12 Kriteria Pakaian Muslimah

Betapa banyak kita lihat saat ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam keadaan ketat. Kadang yang ditutup hanya kepala, namun ada yang mengenakan lengan pendek. Ada pula yang sekedar menutup kepala dengan kerudung mini. Perlu diketahui bahwa pakaian muslimah sudah digariskan dalam Al Qur’an dan Al Hadits, sehingga kita pun harus mengikuti tuntunan tersebut. Yang dibahas kali ini bukan hanya bentuk jilbab, namun bagaimana kriteria pakaian muslimah secara keseluruhan.

 

Syarat pertama: pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ingat, selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki karena termasuk aurat.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya  ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.

Syarat kedua: bukan pakaian untuk berhias seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki.

Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup perhiasan wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering kita temukan.

Syarat ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.

Dalam sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim)

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, 125-126)

Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.

Syarat keempat: tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman yang keras ini!

Syarat kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,

لَعَنَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ

Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834)

Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini berbondong-bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang pria dan wanita dikarenakan mengenakan celana panjang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.

Syarat keenam: bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau popularitas (baca: pakaian syuhroh). Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِى الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارًا

Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)

Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah atau pakaian yang paling kere atau kumuh sehingga terlihat sebagai orang yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.

Syarat ketujuh: pakaian tersebut terbebas dari salib. Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata,

كُنَّا نَطُوفُ بِالْبَيْتِ مَعَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ فَرَأَتْ عَلَى امْرَأَةٍ بُرْداً فِيهِ تَصْلِيبٌ فَقَالَتْ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ اطْرَحِيهِ اطْرَحِيهِ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى نَحْوَ هَذَا قَضَبَهُ

“Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau melihat wanita yang mengenakan burdah yang terdapat salib. Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskanlah salib tersebut. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat semacam itu, beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan). Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.”

Syarat kedelapan: pakaian tersebut tidak terdapat gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan).  Gambar makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung hal ini. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar (makhluk bernyawa yang memiliki ruh, pen). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya dan menyobeknya. Setelah itu beliau bersabda,

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الذِّيْنَ يُشَبِّهُوْنَ ِبخَلْقِ اللهِ

Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan ciptaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazhnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ahmad)

Syarat kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal.

Syarat kesepuluh: pakaian tersebut bukan pakaian kesombongan.

Syarat kesebelas: pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan .

Syarat keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu bid’ah. Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka ketika berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.

Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.

Alhamdullillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat.

 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com

 

Pakailah Jilbab dengan Benar

DAHULU, sebelum munculnya peradaban,manusia tidak berpakaian. Lambat laun seiring dengan tingkat intelektual dan peradaban, orang-orang mulai memakai dedaunan dan kulit yang disamak sebagai penutup badan.

Kemudian semakin tinggi peradaban dan pendidikan,ditemukanlah kain. Sampai akhirnya dibuat pakaian yang lebih rapi dan lebih menutup. Seperti halnya busana muslimah itu merupakan puncaknya peradaban manusia.

Kurang lebih demikian jawaban seorang doktor muslimah saat menanggapi hinaan yang mengatakan perempuanIslam yang serba ditutup itu,menunjukkan peradaban yang terbelakang. Jadi, kalau orang-orang yang berpakaian mini, bahkan berpakaian lebih dari mini, lalu merasa hal itu modern dan menganggap dirinya sebagai orang-orang puncak peradaban, maka berarti para hewanlah yang paling beradab dan paling modern.

Hewan memang tidak mengenakan baju, karena hewan juga tidak pakai iman dan tidak punya rasa malu. Seperti kucing tidak malu bobogohan di mana saja. Sehingga orang-orang yang pacaran di sana-sini sambil berpegangan dan pelukan, itu harusnya lebih banyak berpikir lagi. Karena kurangnya rasa malu berarti iman yang juga sangat kurang.

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang lebih, yang tertinggi darinya ialah kalimat l ilha illallh, dan yang paling rendah adalah membuang duri dari jalan, dan malu adalah salah satu dari cabang iman.(HR. Imam Muslim)

Martabat kita (manusia) juga beriring dengan penampilan. Semakin sering memamerkan aurat, semakin rendah nilai kita. Sebagaimanamohon maafhobi para perempuannakal, yaitu memamerkan tubuhnya. Mereka itu perempuanyang imannya kurang. Ada pun orang yang tidak punya rasa malu,hidupnya tidak akan tenang.

