Hubungan antara Shalat dan Melihat Wajah Allah Ta’ala

Melihat wajah Allah: nikmat terbesar penduduk surga

Nikmat dan karunia terbesar bagi penduduk surga adalah ketika mereka bisa melihat wajah Allah Ta’ala. Inilah nikmat terbesar yang akan dirasakan oleh penduduk surga di akhirat kelak, melebihi nikmat surga lainnya. 

Dari sahabat Shuhaib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، قَالَ: يَقُولُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ، وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ

“Apabila penduduk surga telah masuk ke surga, maka Allah berfirman, “Apakah kalian ingin sesuatu yang perlu Aku tambahkan kepada kalian?”

Mereka (penduduk surga) menjawab, “Bukankah Engkau telah membuat wajah-wajah kami putih? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?” 

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lalu Allah membukakan hijab pembatas, lalu tidak ada satu pun yang dianugerahkan kepada mereka yang lebih dicintai daripada anugerah (dapat) memandang Rabb mereka.” (HR. Muslim no. 181) 

Hubungan antara shalat dan melihat wajah Allah Ta’ala

Terdapat hubungan antara shalat dan melihat wajah Allah Ta’ala. Jika selama di dunia seseorang itu memperhatikan dan menjaga shalat, maka tentu dia layak untuk melihat wajah Allah Ta’ala. Sebaliknya, jika selama di dunia dia menyia-nyiakan shalat, maka tentu dia layak untuk terhalang dari melihat wajah Allah Ta’ala.

Hubungan anatar dua hal ini Allah Ta’ala jelaskan dalam Al-Qur’an dan juga dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Adapun Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (22) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (23) وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ (24) تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ (25) كَلَّا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ (26) وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ (27) وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ (28) وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ (29) إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ (30) فَلَا صَدَّقَ وَلَا صَلَّى (31) وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى (32)

“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhan-nya mereka melihat. Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram. Mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat. Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya), “Siapakah yang dapat menyembuhkan?” Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia). Dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan). Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau. Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al Qur’an) dan tidak mau mengerjakan shalat. Tetapi ia mendustakan (Rasul) dam berpaling (dari kebenaran).” (QS. Al-Qiyaamah [75]: 22-32)

Pada bagian pertama, Allah Ta’ala sebutkan kondisi orang-orang mukmin yang berbahagia dan berseri-seri wajahnya. Hal ini karena “Kepada Tuhan-nya mereka melihat”, yaitu melihat dengan mata kepala secara langsung. 

Setelah itu Allah Ta’ala sebutkan kondisi orang-orang kafir yang berwajah muram. Kemudian Allah Ta’ala sebutkan perbuatan apa yang mereka lakukan selama di dunia. Dan salah satu sebabnya adalah “tidak mau mengerjakan shalat.” 

Adapun penjelasan dari as-sunnah, dari sahabat Jarir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Pada suatu malam, kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lalu melihat ke arah bulan purnama. Kemudian beliau bersabda, 

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ فَإِنْ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا

“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesakan dalam melihat-Nya. Maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan untuk melaksanakan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah.” (Yang beliau maksud adalah shalat subuh dan shalat ashar, pent.) 

Kemudian Jarir membaca ayat,

وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ

“(Dan bertasbihlah sambil memuji Rabb-mu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya).” (QS. Qaaf: 39). (HR. Bukhari no. 554 dan Muslim no. 633)

Dalam hadits tersebut, terdapat hubungan antara shalat dan melihat wajah Allah Ta’ala. Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

“Dikatakan tentang kesesuaian antara perintah untuk menjaga dua shalat ini (shalat subuh dan shalat ashar) setelah menyebutkan tentang nikmat rukyah (melihat wajah Allah Ta’ala), bahwa sesungguhnya nikmat tertinggi di surga adalah melihat wajah Allah Ta’ala. Sedangkan amal yang paling mulia di dunia adalah dua shalat tersebut. Oleh karena itu, dengan menjaga dua shalat tersebut, seseorang diharapkan masuk surga dan kemudian melihat wajah Allah Ta’ala di dalam surga.” (Fathul Baari, 4: 323)

Dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut juga terdapat pelajaran bahwa melihat wajah Allah Ta’ala itu tidaklah dicapai dengan angan-angan semata. Allah Ta’ala berfirman,

لَّيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ

“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab.” (QS. An-Nisa’ [4]: 123)

Akan tetapi, pahala melihat wajah Allah itu membutuhkan kesungguhan dan usaha yang besar untuk dapat meraihnya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memberikan petunjuk adanya sebab untuk meraihnya, yaitu dengan menjaga pelaksanaan shalat subuh dan shalat ashar. 

