Mengapa JIL Membela Syiah?

Jaringan Islam Liberal (JIL) selalu memposisikan diri tampil beda dengan umumnya ajaran islam. Semakin menyimpang dari ajaran islam, semakin dibela oleh JIL dengan berbagai interpretasinya.

Bagi anda yang sering online dengan berita pemikiran, akan merasa capek dengan berbagai pemikiran aneh si Ulil bersama komplotannya. Untuk mengenang ambisi anak muda yang satu ini dalam mendakwahkan pemikiran JIL, berikut kami kutipkan beberapa celotehnya,

“Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar.” (Ulil Abshar-Abdalla, GATRA 21 Desember 2002). Barangkali inilah pendapat paling nekat dari Ulil Abshar Abdalla (Kordinator Jaringan Islam Liberal)

Ulil Abshar Abdalla tidak mengakui adanya hukum Tuhan, hingga syari’at mu’amalah (pergaulan antar manusia) dia kampanyekan agar tidak usah diikuti, seperti syari’at jilbab, qishosh, hudud, potong tangan bagi pencuri dan sebagainya itu tidak usah diikuti.” (Kompas, 18 November 2002)

Ulil juga berpendapat bahwa “Larangan kimpoi (kawin) beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi” (Kompas, 18 November 2002). Vodca (minuman keras beralkohol lebih dari 16%) pun menurut Ulil bisa jadi di Rusia halal, karena udaranya sangat dingin.

Ulil juga berpendapat bahwa dalam mengatur kehidupan modern ini Al-Qur’an tidak dijadikan pedoman, apalagi As-Sunnah. Justru yang dijadikan pedoman adalah apa yang ia sebut pengalaman manusia, dengan alasan bahwa Tuhan telah memuliakan (takrim) kepada manusia. Kalau untuk mengatur kehidupan modern ini masih merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah seperti yang tertulis dalam teks, Ulil menganggapnya sebagai penyembahan terhadap teks. Ulil menginginkan agar apa yang ia sebut penyembahan teks itu dicari jalan keluarnya, di antaranya adalah menjadikan pengalaman manusia ini kedudukannya sejajar dengan Al-Qur’an, sehingga Al-Qur’an yang berupa teks itu hanyalah separoh dari Al-Qur’an, dan yang separohnya lagi adalah pengalaman manusia. (Media Dakwah Agustus 2004/ Jumadil Akhir 1424H)

Pendapat Ulil mengenai fatwa MUI 2005 yang melarang doa bersama antar agama : “Pertimbangan semacam ini, buat saya sama sekali kurang bisa dimengerti, karena tidak masuk di akal saya. Berdoa intinya adalah sama, entah dilakukan oleh seorang Muslim atau Kristen atau yang lain, yaitu memohon sesuatu yang baik dari Tuhan.” (MEDIA INDONESIA, Fatwa MUI dan Konservatisme Agama, Rabu, 03 Agustus 2005).

(Kumpulan ini dikutip dari nahimunkar.com).

Demikian, dan semoga anda tidak terkesan dengan kenangan JIL masa silam. Setelah beberapa waktu tidak beraksi, masuk 2010 JIL kembali menampakkan gaungnya. Ingatan kita juga masih segar dengan kasus Ahmadiyah. Di saat semua orang menentang ajaran Ahmadiyah berkembang di indonesia, JIL tampil sebagai pejuang pembela Ahmadiyah, atas nama kebebasan berideologi. Dengan berbagai alasan yang tidak masuk logika, JIL mempengaruhi sebagian pejabat pemerintah untuk memberikan suaka kepada Ahmadiyah.

Ingatan kita belum lapuk dengan peristiwa pelecehan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari mulai gambar karikatur, hingga film innocent. Di saat semua muslim marah dengan semua tindakan penistaan nabi itu, JIL tampil memukau dengan mengaburkan kaum muslimin bahwa sejatinya semua itu bukan termasuk bentuk penistaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Disaat semua kaum muslimin menolak konser lady gaga di indonesia, JIL tampil terdepan mendukung terselenggaranya konser dewi wts itu.

Di saat semua muslim menolak pagelaran miss universe, JIL menjadi garda depan yang mendukung berlangsungnya acara pameran aurat ini.

Dan tentu saja masih sangat banyak celoteh mereka, yang tidak mungkin disebutkan semuanya.