Mungkin selama ini ada di antara kita yang menganggap orang yang suka memamerkan auratnya ke sana kemari itu bahagia. Padahal tidak, dan dijamin tidak bahagia. Karena bahagia itu sebanding dengan tingkat keimanan kepada Allah SWT. Bila makin yakin kepada Allah, maka kita pun makin tenang dan bahagia. Selalu ingat kepada-Nya agar kita punya rasa malu, karena Allah juga selalu menyaksikan dan mengetahui apa pun yang kita perbuat.

Termasuk bagi perempuanyang mau memakai jilbab, pakailah jilbab dengan benar. Jangan sampai berpakaian tapi seolah tidak berpakaian. Seperti yang pakaiannya ketat sehingga tetap memamerkan tubuhnya. Milikilah rasa malu, sebab kita yang melihatnya juga malu.

Saudaraku. Jilbab bukan sekadar kerudung. Karena selain berkerudung, dalam memakai jilbab juga harus menutup bagian tubuh yang lain dengan baik. Kalau mau memakai jilbab tapi tetap memamerkan tubuh, maka jadi tidak ada bedanya dengan yang tidak pakai jilbab. Padahal, Allah yang sudah memuliakan perempuandengan jilbab, yaitu supaya lebih terhormat dan indah.

Perempuan-perempuanyang imannya baik, iamalu memperlihatkan bagian tubuh yang tidak layak diperlihatkan kepada orang lain. Hanya perempuan-perempuan yang tidak punya rasa malu,yang senang memamerkan apa yang tidak layak dipamerkan. Yakni, memamerkan keimanannya yang buruk. [*]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

sumber: Inilah.com

Hukum Jilboobs dan Fatwa MUI

Hukum Jilboobs & Fatwa MUI

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Seperti yang kita tahu, tidak semua aturan dalam syariat islam, dirinci dalam al-Quran. Rincian cara shalat, zakat, haji, tidak disebutkan dalam al-Quran. Kita mengetahuinya dari hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Akan tetapi masalah jilbab, Allah ta’ala telah merinci dan menjelaskan dengan sangat jelas dalam al-Quran. Yang ini menunjukkan bagaimana perhatian Allah terhadap wanita bani Adam.

Allah ta’ala memerintahkan para wanita untuk menjulurkan pakaian mereka,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ

Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (QS. Al-Ahzab: 59).

Apa makna jilbab pada ayat?

Ibnu Katsir menjelaskan,

والجلباب هو: الرداء فوق الخمار. قاله ابن مسعود، وعبيدة، وقتادة، والحسن البصري، وسعيد بن جبير

Jilbab adalah kain lebar yang dipasang menutupi khimar (kerudung). Demikian keterangan Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, Hasan al-Bashri, Said bin Jubair dan yang lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/481).

Sikap Para Sahabat Wanita terhadap Ayat

Kita simak persaksian Ummu Salamah,

لما نزلت هذه الآية: { يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ } ، خرج نساء الأنصار كأن على رؤوسهن الغربان من السكينة، وعليهن أكسية سود يلبسنها

Ketika turun ayat ini ”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” para wanita anshar keluar dari rumahnya, seolah di kepala mereka ada burung gagak karena gerak-gerik mereka yang tenang. Mereka memakai pakaiana hitam. (HR. Abu Daud 4101)

Ayat lain yang menjelaskan wajibnya berhijab, adalah perintah Allah,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannyakecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan mereka harus menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka … (QS. An-Nur: 31)

Dalam ayat ini, Allah perintahkan dua hal bagi wanita muslimah,

  1. Menjulurkan kain kerudung mereka hingga menutupi dada
  2. Tidak menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak.

Apa yang dimaksud perhiasan yang tidak boleh dinampakkan? Dan apa yang boleh dinampakkan?.

Semua yang dipakai wanita adalah perhiasan baginya. Emas-emasan yang dia kenakan, termasuk pakaiannya. Karena itu, Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa semua bagian tubuh wanita tidak boleh terlihat, kecuali pakaiannya. Dan pakaiannya, yang menutupi seluruh badannya adalah perhiasan yang dikecualikan.

