Alquran Ungkap Alasan Neraka Banyak Dihuni Jin dan Manusia

Surah Al-A’raf Ayat 179 dan tafsirnya menjelaskan alasan neraka jahanam akan banyak dihuni oleh jin dan manusia.

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ

بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ

Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah. (QS Al-A’raf: 179).

Tafsir Kementerian Agama menerangkan, Allah dalam ayat ini menguraikan apa yang tidak terperinci pada ayat-ayat yang sebelumnya tentang hal-hal yang menyebabkan terjerumusnya manusia ke dalam kesesatan. Allah menjelaskan banyak manusia menjadi isi neraka jahanam seperti halnya mereka yang masuk surga, sesuai dengan amalan mereka masing-masing.

Hal-hal yang menyebabkan manusia itu diazab di neraka jahanam adalah akal dan perasaan mereka tidak dipergunakan untuk memahami keesaan dan kebesaran Allah. Padahal kepercayaan pada keesaan Allah itu membersihkan jiwa mereka dari segala macam was-was dan dari sifat hina serta rendah diri, lagi menanamkan pada diri mereka rasa percaya terhadap dirinya sendiri.

Mereka juga tidak menggunakan akal pikiran mereka untuk kehidupan rohani dan kebahagiaan abadi. Jiwa mereka terikat kepada kehidupan duniawi, sebagaimana difirmankan Allah ini.

“Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia, sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.” (QS Ar-Rum: 7)

Mereka tidak memahami bahwa tujuan mereka diperintahkan menjauhi kemaksiatan, dan berbuat kebajikan, adalah untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Mereka tidak memahami hukum-hukum masyarakat dan pengaruh kepercayaan agama Islam dalam mempersatukan umat. Mereka tidak memahami tanda-tanda keesaan Allah, baik dalam diri manusia maupun yang ada di permukaan bumi. Mereka tidak memahami dan merenungkan wahyu Tuhan yang disampaikan kepada Rasul-Nya.

Mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat bukti kebenaran dan keesaan Allah. Segala kejadian dalam sejarah manusia, segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia setiap hari, yang dilihat dan yang didengar, tidak menjadi bahan pemikiran dan renungan untuk dianalisa dan hal ini disimpulkan Allah dalam firman-Nya.

“Dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit pun bagi mereka, karena mereka (selalu) mengingkari ayat-ayat Allah dan (ancaman) azab yang dahulu mereka memperolok-olokkannya telah mengepung mereka.” (QS Al-Ahqaf: 26)

Mereka tidak dapat memanfaatkan mata, telinga, dan akal sehingga mereka tidak memperoleh hidayat Allah yang membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Keadaan mereka seperti binatang bahkan lebih buruk dari binatang, sebab binatang tidak mempunyai daya-pikir untuk mengolah hasil penglihatan dan pendengarannya.

Binatang bereaksi dengan dunia luar berdasarkan naluri dan bertujuan hanyalah untuk mempertahankan hidup. Dia makan dan minum, serta memenuhi kebutuhannya, tidaklah melampaui dari batas kebutuhan biologis hewani.

Tetapi bagaimana dengan manusia, bila sudah menjadi budak hawa-nafsu. Akal mereka tidak bermanfaat lagi. Mereka berlebihan dalam memenuhi kebutuhan jasmani mereka sendiri, berlebihan dalam mengurangi hak orang lain. Diperasnya hak orang lain bahkan kadang-kadang di luar perikemanusiaan.

Bila sifat demikian menimpa satu bangsa dan negara, maka negara itu akan menjadi serakah dan penindas bangsa dan negara lain. Mereka mempunyai hati (perasaan dan pikiran), tetapi tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat (Allah).

Mereka lupa dan melalaikan bukti-bukti kebenaran Allah pada diri pribadi, pada kemanusiaan dan alam semesta ini, mereka melupakan penggunaan perasaan dan pikiran untuk tujuan-tujuan yang luhur dan meninggalkan kepentingan yang pokok dari kehidupan manusia sebagai pribadi dan bangsa.

IHRAM

Apakah Jin Mengetahui Ilmu Gaib?

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Apakah jin mengetahui ilmu gaib?

Jawaban:

Jin tidaklah mengetahui ilmu gaib, (demikian pula) yang ada di langit dan bumi tidaklah mengetahui ilmu gaib, kecuali Allah Ta’ala. Bacalah firman Allah Ta’ala,

فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَن لَّوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ

“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala dia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib, tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan” (QS. Saba’: 14).

Siapa saja yang mengklaim mengetahui ilmu gaib, dia kafir. Dan siapa saja membenarkan orang yang mengklaim mengetahui ilmu gaib, dia pun kafir. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

“Katakanlah, “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah” (QS. An-Naml: 65).

Maka tidak ada yang ada di langit dan di bumi yang mengetahui ilmu gaib, kecuali Allah Ta’ala semata.

Mereka yang mengklaim mengetahui ilmu gaib berkaitan dengan perkara yang akan terjadi di masa datang termasuk dalam perdukunan. Terdapat hadis yang sahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Siapa saja yang mendatangi dukun dan bertanya kepadanya, maka salatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari” (HR. Muslim no. 2230).

Jika dia membenarkan ucapan dukun, maka dia kafir. Hal ini karena ketika dia membenarkan ucapan dukun, dia telah mendustakan firman Allah Ta’ala,

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

“Katakanlah, ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah’” (QS. An-Naml: 65).

***

@Rumah Kasongan, 28 Rabi’ul awwal 1442/ 4 November 2021

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Fataawa Arkaanil Islaam, hal. 115-116, pertanyaan no. 44.

Sumber: https://muslim.or.id/70080-apakah-jin-mengetahui-ilmu-gaib.html

Apakah Iblis termasuk Golongan Malaikat ataukah Jin?