Mereka Adalah Munafik

Memahami track record JIL beserta semua catatan perjalanan JIL, analogi paling tepat untuk menggarkan JIL adalah orang munafik. Karakter mereka sama persis dengan karakter Abdullah bin Ubay bin Salul beserta komplotannya. Mereka tinggal di Madinah, mengaku beriman, bahkan mengikuti kegiatan kaum muslimin, namun di sisi lain, mereka menjadi musuh dalam selimut. Mereka melakukan berbagai macam makar, untuk bisa menghabisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Bermuka dua, untuk mendapatkan jaminan keamanan dari kaum muslimin dan dari para musuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Namun di saat yang sama, mereka berusaha melemahkan semangat para sahabat untuk mendukung dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berusaha untuk ‘gembosi’ di saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki rencana yang membutuhkan dukungan muhajirin dan anshar.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kaum muslimin mendukung dakwah islam dengan harta mereka. Orang munafik maju di posisi terdepan, mengajak semua orang untuk tidak memberikan hartanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat muhajirin.

هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ لَا تُنفِقُوا عَلَى مَنْ عِندَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنفَضُّوا وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَفْقَهُونَ

Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): “Janganlah kalian memberikan harta kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah agar mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).” Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. (QS. Al-Munafiqun: 7).

Anggapan orang munafik, jika orang-orang muhajirin, yang datang ke Madinah untuk mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para ahlus suffah yang datang untuk belajar islam, jika mereka tidak diberi bantuan makanan, tidak diberi tanah untuk tinggal, mereka akan bubar meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi para sahabat untuk ikut perang tabuk, dan ketika itu cuaca sangat panas, sementara perbekalan sangat terbatas, orang munafik menempati garda terdepan mengambil sikap sebaliknya. Mereka memotivasi orang anshar agar tidak perlu ikut, cukup tinggal di Madinah.

وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَالُوا لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ

Mereka membenci berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: “Janganlah kalian berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini”. Katakanlah: “Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas(nya)” jika mereka mengetahui. (QS. At-Taubah: 81)

Di saat kaum muslimin merasa yakin pertolongan Allah akan segera datang, dan mereka termotivasi untuk mendapatkan janji Allah, orang munafik meracuni pemikiran mereka, dan meneriakkan bahwa semua janji itu adalah dusta.

وَإِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ إِلَّا غُرُورًا

Ingatlah ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata :”Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada Kami melainkan tipuan”. (QS. Al-Ahzab: 12)

Di saat kaum muslimin dimotivasi agar keluar dari Madinah untuk berjaga di Khandak, menghalangi musuh multi suku yang hendak menyerang Madinah, orang-orang munafik menyuruh agar mereka balik ke madinah dan tidak perlu datang ke Khandak.

وَإِذْ قَالَت طَّائِفَةٌ مِّنْهُمْ يَا أَهْلَ يَثْرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوا

Ingatlah ketika segolongan di antara mreka berkata: “Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, Maka Kembalilah kamu”. (QS. Al-Ahzab: 13)

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak mengusir orang yahudi Bani Nadzir yang berkhianat, orang munafik justru memberikan semangat kepada mereka untuk tidak meninggalkan kampungnya dan melawan kaum muslimin. Bahkan mereka berjanji akan membantu yahudi,

أَلَمْ تَر إِلَى الَّذِينَ نَافَقُوا يَقُولُونَ لِإِخْوَانِهِمُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَئِنْ أُخْرِجْتُمْ لَنَخْرُجَنَّ مَعَكُمْ وَلَا نُطِيعُ فِيكُمْ أَحَدًا أَبَدًا وَإِن قُوتِلْتُمْ لَنَنصُرَنَّكُمْ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya Kamipun akan keluar bersamamu; dan Kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti Kami akan membantu kamu.” dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. (QS. Al-Hasyr: 11)

Prinsip mereka satu, apapun bentuk kebenaran yang diajarkan Nabi, mari kita tolak. Dan apapun kesesatan yang dilawan oleh Nabi, mari kita bela. Namun jangan terang-terangan memusuhi Nabi dan kaum muslimin.

الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُم مِّن بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. Sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka saling menyuruh membuat yang munkar dan saling melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya (sangat pelit). (QS. At-Taubah: 67).

Prinsip ini 100% sama dengan prinsip JIL yang berkembang di negara kita. Apapun yang sesuai ajaran islam, mari kita buat samar-samar. Dan apapun yang menyimpang dari ajaran islam, mari kita bela dan kita dukung. Tapi KTP harus tetap islam. Merekalah orang munafik…merekalah orang munafik.