Sementara Ibnu Abbas mengatakan bahwa perhiasan yang boleh dinampakkan adalah telapak tangan, dan wajah.

Apapun itu, semua ketarangan dan ayat di atas menunjukkan bahwa Allah perintahkan wanita muslimah untuk menyimpan seluruh auratnya secara sempurna. Dan tidak boleh ada yang nampak selain, yang dikecualikan. Jika kita mengambil pendapat Ibnu Abbas, selain telapak tangan dan wajah.

Inilah yang diperintahkan Allah dalam al-Quran. Sekali lagi, yang memerintahkan adalah Dzat yang Menciptakan kita.

Dengan demikian, kita bisa memastikan, bahwa pakaian yang menutupi sebagian aurat, namun masih menampakkan aurat yang lain, kerudung yang hanya menutupi leher, tapi tidak menutupi bagian dada, lengan baju yang masih menampakkan bagian hasta, rok yang tinggi sehingga betis masih kelihatan, semua ini tidak termasuk menutup aurat seperti yang Allah perintahkan.

Tidak terkecuali, pakaian ketat. Ini tidak jauh beda dengan menampakkan aurat. Karena fungsi menutupi aurat adalah menyembunyikannya, sehingga tidak terlihat lelaki yang bukan suami maupun mahramnya. Jika sebatas menutupi, orang bisa menutupi dengan plastik transparan. Namun jelas bukan ini yang dimaksud.

Ancaman Bagi Wanita Mengumbar Aurat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Dua jenis penghuni neraka yang belum pernah aku lihat. (1) Sekelompok orang yang membawa cambuk seperti ekor sapi, dan dia gunakan untuk memukuli banyak orang. (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, jalan berlenggak-lenggok, kepalanya seperti punuk onta, mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan harumnya surga, padahal bau harum surga bisa dicium sejarak perjalanan yang sangat jauh.” (HR. Ahmad 8665 dan Muslim 2128).

Wanita berpakaian tapi telanjang, merekalah wanita yang mengumbar aurat meskipun berpakaian, berpakaian tipis transparan, atau ketat membentuk lekuk tubuh. Segeralah bertaubat kepada Allah, dan jangan menjadi sumber dosa bagi lingkungan Anda.

Berdasarkan keterangan di atas, jangan ragu untuk mengatakan bahwa Jilboobs adalah pakaian yang terlarang bagi wanita untuk dikenakan di hadapan lelaki yang bukan mahram.

Fatwa MUI tentang Jilboobs

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas telah mengeluarkan fatwa haram mengenai pemakaian busana bagi muslimah yang masih memperlihatkan lekuk tubuh. Hal ini termasuk bagi wanita pengguna jilbab, namun tetap mengenakan busana seksi yang memperlihatkan lekuk tubuhnya yang kini dikenal dengan istilah jilboobs.

Berikut keterangan Wakil Ketua MUI, KH Ma’ruf Amin,

“Sudah ada fatwa MUI soal pornografi. Termasuk itu tidak boleh memperlihatkan bentuk-bentuk tubuh, pakai jilbab tapi berpakaian ketat. MUI secara tegas melarang itu.”

Menurut beliau, ini diharamkan lantaran aurat yang ditutup oleh muslimah tersebut tidak sesuai dengan syariat Islam mengenai cara berpakaian,

“Kalau begitu kan sebagian menutup aurat, sebagian masi memperlihatkan bentuk-bentuk yang sensual, itu yang dilarang,” tegas beliau.

Dengan begitu, MUI pun mengimbau agar setiap muslimah yang sudah mengenakan jilbab untuk lebih memperhatikan cara berpakaiannya.

“Pertama kita menghargai mereka sudah mau berjilbab. Tapi kalau sudah pakai jilbab pakaiannya jangan seronok lagi,”

Oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Sumber: https://konsultasisyariah.com/23203-hukum-jilboobs-dan-fatwa-mui.html

Jilbab, Haruskah Bersertifikasi Halal?

Jilbab Bersertifikasi Halal MUI?

Ustadz saat ini lagi heboh jilbab yg bersertifikasi MUI, apakah itu dibenarkan. Mereka beralasan karena ada sebagian bahan kain yang mereka anggap tidak halal semacam dari babi. Lalu bagaimanakah ini? Sukron

Dari Ella

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Allah memberikan kemudahan kepada umat manusia, dengan Allah jadikan semua yang ada di alam ini sebagai sesuatu yang mubah dan halal untuk mereka manfaatkan. Adanya barang yang haram dan benda yang najis, sifatnya pengecualian.

Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

“Dia-lah Dzat yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kalian.” (QS. al-Baqarah: 29)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau menuliskan,

“Dia menciptakan untuk kalian segala sesuatu yang ada di bumi, sebagai karena berbuat baik dan memberi rahmat, untuk dimanfaatkan, dinikmati, dan diambil pelajaran. Pada kandungan ayat yang mulia ini terdapat dalil bahwa hukum asal segala sesuatu adalah suci. Karena ayat ini disampaikan dalam konteks memaparkan kenikmatan… (Tafsir as-Sa’di, Taisir al-Karim ar-Rahman, hlm. 48).

Untuk itulah, para ulama menetapkan kaidah dalam ilmu fiqh,

الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الطَّهَارَةُ

“Hukum asal segala sesuatu adalah suci.”

Ada 2 cara penerapan kaidah ini terkait barang gunaan,

[1] Semua benda yang dihukumi najis harus berdasarkan dalil. Menyatakan satu benda tertentu statusnya najis, harus didasari dalil. Tanpa dalil, pernyataannya tidak diterima, karena bertolak belakang dengan hukum asal.

[2] Jika ada benda yang suci, misalnya kain, tidak boleh kita hukumi terkena najis, sampai ada bukti najisnya. Jika tidak ada bukti, kembali kepada hukum asal, bahwa itu suci.

Dengan memperhatikan prinsip di atas, barang gunaan, yang tidak dikonsumsi, seperti jilbab, baju atau yang lainnya, pada dasarnya tidak perlu ada sertifikat halal. Karena untuk membuktikan bahwa itu halal dan suci sangat mudah. Dan jika diklaim mengandung najis, harus ada bukti.

Bagaimana jika menggunakan gelatin dari babi?

Pertanyaan ini berawal dari syak (keraguan). Karena kita tidak pernah mendapatkan bukti terkait proses produksinya.

Ada beberapa barang najis yang ada di sekitar kita. Tapi bukan berarti ini menjadi sebab orang harus bersikap was-was. Ketika di jalan yang berair, bisa saja terpikir, “Jangan-jangan ada najis yang nyiprat ke celana.” Tapi keraguan ini tidak bisa dijadikan acuan. Selama tidak ada bukti bahwa ada najis yang nempel di celana kita.

Jika keraguan ini diikuti, justru akan menjadi sumber was-was bagi manusia. Sampai ada orang yang hanya mencuci secuil najis, dia bisa menghabiskan air ber-ember-ember.

Jika semacam ini harus melalui sertifikat halal, masyarakat akan selalu dihantui ketakutan dengan semua properti yang ada di sekitarnya. Sikap ini jutru mengajarkan sikap was-was di tengah masyarakat.  Tidak salah jika disebut, ini mencemaskan masyarakat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Memakai Kain dari Syam dan Yaman

Anda yang membaca sejarah, tentu pernah membaca, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, mereka menggunakan kain impor dari Syam, Yaman, atau Mesir. Karena Madinah bukan produsen kapas.

Ketika itu, Yaman, Syam dan Mesir adalah negeri nasrani. Yang mereka menghalalkan babi dan khamr. Meskipun demikian, tidak dijumpai riwayat, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat memeriksa kesucian pakaian impor itu. Bahkan mereka memakainya.

Perhatikan Mode

Untuk masalah pakaian, seharusnya yang lebih diperhatikan adalah modelnya. Apakah sudah syar’i ataukah belum. Karena ini yang erat kaitannya dengan hukum halal haram. Bahan kain, milik muslim dan non muslim bisa jadi sama persis. Yang membedakan adalah cara mereka berpakaian.

Untuk menyemarakkan penyebaran jilbab syar’i, bila perlu, MUI menerbitkan sertifikat halal untuk hijab yang memenuhi standar syariat secara gratis, sekalipun tidak pernah diajukan. Sayangnya belum pernah kita jumpai ada sertifikat MUI untuk cadar, padahal itu wajib dalam madzhab syafi’iyah.