Para ulama berbeda pendapat tentang apakah iblis termasuk golongan malaikat ataukah jin, menjadi dua pendapat:

Pendapat pertama, iblis termasuk dalam jenis (golongan) malaikat

Pendapat pertama mengatakan bahwa iblis itu termasuk dalam golongan malaikat, namun diciptakan dari api. Pendapat ini dinisbatkan kepada Ibnu ‘Abbas (Tafsir Ath-Thabari, 18: 39), Qatadah (Tafsir Ath-Thabari, 18: 41), Sa’id bin Musayyib (Tafsir Ath-Thabari, 1: 504), dan dipilih oleh Ath-Thabari (Tafsir Ath-Thabari, 1: 508) dan Al-Baghawi (Tafsir Al-Baghawi, 1: 82).

Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’, maka bersujudlah mereka, kecuali iblis.(QS. Al-Kahfi: 50)

Sisi pendalilan dari ayat ini adalah jika iblis itu bukan termasuk golongan malaikat, mereka tidak akan diperintahkan untuk bersujud. Mereka mengatakan bahwa pengecualian (istitsna’) dalam ayat ini adalah istitsna’ muttashil. Dalam istitsna’ muttashil, antara yang dikecualikan (iblis dalam ayat ini) dan yang mendapatkan pengecualian (malaikat dalam ayat ini) adalah sesuatu yang sama jenisnya.

Baca Juga: Benarkah Godaan Wanita Lebih Besar daripada Godaan Setan?

Pendapat kedua, iblis termasuk dalam golongan jin

Di antara yang berpendapat ini adalah Al-Hasan Al-Bashri dan Ibnu Zaid.

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Iblis tidak termasuk jenis malaikat sama sekali. Karena iblis adalah nenek moyang bangsa jin sebagaimana Adam adalah nenek moyang manusia.” (Tafsir Ath-Thabari, 18: 41)

Ibnu Zaid rahimahullah berkata, “Iblis adalah bapaknya jin sebagaimana Adam adalah bapaknya manusia.” (Tafsir Ath-Thabari, 1: 507)

Pendapat ini juga dipilih dan dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (Majmu’ Fataawa, 4: 346).

Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala,

كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

Dia (iblis) adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.(QS. Al-Kahfi: 50)

Huruf fa’ dalam ayat di atas menunjukkan sebab-akibat. Maksudnya, Allah Ta’ala menjadikan iblis dari jenis jin disebabkan karena kedurhakaannya. Dengan kata lain, iblis adalah jin yang durhaka terhadap perintah Allah Ta’ala. Seandainya iblis adalah malaikat sebagaimana malaikat-malaikat lain yang bersujud kepada Adam, tentu iblis tidak akan melawan atau mendurhakai perintah Allah Ta’ala. Hal ini karena malaikat itu terjaga (ma’shum) dari perbuatan dosa, tidak sebagaimana golongan manusia dan jin.

Allah Ta’ala berfirman,

لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُم بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ

Mereka (malaikat) itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.(QS. Al-Anbiya’: 27)

Mereka mengatakan bahwa pengecualian dalam surah Al-Kahfi ayat 50 di ayat termasuk dalam istitsna’ munqathi’, artinya perkara yang dikecualikan (iblis) itu berbeda jenis (golongan) dengan perkara yang mendapatkan pengecualian.

Argumentasi yang lain, Allah Ta’ala menciptakan iblis dari api yang menyala-nyala, dan tidak terdapat dalil yang menunjukkan bahwa malaikat diciptakan dari api. Juga bahwa iblis itu memiliki anak keturunan, tidak sebagaimana malaikat.

Pendapat terkuat dalam masalah ini

Pendapat yang terkuat dalam masalah ini adalah pendapat kedua, yaitu bahwa iblis itu termasuk golongan jin, bukan golongan malaikat. Hal ini karena golongan malaikat dan iblis itu berbeda dari beberapa sisi berikut ini:

Pertama, unsur penciptaan malaikat dan iblis itu berbeda. Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ

Malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan jin diciptakan dari api yang menyala-nyala.’(HR. Muslim no. 2996)

Allah Ta’ala berkata tentang iblis,

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ

“Iblis berkata, ‘Aku lebih baik daripadanya karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.’” (QS. Shaad: 76)

Kedua, malaikat itu tidak menikah dan juga tidak memiliki keturunan. Sedangkan iblis, terdapat dalil yang menunjukkan bahwa iblis memiliki keturunan. Allah Ta’ala befirman,

أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاء مِن دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ

Patutkah kamu mengambil dia dan keturunan-keturunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu?(QS. Al-Kahfi: 50)

Baca Juga: Musik Adalah Seruling Setan

Ketiga, malaikat itu tidak mendurhakai Allah Ta’ala sebagaimana firman Allah Ta’ala,

لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Dan mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan oleh-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Adapun iblis, Allah Ta’ala kabarkan tentang mereka,

كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

Dia (iblis) adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.(QS. Al-Kahfi: 50)

Keempat, malaikat itu tidak makan dan tidak minum. Adapun iblis, mereka makan dan minum.

Kelima, pengecualian dari suatu lafaz yang bersifat umum itu berarti mengeluarkan sesuatu tersebut dari nama dan hukum yang mendapatkan pengecualian. (Lihat Al-Bahrul Muhith fi Ushuulil Fiqhi, 3: 276)

Allah Ta’ala befirman,

فَسَجَدَ الْمَلآئِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ ؛ إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى أَن يَكُونَ مَعَ السَّاجِدِينَ

Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama. Kecuali iblis, dia enggan ikut besama-sama (malaikat) yang sujud itu.(QS. Al-Hijr: 30-31)

Dengan dikecualikannya iblis dalam ayat di atas, berarti iblis bukan termasuk dalam golongan malaikat.

Jika ditanyakan, mengapa Allah Ta’ala memerintahkan iblis untuk sujud bersama malaikat? Maka jawabannya, iblis diperintahkan untuk sujud bersama malaikat karena iblis juga hadir pada saat perintah tersebut bersama malaikat. Sehingga iblis itu dikecualikan dalam ayat tersebut bukan karena iblis termasuk golongan malaikat, tetapi karena malaikat dan iblis sama-sama mendapatkan perintah. Bedanya, malaikat melaksanakan perintah, sedangkan iblis tidak.

