Umat Islam Dilarang Menyerupai Kafir

MENGKUTI dan menyerupai mereka (orang kafir) maka bukan golongan kami. Kami sampaikan dua hadis untuk menegaskan hal ini.

Dari Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.” (HR. Abu Daud No. 4031, Ahmad No. 5115, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf No.33016, dll)

Dari Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Bukan golongan kami orang yang menyerupai selain kami, janganlah kalian menyerupai Yahudi dan Nasrani.” (HR. At Tirmdizi No. 2695, Al Qudhai, Musnad Asy Syihab No. 1191)

Ketika menjelaskan hadis-hadis di atas, Imam Abu Thayyib mengutip dari Imam Al Munawi dan Imam Al Alqami tentang hal-hal yang termasuk penyerupaan dengan orang kafir: “Yakni berhias seperti perhiasan zahir mereka, berjalan seperti mereka, berpakaian seperti mereka, dan perbuatan lainnya.” (Imam Abu Thayyib Syamsul Azhim, Aunul Mabud, 11/51)

Imam Abu Thayyib Rahimahullah juga mengatakan: “Lebih dari satu ulama berhujjah dengan hadis ini bahwa dibencinya segala hal terkait dengan kostum yang dipakai oleh selain kaum muslimin.” (Ibid, 11/52)

Demikianlah keterangan para ulama bahwa berhias dan menggunakan pakaian yang menjadi ciri khas mereka seperti topi Sinterklas, kalung Salib, topi Yahudi, peci Rabi Yahudi- termasuk makna tasyabbuh bil kuffar menyerupai orang kafir yang begitu terlarang dan dibenci oleh syariat Islam.

Ada pun pakaian yang bukan menjadi ciri khas agama, seperti kemeja, celana panjang, jas, dasi, dan semisalnya, para ulama kontemporer berbeda pendapat apakah itu termasuk menyerupai orang kafir atau bukan. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah menganggap kostum-kostum ini termasuk menyerupai orang kafir, maka ini hal yang dibenci dan terlarang, bahkan menurutnya termasuk jenis kekalahan secara psikis umat Islam terhadap bangsa-bangsa penjajah. Sedangkan menurut para ulama di Lajnah Daimah kerajaan Saudi Arabia seprti Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Abdurrazzaq Afifi, dan lainnya, menganggap tidak apa-apa pakaian-pakaian ini. Sebab jenis pakaian ini sudah menjadi biasa di Barat dan Timur. Bukan menjadi identitas agama tertentu.

Pendapat kedua inilah yang lebih tepat, sebab Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam riwayat shahih, pernah memakai Jubah Romawi yang sempit. Sebutan “Jubah Romawi” menunjukan itu bukan pakaian kebiasaannya, dan merupakan pakaian budaya negeri lain (Romawi), bukan pula pakaian simbol agama, dan Beliau memakai jubah Romawi itu walau agama bangsa Romawi adalah Nasrani.

Dari Mughirah bin Syubah Radhiallahu Anhu, katanya: “Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memakai jubah Romawi yang sempit yang memiliki dua lengan baju.” (HR. At Tirmidzi No. 1768, katanya: hasan shahih. Ahmad No. 18239. Al Baghawi, Syarhus Sunnah No. 3070. Dishahihkan oleh Syaikh Syuaib Al Arnauth, Syaikh Al Albani, dan lainnya)

Sementara dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga mengenakan Jubbah Syaamiyah (Jubah negeri Syam). Riwayat ini tidak bertentangan dengan riwayat Jubbah Rumiyah. Sebab, saat itu Syam termasuk wilayah kekuasaan Romawi. Syaikh Abul Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan: “Banyak terdapat dalam riwayat Shahihain dan lainnya tentang Jubbah Syaamiyah, ini tidaklah menafikan keduanya, karena Syam saat itu masuk wilayah pemerintahan kerajaan Romawi.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 5/377)

Syaikh Al Mubarkafuri menerangkan, bahwa dalam keterangan lain, saat itu terjadi ketika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang safar. Ada pun dalam riwayat Malik, Ahmad, dan Abu Daud, itu terjadi ketika perang Tabuk, seperti yang dikatakan oleh Mairuk. Menurutnya hadis ini memiliki pelajaran bahwa bolehnya memakai pakaian orang kafir, sampai-sampai walaupun terdapat najis, sebab Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memakai Jubah Romawi tanpa adanya perincian (apakah baju itu ada najis atau tidak). (Ibid)

INILAH MOZAIK

Kenapa Selain Umat Islam Disebut Kafir?