Tidak ada artinya sertifikat halal untuk kainnya, sementara modelnya masih mengundang syahwat. Masyarakat awam bisa saja meyakini jilbab yang dia kenakan telah syar’i, karena ada logo MUI, padahal sejatinya itu jilbab modis.

Sumber: https://konsultasisyariah.com/26408-jilbab-haruskah-bersertifikasi-halal.html

Soal Jilbab, Malaysia Wajib, Sementara Indonesia Tergantung…

Wajib atau tidaknya mengenakan jilbab bagi setiap perempuan Muslim berbeda antara satu negara dan negara lainya. Indonesia dan Malaysia misalnya, dua negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di Asia Tenggara juga memiliki pandangan berbeda soal pengenaan jilbab.

Hasil riset yang dipublikasikan Lembaga Survei Indonesia (LSI), Selasa (13/6) di Jakarta, menyebutkan keputusan mengenakan jilbab sepenuhnya tergantung dari perempuan. Hal itu terekam dalam hasil survei yang menyebutkan 20,8 persen Muslimah Indonesia menyatakan perempuan memiliki wewenang untuk menentukan mengenakan jilbab atau tidak.

Hanya 0,5 persen yang menyatakan mengenakan jilbab merupakan tanggung jawab dari ayah atau suami mereka. Hasil lainnya menyebutkan, semakin tinggi tingkat pendidikan Muslimah Indonesia, semakin kuat kecenderungan mengenakan jilbab tergantung dari Muslimah itu sendiri.

Hal serupa terjadi pada perempuan dengan penghasilan rendah yang mengatakan putusan mengenakan jilbab tergantung dari perempuan bersangkutan. Adapun alasan Muslimah Indonesia mengenakan Jilbab antara lain, 17,8 persen.

Muslimah Indonesia menyatakan bahwa jilbab melindungi perempuan dari sorotan laki-laki. Sementara 7,1 persen Muslimah mengatakan perempuan berjilbab terlihat lebih menarik. Di Malaysia, hasil riset yang dipublikasikan Merdeka Center for Opinion Research (MCOR) menyebutkan 70 persen dari Muslimah negeri Jiran itu menyatakan mengenakan jilbab merupakan kewajiban.

Semakin tinggi, tinggi tingkat pendidikan Muslimah Malaysia, semakin tinggi pula menjadikan jilbab sebagai sebuah kewajiban. Hanya 14,7 persen Muslimah Malaysia yang menganggap jilbab merupakan hak Muslimah bersangkutan.

Pandangan wajib ini, menurut MCOR, berasal dari tekanan yang kuat sedari awal terhadap Muslimah Malaysia saat mengenyam pendidikan dasar hingga menengah. Faktor penguat lain, pada tahun 1980-an, tren mengenakan jilbab di kalangan Muslimah Malaysia begitu tinggi. Kondisi itu tidak berubah meski terjadi pergeseran sosial yang mengacu ke arah yang lebih bebas.

Bahkan pengamatan MCOR, film-film yang dibuat pada 1950-an, yang menampilkan perempuan tanpa jilbab tidak dapat dibuat dengan gaya yang sama pada masa kini.

 

sumber: Republika Online

Samakan Penggunaan Jilbab dengan Perbudakan, Menteri Prancis Diminta Mundur

Pernyataan Menteri Hak-Hak Perempuan Prancis Laurence Rossignol yang menyamakan Muslimah berjilbab dengan tindakan perbudakaan, memicu reaksi keras di media sosial dan mengundang petisi untuk memintanya mundur. Dilansir Aljazirah, berikut sejumlah komentar keras para netizen:

“Apa obsesi Prancis dengan jilbab. Ini cukup sederhana, serahkan semua pada perempuan untuk memutuskan dan berhenti mempolitisasi itu,” ujar akun Twitter @Nomad_LDN.

“Menteri Prancis #LaurenceRossignol: jilbab wanita Muslim seperti “negro mendukung perbudakan”. Malu jika Presiden tak memecatnya,” kata akun Twitter @yasserlouati.

“@RMCinfo @laurossignol Saya mengenakan jilbab dan saya wanita yang bebas, kuat dan intelektual, kamu, terlalu dengan ketidaktahuanmu,” ujar akun Twitter MtiriHajer.

