Siang Hari Jumat Dilarang Jual Beli?

Hari Jumat Dilarang Jual Beli?

Apa benar, siang hari jumat dilarang jual beli? Berarti uangnya haram dong?

Mohon pencerahannya.. matur nuwun

 

 

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Pernyataan yang benar, ketika khatib telah naik mimbar, kaum muslimin yang wajib jumatan, dilarang melakukan transaksi jual beli atau transaksi apapun yang menyebabkan mereka terlambat atau bahkan meninggalkan jumatan.

Larangan ini berdasarkan firman Allah di surat al-Jumu’ah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS al-Jumua’h : 9)

 

Makruh ataukah Haram?

Ulama berbeda pendapat,

Pendapat pertama, larangan ini hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat Hanafiyah. (al-Mabsuth, 1/134)

Pendapat kedua, larangan ini bersifat haram. Ini pendapat mayoritas ulama, dari madzhab Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali. (Mawahib al-Jalil, 2/180; al-Majmu’, 4/419; dan al-Mughi, 3/162)

insyaaAllah pendapat yang lebih mendekati, larangan ini bersifat haram. Mengingat kaidah hukum asal larangan adalah haram.

Bagaimana Status Jual Belinya?

Untuk pembahasan haram dan makruh di atas, itu berkaitan dengan dosa. Apakah jika larangan itu dilanggar menghasilkan dosa ataukah tidak. Sementara pembahasan tentang status jual beli, ini berkaitan dengan status kehalalan barang dan uang yang diserah terima kan ketika jual beli.

Ulama berbeda pendapat apakah jual beli ketika khatib naik mimbar, statusnya sah ataukah tidak?

Perbedaan ini kembali kepada permasalahan, apakah larangan ini terkait dengan jual beli itu sendiri (larangan terkait dzat jual beli – ain al-bai’) ataukah larangan karena dia menjadi sebab pelanggaran yang lain.

Pendapat pertama, jual belinya sah.

Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan Syafiiyah.

Mereka beralasan, bahwa larangan jual beli di sini tidak terkait dengan jual belinya (ainul bai’), tapi karena dia menjadi sebab pelanggaran yang lain, yaitu tidak mendengarkan khutbah. Sehingga larangan tidak ada hubungannya dengan inti akad, tidak pula terkait syarat sah akad. Sehingga jual beli tetap sah, meskipun pelakunya berdosa.

Seperti oranng yang shalat dengan memakai baju hasil korupsi. Shalatnya sah, karena dia memenuhi syarat menutup aurat. Meskipun dia berdosa, karena kain penutup yang dia gunakan dari harta haram.

Konsekuensi dari jual beli yang sah, uang yang diterima halal, demikian pula barang yang diterima juga halal.

Pendapat kedua, jual belinya tidak sah.

Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan Hambali. Dalilnya adalah firman Allah pada ayat di atas. Dan makna tekstual (zahir) ayat menunjukkan jual beli itu tidak sah. Karena ketika sudah adzan, Allah melarangnya. Ketika dilarang Allah, berarti dianggap tidak berlaku.

Disamping itu, menilai jual belinya tidak sah, akan semakin mencegah masyarakat untuk melakukan pelanggaran ini. Karena uang dan barang yang diserah terimakan, tidak dinilai.

Pertimbangan lainnya, bahwa jual beli ini dilarang karena mengganggu aktivitas manusia untuk melakukan ibadah jumatan. Ini sebagaimana pernikahan yang dilakukan orang ihram, hukumnya tidak sah, karena mengganggu aktivitas ibadah haji atau umrah.

(Tafsir al-Qurthubi, 1/96).

Apakah Larangan Ini Berlaku bagi Wanita?

Para ulama menegaskan, larangan ini hanya berlaku bagi mereka yang wajib jumatan.

Ibnu Qudamah menjelaskan,

وتحريم البيع، ووجوب السعي، يختص بالمخاطبين بالجمعة، فأما غيرهم من النساء والصبيان والمسافرين، فلا يثبت في حقه ذلك

Haramnya jual beli dan wajibnya segera datang jumatan, berlaku bagi mereka yang mendapat perintah jumatan. Sementara yang tidak diwajibkan jumatan, seperti para wanita, anak-anak, atau musafir, larangan ini tidak berlaku. (al-Mughni, 2/220)

Keterangan lain disampaikan Syaikh al-Utsaimin dalam penjelasan kitab al-Ushul min Ilmil ushul,

وهاتان امرأتان تبايعتا بعد النداء الثاني في يوم الجمعة فهل يصح بيعهما؟

الجواب: يصح لأنهما غير مطالبتين بالجمعة. إذا الأحكام تتبعض؛ فتكون صحيحة لقوم؛ وفاسدة لآخرين، فالمرأة نقول لها: بيعي واشتري

“Ada dua orang wanita yang melakukan transaksi jual beli setelah adzan kedua (khatib naik mimbar) pada hari jum’at, apakah jual belinya sah?

Jawaban: Sah, karena mereka berdua tidak diwajibkan jum’atan.

Sehingga hukum jual beli terbagi: sah bagi sebagian orang dan tidak sah bagi yang lain.

Bagi para wanita, silahkan menjual dan membeli.

Kemudian Syaikh Utsaimin melanjutkan,

ولو باع رجل لامرأة؛ فإن هذا غير صحيح؛ لأنه لا يمكن البيع إلا بين متعاقدين إيجابا وقبولا،

وإذا اجتمع مبيح وحاظر غلب جانب الحظر

Jika ada laki-laki jual beli dengan wanita ketika adzan jumat, maka jual belinya tidak sah. Karena tidak mungkin terwujud jual beli kecuali dengan interaksi dua orang untuk melakukan ijab qabul. Sementara jika terkumpul dua sebab dari hukum sebuah benda, antara larangan dan yang membolehkan, maka larangan lebih dimenangkan.” (Syarh al-ushul min Ilmil Ushul, hlm. 183).

Demikian, Allahu a’lam.

 

 

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)