Keenam, diperbolehkan adanya istitsna’ munqathi’ dengan adanya dalil. Pengecualian iblis, padahal mereka bukan dari golongan malaikat, menunjukkan bolehnya istitsna’ munqathi’. Hal ini karena terdapat dalil yang menunjukkan bahwa iblis itu bukan dari golongan malaikat sebagaimana yang telah disebutkan argumentasinya.

Ketujuh, firman Allah Ta’ala,

كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

Dia (iblis) adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.(QS. Al-Kahfi: 50)

Ayat di atas sangat jelas menunjukkan bahwa iblis itu termasuk golongan jin. Sehingga tidak boleh dibelokkan maknanya, kecuali dengan adanya dalil yang tegas dan jelas pula.

Syekh Muhammad Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata,

“Argumentasi yang paling kuat dalam masalah ini adalah argumentasi yang mengatakan bahwa iblis itu bukan termasuk golongan malaikat. Hal ini karena firman Allah Ta’ala,

كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ

Dia (iblis) adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.’ (QS. Al-Kahfi: 50)

adalah ayat paling jelas dalam masalah ini dari dalil-dalil wahyu. Dan ilmu berada di sisi Allah Ta’ala.” (Adhwaul Bayaan, 3: 290-291)

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/70005-apakah-iblis-termasuk-malaikat-atau-jin.html

Cara Agar Jin tak Melihat Kita

ALQURAN menjelaskan, setan dari kalangan jin bisa melihat manusia sedangkan manusia tidak bisa melihat mereka.

Lalu, bagaimana agar jin tidak bisa melihat kita, khususnya ketika kita membuka aurat di rumah? Untungnya Rasulullah telah mengajarkan cara menutup penglihatan jin.

Ayat yang menunjukkan bahwa setan dari kalangan jin bisa melihat manusia adalah surat Al Araf ayat 27:

“Sesungguhnya, iblis dan golongannya bisa melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka.” (Qs. Al-Araf:27)

Ayat ini juga menjadi dalil bahwa manusia tidak bisa melihat jin dalam bentuknya yang asli. Kecuali orang-orang yang dikecualikan, seperti Nabi Muhammad dan Nabi Sulaiman.

Nah, cara menutup penglihatan jin agar jin tidak melihat (aurat) kita ketika kita membuka pakaian atau ganti baju, Rasulullah mengajarkannya kepada kita. Beliau bersabda:

“Yang bisa menghalangi pandangan mata jin dan aurat anak Adam (manusia) adalah ketika hendak menanggalkan pakaian hendaklah membaca Bismillah” (HR. As Suyuthi, shahih menurut Al Albani)

Dalam hadis yang lain, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Penghalang antara pandangan mata jin dan aurat anak Adam (manusia) adalah ketika seseorang hendak masuk ke kamar mandi hendaklah membaca Bismillah” (HR. Tirmidzi, shahih menurut Al Albani).

Demikianlah caranya. Sederhana, tidak perlu ritual khusus. Cukup dengan membaca bismillah, sebuah kalimat singkat yang merupakan inti dari penyerahan diri kita kepada Allah, menyandarkan segala perkara gaib kepada Allah dan meminta perlindungan hanya kepada Allah.

Hanya dengan membaca bismillah, saat itu kita akan terlindungi dari pandangan mata jin. Hanya dengan membaca bismillah, inilah cara singkat menutup penglihatan jin sehingga tak mampu lagi melihat kita.

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Salawat dan salam teruntuk Rasulullah atas segala ajarannya yang mulia.[bersamadakwah]

INILAH MOZAIK

Awas! Tak Ada Jin yang Gratis

BAGI anda yang tinggal di dataran ganas ibukota, mungkin istilah ini sangat akrab di telinga anda. Semua butuh duit, semua tidak ada yang gratis. Semua orang rebutan untuk hidup, bila perlu harus saling menipu, saling menguasai. Jika ini yang terjadi antar-sesama manusia, sangat mungkin terjadi antara jin dan manusia ketika mereka saling melakukan kerja sama.

Kita kembali pada jin khodam. Orang menyebut jin ini pembantu manusia. Benarkah anggapan ini? Siapa yang sejatinya dibantu, si jin ataukah manusia? Siapa yang sejatinya lebih berkuasa, si jin ataukah manusia?

Tidak ada yang gratis, apalagi ketika berhadapan dengan karakter penipu. Mustahil si jin ini mau membantu secara cuma-cuma. Pasti ada batu dibalik udang. Jin ini mau membantu, karena manusia mau mengabdi kepada jin. Sehingga siapa yang sejatinya diuntungkan? Jawabannya si jin. Dia yang lebih berkuasa, sementara manusia selalu bergantung kepada jin.

Tidak Ada Manusia yang Menguasai Jin, selain Sulaiman

Allah kisahkan dalam Al-Quran, salah satu doa Sulaiman. Sulaiman berdoa: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorangpun sesudahku, Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi”. (QS. Shad: 35)

Salah satu diantara kekuasaan Sulaiman, yang tidak mungkin dimiliki orang lain adalah bisa mengendalikan dan menguasai jin. Sehingga semua jin menjadi tunduk dan patuh kepada Sulaiman. Bahkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sendiri tidak mau melangkahi doa Sulaiman ini. Suatu ketika, pada saat mengimami shalat, Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan gerakan yang berbeda di luar kebiasaannya. Pagi harinya, Beliau menceritakan,

Sesungguhnya jin ifrit menampakkan diri kepadaku tadi malam, untuk mengganggu shalatku. Kemudian Allah memberikan kemampuan kepadaku untuk memegangnya. Aku ingin untuk mengikatnya di salah satu tiang masjid, sehingga pagi harinya kalian semua bisa melihatnya. Namun saya teringat doa saudaraku Sulaiman: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorangpun sesudahku.” Kemudian beliau melepaskan jin itu dalam keadaan terhina. (HR. Bukhari 461 & Muslim 541).