“Saya tak punya cukup kata-kata untuk mengekspresikan rasa jijik dan kemarahan saya pada hal-hal bodoh, rasis, tak benar dan fanatik yang Laurence Rossignol katakan,” kata akun Nocole C.

“Sudah beberapa jam seorang menteri Prancis menggunakan kata N dalam siaran langsungnya di radio dan televisi. Masih belum ada pernyataan dari @fhollande dan @manuelvalls,” kata Aida Alami.

Sebuah petisi diluncurkan menyerukan menteri itu untuk mengundurkan diri pascakomenter rasisnya. Hanya beberapa jam setelah diluncurkan, petisi telah mengumpulkan lebih dari 10 ribu tanda tangan.

 

sumber: Republika Online

Wahai Kaum Muslimah, Jagalah Hijabmu!

Wahai kaum Muslimah, jagalah hijabmu yang merupakan kemuliaanmu dan pelindung bagimu

Dan angkatlah kepalamu karena bangga dengan Islam, semoga Allah memberimu taufik untuk memperoleh segala kebaikan

— Syaikh DR. ‘Ashim Al Qaryuti

sumber: Muslimah Or.Id

Jilbabku Syar’i Ataukah Modis?

Apakah motif kita dalam menggunakan hijab? Ingin syar’i tapi tetap modern? Ingin syar’i tapi tetap cantik? Atau bahkan, dengan menggunakan hijab jadi tambah cantik?

 

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang mengatur segalanya, hingga sampai saat ini kita bisa membaca tulisan ini menggunakan penglihatan kita yang sempurna, di bumi Allah ini. Tempat mana lagi yang bisa kita tinggali selain di bumi Allah ini, maka tidaklah pantas sedikit pun bagi kita sebagai seorang hamba Allah, tidak mematuhi perintah Allah terlebih melanggar larangan Allah.

Tidaklah lupa shalawat serta salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena dengannya segala jalan kebaikan telah dibukakan, dan segala jalan keburukan telah ditutup, tinggal kitalah yang memilih jalan mana yang kita tempuh.

Saudariku, tidakkah kau perhatikan pada akhir zaman ini sudah banyak yang menggunakan hijab? Dari kalangan anak kecil sampai orang tua semua tahu tentang hijab, namun apakah motif kita dalam menggunakan hijab tersebut? Ingin syar’i tapi tetap modern? Ingin syar’i tapi tetap cantik? Atau bahkan, dengan menggunakan hijab jadi tambah cantik?

Namun itu semua hanyalah syubhat saja Saudariku, tulisan ini akan menepis segala syubhat mengenai mode dalam berhijab, berikut pemaparannya:

Sebagian muslimah yang tidak berhijab mengulang-ulang syubhat yang intinya, tidak ada yang disebut hijab secara hakiki, ia sekedar mode. Maka, jika itu hanya mode, kenapa harus dipaksakan untuk mengenakannya?

Mereka lalu menyebutkan beberapa kenyataan serta penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian ukhti berhijab yang pernah mereka saksikan. Sebelum membantah syubhat ini, kami perlu mengetengahkan enam macam alasan yang karenanya seorang ukhti mengenakan hijab.

Pertama, ia berhijab untuk menutupi sebagian cacat tubuh yang dideritanya.

Kedua, ia berhijab untuk bisa mendapat jodoh. Sebab sebagian besar pemuda, yang taat menjalankan syariat agama atau tidak, selalu mengutamakan wanita yang berhijab.

Ketiga, ia berhijab untuk mengelabui orang lain bahwa dirinya orang baik-baik. Padahal, ia sebenarnya suka melanggar syariat Allah. Dengan berhijab, maka keluarganya akan percaya terhadap keshalihannya, orang tidak ragu-ragu tentangnya. Akhirnya, dia bisa bebas keluar rumah kapan dan kemana dia suka, dan tidak akan ada seorang pun yang menghalanginya.

Keempat, ia memakai hijab untuk mengikuti mode, hal ini lazim disebut dengan “hijab ala Prancis”. Mode itu biasanya menampakkan sebagian jalinan rambutnya, memperlihatkan bagian atas dadanya, memakai rok hingga pertengahan betis, memperlihatkan lekuk tubuhnya. Terkadang memakai kain tipis sekali sehingga tampak jelas warna kulitnya, kadang-kadang juga memakai celana panjang. Untuk melengkapi mode tersebut, ia memoles wajahnya dengan berbagai macam make up, juga menyemprotkan parfum, sehingga menebar bau harum pada setiap orang yang dilewatinya. Dia menolak syariat Allah, yakni perintah mengenakan hijab. Selanjutnya lebih mengutamakan mode-mode buatan manusia. Seperti Christian Dior, Valentino, Saint Lauren dan merek nama orang-orang kafir yang dimurkai Allah lainnya.

