Banyak Jalan Menuju Surga

Sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW, satu-satunya yang menjadi cita-cita pastilah masuk surga. Untuk mencapai surga, ada berbagai cara yang bisa dilakukan seorang Muslim. Ustaz Ali Hasan Bawazier dalam kajiannya belum lama ini di Masjid Baitul Hakim mencontohkan beberapa cara yang bisa dilakukan agar umat bisa masuk ke surga.

Salah satu yang dicontohkan adalah bersiwak. Bersiwak atau membersihkan mulut dengan kayu dari pohon arak ini memiliki banyak keutamaan. Aktivitas sunah ini sangat disukai oleh Rasulullah SAW. Perihal bersiwak, menurut Ustaz Ali, termasuk salah satu cara untuk mewujudkan hal yang dimuliakan Islam. Islam adalah agama yang sangat memuliakan kebersihan.

“Salah satu syiarnya Islam adalah kebersihan dan bersuci,” ujar dia.

Dalam HR Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Kebersihan sebagian dari iman.” Nabi menegaskan, dengan menjaga kebersihan, itu sudah separuh dari iman. Namun, kebersihan yang dituntut bukan hanya lahiriah atau fisik, melainkan juga batin. Dalam surah al-Baqarah ayat 222, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

Dalam salah satu hadis sahih, Nabi menjelaskan tentang keutamaan bersiwak. “Bersiwak itu akan membuat mulut bersih dan diridhai oleh Allah.” Ustaz Ali menjelaskan, ridha Allah merupakan hal yang dicari oleh umat di muka bumi. Dengan menja lankan apa-apa yang disenangi Allah, umat telah satu langkah menuju surga.

Saking gemarnya Nabi dalam bersiwak, dalam HR Bukhari, Nabi Muhammad pernah mengatakan, “Kalau seandainya aku tidak khawatir hendak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” Maka dengan itu, bersiwak menjadi hal sunah dan tidak wajib dilakukan.

“Penggunaan siwak ini bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun. Namun, ada beberapa waktu yang ditekankan, lebih sunah. Yaitu saat hendak melakukan shalat, hendak berwudhu, ba ngun tidur sebelum shalat Ta hajud, ketika masuk rumah, ketika merasa ada perubahan bau mulut, dan saat berpuasa. Ini hal-hal yang dilakukan oleh Nabi,” ujar Ustaz Ali kepada jamaah.

Cara lain agar lebih dekat dengan surga adalah dengan menjawab azan. Menjawab azan atau panggilan shalat memiliki keutamaan dan pahala tersendiri. Amal an ini dinilai sebagai suatu yang besar, sekalipun ia hanya mengikuti apa yang diucapkan oleh muazin.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Tidaklah suara azan yang keras dari yang mengumandangkan azan didengar oleh jin, manusia, segala sesuatu yang mendengarnya melainkan itu semua akan menjadi saksi pada hari kiamat.” Dalam hadis lain nya disebutkan barang siapa yang menjawab adzan, semua dosanya akan diampuni.

Selain itu, dalam HR Muslim, Nabi bersabda, “Ketika muazin mengumandangkan Allahu akbar.. Allahu akbar, lalu kalian men jawab: Allahu akbar.. Allahu akbar. Kemudian muazin mengumandangkan Asyhadu anlaa ilaa ha illallaah.., lalu kalian menjawab, Asyhadu anlaa ilaaha illallaah.. dst… hingga akhir azan siapa yang mengucapkan itu dari dalam hatinya maka akan masuk surga.” Perihal ini sudah dijamin oleh Rasulullah SAW.

Cara berikutnya yang dicontohkan adalah dengan menjalankan shalat wajib lima waktu. “Shalat ini salah satu fondasi Islam. Islam dibangun oleh lima perkara; syahadat, menegakkan shalat, menunaikan zakat, menjalankan puasa, dan menunaikan haji,” ujar Ustaz Ali.

Salah satu keutamaan menjalankan shalat lima waktu ditulis dalam HR Muslim. Di mana Nabi SAW bersabda,”Antara shalat yang lima waktu, antara Jum at yang satu dan Jumat berikutnya, antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, di antara amalan-amalan tersebut akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.”