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak mau mengikat jin itu di tiang masjid, karena itu beliau lakukan berarti beliau telah menguasai jin, yang itu menjadi keistimewaan Sulaiman. Karena teringat doa Sulaiman, Nabi shallallahu alaihi wa sallam melepaskan jin itu, padahal jika beliau mau, beliau mampu.

INILAH MOZAIK

Jauhilah Jin yang Suka “Membantu”

ISTILAH khodam berasal dari kata Khodim yang artinya pembantu. Jin khodam berarti jin pembantu. Orang jawa bilang, prewangan. Disebut khodam, karena jin ini berinteraksi dengan rekan dekatnya di kalangan manusia, dan sedia untuk membantunya. Sehingga terkadang dia bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh umumnya manusia. Tentu saja, dengan bantuan jin prewangan yang menjadi rekannya.

Realita tentang jin yang patut kita waspadai adalah mereka bisa melihat kita, namun kita tidak bisa melihat mereka. Allah berfirman, “Sesungguhnya iblis dan para pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka” (QS. Al-Araf: 27)

Dipihak lain, jin memiliki tipikal pendusta. Dia bisa mengaku ingin menjadi teman manusia, mengaku mau membantu manusia, namun sejatinya dia ingin menipunya.

Ketika Abu Hurairah radhiyallahu anhu ditugasi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk menjaga makanan zakat, malam harinya ada jin yang berubah ujud jadi orang remaja dan mencuri. Ketika ditangkap dan hendak dilaporkan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dia berusaha memelas dan berjanji tidak akan kembali. Tapi dia dusta, dia tetap kembali, hingga terjadi selama 3 malam. Di malam ketiga, Abu Hurairah tidak memberi ampun dan akan dilaporkan kepada Rasulullah. Setelah diajari bacaan ayat kursi, Abu Hurairah melepaskannya. Pagi harinya, kejadian ini beliau sampaikan kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda, “Kali ini dia benar, meskipun aslinya dia pendusta.” (HR. Bukhari 2311).

Al-Hafidz Ibnu Hajar ketika menjelaskan kalimat dalam hadis ini, beliau mengatakan, “Bahwa setan (dari golongan jin), memiliki hobi berdusta.” (Fathul Bari, 4/489)

Bisa anda bayangkan, tipikal pendusta, bisa melihat manusia, tapi manusia tidak bisa melihat mereka. Kemudian ada manusia yang bekerja sama dengan mereka. Potensi jin ini untuk menipu manusia yang menjadi rekannya tentu saja sangat besar. Karena itu, seharusnya makhluk seperti ini dihindari, dijauhi, diwaspadai. Bukan malah didekati dan diajak kerja sama. Maka sungguh aneh ketika ada orang yang begitu berharap bisa bekerja sama dengan jin.

INILAH MOZAIK

Contoh Kasus Penampakan Jin pada Masa Rasulullah SAW

Jin juga kerap melakukan penampakan pada masa Rasulullah.

Rasulullah SAW menggambarkan, para jin itu terbagi tiga golongan, yakni golongan yang bisa terbang di udara, golongan ular dan anjing, serta golongan yang bermukim dan hidup berpindah-pindah.

Dari Abu ad-Darda berkata, Nabi SAW bersabda, ‘Allah menciptakan jin tiga macam. Ada yang berupa ular, kalajengking, dan bermukim atau berpindah-pindah, dan ada yang bagaikan angin di udara serta ada juga jenis yang akan dimintai pertanggungjawaban dan disiksa.” (Hadis sahih yang diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Maqasid asy-Syaithan, juga dalam Hawatif, riwayat al-Hakim, dan lainnya). 

Jin memiliki kemampuan membentuk dirinya dalam berbagai bentuk. Memang, dari Alquran tidak ditemukan penjelasan tentang hal ini, tetapi banyak riwayat yang menginformasikannya. 

Pakar tafsir, Ibnu Katsir, menjelaskan bahwa ketika pemuka-pemuka suku di Makkah berunding untuk menghadapi Nabi Muhammad SAW, iblis tampil dalam bentuk seorang tua terhormat dari suku Najed dan memberikan mereka saran agar memilih dari setiap suku seorang pemuda.

Kemudian, pemuda-pemuda pilihan itu secara bersamaan membunuh Muhammad. Dengan demikian, suku Nabi Muhammad (Quraisy) tidak dapat menuntut balas karena mereka akan berhadapan dengan banyak suku. 

Ibnu Katsir mengemukakan juga riwayat yang dinisbahkan kepada Ibnu Abbas RA bahwa dalam perang Badar, iblis tampil dalam gabungan tentara setan dalam bentuk seorang yang mereka kenal, bernama Suraqah Ibnu Malik Ibnu Ju’syum, yang ditakuti Suku Quraisy karena ada dendam di antara mereka. Suraqah berkata kepada kaum musyrikin, Tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengalahkan kamu pada hari ini dan aku adalah pembela kamu.”

Tetapi, ketika perang berkecamuk, Rasulullah mengambil segumpal tanah dan melemparkannya ke muka orang-orang musyrik sehingga mereka kacau balau. Ketika itu, malaikat Jibril menuju ke arah iblis yang menyerupai Suraqah yang sedang memegang tangan salah seorang musyrik. Dan, setelah ia melihat Jibril, makhluk terkutuk itu melepaskan tangan yang dipegang dan meninggalkan medan pertempuran bersama kelompoknya.

Dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari disebutkan bahwa Abu Hurairah menangkap jin yang berbentuk manusia ketika ia mencuri kurma sedekah.  