SECARA etimologis, kafir dari kata Al-kufru, kata dasarnya kafara yang artinya menutup. Secara terminologi, kafir adalah setiap manusia yang berkeyakinan di luar Islam maka semua mereka adalah kafir, karena mereka tertutup dari hidayah Islam.

Kafir itu beragam, ada yang ateis (tidak bertuhan), ada politeis (banyak tuhan, musyrik/paganis, seperti semua agama penyembah berhala), ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Walau kafir tidak sebatas ini, dan secara nomenklatur/penamaan tidak hanya seperti ini, namun ada manusia yang tidak menuhankan Allah, tidak bernabikan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dst, maka dia juga kafir.

Tidak sedikit orang Islam sendiri yang menyempitkan makna kafir, yaitu sebatas orang tidak bertuhan saja, maka itu keliru dan tidak berdasar. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)

Ayat ini menyebut kaum musyrikin (politheis) dan ahli kitab (Yahudi-Nasrani) adalah kafir, bahkan mereka di akhirat senasib dan satu “cluster”, neraka jahanam. Imam Al-Kasani Rahimahullah menjelaskan klasemen kekafiran sebagai berikut:
– Kelompok yang mengingkari adanya pencipta, mereka adalah kaum dahriyah dan mu’aththilah (atheis).
– Kelompok yang mengakui adanya pencipta, tapi mengingkari keesaan-Nya, mereka adalah para paganis (penyembah berhala) dan majusi.
– Kelompok yang mengakui pencipta dan mengesakan-Nya, tapi mengingkari risalah kenabian yang pokok, mereka adalah kaum filsuf.
– Kelompok yang mengakui adanya pencipta, mengeesakan-Nya, dan mengakui risalah-Nya secara global, tapi mengingkari risalah Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, mereka adalah Yahudi dan Nasrani. (Lihat: Imam Al-Kasani, Al Bada’i Ash Shana’i, 7/102-103, lihat juga Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 8/263)

Ayat Alquran dan As-Sunah lugas menyebut mereka (Ahli Kitab) dengan sebutan kafir. Tentang Nasrani bahkan ada ayat khusus tentang kekafiran keyakinan bahwa Nabi Isa adalah Anak Tuhan, dan keyakinan trinitas mereka.

Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putra Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.”

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS. Al-Maidah: 72-73)

Ada pun dalam As-Sunah. Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam tanganNya, tidak seorangpun dari umat ini yang mendengarku, baik seorang Yahudi atau Nasrani, lalu ia meninggal dalam keadaan tidak beriman terhadap risalahku ini (Islam), melainkan dia menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153, Ahmad No. 8188, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul Ummal No. 280, Abu Uwanah dalam Musnadnya No. 307, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 3050, Ath Thayalisi dalam Musnadnya No. 509, 511)

Bahkan sebagian sahabat nabi seperti Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma- mengatakan bahwa Nasrani juga musyrik, artinya kekafiran mereka sama levelnya dengan politheis. Disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir: “Abdullah bin Umar memandang tidak boleh menikahi wanita Nasrani, dia mengatakan: “Saya tidak ketahui kesyirikan yang lebih besar dibanding perkataan: sesungguhnya Tuhan itu adalah ‘Isa, dan Allah Ta’ala telah berfirman: (Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sampai dia beriman).” (QS. Al-Baqarah (2); 122). (Tafsir Ibnu Katsir, 3/42)

Maka, ini sebagai penegas atas kekafiran Ahli Kitab, dan berpalinglah dari pemahaman kaum liberal yang mendistorsi makna kafir, sebatas tak bertuhan saja. Demikian. Wallahu A’lam. [Ustaz Farid Nu’man Hasan]

INILAH MOZAIK

Makar Allah kepada Orang-orang Kafir

SALAH satu bentuk makar Allah termuat dalam firman-Nya, “Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa penangguhan Kami pada mereka adalah baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami menangguhkan mereka agar bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS 3: 178).

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa mengulur waktu dan menangguhkan azab yang disertai dengan penambahan karunia bagi seseorang adalah bentuk makar Allah. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Bila Allah menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya yang berdosa, maka Dia akan membalas dosanya dan mengingatkannya untuk meminta ampun. Dan bila Allah menginginkan keburukan hamba-Nya yang berdosa, maka Dia akan memberinya (tambahan) kenikmatan guna melalaikannya dari meminta ampun.”

Allah berfirman, “Orang-orang kafir itu (mencoba) membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka. Dan sesungguhnya Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS 3: 54).