JIL Membela Syiah

Ramadhan tahun ini, JIL membukan forum Tadarus Ramadan JIL. Isinya adalah bedah buku Al-Kafi, salah satu rujukan utama sekte syiah. Forum ini diadakan di Teater Utan Kayu, Jakarta. Narasumbernya, tokoh-tokoh syiah Indonesia, diantaranya Kang Jalal, Muhsin Labib, Muhammad al-Baqir, dan beberapa tokoh JIL.

Di situs andalan JIL, salah satu anggota JIL menulis artikel bertajuk syiah. Di bagian komentar, seorang pembaca yang beragama syiah, merasa berterima kasih atas jasa besar JIL yang telah mendukung atau setidaknya mengayomi syiah.

syiah berterima kasih kepada tokoh JIL
Komentar orang syiah berterima kasih kepada tokoh JIL

JIL mengangkat tajuk membela kaum minoritas yang tertindas. Pada kasus Sampang, mereka mendengung-dengungkan pembelaan untuk syiah sampang yang direlokasi. Pada kasus Ahmadiyah, mereka mengatakan bahwa perlakuan terhadap Ahmadiyah tidak adil. Semua atas nama HAM dan menolong kaum minoritas tertindas.

Sebenarnya kasus penindasan minoritas sangat sering terjadi di indonesia. Ketika kasus Ambon dan Poso berdarah, pemicunya penindasan kaum salibis terhadap kaum muslimin minoritas. Mengapa JIL diam saja?.

Beberapa kaum muslimin yang meniti sunah dan anti terhadap syirik dan bid’ah di daerah lombok, rumahnya dirusak, dilempari orang NW. Bahkan disiarkan di media televisi. Mengapa JIL diam saja?

Di saat banyak kamu muslimin tertidas di Palestina dan Suriah, mengapa JIL tidak angkat bicara?

Ketika kaum muslimin ditindas umat budha di rohingya, dimana ada kicau JIL?

Sejatinya sikap JIL bukan dalam rangka membela kaum tertindas. Tapi membela orang kafir yang kalah. “Orang-orang munafik berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya Kamipun akan keluar bersamamu’.”

Prinsip mereka amar munkar nahi ma’ruf. Kebenaran apapun yang sesuai syariat islam harus diberantas. Kesesatan apapun yang ada di dunia ini, harus didukung dan dikembangkan. Maka jawaban untuk pertanyaan di atas, ‘Mengapa JIL membela syiah?’ Karena syiah aliran sesat.

Sekali lagi kami tekankan, pembelaan JIL terhadap Syiah adalah bukti sangat nyata bahwasyiah adalah sesat.

Ya Rabb, lindungilah kaum muslimin dari makar syiah dan bala tentaranya.

 

 

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits

sumber: Konsultasi Syariah

Bahayanya Islam Liberal

Islam Liberal adalah kemasan baru dari kelompok lama yang orang-orangnya dikenalnyeleneh. Kelompok nyeleneh itu menyebut diri mereka sebagai pembaharu atau modernis. Sekarang mereka melangkah lagi dengan kemasan barunya, yakni Islam liberal. Salah satu dari sekian banyak kelompok liberal di Indonesia ada yang menamakan diri JIL –Jaringan Islam Liberal.

Sebagai gambaran betapa banyaknya lembaga-lembaga Islam liberal, ada 44 lembaga yang pernah didanai lembaga kafir Amerika, TAF -The Asia Foundation. Sebagai rujukan, kita bisa membaca buku Hartono Ahmad Jaiz, yang berjudul: Jejak Tokoh Islam dalam Kristenisasi, Darul Falah, Jakarta, 2004. Kemudian di antara pentolan-pentolan Islam Liberal ada yang menghalalkan homoseks seperti Musdah Mulia, dan membela aliran sesat Ahmadiyah seperti Azyumardi Azra. Anehnya mereka ini malah dimasukkan dalam buku500 Tokoh Islam yang Berpengaruh di Dunia, terbitan Amman Yordan. (Baca juga: Buku 500 Muslim Berpengaruh di Dunia dari Penghalal Homoseks Sampai Pentolan Aliran Sesat).

Kalau boleh diibaratkan secara gampangnya, lembaga-lembaga liberal seperti JIL, Paramadina, dan semacamnya itu adalah semacam pedagang kaki lima atau kios-kios kecil yang menyebarkan ideologi Islam liberal. Sementara itu, perguruan tinggi Islam negeri se-Indonesia di bawah Depag, kini Kemenag (Kementerian Agama) itu telah difungsikan ibarat toko-toko resmi untuk menyebarkan Islam liberal alias kesesatan. Mereka menyisipkan paham sesat dengan cara intensif menyekolahkan dosen-dosen IAIN se-Indonesia ke perguruan tinggi kafir di negeri-negeri Barat, Amerika, Eropa, Australia dan sebagainya. Mereka belajar atas nama studi Islam tapi ke negeri-negeri kafir.