Kelima, ia berhijab karena paksaan dari kedua orang tuanya yang mendidiknya secara keras di bidang agama, atau karena keluarganya semua berhijab sehingga ia terpaksa menggunakannya padahal dalam hatinya ia tidak suka. Jika tidak mengenakannya, ia takut akan mendapatkan teguran dan hardikan dari keluarganya.

Keenam, ia mengenakan hijab karena mengikuti aturan-aturan syariat. Ia percaya bahwa hijab adalah wajib, sehingga ia takut melepaskannya. Ia berhijab hanya karena mengaharap ridha Allah, tidak karena makhluk.

Wanita berhijab jenis keenam, akan selalu memperhatikan ketentuan-ketentuan berhijab, di antaranya:

  1. Hijab itu longgar, sehingga tidak menampakkan lekuk-lekuk tubuh (tubuh bukan hanya kepala).
  2. Tebal, hingga tidak kelihatan sedikit pun bagian tubuhnya.
  3. Tidak memakai wangi-wangian.
  4. Tidak meniru mode pakaian wanita-wanita kafir sehingga muslimah memiliki identitas pakaian yang dikenal.
  5. Tidak memilih warna kain yang kontras (menyala) sehingga menjadi pusat perhatian orang.
  6. Hendaknya menutupi seluruh tubuh, selain wajah dan kedua telapak tangan, menurut suatu pendapat, atau menutupi seluruh tubuh dan yang tampak hanya mata, menurut pendapat yang lain.
  7. Hendaknya tidak menyerupai pakaian laki-laki sehingga bab hal ini dilarang oleh syara’.
  8. Tidak memakai pakaian yang sedang menjadi mode dengan tujuan pamer sehingga ia terjerumus kepada sifat membanggakan diri yang dilarang oleh agama.

(Kitab Hijab al-Mar’ah al-Muslimah fi al-Kitab wa as-Sunnah, karya al-Albani dan kitab Ila Kulli Fatatin Tu’minu Billah, karya al-Buthi).

Selain berhijab yang disebutkan terakhir, maka alasan-alasan mengenakan hijab adalah keliru dan bukan karena mengharap ridha Allah. Ini bukan berarti, tidak ada orang yang menginginkan ridha Allah dalam berhijab. Berhijablah sesuai dengan batas-batas yang ditentukan syariat sehingga Anda termasuk dalam golongan wanita yang berhijab karena mencari ridha Allah dan takut akan murka-Nya.

Saudariku, pakaian bermode itu boleh kau pakai asal di depan mahrammu, karena dirimu terlalu berharga untuk dinikmati oleh sembarangan mata. Tidakkah kita berpikir bahwa sesuatu yang amat berharga itu pantas dipertontonkan di muka umum? Tentulah tidak wahai Saudariku.

————————-

Artikel muslimah.or.id

Tulis ulang dari kitab “Ila Ukhti Ghairil Muhajjabah Mal Mani’ Minal Hijab?” “saudariku, Apa yang Menghalangimu Berhijab?” karya Abdul Hamid al-Bilali, penerjemah Ainul Haris bin Umar Aridin, Lc.

Tetaplah dengan Jilbabmu, Nak, Meski Berada di Eropa

Inilah sebuah pesan dari seorang ibu untuk anak gadisnya yang saat ini tengah berada di Eropa untuk sebuah acara misi budaya. Ibu tersebut bernama Eka Putri Handayani, seorang guru dan Ketua Yayasan Alifa Permata Bunda, Pondok Pinang, Jakarta Selatan.

Putrinya satu-satunya bernama Bunga Zakia (17 tahun). Siswa kelas III Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Pondok Pinang, Jakarta Selatan itu, saat ini tengah berada di Eropa. Bersama dengan 14 remaja putri lainnya, yang merupakan anggota Sangar Tari Trinero, Bunga tampil membawakan misi budaya di tiga negara Eropa, yakni Spanyol, Perancis dan Inggris, 28 Agustus sampai 8 September 2015.