Salah satu bentuk tipuan Allah pada pendosa adalah menimbulkan ujub dalam dirinya, sehingga dia membesar-besarkan perbuatan baiknya, merasa puas dan senang dengannya, tersipu (seperti orang yang sedang dirayu) dan terkesima oleh dirinya sendiri dan merasa dirinya terbebas dari seluruh kekurangan dalam perbuatan tersebut, sambil merasa bahwa dia sendirilah yang telah melakukan kebaikan itu tanpa bantuan Allah. “Dan bagaimana dengan orang yang diperhiaskan perbuatan buruknya sehingga ia melihatnya sebagai kebaikan?” (QS 35: 8).

Sebelum membangkang kepada Allah, iblis adalah makhluk yang rajin beribadah dan pandai. Tapi lantaran lupa pada pemberian Allah, timbul rasa ujub di dalam dirinya. Dia merasa bahwa api lebih baik daripada tanah. Padahal, tak ada satu pun bukti yang membenarkan klaim iblis bahwa api lebih baik daripada tanah. Di sinilah letak tipuan Allah.

Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah berkata kepada Nabi Daud. Hai Daud, sampaikan kabar gembira kepada para pelaku dosa dan peringatkanlah para pelaku kesalehan. Daud berkata, Bagaimana aku menyampaikan kabar gembira kepada para pelaku dosa dan memperingatkan para pelaku kesalehan?

Allah menjawab, Sampaikanlah kabar gembira kepada para pelaku dosa bahwa Aku menerima tobat mereka dan peringatkanlah orang-orang yang saleh agar mereka tidak memiliki sifat ujub atas perbuatan-perbuatan mereka karena tidak ada seorang hamba pun yang akan selamat jika Aku menilai perbuatan-perbuatan mereka.” Semua manusia pasti patut mendapat hukuman, karenasesuai prinsip keadilan yang menuntut imbalan setimpalseluruh ibadah manusia, jin dan malaikat tidak mungkin menunaikan satu kali saja syukur atas satu rahmat Allah sekalipun.

Ya Allah! Kami berlindung kepada-Mu dari tipu daya setan dan muslihat hawa nafsu yang selalu mengajak pada keburukan. Lindungilah kami dari tipu muslihat keduanya demi kemuliaan Rasul kekasih-Mu serta orang-orang suci dari keluarga dan sahabat beliau.[IslamIndonesia]

 

INILAH MOZAIK

Orang-orang yang Celaka dalam Alquran

ADA beberapa kelompok yang disebut celaka dalam Alquran. Beberapa kali Allah menggunakan kata “Celaka !” bagi tipe-tipe manusia tersebut.

Siapa saja mereka?

1.Yahudi

“Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka (sendiri), kemudian berkata, “Ini dari Allah,” (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang mereka perbuat.”(Al-Baqarah 79)

2.Musyrik

“Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap kehidupan akhirat.”(Fussilat 6-7)

3.Kafir

“Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka. Maka celakalah orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang agung!”(Maryam 37)

4.Pembohong

“Celakalah bagi setiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa.”(Al-Jatsiyah 7)

5.Pendusta Agama

“Maka celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.”(At-Thur 11)

“Celakalah pada hari itu, bagi mereka yang mendustakan (kebenaran).”(Al-Mursalat 15, 19,24,28,34,37,40,45,47,49)

*Kata “Celaka bagi mereka yang mendustakan (kebenaran)” disebut 10x dalam surat Al-Mursalat

6.Berhati Keras

“Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”(Az-Zumar 22)

7.Pengumpat

“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela.”(Al-Humazah 1)

8.Lalai Terhadap Waktu Salat

“Maka celakalah orang yang salat. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap (waktu) salatnya”(Al-Maun 4)

9.Mengurangi Timbangan

“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!”(Al-Muthoffifin 1). [khazanahalquran]

 

MOZAIK

Inilah Alasan Azab Orang Kafir Ditangguhkan

SALAH satu bentuk makar Allah termuat dalam firman-Nya, “Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa penangguhan Kami pada mereka adalah baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami menangguhkan mereka agar bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS 3: 178).

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa mengulur waktu dan menangguhkan azab yang disertai dengan penambahan karunia bagi seseorang adalah bentuk makar Allah. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Bila Allah menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya yang berdosa, maka Dia akan membalas dosanya dan mengingatkannya untuk meminta ampun. Dan bila Allah menginginkan keburukan hamba-Nya yang berdosa, maka Dia akan memberinya (tambahan) kenikmatan guna melalaikannya dari meminta ampun.”