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan keutamaan dua shalat tersebut. Namun, kedua shalat ini justru terasa berat dikerjakan oleh mayoritas manusia. Siapa saja yang mendapat taufik dan pertolongan dari Allah Ta’ala untuk menjaga dua shalat tersebut, maka akan lebih mudah baginya menjaga shalat-shalat lainnya. Dan siapa saja yang Allah Ta’ala berikan pertolongan untuk bangun shalat subuh dan menjaga pelaksanaan shalat subuh, Allah Ta’ala akan tolong dia untuk menjaga shalat-shalat setelahnya di hari itu. 

Inilah hubungan antara shalat dan pahala terbesar di surga, yaitu melihat wajah Allah Ta’ala. 

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Info Produk Wakaf:

Bila Anda tertarik untuk mewakafkan Jam Masjid ke masjid atau musholah terdekat, Anda bisa memilih Jam Masjid itu Toko Albani atau klik di sini!

Inilah Empat Keutamaan Menunggu Waktu Shalat

Shalat tepat waktu adalah keutamaan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Tanda bahwa seseorang telah menjadikan shalat sebagai kebutuhan adalah keistikamahannya dalam memburu shalat secara tepat waktu.

Keutamaannya akan berlipat apabila dilakukan di masjid dan berjamaah. Keutamaan ini akan berlipat lagi tatkala kita mempersiapkan diri sebelum melaksanakannya dengan menunggu sebelum azan berkumandang.

Mengapa menunggu shalat menjadi sebuah keutamaan? Berikut empat alasan mengapa menunggu shalat diutamakan. 

Bukti Kecintaan Hamba

Pertama, menunggu shalat adalah bukti kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya. Sebagai analogi, seseorang yang sedang dimabuk cinta akan senantiasa merindukan perjumpaan dengan yang dicintainya. Tatkala ada janji bertemu, ia akan berusaha untuk tidak terlambat. Begitu pula saat kita merindukan Allah, kita akan selalu menunggu berjumpa dengan-Nya dan akan selalu menunggu perjumpaan itu.

Mengundang Kebaikan Lain

Kedua, menunggu waktu shalat akan membuka kesempatan bagi kita untuk melakukan banyak kebaikan lainnya, seperti membaca Alquran, i’tikaf, berdzikir, membereskan tempat shalat, dan lainnya. Satu kebaikan biasanya akan mengundang kebaikan lainnya. 

Kecilnya Peluang Bermaksiat

Ketiga, saat menunggu shalat kemungkinan bermaksiat menjadi sangat kecil. 

Menjaga Kebersihan Diri dan Hati

Keempat, saat menunggu shalat kita akan berusaha menjaga kebersihan diri dan hati. Bukankah salah satu syarat sahnya shalat adalah bersih badan dan tempat shalat dari najis? Karena itu, Rasulullah SAW menjanjikan bahwa seseorang dikategorikan sedang shalat, tatkala ia meniatkan diri menunggu datangnya waktu shalat. Bahkan, saat itu para malaikat terus melantunkan doa agar kita dirahmati Allah SWT. 


Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya salah seorang di antara kalian (terhitung) di dalam shalat selama tertahan oleh shalat sedang para malaikat mendoakan mereka: ‘Ya Allah, ampunilah dia; ya Allah rahmati dia, selama dia tidak berdiri dari tempat shalatnya atau ber-hadats (batal wudhunya).” (HR Bukhari).

KHAZANAH REPUBLIKA

Anda membutuhkan Jam Waktu Sholat untuk diwakafkan ke masjid atau Musholah terdekat, silakan order di sini!