Fauzi Baadilla: Kita Tidak Butuh Pemikiran Sampah JIL!

Muslim yang masih memiliki iman, akan tergerak hatinya jika agamanya yang diturunkan oleh Allah sebagai rahmat bagi umat manusia dihina dan dilecehkan. Begitupula, yang dirasakan oleh artis Fauzi baadilla, yang tidak menerima agamanya dilecehkan oleh jaringan Islam Liberal.

“Mereka meragukan finalitas Nabi Muhammad, bisa dicek di tulisan-tulisan mereka, kalau mereka menghina Islam, gini-gitugue pribadi nolak, gak peduli dia siapa kek,” kata fauzi Baadila kepada arrahmah.com, di bundaran  Hotel Indonesia (HI), Jum’at (9/3).

Tambah Fauzi, suatu hal yang wajar melakukan perlawanan pemikiran liberalisme yang dijajakan oleh JIL.

“Kita perangi pemikiran mereka, kenapa? apa salahnya kita menentang pemikiran gitu, mereka punya pemikiran, kita lawan dengan pemikiran,” ujarnya.

Meskipun menurutnya, seseorang masih lemah dalam iman dan ketaqwaan, orang-orang liberal semacam JIL tidak berhak mengajarkan Islam seperti itu kepada umat Islam.

“Kita tidak butuh sampah pemikiran mereka, kita tidak butuh sampah dari pemikiran orang JIL,” lontar Fauzi penuh semangat.

Ia menegaskan kembali dalam orasinya di hadapan ribuan kaum muslimin yang menghadiri Apel Siaga Umat Islam “Indonesia tanpa Liberal”.

“Aktivis JIL, rakyat Indonesia tidak butuh kalian, rakyat Indonesia tidak butuh pemikiran sampah kalian, jangan nodai bangsa ini dengan kebiadaban yang dikemas secara intelek,” teriaknya.

Fauzy mengatakan hal itu sambil mengucapkan takbir. Dia menilai JIL adalah aktivis sampah. Fauzy menambahkan dirinya tidak bersih, namun saat ini kondisi bangsa semakin hancur karena ulah JIL.

“Saya tidak suci, tapi saya menolak pemikiran aktivis JIL yang sampah. Saya menolak bangsa ini dikorbankan oleh liberal,” tegasnya bersemangat.

Meski demikian, ia menolak dikaitkan dengan salah satu organisasi massa Islam penggelar aksi tersebut. “Ini pandangan pribadi saya,” kata aktor muda ini.

Fauzi mengatakan dia hanya ingin melindungi Islam. “Beberapa tokoh jaringan liberal sering menyudutkan Islam,” jelas Dia.

Nama Fauzi muncul dalam kampanye Indonesia Tanpa JIL setelah dia mengunggah videonya dalam situs berbagi video YouTube. Dalam video berdurasi sekitar empat menit tersebut, Fauzi menolak JIL yang menurut dia merusak Indonesia. (bilal/arrahmah.com)

sumber: Arrahmah

Al-Quran Dibagi-bagikan, Dedengkot JIL ini Sewot

Dedengkot Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdala menulis kalimat bernada sindiran terkait pembagian Al-Quran pada acara Car Free Day (CFD) Jakarta.

“Sudah tiga kali saya melihat gerakan Bagi Bagi Quran di tengah2 kegiatan CFD ini. Kok ngga ada yg protes ini ya sbg “Islamisasi”? :), tulis Ulil dalam akun twitternya, Minggu (11/1) kemarin lusa.

Menanggapi kicauan Ulil ini, netizen banyak yang mengomentari pernyataan miring menantu KH. Mustafa Bisri itu. Mereka mempertanyakan jika Ulil seorang muslim mengapa ia selalu memberikan pembelaan terhadap non-muslim dan selalu mencela orang-orang muslim? Mereka juga memberikan komentar tentang hal itu bahwa pembagian Al-Quran itu hanya ditujukan kepada orang-orang muslim saja. Ini sangat berbeda dengan kristenisasi yang pernah terjadi di acara CFD November tahun lalu.