Allah berfirman, “Orang-orang kafir itu (mencoba) membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka. Dan sesungguhnya Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS 3: 54).

Salah satu bentuk tipuan Allah pada pendosa adalah menimbulkan ujub dalam dirinya, sehingga dia membesar-besarkan perbuatan baiknya, merasa puas dan senang dengannya, tersipu (seperti orang yang sedang dirayu) dan terkesima oleh dirinya sendiri dan merasa dirinya terbebas dari seluruh kekurangan dalam perbuatan tersebut, sambil merasa bahwa dia sendirilah yang telah melakukan kebaikan itu tanpa bantuan Allah. “Dan bagaimana dengan orang yang diperhiaskan perbuatan buruknya sehingga ia melihatnya sebagai kebaikan?” (QS 35: 8).

Sebelum membangkang kepada Allah, iblis adalah makhluk yang rajin beribadah dan pandai. Tapi lantaran lupa pada pemberian Allah, timbul rasa ujub di dalam dirinya. Dia merasa bahwa api lebih baik daripada tanah. Padahal, tak ada satu pun bukti yang membenarkan klaim iblis bahwa api lebih baik daripada tanah. Di sinilah letak tipuan Allah.

Rasulullah Saw. bersabda bahwa Allah berkata kepada Nabi Daud. Hai Daud, sampaikan kabar gembira kepada para pelaku dosa dan peringatkanlah para pelaku kesalehan. Daud berkata, Bagaimana aku menyampaikan kabar gembira kepada para pelaku dosa dan memperingatkan para pelaku kesalehan?

Allah menjawab, Sampaikanlah kabar gembira kepada para pelaku dosa bahwa Aku menerima taubat mereka dan peringatkanlah orang-orang yang saleh agar mereka tidak memiliki sifat ujub atas perbuatan-perbuatan mereka karena tidak ada seorang hamba pun yang akan selamat jika Aku menilai perbuatan-perbuatan mereka.” Semua manusia pasti patut mendapat hukuman, karenasesuai prinsip keadilan yang menuntut imbalan setimpalseluruh ibadah manusia, jin dan malaikat tidak mungkin menunaikan satu kali saja syukur atas satu rahmat Allah sekalipun.

Ya Allah! Kami berlindung kepada-Mu dari tipu daya setan dan muslihat hawa nafsu yang selalu mengajak pada keburukan. Lindungilah kami dari tipu muslihat keduanya demi kemuliaan Rasul kekasih-Mu serta orang-orang suci dari keluarga dan sahabat beliau. [IslamIndonesia]

 

MOZAIK INILAHcom

Empat Penyesalan Orang Kafir di Akhirat Kelak

ALLAH SWT telah mengutus Nabi dan Rasul untuk membawa manusia kejalan yang benar, tetapi ada sebagian manusia yang tidak menanggapinya yaitu orang kafir. Dan ternyata ada empat penyesalan orang kafir di akhirat kelak karena mereka tidak menanggapi ajakan Nabi dan Rasul yang diutus Allah SWT, bahkan mereka membenci umat muslim yang mencoba meluruskan jalan mereka. Apa sajakah penyesalan mereka?

Selama hidup di dunia, orang kafir memiliki hidup yang baik karena sifat pengasih Allah SWT kepada semua makhluk-Nya. Bahkan banyak orang kafir yang hidup dengan kemewahan harta di dunia dan mereka menyombongkannya kepada kaum muslim. Islam mengajarkan kepada setiap muslim untuk menyebarkan kebaikan dan menasihati kaum kafir untuk kembali dalam ajaran Islam sebagai rahmat di dunia dan akhirat.

Jika kita telah menunaikan kewajiban untuk membawa kaum kafir ke dalam ajaran yang mulia dan hasilnya negatif, maka sebaiknya kita mendoakan mereka agar mendapat hidayah dari Allah SWT. Selain itu kita juga harus selalu meminta perlindungan Allah SWT dari segala bentuk kekafiran yang dapat mengancam keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Dalam Alquran telah dituliskan dengan jelas bahwa kelak orang kafir akan mengalami penyesalan yang luar biasa di akhirat. Hal ini telah tertulis dalam Alquran yaitu QS. Al-Hijr ayat 48. Berikut adalah empat penyesalan orang kafir di alam kubur dan di akhirat:

1. Menyesal tidak menerima dakwah seorang muslim
Melihat kenikmatan yang Allah berikan kepada kaum muslim di akhirat membuat kaum kafir merasa menyesal karena selama di dunia mereka tidak menerima dakwah seorang muslim bahkan mereka membencinya serta menghinanya.