Rasulullah SAW juga menyampaikan kepada para sahabat beliau bahwa Semalam, tiba-tiba muncul di hadapanku jin Ifrit untuk membatalkan shalatku, Allah menganugerahkan aku kemampuan menangkapnya dan aku bermaksud mengikatnya pada salah satu tiang masjid hingga kalian semua di pagi hari dapat melihatnya. Tetapi, aku mengingat ucapan (permohonan) saudaraku (Nabi) Sulaiman, ‘Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku’.” (QS Shad: 35).

Selain berwujud manusia, jin juga dapat tampil dalam wujud binatang. Imam Bukhari menyebutkan dari sekian riwayat menyangkut perubahan bentuk jin, antara lain dalam bentuk ular. Sementara itu, Ibnu Taimiyah menulis dalam kumpulan fatwa-fatwanya bahwa jin dapat mengambil bentuk manusia atau binatang, seperti ular, kalajengking, sapi, kambing, dan kuda.

KHAZANAH REPUBLIKA


Benarkah Jin Bisa Menutup Jodoh dan Rezeki Orang?

BEBERAPA kali saya mendapati pertanyaan tentang hal ini yakni klaim sebagian orang bahwa mereka mampu melakukan hal yang sangat luar biasa yakni menutup jodoh dan rezeki orang lain.

Atau pernyataan sebagian orang bahwa jin telah menutup jodoh dan rezeki seseorang. Klaim ini terdengar sangat menakutkan terutama bagi orang-orang yang kebetulan sedang mengalami kesulitan rezeki, terlilit utang atau mereka yang kebetulan belum bertemu dengan jodohnya padahal usia telah beranjak semakin tua.

Sedemikian luar biasanya kah kemampuan jin dan dukun itu hingga mampu mencegah datangnya rezeki dan jodoh padahal keduanya adalah takdir alias wilayah kekuasaan Allah. Mungkinkah jin dan dukun itu mengintervensi kekuasaan Allah swt ? Disinilah pemahaman dan akidah kita dipertaruhkan.

Baiklah, mari kita lihat penjelasan Alquran tentang fenomena mencegah atau menutup rezeki, dan jodoh.

QS. Al Mulk : 21 “Atau siapakah yang dapat memberimu rezeki jika Dia menahan rezeki-Nya? bahkan mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri dari (kebenaran).

QS. Al Fajr : 16 “Namun apabila Tuhan mengujinya dan membatasi rezekinya, maka dia berkata, Tuhanku telah menghinakanku.

QS An Naba : 8 “Dan kami menciptakan kamu berpasang-pasangan.

Jika kita renungkan 3 ayat di atas, maka akan terlihat dengan sangat jelas bahwa rezeki dan jodoh adalah wilayah kekuasaan Allah SWT, Dia-lah yang memiliki rezeki, Dia yang membagikannya dan Dia pulalah yang berkuasa menahan atau membatasinya. Demikian juga dengan jodoh adalah kekuasaan-Nya. Keduanya mutlak milik-Nya tanpa ada yang dapat mengintervensi. Tiga ayat di atas sangat gamblang bagi kita.

Fenomena terhalanginya rezeki memang benar adanya dan terlihat dari ayat di atas, tetapi yang mampu melakukannya adalah Allah SWT, sang Pemilik rezeki, bukan jin apalagi dukun. Ayat-ayat tersebut sangat jelas menyebutkan siapa penguasa rezeki dan jodoh itu. Kemampuan dukun dan jin untuk menutup rezeki tidak pernah disinggung dalam ayat itu atau ayat ayat lain. Karena memang mereka tidak pernah mampu melakukannya.

Terhalangnya rezeki, benar adanya dan dijelaskan dalam ayat di atas. Pertanyaannya, mengapa Allah menutup, menghalangi atau membatasi rezeki kita?

QS Nuh : 10-12″Maka aku berkata kepada mereka, “mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sungguh, Dia Maha Pengampun.” “Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu” “Dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu.”

Ayat di atas menjawab pertanyaan kita mengapa jodoh dan rizki kita terhalang. Ayat tersebut menjelaskan hikmah istighfar dan memohon ampun yakni dapat mendatangkan hujan, mendatangkan rezeki, memiliki keturunan, menyuburkan lahan. Intinya adalah kemudahan dan jalan keluar atas permasalahan hidup kita terselesaikan dengan istigfar dan tobat kita.

Jika pemahaman ini kita balik maka sebenarnya yang menyebabkan rezeki kita terhalang, munculnya kesulitan hidup adalah karena dosa dan kesalahan kita kepada Allah SWT. Jika kita membaca keseluruhan ayat dalam Surat Nuh mulai ayat 1, maka kita akan mendapati bahwa perintah istigfar tersebut karena adanya dosa dan kedurhakaan yang dilakukan oleh umat Nabi NUH as.

Silahkan anda buka kitab kitab para ulama tentang hikmah tobat dan istigfar, maka kita akan menemukan hikmah yang kurang lebih akan senada dengan surat Nuh di atas.

Inilah penghalang rezeki yang hakiki. Karena dosa kitalah, yang membuat Pemilik rezeki menahan rezeki-Nya.

Lalu bagaimana penjelasan terhadap anggapan bahwa jin dapat menghalangi jodoh dan rezeki kita?

Anda mungkin akan mengernyitkan dahi membaca penjelasan saya setelah ini, atau bahkan tertawa. Iya, karena memang diluar dugaan kita..inilah yang sebenarnya dilakukan oleh jin itu. Jin itu tidak sedramatis yang kita bayangkan.

1. Menghalangi jodoh

Sebenarnya yang dilakukan jin pada dua orang laki-laki dan wanita yang akan menikah atau sedang taaruf adalah seperti ketika anda sedang dimintai pendapat teman anda tentang wanita yang ingin dinikahinya atau ingin didekatinya. Apakah anda bisa membayangkannya?

