Langkah Cici Menuju Baitullah: dari Jualan Sayur, Menabung 7 Tahun, hingga Bersedekah

“Alhamdulillah, dari hasil penjualan sayur, saya tabung dan mengikuti arisan bersama teman-teman hingga uang saya terkumpul sebanyak Rp 25 juta. Dan saya mampu mendapatkan kursi di tahun 2011, hingga tahun 2017 mampu melunaskan keseluruhan dari biaya haji.”

 

TAQDIR, kemauan, dan usaha yang gigih. Tiga kekuatan yang dimiliki seorang wanita renta, yang bersama suaminya dalam perjalanan menunaikan rukun Islam yang kelima.

Di Masjid Asrama Haji Jawa Barat Embarkasi Bekasi, wanita itu mengambil shaf di bagian belakang, ia tampak duduk dan mulai mengaji.

Cici, 64 tahun, demikian nama singkat jamaah calon haji asal Sumedang itu. Kamis siang, 10 Agustus 2017, hidayatullah.com menghampiri Cici. Setelah mengucapkan salam, ia menutup mushafnya dan memulai percakapan.

Ia bertutur, kesehariannya merupakan penjual sayur di Pasar Darmaraja, Sumedang, Jabar. Saban hari, sebelum sakit-sakitan, Cici pergi ke pasar pada pukul 1 dini hari dan pulang ke rumahnya jika azan ashar mulai berkumandang.

Namun ketika ia mulai sakit-sakitan, Cici bersama suami berangkat ke pasar setelah shalat subuh bersama suami dan anak-anaknya.

Keberangkatan Cici untuk naik haji berawal dari niatnya yang kuat bersama suami, Parja. Segala daya dan upaya ia usahakan, mulai dari menjual sayur mayur, kelontongan, serta apa saja yang bisa menghasilkan uang.

“Saya selalu mendawamkan dalam hati saya, agar diberangkatkan ke Tanah Suci, ada aja rezeki yang Allah kasih,” ungkapnya saat ditemui media ini sehabis shalat zhuhur di Masjid Embarkasi Bekasi.

Selama tujuh tahun pun, Cici terus menabung rupiah demi rupiah bersama suaminya. Sembari mengumpulkan dana untuk berangkat ke Baitullah, ia selalu bermunajat kepada Allah, agar selalu dimantapkan hatinya dan selalu bertawakal kepada-Nya.

“Alhamdulillah, dari hasil penjualan sayur, saya tabung dan mengikuti arisan bersama teman-teman hingga uang saya terkumpul sebanyak Rp 25 juta. Dan saya mampu mendapatkan kursi di tahun 2011, hingga tahun 2017 mampu melunaskan keseluruhan dari biaya haji,” lanjutnya dengan wajah tampak gembira.

Cici lantas menuturkan kehidupan masa lalunya, dimana ia mengalami kesempitan ekonomi. Belum lagi, saat anak laki-lakinya mulai terpengaruh lingkungan buruk dengan menenggak minuman keras, ini merupakan episode terburuk yang Cici alami dalam hidupnya.

Hingga kemudian, tuturnya, ia mulai rajin berpuasa, dan berdoa kepada Allah agar dimudahkan segala urusannya.

 

Harapan di Baitullah

Tentu, jamaah calon haji pasti memiliki azam yang tinggi dan berharap banyak sesampainya nanti di Tanah Suci, salah satunya untuk memanjatkan doa. Begitulah yang dirasakan Cici. Ia memiliki harapan yang kuat agar dimudahkan beribadah di Baitullah nanti.

“Insya Allah, jika saya sampai di Makkah, saya ingin shalat di depan Kabah dan berdoa agar anak-anak saya menjadi anak yang shaleh dan shalehah, rajin beribadah, dijauhkan dari bala dan marabahaya, dipanjangkan umurnya, serta diberikan segala kebaikan,” tuturnya.

Saat menuturkan cerita itu, tak terasa air matanya mulai mengaliri pipinya. Sesekali ia sesenggukkan mengingat masa lalu yang pernah ia hadapi, termasuk ketika orangtuanya meninggal dunia, hingga ia banting tulang bersama suami demi menafkahi anak-anaknya yang masih kecil kala itu.

Cici pun bertutur, di balik usaha-usaha untuk bisa menuju Baitullah itu, ada kebiasaan lain yang ia amalkan bersama suaminya. Ia juga mengajak keluarganya yang lain untuk selalu mengamalkan kebiasaan ini.

Apa itu? Rupanya, Ibu Cici selalu berusaha untuk bersedekah kepada orang yang lebih membutuhkan darinya,

“Banyak sedekah, Nak, kepada anak yatim piatu dan peduli kepada sesama, insya Allah dimudahkan segala urusan kita,” pesannya kepada awak media ini.

“Selalu bahagia, Nak, meski sesusah apa pun kamu. Allah masih selalu bersama kamu,” pungkasnya berwasiat, sambil menghadiahkan senyuman kepada hidayatullah.com sebelum ia pamit ke kamar tempatnya beristirahat.

Selamat menunaikan ibadah haji Cici beserta suami, semoga Allah menjadikan keduanya dan jamaah yang lain sebagai haji mabrur.* Zulkarnain

 

HIDAYATULLAH