2. Menyesal tidak beriman kepada Allah SWT sewaktu di dunia
Allah SWT telah menjanjikan balasan setiap amal perbuatan yang dilakukan manusia selama di dunia. Balasan bagi seorang muslim yang beriman dan bertakwa kepada-Nya adalah surga beserta kenikmatannya. Melihat semua kenikmatan yang diperoleh kaum muslim di akhirat membuat orang kafir merasa menyesal karena telah mengabaikan ajakan kaum muslim untuk beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Kaum kafir berkhayal jika seandainya mereka dikembalikan di dunia, maka mereka akan beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Bahkan, mereka akan berupaya menjadi pribadi yang saleh dan tidak mengingkari ajaran Allah SWT hingga kematian mendatanginya. Penyesalan manusia setelah mati ini tercantum dalam QS. Al-Munafiqun ayat 10.

3. Berandai-andai diciptakan menjadi tanah
Siksaan yang Allah SWT berikan kepada kaum kafir sangat pedih, sehingga mereka berandai-andai alangkah bahagianya jika Allah SWT menciptakan mereka menjadi tanah saja karena akan terhindar dari siksaan yang amat pedih. Orang-orang kafir lebih memilih diciptakan menjadi tanah daripada menjadi manusia yang tidak mengikuti ajaran Allah SWT karena menjadi tanah akan selamat dari siksaan api neraka yang amat dahsyat. Hal ini tertulis dengan jelas dalam QS. An-Naba ayat 40.

4. Menawar siksaan neraka dengan keluarga mereka
Pedihnya siksa neraka yang diterima kaum kafir membuat mereka putus asa, sehingga mereka memberikan penawaran yaitu ingin menukar pedihnya siksa neraka yang mereka terima dengan anak, istri, bahkan kekayaan yang mereka miliki selama di dunia. Hal ini tertulis dengan jelas dalam QS. Al-Maarij ayat 11-14, namun semua itu sia-sia belaka.

Demikian empat penyesalan orang kafir di akhirat kelak setelah melihat kenikmatan surga yang Allah SWT berikan kepada umat Islam dan pedihnya siksaan yang Allah SWT berikan kepada orang kafir.[Jalantauhid/Kumpulanmisteri.com]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2368669/empat-penyesalan-orang-kafir-di-akhirat-kelak#sthash.8MR4sprt.dpuf

Orang-orang yang Layak Disebut Kafir

Siapa saja yang layak dikafirkan? Tampaknya inilah beberapa di antaranya.

Golongan komunis atau atheis, yang percaya pada suatu falsafah dan undang-undang, yang bertentangan dengan syariat dan hukum-hukum Islam. Mereka itu musuh agama, terutama agama Islam. Mereka beranggapan bahwa agama adalah candu bagi masyarakat.

Orang-orang atau golongan dari paham yang menamakan dirinya sekuler, yang menolak secara terang-terangan pada agama Allah dan memerangi siapa saja yang berdakwah dan mengajak masyarakat untuk kembali pada syariat dan hukum Allah.

Orang-orang dari aliran kebatinan, misalnya golongan Duruz, Nasyiriah, Ismailiah dan lain-lainnya. Kebanyakan dari mereka itu berada di Suriah dan sekitarnya.

Al-Imam Ghazali pernah berkata, “Pada lahirnya mereka itu bersifat menolak dan batinnya kufur.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata, “Mereka lebih kafir daripada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena sebagian besar mereka ingkar pada landasan Islam.” Seperti halnya mereka yang baru muncul di masa itu, yaitu yang bernama Bahaiah, agama baru yang berdiri sendiri. Begitu juga golongan yang mendekatinya, yaitu Al-Qadiyaniah, yang beranggapan bahwa pemimpinnya adalah Nabi setelah Nabi Muhammad saw.

Syarat Keislaman: Syahadat

Syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam ialah mengucapkan dua kalimat Syahadat. Yaitu, “Asyhadu allaa ilaaha ilallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.” Barangsiapa yang mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisannya, maka dia menjadi orang Islam. Dan berlaku baginya hukum-hukum Islam, walaupun dalam hatinya dia mengingkari. Karena kita diperintahkan untuk memberlakukan secara lahirnya. Adapun batinnya, kita serahkan kepada Allah. Dalil dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima orang-orang yang hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan mereka mengucapkan dua kalimat Syahadat. Nabi saw tidak menunggu hingga datangnya waktu salat atau bulan puasa (ramadan).

Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, ” Nabi menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi hatinya?”

Dalam Musnad Al-Imam Ahmad diterangkan, ketika kaum Tsaqif masuk Islam, mereka mengajukan satu syarat kepada Rasulullah saw, yaitu supaya dibebaskan dari kewajiban bersedekah dan jihad. Lalu Nabi saw. bersabda, “Mereka akan melakukan (mengerjakan) sedekah dan jihad.”

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2376168/orang-orang-yang-layak-disebut-kafir#sthash.PmIzt7nJ.dpuf

Benarkah Lakukan Dosa Besar Bisa Menjadi Kafir?

DALAM paham aqidah ahlu sunnah wal jamaah, dosa-dosa yang dilakukan oleh seseorang meski dilakukan berulang-ulang tidak membatalkan syahadat alias tidak membuatnya berubah statusnya menjadi kafir.

Kecuali bila menafikan kewajiban-kewajiban yang mutlak seperti kewajiban salat, zakat dan lainnya. Yang membuat kafir itu bukan tidak melakukan ibadah salat atau tidak bayar zakat, tetapi mengingkari adanya kewajiban tersebut.

Jadi bila ada seorang muslim salatnya jarang-jarang tapi dalam keyakinannya dia sadar bahwa salat itu wajib, cuma masalahnya dia malas, maka dia tidak bisa dikatakan kafir atau keluar dari Islam.

Pemikiran bila seorang berbuat dosa besar lalu menjadi kafir seperti itu justru datang dari paham aqidah Mu`tazilah. Menurut paham ini Tuhan berjanji untuk memberi pahala kepada yang berbuat baik dan mengancam yang berbuat dosa. Sekali orang melakukan dosa, maka tidak ada ampun lagi selamanya. Karena itu bila seorang berdosa dan mati sebelum bertobat, maka dia akan kekal selamanya di neraka.

Dalam aqidah ahlisunnah, bila seorang berbuat dosa maka dicatat amal buruknya itu dan bila dia bertobat maka tergantung Allah, apakah akan diterima tobatnya atau tidak. Tapi yang jelas dia tidak menjadi kafir lantaran melakukan dosa meski sering diulangi.

Kafir yang bukan kafir

Jika seseorang tidak mengerti bahwa itu adalah suatu bentuk kekafiran, maka ia tidak berhak divonis kafir. Dasarnya adalah firman Allah Taala: “Barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115)

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi.” (At-Taubah: 115)

“Dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (Al-Isra: 15)

Namun jika seseorang sangat berlebihan di dalam meninggalkan thalabul ilmi dan mencari kejelasan (tentang permasalahannya), maka ia tidak diberi udzur. Contohnya, ketika disampaikan kepada seseorang bahwa ia telah mengerjakan sebuah perbuatan kekafiran, namun ia tidak mau peduli dan tidak mau mencari kejelasan tentang permasalahannya, maka sungguh ketika itu ia tidak mendapat udzur. Namun jika seseorang tidak bermaksud untuk mengerjakan perbuatan kekafiran, maka ia tidak divonis kafir. Misalnya seseorang yang dipaksa untuk mengerjakan kekafiran, namun hatinya tetap kokoh di atas keimanan.

Juga seseorang yang tidak sadar atas apa yang diucapkan baik disebabkan sesuatu yang sangat menggembirakannya ataupun yang lainnya, sebagaimana ucapan seseorang yang kehilangan untanya, kemudian ia berbaring di bawah pohon sambil menunggu kematian, ternyata untanya telah berada di dekat pohon tersebut. Lalu ia pun memeluknya seraya berkata: “Ya Allah, Engkau hambaku dan aku Rabb-mu.” Orang ini salah mengucap karena sangat gembira. Namun bila seseorang mengerjakan kekafiran untuk gurauan (main-main) maka ia dikafirkan, karena adanya unsur kesengajaan di dalam mengerjakannya, sebagaimana yang dinyatakan oleh ahlul ilmi (para ulama). (Majmu Fatawa Wa Rasail Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, 2/125-126, dinukil dari Fitnatut Takfir, hal. 70-71)

Umumnya kelompok takfir yang kerjanya menuduh kafir menggunakan ayat Al-Quran secara zahir. Misalnya ayat berikut ini: “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44)

Kafirkah Berhukum dengan Selain Hukum Allah? Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata: “Yang benar adalah bahwa berhukum dengan selain hukum Allah mencakup dua jenis kekafiran, kecil dan besar, sesuai dengan keadaan pelakunya. Jika ia yakin akan wajibnya berhukum dengan hukum Allah (dalam permasalahan tersebut) namun ia condong kepada selain hukum Allah dengan suatu keyakinan bahwa karenanya ia berhak mendapatkan hukuman dari Allah, maka kafirnya adalah kafir kecil (yang tidak mengeluarkannya dari Islam).