Dosa-dosa besar yang dimaksud di sini bukan hanya tujuh hal yang sering disebutkan, seperti syirik, menuduh wanita salehah berbuat zina, sihir, membunuh tanpa haq, memakan harta anak-anak yatim, riba, dan meninggalkan peperangan. Dosa besar yang dimaksud adalah perbuatan yang merugikan tidak hanya dirinya, tapi juga orang lain.

“Secara garis besar, dosa besar adalah segala perbuatan yang diancam hukum di dunia, yang dilaknat Allah maupun Rasul- Nya, dan yang diazab atau dilaknat serta masuk ke neraka tertentu di akhirat. Ini yang diformulasikan oleh imam-imam besar yang ada. Jadi, dosa besar bukan tujuh hal saja,” ujar Ustaz Ali.

Perihal keutamaan menjalankan shalat wajib lima waktu, menurutnya merupakan hal yang sudah jelas aturannya. Shalat adalah pondasi agama dan hal yang pertama kali dihisab atau dihitung oleh malaikat saat di akhirat. Ustaz Ali menyatakan kedudukan shalat dan bersuci atau kebersihan dalam Islam sangat tinggi.

Amalan Memudahkan Masuk Surga dan Terhindar dari Neraka

Dosen di UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Dari Mu’az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata : Saya berkata : Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka, beliau bersabda: Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah ta’ala, : Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji. Kemudian beliau (Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam) bersabda: Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu surga ?; Puasa adalah benteng, Sodaqoh akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam (qiyamullail), kemudian beliau membacakan ayat (yang artinya) : “ Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya….”. Kemudian beliau bersabda: Maukah kalian aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya ?, aku menjawab : Mau ya Nabi Allah. Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah Jihad. Kemudian beliau bersabda : Maukah kalian aku beritahukan sesuatu (yang jika kalian laksanakan) kalian dapat memiliki semua itu ?, saya berkata : Mau ya Rasulullah. Maka Rasulullah memegang lisannya lalu bersabda: Jagalah ini (dari perkataan kotor/buruk). Saya berkata: Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan ?, beliau bersabda: Ah kamu ini, adakah yang menyebabkan seseorang terjungkel wajahnya di neraka –atau sabda beliau : diatas hidungnya- selain buah dari yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka. (Riwayat Turmuzi , Hadits hasan shahih)

Dalam Hadits ini, Mu’adz Ibn Jabal Radhiyallahu ‘anhu mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah Saw tentang amalan yang dapat membantu seseorang masuk syurga dan terhindar dari neraka. Kisah(asbabul wurud) Hadits ini, ketika Mu’az dan Sahabat lainnya berjalan menuju Tabuk bersama Rasulullah untuk berperang yang terkenal dengan sebutan “ghozwat Tabuk”. Perjalanan itu sangat sulit, jaraknya yang sangat jauh dan jalan yang dilalui tidak nyaman, panas matahari mencekam.

Di awal Hadits tersebut, dalam versi riwayat lain, Muaz menceritakan betapa getirnya perjalanan itu, ketika Mu’az berada paling dekat dengan Rasulullah Saw, lalu ia mendekatkan dirinya dan bertanya tentang pertanyaan tersebut. Hadits ini dan hadits sejenisnya masih banyak, menggambar tentang suatu hal, yakni pandangan hidup ukhrowi yang melekat di kalangan shahabat waktu itu. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan kepada Rasulullah, umumnya bekisar di seputar kerinduan kepada syurga dan kecemasan kepada neraka.  Mereka tidak menanyakan bagaimana supaya cepat kaya.

Lalu jawaban Rasul saw, ialah meyakinkan Mu’adz bahwa persoalan itu sebenarnya mudah dan tak terlalu sulit. Tetapi akan tergantung kepada orang. Mudah bagi siapa dan sulit untuk siapa? Hal itu mudah bagi orang-orang yang diberikan Allah baginya kemudahan untuk mengamalkannya. Namun hal itu akan terasa sulit bagi orang lain. Memang dari isi (contents) jawaban Rasul itu, sepintas lalu terasa mudah, karena itu adalah rukun Islam yang lima.