Kemudian hasil “sisipan paham kesesatan” itu dijual di universitas-universitas IAIN, UIN, STAIN dan semacamnya, yakni perguruan tinggi Islam se-Indonesia. Karena jualannya sudah berganti dengan “paham kesesatan hasil sisipan dari negeri-negeri kafir”, maka untuk memuluskannya, diubahlah kurikulum IAIN se-Indonesia oleh Harun Nasution, dari kurikulum Ahlus Sunnah diganti menjadi kurikulum yang dia sebut rasionalis. Dan kurikulum itu adalah aliran sesat. Hal ini dilakukan untuk mengubah metode memahami Islam pakai metode yang seharusnya yakni ilmu Islam itu sendiri, diganti dengan memahami Islam pakai sosiologi agama ala Barat, yang memandang agama hanya sebagai sekedar fenomena sosial.

Harun Nasution didikan sosiologi ala Barat itu lulus dari Universitas Amerika di Kairo BA jurusan Sosiologi pada tahun 1952. Kemudian dia lanjut menuntut ilmu di McGill University di Kanada. (Dia bisa ke sana karena dimasukkan oleh Prof H.M. Rasjidi, namun belakangan beliau sangat menyesali setelah kelakuan Harun Nasution bukan membela Islam tetapi malah sebaliknya).

Ada dua jalur yang ditempuh. Jalur pertama, Depag (kini Kemenag) mengirimkan secara besar-besaran dosen-dosen IAIN se-Indonesia ke negeri-negeri kafir di Barat sejak 1975, dan paling intensif di zaman Menteri Agama Munawir Sjadzali dua periode 1983-1992. Jalur kedua, Harun Nasution mengubah kurikulum dari Ahlus Sunnah diubah jadi Mu’tazilah (aliran sesat). Sehingga para dosen yang sudah pulang dari “didikan paham kesesatan dari Barat” itu tinggal jualan “paham kesesatannya” ke seluruh perguruan tinggi Islam se-Indonesia di mana mereka bertugas kembali. Akhirnya timbul pendapat yang aneh-aneh, misalnya, pendapat Nurcholish Madjid yang mengatakan Iblis kelak masuk surga dan surganya tertinggi, karena tidak mau sujud kepada Adam. Astaghfirullah… Iblis itu jelas Allah katakan membangkang dan sombong, dan dia termasuk orang-orang yang kafir. Mana ada orang kafir masuk surga?!

Juga pendapat Atho’ Muzhar, bahwa Masjidil Aqsha yang di dalam Al-Qur’an Surat Al-Israa’ itu bukan di Baitul Maqdis Palestina tetapi di Baitul Makmur di langit. Pendapat itu saya (Hartono Ahmad Jaiz) kemukakan kepada Syaikh Rajab tahun 1993 dalam Konferensi Mujamma’ Fiqh Islam di Brunei Darussalam yang didampingi Syaikh Khayyath mantan Menteri Agama Yordan. Maka Syaikh Rajab terheran-heran dan berkata: “Saya kan imam Masjidil Aqsha di Palestina.”

Demikianlah di antara kesesatan mereka. Namun atas rekayasa Depag dan Harun Nasution (dulu Rektor IAIN Jakarta) itu maka muluslah penyebaran pluralisme agama alias kemusyrikan baru di perguruan tinggi Islam se-Indonesia.  Maka tidak mengherankan, kemudian muncul reaksi, di antaranya ada buku yang menyoroti secara tajam penyesatan-penyesatan di perguruan tinggi Islam seluruh Indonesia, misalnya  tulisan Hartono Ahmad Jaiz dengan judul Ada Pemurtadan di IAIN yang terbit tahun 2005. Juga buku Adian Husaini, berjudul Hegemoni. Bahkan kini penyesatan disinyalir sudah masuk lewat jalur tingkat sekolah SD, SMP dan SMA dengan memasukkan pendidikan multikulturalisme (bahayanya sama dengan pluralisme agama atau Islam liberal) pada PAI (Pendidikan Agama Islam). Yang cukup mencengangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” (Baca juga: Multikulturalisme Sama Bahayanya dengan Pluralisme)

Jadi jangan sampai Umat Islam kini menganggap bahwa penyesatan yang dilancarkan Islam liberal sudah berkurang intensitasnya. Bukan berkurang, tetapi justru sudah masuk secara intensif lewat jalur-jalur resmi yakni perguruan tinggi Islam se-Indonesia. Di samping itu Kemenag juga mengirimkan orang-orang yang bermuatan sesat dan bekerjasama dengan lembaga lainnya, seperti yang baru-baru ini diterjunkan, 30 Dai “Rahmatan” Kemenag Dinilai Mengusung Paham Bahaya: Pluralisme Agama. Dan itu sama berbahayanya seperti kristenisasi.