Jika ia berkeyakinan bahwa berhukum dengan hukum Allah itu tidak wajib dalam keadaan ia mengetahui bahwa itu adalah hukum Allah dan ia merasa bebas untuk memilih (hukum apa saja), maka kafirnya adalah kafir besar (yang dapat mengeluarkannya dari Islam). Dan jika ia sebagai seorang yang buta tentang hukum Allah lalu ia salah dalam memutuskannya, maka ia dihukumi sebagai seorang yang bersalah (tidak terjatuh ke dalam salah satu dari jenis kekafiran).” (Madarijus Salikin, 1/336-337).

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadi rahimahullah berkata tentang tafsir Surat Al-Maidah ayat 44: “Berhukum dengan selain hukum Allah termasuk perbuatan Ahlul Kufur, terkadang ia sebagai bentuk kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam bila ia berkeyakinan akan halal dan bolehnya berhukum dengan selain hukum Allah tersebut dan terkadang termasuk dosa besar dan bentuk kekafiran (yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam), namun ia berhak mendapatkan adzab yang pedih.” (Taisirul Karimir Rahman, hal. 195).

Beliau juga berkata tentang tafsir Surat Al-Maidah ayat 45: “Ibnu Abbas berkata: Kufrun duna kufrin (kufur kecil), zhulmun duna zhulmin (kezhaliman kecil) dan fisqun duna fisqin (kefasikan kecil). Disebut dengan zhulmun akbar (yang dapat mengeluarkan dari keislaman) di saat ada unsur pembolehan berhukum dengan selain hukum Allah, dan termasuk dari dosa besar (yang tidak mengeluarkan dari keislaman) ketika tidak ada keyakinan halal dan bolehnya perbuatan tersebut.” (Taisirul Karimir Rahman, hal. 196)

Maka dalam pandangan mereka (jamaah takfir), muslim mana pun sudah dianggap kafir lantaran tidak menjalankan hukum Allah dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya penguasa, tapi semua orang Islam yang tidak menjalankan hukum Islam.

Sedangkan dalam pemahaman aqidah Ahli Sunnah Wal Jamaah, mereka tidak kafir yang menyebabkan gugurnya status ke-Islaman dan murtad dari agama Islam. Tentang ayat di atas, Ibnu Abbas RA berkata, “Kafir yang dimaksud bukanlah kafir yang membuat seseorang keluar dari millah (agama). Tidak seperti kafir kepada Allah dan hari akhir.” Hal yang sama juga dikatakan oleh Thaus.

Sedangkan Atha` mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kafir bukanlah kafir yang sesungguhnya. Sedangkan Ibnul-Qayyim menerangkan tentang kandungan ayat itu sebagai berikut, “Kufur itu ada dua macam. Kufur akbar (besar) dan kufur ashghar (kecil). Kufur akbar adalah kufur yang mewajibkan pelakunya masuk neraka dengan kekal. Sedangkan kufur ashfghar akan menjadikan pelakunya diadzab di neraka tapi tidak abadi selamanya. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2374831/benarkah-lakukan-dosa-besar-bisa-menjadi-kafir#sthash.qIRDCPa7.dpuf

Apakah Semua Penganut Selain Islam Berarti Kafir?

SECARA etimologis, kafir dari kata Al-kufru, kata dasarnya kafara yang artinya menutup. Secara terminologis, kafir adalah setiap manusia yang berkeyakinan di luar Islam maka semua mereka adalah kafir, karena mereka tertutup dari hidayah Islam.

Kafir itu beragam, ada yang ateis (tidak bertuhan), ada politeis (banyak tuhan, musyrik/paganis, seperti semua agama penyembah berhala), ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Walau kafir tidak sebatas ini, dan secara nomenklatur/penamaan tidak hanya seperti ini, namun ada manusia yang tidak menuhankan Allah, tidak bernabikan Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dst, maka dia juga kafir.