Sebelumnya, dunia maya telah digemparkan video kristenisasi pada acara CFD. Video itu diposting pada 3 November 2014 di You Tube atas akun rtkChannel HD.

Rekaman video berdurasi hampir 24 menit itu menunjukkan, sekelompok orang lelaki dan perempuan berkaos merah dan hitam bergambar merpati putih, melakukan kegiatan pembagian asesoris gratis kepada masyarakat yang sedang jalan-jalan pagi di area CFD.

Cerita berawal lewat sang pembawa acara, Rateka Winner Lee, yang menunjukkan sejumlah barang yang diperoleh dari pengunjung CFD.

Barang-barang tersebut meliputi kalung bergambar merpati, biskuit, permen, pin bertuliskan I’m Saved (Saya terselamatkan) dan sejumlah barang lain.  Menurut Rateka, barang-barang itu disebarkan oleh sukarelawan sebuah komunitas yang mengedepankan semangat kebangsaan.

Mereka mengaku sebagai komunitas yang bersifat universal dan nasionalis.

“Tapi dari ciri-ciri mereka mengemban misi khusus di CFD,” ujar Rateka.

Kalung merpati yang kental sebagai simbol kasih dalam agama Kristen.

Kalung merpati yang kental sebagai simbol kasih dalam agama Kristen.

Setelah itu, Rateka melakukan perjalanan dan menyambangi sejumlah orang, baik itu anak-anak, dewasa hingga manula, yang baru memperoleh barang-barang dari komunitas tersebut.  Semisal, empat orang bocah bersepeda yang diberi kalung bergambar merpati.

Bocah-bocah itu mengaku tidak mengerti maksud simbol tersebut.  Pun dengan seorang remaja tanggung beserta rekannya yang berjilbab.  Keduanya pun tak memahami makna kalung tersebut.

Dari liputan Rateka, terlihat aktivis misionaris tersebut menyebar di berbagai titik di sepanjang CFD membagikan asesoris gratisnya. Video menunjukkan, sasaran lebih cenderung mengarah kepada anak-anak, remaja dan orang tua.

“(Kami komunitas yang bergerak) Peduli Indonesia yang cinta Indonesia. Kita dukung pemerintah yang ada,” kata salah satu aktivis saat ditanya oleh Rateka jenis gerakan komunitas mereka.

Ketika Rateka bertanya tentang gereja yang diduga kuat sebagai basis komunitas tersebut, aktivis tersebut membantah, “Enggak ada gereja di sini.”

Sementara untuk kalung bergambar merpati, aktivis itu menyebut merpati adalah simbol kedamaian.  Negara atheis sekali pun mengakui hal tersebut.  Apakah basisnya gereja? “Nggak, nggak,” aktivis itu kembali membantah.

Reportase kembali dilanjutkan.

Pada menit ke-14:13, rekaman rtkChannel HD dengan jelas menampilkan seorang aktivis perempuan mencegat seorang wanita tua berjilbab. Aktivis itu memegang kedua tangan si nenek sehingga tidak bisa leluasa pergi dan menyampaikan tentang Yesus kepadanya.

Kejadian itu membuat Rateka menegur aktivis tersebut, “Ya ampun, Bu, jangan begitu dong, Bu! Saya dengar, Bu! Kenapa, Ibu tahu dia berkerudung disuruh menyebut Tuhan Yesus?”

Akhirnya aktivis perempuan itu minta maaf dan pergi meninggalkan si nenek.

“Jika dia percaya kepada Tuhan, maka dia akan diselamatkan,” kata Rateka di depan kameranya, mengutip perkataan aktivis perempuan itu kepada si nenek.

 

Rahasia di balik istilah “sudah genap” dalam biskuit cokelat

Dari berbagai asesoris yang Rateka kumpulkan, tertera kata-kata nasionalis di dalamnya. Salah satunya kata “sudah genap” di biskuit cokelat.