Ok contoh riil begini. Teman wanita anda sedang minta pendapat anda tentang seorang laki-laki yang akan meminangnya. Padahal anda menyukai wanita itu, dan anda tidak termasuk orang yang jujur. Kira-kira apa yang akan anda katakan ? Saya yakin anda akan mengatakan pada wanita itu bahwa lelaki yang akan meminangnya bukanlah jodoh yang tepat, bahkan bila perlu anda akan menjelek-jelekkannya. Intinya agar wanita itu semakin ragu dan mengurungkan niatnya.

Jika anda kebetulan mengenal si laki-laki maka mungkin anda akan mendatangi rumah si laki-laki itu dan berusaha untuk membuat laki-laki tersebut membatalkan pinanganya, dengan cara menyampaikan berita bohong dan keragu-raguan. Targetnya sama yakni si laki-laki itu mengurungkan niatnya.Nah, pahamkah anda sekarang?Jadi, sebenarnya persis seperti itulah yang dilakukan jin untuk menghalangi perjodohan.

Jika gangguan jin terjadi pada salah satu, yaitu si lelaki atau wanitanya saja maka jin itu akan berupaya membuat ragu agar pernikahan tidak terjadi, mungkin membuatnya selalu bimbang, membuatnya sulit memahami orang lain hingga sulit berteman, sulit bergaul, lebih nyaman berteman dengan sesama jenis, atau membuatnya tiba-tiba membenci laki-laki yang berusaha mendekatinya.

Jika gangguan jin terjadi pada kedua orang tersebut sekaligus maka jin itu tidak hanya membisikkan keraguan tetapi jin itu bisa menampakan diri dalam wajah si laki-laki atau si perempuan sehingga ketika mereka bertemu wajah seolah berubah. Jika jin berulah di tubuh si perempuan maka mungkin si laki-laki akan melihat wajah wanita tersebut aneh atau menakutkan, atau mengeluarkan bau tidak sedap, atau bahkan jin si perempuan itu akan datang dalam mimpi si laki-laki dan jin itu mengancam jika sampai pernikahan terjadi.

Jika si laki-laki termasuk orang yang baik dan tidak ada gangguan jin dalam tubuhnya maka laki-laki itu tidak akan melihat penampakan wajah yang dilakukan oleh jin yang ada dalam tubuh wanita itu.

Saya pernah menemui seorang wanita yang salah satu keluhannya adalah wajahnya terlihat tua oleh sebagian orang. Tetapi selama proses ruqyah saya tidak melihat wajah tua itu, wajahnya terlihat biasa saja. demikian pula dengan orang-orang yang hadir di dalam ruqyah itu, mereka tidak melihatnya.

Dari kejadian itu saya mengambil kesimpulan bahwa jin lebih mudah berulah pada orang yang sudah ada jin dalam tubuhnya. Oleha karena itu, jika anda seorang wanita yang sedang mengalami gangguan jin, dan suatu saat ada seorang laki-laki ingin melamar anda, tiba tiba dia mengurungkan niat karena melihat wajah anda aneh, atau tiba-tiba ia membenci anda maka bersyukurlah. Karena laki-laki tersebut termasuk mudah dikerjai oleh jin dan kemungkinan besar dalam tubuhnya juga sedang terdapat jin.

Jika kita perhatikan penjelasan diatas maka sebenarnya yang dilakukan oleh jin itu tidak lebih canggih dari yang kita lakukan untuk menggagalkan niat seseorang. Jin itu sama sekali tidak bisa mencegah takdir. Jin itu hanya berupaya agar tubuh yang ditempatinya selalu ragu, tidak mantap, membenci setiap lawan jenis yang berusaha mendekatinya, membuatnya mudah salah paham dengan lawan jenis hingga tidak bisa berteman dengan lawan jenis. Atau dia berusaha menampakan diri pada orang yang berusaha mendekati tubuh yang ditempatinya. Terutama jika orang yang ditampaki tersebut sedang mengalami gangguan jin pula. Karena jin jauh lebih mudah menampakkan diri pada orang yang ada gangguan jin dalam tubuhnya.

Namun jika wanita atau laki-laki itu berpegang teguh pada syariat, mengikuti pendapat hasil musyawarah, mengikuti orang tua dan istikhoroh maka pernikahan tetap bisa terjadi walaupun bujukan jin itu tetap ada. Jadi jin itu hanya membisikan sedangkan keputusan ada ditangan wanita atau lelaki itu. Jika pemahamannya kuat, maka dia akan mengabaikan bisikan itu.

Misalnya, bisikan jin dalam batinnya mengatakan batalkan pernikahan, tiba-tiba membenci si pelamar bahkan dia melihat wajah lelaki itu menakutkan. Tetapi semua orang mengatakan bahwa lelaki itu sholih, nasabnya baik, orang tua juga berpendapat baik, musyawarah keluarga mengatakan laki-laki itu baik, semua teman mengatakan lelaki itu baik. Maka jika wanita itu berpegang teguh pada syariat yakni mengikuti hasil musyawarah, maka dia tetap akan menerima lelaki itu menjadi suaminya walaupun bisikan jin itu ingin menggagalkan dan walaupun wajah lelaki itu nampak buruk. Musyawarah adalah bagian dari syariat dan dapat menjadi hujjah/dasar perbuatan sedangkan perasaan tidak dapat menjadi dasar perbuatan. Tentu dengan catatan bahwa musyawarah tersebut dilakukan dengan ikhlas, memohon pertolongan Allah, jernih, obyektif dan dengan data informasi yang lengkap dan valid.

Jadi kemampuan jin itu hanyalah sebatas memberikan keraguan dalam batin kita sebagaimana bujuk rayu seseorang pada diri kita, dia tidak pernah mampu menghalangi jodoh kita dalam arti sebenarnya. Karena jodoh adalah ketetapan dan kekuasaan Allah SWT.

2. Menghalangi rezeki

Jika kita memahami pembahasan diatas maka kita akan memahami cara kerja jin untuk menghalangi rezeki kita. Cara kerjanya sama seperti menghalangi jodoh.