“Hal utama yang saya pesankan kepada Bunga adalah jangan sekali-kali melepas jilbabnya,” kata Eka Putri Handayani kepada Republika di Jakarta, Senin (31/8).

Eka menegaskan, bagi seorang Muslimah, kalau membuka jilbab, apalagi dilihat banyak orang, misalnya foto selfi, berarti dia sudah membuka auratnya untuk orang lain. “Ananda Bunga, tunjukkan kalau Bunga adalah anak yang tetap komitmen dan taat dengan hukum-hukum agama Islam. Jangan lepas jilbabmu, sayang,” nasehat Eka kepada putrinya yang dikirim via WhatsApp, Sabtu (29/8), sesaat setelah putri kesayangannya mendarat di Spanyol.

Eka menuturkan, sejak kecil ia selalu mendidik putrinya agar selalu menjaga dan menutup auratnya. “Karena aurat merupakan kehormatan bagi seorang Muslimah,” ujar Eka.

Eka dan suaminya, Afrizal Sinaro, memasukkan Bunga ke SD Islam Harapan Ibu di Pondok Pinang. Kemudian pasangan yang merupakan pendidik itu mengirimkan putri sulung mereka ke SMP Pesantren Al-Kahfi Lido, Sukabumi, Jawa Barat. Setelah itu, mereka menyekolahkan Bunga ke MAN 4 Pondok Pinang.

“Semua itu, kami lakukan agar Bunga mendapatkan pendidikan agama yang baik sejak kecil, sehingga menjadi Muslimah yang takwa. Salah satu hal yang utama adalah selalu menjaga dan menutup auratnya, dengan selalu berjilbab,” papar Eka Putri Handayani.

 

sumber: Republika Online

Salah Kaprah Tentang Jilbab

Begitu marak tren sinetron religi yang mengangkat cerita sosok remaja muslimah ideal tapi justru menyesatkan. Mereka digambarkan sebagai sosok wanita berjilbab tapi dalam kehidupannya tetap melakukan aktivitas pacaran. Jalan ceritanya mengesankan bahwa sah saja bagi wanita yang berjilbab untuk pacaran seperti remaja zaman masa kini. Belum lagi model jilbab yang di contohkan oleh para pemain sinetron nya,terkesan asal menutup aurat saja tidak memperhatikan definisi jilbab yang sebenarnya yang terdapat dalam Al Qur’an.

Hal ini tambah di perkeruh dengan pernyataan beberapa kalangan ulama yang mengatakan bahwa jika jilbab dimaknai seperti yang ada dalam Al Qur’an   ( jilbab syar’ie) maka akan terjadi keretakan diantara sesama muslim. Pada faktanya saat ini beberapa muslimah berjilbab dengan versinya masing – masing tidak peduli kain nya menerawang, transparan dan menunjukan lekuk tubuh pada intinya mereka menganggap sudah menutup aurat sudah lebih dari cukup. Bahkan ada fenomena jilbob ( sebutan bagi wanita berjilbab tapi menunjukan lekuk tubuhnya) yang tentu melecehkan nilai jilbab dalam Islam. Inilah akibat dari tidak diterapkan nya syariat Islam secara total dalam semua ranah kehidupan , setiap orang bebas berekspresi tanpa menyandarkan pada agama.

Nyatalah sistem sekulerisme telah terterap pada masyarakat kita khususnya para remaja. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan.

Lalu bisakah kita berharap pada pada generasi remaja yang demikian ? Padahal mereka adalah generasi penerus bangsa. Bagaimana agar generasi muda kita tak terjebak dengan pemahaman bahwa pacaran sah saja dilakukan oleh muslimah? Bukan kah pacaran adalah aktifitas yang dilarang dalam Islam? Bukankah menutup aurat dengan syar’ie adalah kewajiban setiap muslimah? Lalu mengapa jilbab modis yang tak syar’ie lebih gencar di promosikan. Maka sistem seperti apa yang bisa melindungi remaja dari tontonan yang salah? Mungkinkah sistem demokrasi sekuler bisa mewujudkan harapan kita untuk melindungi remaja dari aktivitas yang terlarang dalam Islam ?

 

sumber: EraMuslim.com