Dari hasil pencarian di Google, ternyata maksud ungkapan “sudah genap” merujuk pada Yohanes 19:30 dalam kitab Injil.

Yohanes 19:30 “Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.”

Dari kejadian ini, terbukti bahwa para misionaris atau “Pasukan Salib” selalu berjuang dalam memburu “domba-domba yang tersesat” (non-Kristen), dari cara halus sebagaimana yang dilakukan oleh komunitas tersebut, hingga cara yang ekstrim seperti penculikan, penghamilan hingga jasa jin. (mosleminfo/mn)

 

sumber: Moslem Info

 

Video Kristenisasai di Car Free Day:

Musdah Mulia: Halal Menikah Sesama Jenis (Homoseksual/Lesbian)

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Siti Musdah Mulia dikenal sebagai feminis pejuang paham kesetaraan gender. Umat Islam sempat dihebohkan ketika Musdah dan timnya meluncurkan Counter Legal Draft (CLD) Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Banyak ide-ide “aneh” yang tercantum dalam CLD-KHI tersebut. Misalnya, ide untuk mengharamkan poligami, memberi masa iddah bagi laki-laki, menghilangkan peran wali nikah bagi mempelai wanita, dan sebagainya. Sejumlah profesor di UIN Jakarta sudah menjawab secara tuntas gagasan Musdah dkk. Puluhan bahkan ratusan diskusi, debat, seminar, dan sebagainya sudah digelar di berbagai tempat.

Semua itu tidak dianggap oleh Prof. Musdah. Politikus PDI Perjuangan itu tetap bertahan dengan pendapatnya. Bahkan, makin banyak ide-ide baru yang kontroversi. Pendapatnya terakhir yang menyengat telinga banyak orang adalah dukungannya secara terbuka terhadap perkawinan sesama jenis (homoseksual dan lesbian).

Inilah pernyataan Musdah dari berbagai sumber dalam sebuah makalah ringkasnya yang berjudul “Islam Agama Rahmat bagi Alam Semesta”, dosen Pascasarjana UIN Jakarta ini menulis:

Menurut hemat saya, yang dilarang dalam teks-teks suci tersebut lebih tertuju kepada perilaku seksualnya, bukan pada orientasi seksualnya. Mengapa? sebab, menjadi heteroseksual, homoseksual (gay dan lesbi), dan biseksual adalah kodrati, sesuatu yang given atau dalam bahasa fikih disebut sunnatullah. Sementara perilaku seksual bersifat kontruksi manusia. Jika hubungan sejenis atau homo, baik gay atau lesbi sungguh-sungguh menjamin kepada pencapaian-pencapaian tujuan dasar tadi maka hubungan demikian dapat diterima. (Sumber: Majalah Tabligh DTDK PP Muhammadiyah, 2008)

Mantan Timses Jokowi ini memang sangat berani dalam menyuarakan pendapatnya, meskipun sangat kontroversial dan mengejutkan banyak orang. Dia tentu paham bahwa isu homoseksual dan lesbian adalah hal yang sangat kontroversial, bahkan dilingkungan aktivis liberal sendiri. Banyak orang yang berpendapat agenda pengesahan perkawinan sejenis ini ditunda dulu, karena waktunya masih belum tepat.

Tapi, Musdah tampaknya bersikukuh dengan pendapatnya. Ia tetap bersuara tentang kehalalan dan keabsahan perkawinan sesama jenis. Tidak heran jika pada 7 Maret 2007 pemerintah Amerika Serikat menganugerahinya sebuah penghargaan “International Women of Courage Award”.

 

sumber: Batara News

Tokoh JIL Serang Mahfud dan Tuding Putra Prabowo LGBT

Tokoh Nahdlatul Ulama sekaligus mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tidak setuju dengan kalangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Mahfud pun berpendapat sambil bercanda ketika ditanya pengikutnya terkait isu LGBT yang tengah mengemuka.