Baca juga: Membongkar Kedok Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme

Sumber: voa-islam.com. Dikutip dengan beberapa penyesuaian (Lampu Islam)

 

Oleh: Hartono Ahmad Jaiz

 

 

Ini Empat Rekomendasi Raja Arab Saudi terkait Ahmadiyah di Indonesia

Situs Wikileaks telah menerbitkan lebih dari 60.000 dokumen rahasia dari Arab Saudi yang disebut ‘Pesan Saudi/ Saudi Cables’. Salah satu pesan yang bocor tersebut mengungkapkan bahwa Kerajaan Arab Saudi memiliki peran penting dalam menghentikan penyebaran sekte Ahmadiyah di Indonesia.

Surat kedua yang dibocorkan oleh Wikileaks yaitu surat dari mantan Raja Arab Saudi “Abdullah bin Abdul aziz Al Saud” dalam menjawab pesan pertama dari Putra Mahkota “Naif bin Abdil Aziz”.

Dalam pesan yang tertanggal 15 Mei 2012, Raja merekomendasikan agar Putra Mahkota mengambil tindakan berikut mengenai Ahmadiyah di Indonesia:

1. Kedubes Arab Saudi di Jakarta agar memantau dan menindaklanjuti perkembangan yang terjadi di Indonesia tentang Komunitas Ahmadiyah.

2. Apakah Kementerian Luar Negeri menyarankan organisasi Islam internasional untuk mengeluarkan pernyataan yang menjelaskan di mana mereka berdiri di atas masyarakat (Ahmadiyah).

3. Menindaklanjuti dengan Kementerian Agama dan meminta Khatib untuk wakaf, seruan dan bimbingan dan Liga Dunia Muslim untuk memperingatkan terhadap masyarakat (Ahmadiyah) dan ideologinya, sementara menghindari kekerasan terhadap anggota mereka.

4. Apakah Kedubes Arab Saudi di Jakarta terus mendukung Majelis Ulama Indonesia untuk Dakwah Islam dalam rangka menghadapi komunitas Ahmadiyah dan menginformasikan pemerintah Indonesia dari posisi keyakinan mereka.

Penulis pesan pertama Putra Mahkota Naif bin Abdul Aziz yang menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dan Presiden Majelis Tinggi untuk Agama Islam meninggal pada bulan Juni 2012 sedangkan penulis pesan kedua, Raja Abdullah meninggal pada usia 90 pada bulan Januari 2015 lalu.

Selanjutnya situs Wikileaks menyebutkan akan merilis lebih dari setengah juta dokumen tambahan “Pesan Saudi (Saudi Cables)” dalam minggu-minggu mendatang.

sumber: Republika Online

Ulil: Ahmadiyah Islam, Mereka Shalat, Puasa, Zakat, Haji

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dedengkot Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla menilai, ajaran Ahmadiyah masih termasuk golongan Islam. Padahal, sebagaimana diketahui, Ahmadiyah menganut paham bahwa nabi terakhir bukan lah Rasulullah, melainkan Mirza Ghulam Ahmad yang lahir di Qadian, Punjab, India pada 13 Februari 1835.

Kendati fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan Ahmadiyah bukan Islam. Hal itu juga ditekankan Wakil Ketua Umum MUI KH Ma’aruf Amin yang menegaskan Ahmadiyah bukanlah agama Islam. Namun, Ulil menyatakan sebaliknya. Menurut dia, orang Ahmadiyah mengucapkan dua kalimat syahadat dan menunaikan rukun Islam sebagaimana yang dilakukan kaum Muslim di dunia.

“Ahmadiyah mmg Islam. Syarat Islam kan bersyahadat, salat, puasa, zakat, haji. Mereka lakukan semuanya,” katanya melalui akun Twitter, @ulil ketika menjawab salah satu pengikutnya.

Sebelumnya, Ulil mendapat ucapan selamat dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia terkait suksesnya Muktamar NU ke-33 di Jombang. Ulil pun menimpali bahwa ucapan tersebut menandakan rasa kasih sayang untuk semua, dan tak ada tempat bagi para pembenci. “Terima kasih untuk teman2 Ahmadiyah. Love for all, hatred for none!”