Jin itu berupaya membisikkan keraguan, kebimbangan dalam melangkah dan memulai usaha, sulit untuk berpikir jernih dalam mencari rezeki, ada dorongan sangat kuat untuk mencari rizki dari kerja yang haram, sulit bergaul, sulit konsentrasi, mudah putus asa, fisik lemah, mudah salah paham, mendorong agar tidak amanah, dan lain-lain. Intinya jin itu berupaya agar kita lemah dalam berikhtiar mencari rezeki.

Jadi itulah ulah yang dilakukan jin, sungguh mereka tidak pernah bisa menghalangi rezeki kita dalam arti sebenarnya. Karena rezeki ada dalam kekuasaan-Nya. Maka jika kita sedang menghadapi kesulitan, sebenarnya bukanlah ulah jin tetapi mungkin karena ada dosa dan kedurhakaan kita kepada sang Pemilik Rizki baik dosa yang kita sadari maupun tidak kita sadari. Langkah terbaik adalah memperbanyak taubat dan istighfar bukan melakukan ritual tolak bala, ritual membuang sial, ruwatan atau menggunakan jimat keberuntungan. [konsultasiruqyah]

INILAH MOZAIK

Ketika Jin Ikut Salat Berjemaah

JIN ada yang kafir dan ada yang mukmin. Jin yang mukmin bisa juga (dimungkinkan) melakukan ibadah bersama-sama dengan manusia. Banyak para ulama yang mengatakan bahwa ketika salat malam, maka dibelakangnya diikuti jin, untuk ikut berjemaah.

Jin juga mendengarkan Alquran apabila kitab itu dibacakan oleh manusia, terutama oleh kiai di waktu malam yang sunyi. Bahkan tak sedikit para kiai di negara kita ini yang mempunyai santri jin. Anak-anak jin mukmin disekolahkan ke kiai itu dengan maksud menimba ilmu pengetahuan agama.

Tersebutlah dalam suatu riwayat bahwa suatu hari Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya pergi ke pasar Ukaz. Saat itu ia menjumpai setan-setan yang membawa berita dari langit dan terkirim juga pancaran api. Namun setan-setan yang membawa kabar dari langit itu secepat kilat kembali lagi menemui kaumnya.

“Mengapa kalian tergopoh-gopoh?” tanya di antara kaum setan itu.

“Berita kita terhalang karena tidak sampai ke bumi,” jawab setan yang telah kembali tersebut.

“Berita dari langit terhalang karena mungkin ada suatu kegiatan atau peristiwa yang menghalang-halanginya. Untuk itu cobalah kalian memeriksa ke segala penjuru dunia, dan berkelilinglah ke penjuru barat dan timur!” perintah iblis kepada anak buahnya.

Maka setan-setan (tentara Iblis) itu pun berkeliling ke penjuru barat dan timur. Mereka melintasi jalan Thiamah lewat di mana Nabi Muhammad sedang mengerjakan salat subuh bersama para sahabat. Saat itu Rasulullah membacakan ayat-ayat Alquran dan setan-setan itu mendengarkan. Setelah ayat Alquran itu selesai dibaca, maka setan berkata kepada temannya, “Kiranya inilah yang menyebabkan kita semua terhalang mendapatkan berita langit.”

Kemudian setan-setan itu kembali kepada kaumnya seraya berkata: “Wahai kaum kami, kita telah mendengarkan Alquran yang amat mengagumkan dibaca. Ia memberi petunjuk kepada kebenaran, maka kitapun harus beriman kepadanya dan kita tidak akan menyekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kita!”

Sesungguhnya Nabi tidak mengetahui kalau jin-jin itu mendengarkan bacaan Alquran yang beliau lakukan. Namun karena Allah berfirman: yang artinya Katakanlah (wahai Muhammad) “Telah diwahyukan kepadaku bahwa telah mendengar sekelompok jin akan bacaan Alquran.”

Sahibul hikayat menerangkan bahwa suatu ketika Shofwan bin Mahrozi Al Mazini pernah sembahyang malam (tahajud). Tiba-tiba terdengar di belakangnya suara rebut-ribut. Hal ini membuat Shofwan jadi tidak tenang. Namun tiba-tiba ada suara yang menyerukan kepada dirinya: “Wahai hamba Tuhan, janganlah engkau merasa takut kami adalah saudara-saudara sendiri yang ingin beribadah bersamamu. Yakni salat tahajud. “Setelah itu ia merasa tenang kembali.

Suatu ketika jin Ifrit datang dan berusaha membatalkan salat Rasulullah. Sebab saat itu Rasulullah sedang melakukan salat. Tetapi Rasulullah tak tergoda sama sekali bahkan bisa memegang jin Ifrit tadi. Rasulullah bermaksud mengikat pada tiang masjid namun dibatalkan dan jin Ifrit itu pun dilepaskan.

Cerita ini bersumber dari sabdanya sendiri yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra sebagai berikut: “Sesugguhnya Ifrit berusaha dengan penuh kesungguhan untuk membatalkan salatku. Tetapi Allah Swt memberikan kemenangan kepadaku atasnya (atas godaan tersebut). Dengan demikian aku dapat menolaknya dengan keras. Setelah aku dapat memegangnya aku bermaksud mengikatnya pada tiang masjid sehingga kamu semua dapat melihat jin Ifrit itu. Tetapi tiba-tiba aku teringat doa sahabatku Nabi Sulaiman: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkan kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku.” Maka jin yang kupegang itu kulepaskan.”

Dari hadis dan riwayat di atas, maka tidak menutup kemungkinan apabila jin yang mukmin mengikuti kita salat di belakang. Lalu bagaimana hukumnya jika jin turut beribadah bersama manusia? Apabila suatu ketika jin ikut bersembahyang jamaah dengan manusia maka hukumnya boleh atau sah.