“LGBT itu berbahaya dan menjijikkan, tapi penanganannya tak perlu pengawalan Brimob,” katanya melalui akun Twitter-nya,@mohmahfudmd.

Aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) Akhmad Sahal pun seolah protes dengan pendapat Mahfud. Kandidat doktor di Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat, itu langsung saja tiba-tiba menuding putra Prabowo Subianto sebagai pengikut LGBT.

“Apakah Didit putra Pak Prabowo Subianto menurut Prof@mohmahfudmd itu berbahaya dan menjijikkan?” katanya melalui akun Twitter, @sahaL_AS.

 

Mendapat “serangan” seperti itu, Mahfud mengaku hanya menyoroti perilaku LGBT, bukan menyebut nama. “Saya tak sebut nama. Tapi sifat dan perilaku. Kalo perilaku, ya siapa pun, anak-cucu siapa pun sama saja. Dikira saya takut?”

Mahfud meneruskan pernyataannya ketika mendapat pertanyaan dari akun @SuaraSocmed terkait keberaniannya di-bully akun pendukung LGBT. “Ya, satu dua saja yang nge-bully, tapi ratusan yang mendukung karena yang saya sampaikan lebih manusiawi dan Indonesiawi. Siapa takut?”

Sahal yang tidak puas kembali membalas kicauan Mahfud. “Bilang LGBT ‘menjijikkan’ itu bukan manusiawi, tapi hujatan. Manusiawi itu menerimanya sebagai manusia, meski tak setuju,” katanya.

 

Sahal pun yakin kalau Abdurrahman Wahid alias Gus Dur masih hidup tidak akan berkomentar seperti Mahfud. “Kalo Gus Dur masih ada, pasti tak akan menghujat LGBT sbg ‘menjijikkan dan membahayakan’, meski GD tak setuju.”

Meski terus diserang, guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu tetap santai dan tidak peduli dengan para pem-bullyyang terus menyerangnya. Sejak dulu saya tak pernah takut di-bully.Track saja di semua medsos. Pem-bully hanya 0,01 % dibanding pendukung. Rasional saja,” kata Mahfud.

Sahal melanjutkan argumennya yang sepertinya kesal dengan pendapat Mahfud. “LGBT itu fakta. Profesor mestinya melihat fakta secara ilmiah. Patokannya bukan sikap personal, tapi ilmu. Hujatan itu tak ilmiah blas, Prof.”

 

 

sumber: Republika Online

Apa Itu Jaringan Islam Liberal (JIL)?

Penolakan Ulil Abshar Abdalla untuk memberikan materi diskusi yang dihelat Yayasan Gerakan Kesederhanaan Global (GMM) dan Islamic Renaissance Front terkait Jaringan Islam Liberal (JIL).

Namun tahukan Anda apa itu jaringan islam liberal? Berikut penelusuran ROL terkait Jaringan Islam Liberal (JIL) itu?.

Sebelumnya, islam liberal itu muncul pada sekitar abad ke-18 saat kerajaan Turki Utsmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu ulama mengadakan gerakan pemurnian untuk kembali kepada al-Quran dan sunnah.

Pada saat ini muncullah cikal bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini juga terjadi di kalangan Syiah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.

Sementara, perkembangan JIL di Indonesia dimotori oleh Nurcholis Madjid Djohan Efendi, Ahmad Wahib, Goenawan Mohamad. Pada saat itu mereka menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan ‘toleransi agama hanya akan tumbuh di atas dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama.

JIL di Indonesia percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Sebabnya, mereka menekankan pada kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas.

Perkembangan JIL di Indonesia bukan tanpa halangan. Karena pemikiran yang bersifat liberal, dibentuklah sebuah komunitas Indonesia yang bernama Indonesia Tanpa JIL atau disingkat ITJ. Misi utama komunitas ini adalah untuk melawan arus ideologi liberalisme dan sekularisme yang disebarkan oleh tokoh-tokoh JIL seperti Ulil Abshar Abdalla, Luthfi Assyaukanie dan lain-lain.