1). Amal pertama yang disebutkan dalam hadits ini, ialah kebesihan akidah dari segala unsur syirik. Di sini diterangkan hal yang pertama sekali diperhatikan oleh seorang Muslim adalah soal keyakinan akan Allah Swt. Bahwa keyakinan ini harus murni dan bersih dari segala aneka syirik (penyekutuan Allah Swt). Berbagai bentuk Syirik : Di antara bentuk-bentuk syirik, perbuatan yang terkait dengan kuburan atau makam, seperti meminta bantuan dan pertolongan kepada manusia yang sudah meninggal. Atau berkeyakinan bahwa orang yang meninggal dapat memberikan untung dan rugi, karena kedudukannya masa hidupnya sangat dihormati dan diagungkan oleh murid dan pengikutnya.

Ibadaha apapun yang dilakukan seseorang, selama dirinya masih berlumuran dengan syirik, maka ibadah itu akan ditolak. Di dalam al-Quran disebutkan : “Barangsiapa yang mensekutukan Allah swt , maka seluruh amalnya akan punah.”

Menjauhi syirik saja tidaklah cukup, akan tetapi harus dibarengi dengan melaksanakan perintah-perintah Allah Swt yang lain yang terangkum dalam rukun Islam, di antaranya :  2). Menegakkan Shalat. 3). Membayar Zakat, 4). Berpuasa Ramadhan,  5). Menunaikan Haji.

Pintu-pintu Kebajikan :

Di dalam hadits ini Rasul juga menerangkan sejumlah perbuatan yang mulia di mata Allah. Amalan ini sudah jelas berkaitan dengan tujuan pertanyaan semula, yaitu memudahkan seseorang masuk ke dalam syurga dan menjauhkan dari neraka. Ada tiga amal yang disebutkan di dalam potongan hadits ini; puasa, shadaqah dan shalat malam.

1). Puasa. Puasa yang dimaksud di sini tentu tidak sekadar puasa Ramadhan saja. Karena Puasa Ramadhan sudah tertuang pada bagian pertama Hadits ini. Tetapi yang dimaksud di sini adalah puasa tambahan di luar Ramadhan seperti puasa tiga hari setiap bulan Hijriyah, Puasa Senin dan Kamis setiap pekan, Puasa Sya’ban, Puasa enam hari dalam bulan Syawal. Di sini dikatakan, bahwa puasa itu adalah perisai. Perisai di sini artinya adalah tameng atau benteng yang melindungi seseorang dari ancaman musuh. Jadi puasa diibaratkan sebagai perisai yang melindungi orang Mukmin dari maksiat. Sekaligus melindunginya agar tidak masuk ke dalam neraka.

2). Sedekah (shodaqoh). Maksudnya di sini adalah pemberian di luar zakat. Sedekah diibaratkan Nabi seperti air yang memiliki kemampuan memadamkan api. Demikian juga sedekah, mampu menjadi dinding bagi seseorang agar tidak terjerumus ke dalam neraka.

3). Shalat Malam. Shalat Malam adalah salah satu Ibadah yang sangat disukai oleh Allah Swt. Permintaan hamba yang meminta di tengah malam akan dikabulkan oleh Allah Swt, seperti janjiNya yang tertuang di dalam sebuah hadits Qudsiy. Shalat Malam biasa disebut dengan shalat tahajjud atau qiyamullail, lebih mendekati keikhlasan karena jauh dari pandangan orang banyak. Shalat Malam biasanya dilakukan seseorang sendirian, di rumah atau di kamarnya, tiada yang melihat dan mengetahuinya, kecuali dia dan Robb-nya.

Pangkal Agama, Tiang dan Puncaknya Hadits ini juga mengetengahkan tiga istilah (terminologi) :

(1) Pangkal atau induk persoalan agama (ro’su al-amri), adalah Islam. Pada riwayat Ahmad, dikatakan bahwa pangkal agama adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan bahwa Muhammad Saw adalah hamba dan utusan Allah.” Ungkapan terakhir ini tidak lain adalah dua kalimat syahadah (syahadatain) yang merupakan bukti keislaman seseorang.