Tidak sedikit orang Islam sendiri yang menyempitkan makna kafir, yaitu sebatas orang tidak bertuhan saja, maka itu keliru dan tidak berdasar. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)

Ayat ini menyebut kaum musyrikin (politheis) dan ahli kitab (Yahudi-Nasrani) adalah kafir, bahkan mereka di akhirat senasib dan satu “cluster”, neraka jahanam. Imam Al-Kasani Rahimahullah menjelaskan klasemen kekafiran sebagai berikut:
– Kelompok yang mengingkari adanya pencipta, mereka adalah kaum dahriyah dan mu’aththilah (atheis).
– Kelompok yang mengakui adanya pencipta, tapi mengingkari keesaan-Nya, mereka adalah para paganis (penyembah berhala) dan majusi.
– Kelompok yang mengakui pencipta dan mengesakan-Nya, tapi mengingkari risalah kenabian yang pokok, mereka adalah kaum filsuf.
– Kelompok yang mengakui adanya pencipta, mengeesakan-Nya, dan mengakui risalah-Nya secara global, tapi mengingkari risalah Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, mereka adalah Yahudi dan Nasrani. (Lihat: Imam Al-Kasani, Al Bada’i Ash Shana’i, 7/102-103, lihat juga Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 8/263)

Ayat Alquran dan As-Sunah lugas menyebut mereka (Ahli Kitab) dengan sebutan kafir. Tentang Nasrani bahkan ada ayat khusus tentang kekafiran keyakinan bahwa Nabi Isa adalah Anak Tuhan, dan keyakinan trinitas mereka.

Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putra Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.”

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS. Al-Maidah: 72-73)

Ada pun dalam As-Sunah. Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam tanganNya, tidak seorangpun dari umat ini yang mendengarku, baik seorang Yahudi atau Nasrani, lalu ia meninggal dalam keadaan tidak beriman terhadap risalahku ini (Islam), melainkan dia menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153, Ahmad No. 8188, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul Ummal No. 280, Abu Uwanah dalam Musnadnya No. 307, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 3050, Ath Thayalisi dalam Musnadnya No. 509, 511)

Bahkan sebagian sahabat nabi seperti Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma- mengatakan bahwa Nasrani juga musyrik, artinya kekafiran mereka sama levelnya dengan politheis. Disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir: “Abdullah bin Umar memandang tidak boleh menikahi wanita Nasrani, dia mengatakan: “Saya tidak ketahui kesyirikan yang lebih besar dibanding perkataan: sesungguhnya Tuhan itu adalah ‘Isa, dan Allah Ta’ala telah berfirman: (Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sampai dia beriman).” (QS. Al-Baqarah (2); 122). (Tafsir Ibnu Katsir, 3/42)

Maka, ini sebagai penegas atas kekafiran Ahli Kitab, dan berpalinglah dari pemahaman kaum liberal yang mendistorsi makna kafir, sebatas tak bertuhan saja. Demikian. Wallahu A’lam. [Ustadz Farid Nu’man Hasan]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2344455/apakah-semua-penganut-selain-islam-berarti-kafir#sthash.PoRiTK2t.dpuf

Meski Tidak Menyembah Yesus, Mereka Tetap Sesat

KALANGAN Kristiani yang tidak menyembah Nabi Isa dan tidak berpaham trinitas tetap masih sesat dan masih kafir, selama mereka belum mengakui kenabian sahabat nabi Isa, yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dahulu Abu Jahal, Abu Lahab, Umayyah dan para gembong kafir Quraisy dikatakan kafir, padahal mereka juga menyembah Allah. Orang Arab jahiliyah sejak dahulu sudah menyembah Allah. Apakah agama mereka sama dengan agama Islam? Tentu tidak.

Mengapa tidak? Karena selain masih menyembah tuhan yang lain, mereka juga kufur terhadap kenabian Rasulullah. Padahal itu harga mati untuk keimanan. Tanpa iman atas kenabian Muhammad, tidak ada iman yang sesungguhnya.

Perlu diketahui bahwa kenabian Rasulullah menghapus berlakunya semua agama langit yang turun dari Allah Ta’ala. Jadi selama umat Kristiani tidak mengakui kenabian Muhammad, mereka tetap kafir dan masuk neraka.
Umat Islam bukan hanya beriman kepada nabi Muhammad saja, tetapi juga beriman kepada Nabi Isa bahkan beriman kepada semua nabi.

Dalam pandangan Islam, semua nabi berada dalam satu barisan yang sambung menyambung menjadi silsilah risalah dari langit. Mengingkari kenabian salah satu dari silsilah itu, adalah perbuatan sesat dan kufur.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2320785/meski-tidak-menyembah-yesus-mereka-tetap-sesat#sthash.IcRz4hL6.dpuf