Seperti diketahui, gerakan JIL kerap dilarang negara-negara islam. Pasalnya, mereka berpendapat jika ajaran agama tidak lagi harus terpaku dengan teks-teks Agama (Al Quran dan Hadis), tetapi lebih terikat dengan nilai-nilai yang terkandung dalam teks-teks dengan menggunakan rasio dan selera. Karenanya pemikiran JIL dianggap tidak sejalan dengan akidah.
Sumber Tulisan: wikipedia

 

Republika Online

Bahayanya Islam Liberal

Islam Liberal adalah kemasan baru dari kelompok lama yang orang-orangnya dikenalnyeleneh. Kelompok nyeleneh itu menyebut diri mereka sebagai pembaharu atau modernis. Sekarang mereka melangkah lagi dengan kemasan barunya, yakni Islam liberal. Salah satu dari sekian banyak kelompok liberal di Indonesia ada yang menamakan diri JIL –Jaringan Islam Liberal.

Sebagai gambaran betapa banyaknya lembaga-lembaga Islam liberal, ada 44 lembaga yang pernah didanai lembaga kafir Amerika, TAF -The Asia Foundation. Sebagai rujukan, kita bisa membaca buku Hartono Ahmad Jaiz, yang berjudul: Jejak Tokoh Islam dalam Kristenisasi, Darul Falah, Jakarta, 2004. Kemudian di antara pentolan-pentolan Islam Liberal ada yang menghalalkan homoseks seperti Musdah Mulia, dan membela aliran sesat Ahmadiyah seperti Azyumardi Azra. Anehnya mereka ini malah dimasukkan dalam buku500 Tokoh Islam yang Berpengaruh di Dunia, terbitan Amman Yordan. (Baca juga: Buku 500 Muslim Berpengaruh di Dunia dari Penghalal Homoseks Sampai Pentolan Aliran Sesat).

Kalau boleh diibaratkan secara gampangnya, lembaga-lembaga liberal seperti JIL, Paramadina, dan semacamnya itu adalah semacam pedagang kaki lima atau kios-kios kecil yang menyebarkan ideologi Islam liberal. Sementara itu, perguruan tinggi Islam negeri se-Indonesia di bawah Depag, kini Kemenag (Kementerian Agama) itu telah difungsikan ibarat toko-toko resmi untuk menyebarkan Islam liberal alias kesesatan. Mereka menyisipkan paham sesat dengan cara intensif menyekolahkan dosen-dosen IAIN se-Indonesia ke perguruan tinggi kafir di negeri-negeri Barat, Amerika, Eropa, Australia dan sebagainya. Mereka belajar atas nama studi Islam tapi ke negeri-negeri kafir.

Kemudian hasil “sisipan paham kesesatan” itu dijual di universitas-universitas IAIN, UIN, STAIN dan semacamnya, yakni perguruan tinggi Islam se-Indonesia. Karena jualannya sudah berganti dengan “paham kesesatan hasil sisipan dari negeri-negeri kafir”, maka untuk memuluskannya, diubahlah kurikulum IAIN se-Indonesia oleh Harun Nasution, dari kurikulum Ahlus Sunnah diganti menjadi kurikulum yang dia sebut rasionalis. Dan kurikulum itu adalah aliran sesat. Hal ini dilakukan untuk mengubah metode memahami Islam pakai metode yang seharusnya yakni ilmu Islam itu sendiri, diganti dengan memahami Islam pakai sosiologi agama ala Barat, yang memandang agama hanya sebagai sekedar fenomena sosial.

Harun Nasution didikan sosiologi ala Barat itu lulus dari Universitas Amerika di Kairo BA jurusan Sosiologi pada tahun 1952. Kemudian dia lanjut menuntut ilmu di McGill University di Kanada. (Dia bisa ke sana karena dimasukkan oleh Prof H.M. Rasjidi, namun belakangan beliau sangat menyesali setelah kelakuan Harun Nasution bukan membela Islam tetapi malah sebaliknya).