Sebab suatu waktu (suatu ketika) Nabi Muhammad ditanya oleh jin: “Bagimana keadaan kami yang ingin melakukan sembahyang bersamamu di masjidmu, sedangkan kami jauh dari masjidmu wahai Rasulullah?” Dari pertanyaan itu maka turunlah firman Allah kepada Nabi Muhammad: “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun didalamnya disamping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin : 18)

Riwayat tersebut diatas yakni pertanyaan jin kepada Rasulullah itu dirawikan oleh Said bin Jubair. Dan dari Ibnu Masud bahwasanya ia mengisahkan pertemuan jin dengan Rasulullah ketika melakukan shalat. Diantara cuplikan kisah yang diceritakan Ibnu Masud adalah sebagai berikut:

Ketika pertemuan dengan jin itu berlangsung sampai selesai, maka ada dua orang diantara mereka tertinggal. Lalu berkata kepada Rasulullah:”Wahai Rasulullah kami ingin melakukan salat subuh bersamamu.”

“Apakah engkau membawa air?” tanya Rasulullah kepada Ibnu Masud seraya mengalihkan pandangannya.

“Tidak ada air ya Rasulullah, yang ada satu bejana yang berisi anggur,” jawab Ibnu Masud.

“Buah yang bagus dan air yang suci dan mensucikan,” gumam Rasulullah. Lantas beliau berwudlu dari air itu dan melakukan salat.”

Setelah beliau melakukan salat lantas ada dua orang yang meminta harta benda sebagai bekal mereka. “Apakah belum kuperintahkan untuk mengambil sesuatu yang baik bagimu sebagai bekalmu dan kaummu?” tanya Rasulullah pada dua orang tadi.

“Benar ya Rasulullah, tetapi kami ingin sekali melaksanakan shalat bersamamu,” jawab diantara salah satu orang tersebut.

“Dari daerah mana engkau berasal?” tanya Rasulullah.

“Dari daerah Nashibin,” jawab orang itu, maka Rasulullah pun bersabda:”Berbahagialah sekali dua orang jin ini dan kaumnya, dan diperintahkan kepada mereka untuk menjadikan kotoran tulang sebagai makanan dan lauknya dan melarang bersuci dengan tulang dan kotoran.”

Dengan demikian maka jelaslah bahwa jin itu shalat bersama manusia (kadangkala). Dan hukumnya adalah syah. Jin yang demikian ini berarti jin yang mukmin. Namun adapula jin yang jahat dan kafir. Jin yang jahat dan kafir inilah cikal bakal sebagai pembantu dukun dan tukang sihir untuk mencelakakan dan mengganggu manusia. Jin kafir adalah suatu tenaga-tenaga yang terampil dan sangat cocok sebagai persekutuan dalam ilmu perdukunan.

Jin yang kafir derajatnya sama dengan Iblis atau setan. Dimana pekerjaannya hanya suka menimbulkan kerusakan-kerusakan. Mereka senang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. Jin-jin yang sudah demikian ini akan bersekutu dan bekerja sama dengan dukun-dukun, serta ahli sihir untuk membantu pekerjaannya. Jin ini akan mau diperintahkan dan diminta tolong untuk mengintip rahasia dunia yang berada di langit. Jin yang demikian ini tak segan-segan dan tak akan membantah perintah dukun dalam mencabut nyawa manusia dan mencelakakannya.

Jin kafir senang mengganggu, menyusup pada jiwa raga agar keluarganya menjadi tidak tenang. Cara lain yang sering dilakukan jin ialah dengan memukul, menjerumuskan ketika seseorang sedang berjalan dan membuat ketakutan agar manusia jadi stres. Bahkan jin juga bisa atau mau disuruh mencuri barang-barang milik orang lain. [ ]

Sumber : artikel Yudhistira Adi Maulanadi islampos

INILAH MOZAIK

Jangan Mengganggu Jin, Jika Tak Mau Diganggu!

APA yang menyebabkan seseorang mudah kerasukan jin? Dengan memahami sebabnya, kita berharap bisa menghindarinya agar terhindar dari kerasukan jin.

Syaikhul Islam menjelaskan sebab seseorang mudah kerasukan jin, “Jin yang merasuki manusia bisa saja terjadi karena dorongan syahwat atau hawa nafsu atau karena jatuh cinta. Sebagaimana yang terjadi antara manusia dengan manusia”

“Bisa juga terjadi dan ini yang paling banyak karena kebencian atau kedzaliman (yang dilakukan manusia), misalnya ada orang yang mengganggu jin atau jin mengira ada seseorang yang sengaja mengganggu mereka, baik dengan mengencingi jin atau membuang air panas ke arah jin atau membunuh sebagian jin, meskipun si manusia sendiri tidak mengetahuinya. Namun jin juga bodoh dan dzalim, sehingga dia membalas kesalahan manusia dengan kedzaliman melebihi yang dia terima. Terkadang juga motivasinya hanya sebatas main-main atau mengganggu manusia, sebagaimana yang dilakukan orang jelek di kalangan manusia.” (Majmu al-Fatawa, 19/39).

Dalam karyanya yang lain, Syaikhul Islam menyimpulkan. Jin merasuki tubuh manusia karena 3 sebab:

[1] Terkadang karena seorang jin menyukai orang yang kesurupan, agar dia bisa menikmati kebersamaan dengannya. Kesurupan semacam ini yang paling mudah untuk disembuhkan dibandingkan yang lainnya.
[2] Terkadang karena manusia itu mengganggu jin ketika dia mengencingi mereka atau menyiramkan air panas ke mereka atau membunuh sebagian jin atau bentuk gangguan lainnya. Ini jenis kesurupan yang paling susah, bahkan banyak kejadian jin membunuh manusia yang kesurupan.
[3] Terkadang karena jin main-main, seperti gaya preman di kalangan manusia yang suka ganggu orang di jalan. (Daqaiq at-Tafsir, 2/137).

Memahami hal ini, kita menekankan, hindari semua yang bisa mengganggu jin. Seperti membuang air panas sembarang tempat atau mengencingi lubang, dst. Wal ilmu indallah. [Ustadz Ammi Nur Baits]

INILAH MOZAIK