakukan kepadanya atau memberi kesempatan untuk membalas dengan perbuatan yang sepadan dan mengembalikan hak-hak kepada para pemiliknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

 مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

“Barangsiapa pernah berbuat zalim kepada saudaranya terhadap kehormatannya atau yang lain, hendaknya meminta orang tersebut menghalalkan dirinya dari perbuatan aniaya tersebut hari ini, sebelum datang hari tidak ada uang dinar dan dirham. Apabila ia memiliki amal saleh, maka akan diambil amal saleh darinya sebanding dengan perbuatan kezalimannya. Apabila tidak memiliki amal saleh, maka akan diambilkan dosa saudaranya dan dilimpahkan kepada dirinya.” (HR. al-Bukhari no. 2269)

Kedua: Berusaha dan bersemangat untuk berangkat haji dengan harta dan bekal yang halal, tidak mengandung syubhat atau bahkan keharaman. Karena harta yang haram akan mengurangi keberkahan, bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa berhaji dengan harta yang haram akan membuat haji kita tidak sah sehingga tidak menggugurkan kewajiban.

Namun, pendapat yang rajih (lebih kuat) adalah pendapat jumhur ulama bahwa berhaji dengan uang dan harta haram tetap sah dan menggugurkan kewajiban. Akan tetapi, pelakunya tetap berdosa karena menggunakan dan memanfaatkan harta yang haram. Sebagaimana yang disebutkan oleh An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah, salah satu ulama bermazhab syafi’i,

إذا حج بمال حرام، أوراكباً دابة مغصوبة أثم وصح حجه، وأجزأه عندنا، وبه قال أبو حنيفة ومالك والعبدري، وبه قال أكثر الفقهاء، وقال أحمد: لا يجزئه، ودليلنا أن الحج أفعال مخصوصة، والتحريم لمعنى خارج عنها

“Orang yang berhaji dengan harta haram atau naik kendaraan hasil merampas, maka dia berdosa dan hajinya sah serta telah menggugurkan kewajiban menurut kami. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, Malik, Al-Abdari, dan pendapat mayoritas ulama. Sementara Imam Ahmad mengatakan, “Hajinya tidak sah.” Alasan kami (Syafiiyah), bahwa haji merupakan amalan khusus. Sementara haramnya harta, itu faktor luar.”  (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 7: 62)

Ketiga: Orang yang hendak melaksanakan haji hendaknya menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik. Tidak merasa lebih tinggi dari saudara semuslimnya hanya karena memiliki kedudukan, pangkat, ataupun banyaknya harta. Meluruskan niatnya, bahwa tujuan satu-satunya ia berhaji adalah mengharapkan wajah Allah Ta’ala dan surga-Nya serta mengharapkan agar Allah Ta’ala menghapuskan dosa-dosanya. Allah Ta’ala berfirman,

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)

Keempat: Saat melaksanakannya, seorang muslim dituntut untuk berlemah lembut dan mengasihi saudara muslim lainnya, berusaha untuk membuat nyaman saudaranya, serta menghindarkan diri dari mengganggu dan menyakiti mereka. Lihatlah bagaimana Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan sahabat Umar radhiyallahu ‘anhu agar memperhatikan orang-orang yang lemah di saat berhaji,

يا عمرُ إنكَ رجلٌ قويٌّ لا تزاحِم على الحَجَرِ فتؤذِيَ الضعيفَ إنْ وجدتَّ خَلْوَةً فاستَلِمْهُ وإلا فاسْتَقْبِلْهُ فهَلِّلْ وَكَبِّرْ

“Wahai Umar, kamu adalah lelaki yang kuat. Maka janganlah berdesakan di Hajar Aswad, karena akan menyakiti orang yang lemah. Jika kamu mendapati (hajar aswad) kosong, ciumlah dia. Dan jika tidak, menghadaplah kearahnya sambil bertahlil dan bertakbir.” (HR. Ahmad no. 190 dan At-Thabari dalam Musnad Ibnu Abbas no. 106)

Kelima: Sepulangnya dari tanah suci, orang yang telah melaksanakan haji hendaknya berhati-hati dari berbicara dan menjawab pertanyaan tanpa ada landasan ilmu. Merasa sudah pintar dan paham akan agama, lalu ia bermudah-mudahan di dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Padahal jelas ia bukan orang yang berhak untuk berfatwa atau bahkan ia sama sekali bukan orang yang ahli di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’ : 36)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim No. 2674)

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala. Ibadah haji ke Baitullah Al-Haram walaupun ia berada di urutan terakhir pada hadis rukun Islam, namun sesungguhnya ia mencakup semua aspek peribadatan. Terkandung di dalamnya unsur rohani sebagaimana di dalam salat. Terkandung juga kesabaran dan rasa berat sebagaimana di dalam ibadah puasa. Diperlukan usaha dan harta sebagaimana dalam perkara zakat. Sungguh seakan-akan ibadah haji ini merupakan bentuk latihan untuk semua macam peribadatan. Oleh karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjanjikan pahala dan balasan yang besar bagi siapa yang mampu melaksanakannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Siapa yang berhaji ke Ka’bah, lalu tidak berkata-kata kotor dan tidak berbuat kefasikan, maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521)

Jika saja mereka yang berangkat haji tidak mendapatkan sesuatu kecuali hal ini, maka itu sudah cukup. Nikmat mana lagi yang lebih besar dari terhapusnya dosa-dosa dan dibukanya lembaran baru untuk kita. Untuk memperoleh keutamaan ini, wajib baginya untuk menghindarkan diri dari terjatuh ke dalam kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh sebagian orang yang berhaji, baik itu menyibukkan diri dengan keluar masuk pusat perbelanjaan tanpa ada kebutuhan dan hanya menghabiskan waktu saja, atau bahkan bermudah-mudahan dalam perkara salat dan meninggalkan salat jemaah.

Jemaah yang berbahagia. Marilah kita berdoa semoga Allah Ta’ala menerima ibadah haji seluruh kaum muslimin, menjadikan haji mereka haji yang mabrur, haji yang menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa mereka. Dan semoga Allah Ta’ala memberikan kesempatan bagi yang belum berhaji untuk bisa berhaji ke tanah haram. Menunaikan kewajiban yang Allah tuliskan ini dengan perasaan yang penuh kegembiraan dan pengagungan akan syiar Islam yang mulia ini. Amiin Yaa Rabbal Aalamiin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khotbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/76532-khotbah-jumat-memaknai-kembali-ibadah-haji.html