Ada dua jalur yang ditempuh. Jalur pertama, Depag (kini Kemenag) mengirimkan secara besar-besaran dosen-dosen IAIN se-Indonesia ke negeri-negeri kafir di Barat sejak 1975, dan paling intensif di zaman Menteri Agama Munawir Sjadzali dua periode 1983-1992. Jalur kedua, Harun Nasution mengubah kurikulum dari Ahlus Sunnah diubah jadi Mu’tazilah (aliran sesat). Sehingga para dosen yang sudah pulang dari “didikan paham kesesatan dari Barat” itu tinggal jualan “paham kesesatannya” ke seluruh perguruan tinggi Islam se-Indonesia di mana mereka bertugas kembali. Akhirnya timbul pendapat yang aneh-aneh, misalnya, pendapat Nurcholish Madjid yang mengatakan Iblis kelak masuk surga dan surganya tertinggi, karena tidak mau sujud kepada Adam. Astaghfirullah… Iblis itu jelas Allah katakan membangkang dan sombong, dan dia termasuk orang-orang yang kafir. Mana ada orang kafir masuk surga?!

Juga pendapat Atho’ Muzhar, bahwa Masjidil Aqsha yang di dalam Al-Qur’an Surat Al-Israa’ itu bukan di Baitul Maqdis Palestina tetapi di Baitul Makmur di langit. Pendapat itu saya (Hartono Ahmad Jaiz) kemukakan kepada Syaikh Rajab tahun 1993 dalam Konferensi Mujamma’ Fiqh Islam di Brunei Darussalam yang didampingi Syaikh Khayyath mantan Menteri Agama Yordan. Maka Syaikh Rajab terheran-heran dan berkata: “Saya kan imam Masjidil Aqsha di Palestina.”

Demikianlah di antara kesesatan mereka. Namun atas rekayasa Depag dan Harun Nasution (dulu Rektor IAIN Jakarta) itu maka muluslah penyebaran pluralisme agama alias kemusyrikan baru di perguruan tinggi Islam se-Indonesia.  Maka tidak mengherankan, kemudian muncul reaksi, di antaranya ada buku yang menyoroti secara tajam penyesatan-penyesatan di perguruan tinggi Islam seluruh Indonesia, misalnya  tulisan Hartono Ahmad Jaiz dengan judul Ada Pemurtadan di IAIN yang terbit tahun 2005. Juga buku Adian Husaini, berjudul Hegemoni. Bahkan kini penyesatan disinyalir sudah masuk lewat jalur tingkat sekolah SD, SMP dan SMA dengan memasukkan pendidikan multikulturalisme (bahayanya sama dengan pluralisme agama atau Islam liberal) pada PAI (Pendidikan Agama Islam). Yang cukup mencengangkan, pihak Kementerian Agama (Kemenag) sendiri justru sudah menerbitkan buku mengenai multikulturalisme ini. Salah satu judul buku Kemenag ini adalah “Panduan Integrasi Nilai Multikultur Dalam Pendidikan Agama Islam Pada SMA dan SMK.” (Baca juga: Multikulturalisme Sama Bahayanya dengan Pluralisme)

Jadi jangan sampai Umat Islam kini menganggap bahwa penyesatan yang dilancarkan Islam liberal sudah berkurang intensitasnya. Bukan berkurang, tetapi justru sudah masuk secara intensif lewat jalur-jalur resmi yakni perguruan tinggi Islam se-Indonesia. Di samping itu Kemenag juga mengirimkan orang-orang yang bermuatan sesat dan bekerjasama dengan lembaga lainnya, seperti yang baru-baru ini diterjunkan, 30 Dai “Rahmatan” Kemenag Dinilai Mengusung Paham Bahaya: Pluralisme Agama. Dan itu sama berbahayanya seperti kristenisasi.

Baca juga: Membongkar Kedok Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme

Sumber: voa-islam.com. Dikutip dengan beberapa penyesuaian (Lampu Islam)

 

Oleh: Hartono Ahmad Jaiz