(2). Tiang atau Penyangga (‘Amud)nya adalah Shalat. Ungkapan ini sebagai tamsil untuk menerangkan betapa kuat dan kokohnya posisi shalat dalam Islam, ibarat tiang bagi sebuah bangunan. Bangunan apalagi dia tinggi, haruslah memiliki tiang, jika tidak, bangunan itu akan runtuh. Jadi Syahadat yang diucapkan seseorang tidak cukup untuk menjaga keislamannya, akan tetapi harus ditopang oleh shalat. Shalatlah yang akan menjadi penghubung antara hamba denga Robb-nya.

(3). Puncak (yang paling tinggi) dari dien ini adalah jihad. Hadits ini adalah salah satu di antara sekian banyak hadits yang menerangkan kedudukan Jihad yang sangat terhormat, paling tinggi di antara seluruh amal sholeh yang ada.  Belakangan ini kebanyakan kaum Muslimin, bahkan Ulamanya, enggan menyebut kata “jihad”, seolah-olah Jihad merupakan perbuatan jahat dan tercela. Na’uzubillah min dzalik. Kaum Muslimin telah jatuh dalam perangkap musuh Islam yang berusaha menjauhkan terminology jihad dari Islam dan menganggapnya sebagai perbuatan yang tercela. Andaikan mereka terpaksa menyebut Jihad, mereka mencoba lari dari pengertian yang hakiki.

Sering dikatakan Jihad tak usah diartikan sebagai perang, tetapi banyak amal perbuatan yang tergolong dalam jihad. Merekapun mencari-cari rujukan dari perkataan Ulama terdahulu sebagai dalil/alasan untuk mendukung pendapat mereka ini, dengan mengatakan bahwa pengertian Jihad adalah memberantas syirik, mengajarkan ilmu. Ini sudah cukup diartikan sebagai Jihad.

Kita tak boleh lupa bahwa Jihad dalam arti perang itulah yang mampu mengusir Prancis dari Aljazair, mengusir Belanda dari Indonesia, mengusir Itali dari Libya, mengusir Inggris dari Mesir dan India, serta penjajah-penjajah lainnya dari bumi Islam. Pengertian ini tak boleh kita simpangkan ke makna lain, sekalipun tidak dipungkiri bahwa kata Jihad itu maknanya dapat diperluas ke bidang-bidang yang lain yang di sana terdapat suatu perjuangan dan perlawanan, seperti jihad pemikiran.

Salah satu strategi Barat akhir-akhir ini untuk melawan Islam, menempelkan jihad pada terorisme dengan tujuan untuk membuat dunia alergi kepada Islam dan bahkan membencinya. Jihad dan terorisme merupakan dua perbuatan yang berbeda secara total. Jihad adalah perbuatan mulia dan terhormat, sedang terorisme adalah perbuatan tercela dan penakut.

Bahaya Mulut

Di dalam Hadits ini, Rasulullah mengingatkan kepada Mu’az suatu hal yang sering disepelekan banyak orang, yaitu bahaya lidah/mulut. Rasulullah menyebut sikap mawas diri terhadap bahaya lidah sebagai ‘kendali semua itu’. Bahkan Rasulullah sebagai bentuk penekanan yang sangat tajam, mengambil lidahnya seraya berkata : “Jaga yang satu ini.” Rasul mengingatkan dengan serius dan menerangkan bahwa kebanyakan orang terjerumus ke dalam neraka, disebabkan oleh karena lidahnya.

Tentu saja yang dimaksud di sini, penggunaan lidah untuk perbuatan yang menimbulkan dosa dan murka Allah swt seperti berbohong, memfitnah, menggosip, menggunjing, memaki, mengejek, menghina dan sejenisnya. Di dalam sebuah Hadits lain diterangkan, bahwa seseorang gara-gara mengeluarkan ucapan yang membuat Allah menjadi murka, akan dilemparkan kelak ke dalam neraka dan mendekam selama empat puluh tahun di neraka itu. Bukankah hadits ini membuat kita menjadi takut untuk berbicara sembarangan? Sedangkan penggunaan lidah untuk perbuatan mulia, seperti menasehati orang, menunjuki orang ke jalan yang benar, berdakwah, emmbaca al-Qur’an, membantah kebatilan yang dilontarkan oleh musuh Islam, justru menuai pahala dan ridho Allah Swt. Mari jaga lidah masing-masing. []

 

sumber: Suara Islam