Perbanyak Kasih Sayang pada Anak agar Kita Makin Disayang Allah

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

CINTA dan kasih sayang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Kasih sayang tak kenal usia dan jenis kelamin. Kasih sayang adalah kelembutan hati yang diberikan kepada sesama.

Bagaimana dengan anak kita saat masih dibuain. Bagaimana pula saat anak mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya.

Di awal menyiapkan generasi menyambut hadirnya anak dan di antara keikhlasan orangtua saat menerima kelahiran anak, hendaknya disyukuri dengan rasa syukur yang ikhlas. Sebagimana Nabi Muhammad ﷺ menympaikan dalam hadits, “Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami. Jika kemudian seseorang ditakdirkan memiliki anak dari hubungan tersebut maka anaknya tidak akan dicelakann oleh setan.” (HR. Bukhari).

Pengasuhan ibu merupakan kewajiban yang tak bisa digantikan oleh siapa pun juga. Termasuk pengasuhan itu adalah tumbuhnya kasih sayang kepada anak.

Akan sangat berbeda jika anak balita mendapatkan pengasuh dari orang lain atau pembantunya dibanding dengan kasih sayang yang diperoleh dari ibu kandungnya sendiri.

Saat memeluk dan menggedong saja, rasa iba dan kasih sayang orantua kepada anaknya akan dnikmati dengan keberkahan yang ditumbuhkan dari cinta kasih Allah kepada kedua hambanya.

Di antara nikmat Allah ta’ala adalah menjadikan kasih sayang sebagai suatu insting pada setiap orang tua terutama ibu. Dan hendaknya ibu bisa mengekspresikan kasih sayang itu dengan setulus hati.

Karena ketulusan itu pun akan dirasakan kasih sayangnya pada sang anak. Jangan sampai ada rasa kebencian atau keberatan saat meninabobokkan anak. Atau berburuk sangka pada anak yang digendongnya.

Hal ini akan meresapi batin anak hingga menjadi rewel. Dan mungkin juga membentuk kepribadinnya kelak dewasa nanti.

Karena terselip doa-doa dan ungkapan lisan itu atas kasih sayang atau kebencian itu diterima si anak. Karena itu, agar tidak terjadi hal demikian, ibu atau siapa saja yang berada dalam lingkungan anak yang masih di buaian bisa memberikan teladan dan tuntunan serta tontonan yang menggerakan jiwa dan karakter anak.

Di bawah ini beberapa tips usaha yang bisa diberikan kepada anak:

Pertama,   bersikap sabar dan konsisten dalam melakukan perbuatan terpuji dengan membentuk sikap jujur dan tak berbuat kebohongan.

Kedua,  akhlak dan teladan mulia dengan sifat dermawan dijadikan contoh untuk semua anggota keluarga.

Ketiga,  di saat menyusui, seyogyanya ibu menggerakkan hati yang ceria dan selalu taqarrub ilahi.

Demikianlah di antara usaha agar kasih sayang anak selalu mendapt curahan Rahman dan Rahim dari Allah.

ٱلْمَالُ وَٱلْبَنُونَ زِينَةُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱلْبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS: al-Kahfi 46)

Inilah usaha dan perhatian setiap orang tua agar selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya, sebagaimana kita berharap pula kita mendapat kasih sayang dari Allah.*/ Akbar Muzakki

HIDAYATULLAH




Kepada Binatangpun, Muslim Berkasih Sayang

SUATU hari seorang anak mendapati seekor kucing masuk ke dapur dan mencuri ikan bakar kesukaannya, tidak lama kemudian anak itu mengambil tongkat dan memukul sekeras-kerasnya kucing tersebut, beruntung kucing itu dapat menghindar sehingga anak itu pun semakin kesal dan kecewa.

Sikap anak yang demikian mungkin wajar mengingat masih terbatas pengetahuannya terutama tentang bagaimana bersikap atau tepatnya beradab terhadap makhluk hidup dalam hal ini adalah binatang.

Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk mengenalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. Islam tidak saja mengatur tentang bagaimana hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, tetapi juga memberikan aturan tentang bagaimana hubungan manusia dengan binatang.

Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah menukil sebuah hadits tentang sedekah kepada hewan atau binatang.

“Suatu ketika seseorang berjalan di suatu jalan ia merasakan kehausan kemudian ia menemukan sebuah sumur. Ia turun di dalamnya minum dan keluar, tiba-tiba ada seekor anjing yang menjilat tanah karena kehausan. Orang tersebut berkata di dalam hatinya, sungguh anjing ini merasakan kehausan seperti aku merasakan sebelumnya. Ia turun lagi ke dalam sumur, setelah sampai di dalam, ia memenuhi sepatunya dengan air lalu menggigitnya dan membawanya naik ke atas. Air tersebut ia minumkan kepada anjing, karena itu Allah berterima kasih kepada-nya dan mengampuni dosa-dosanya.

 

Para sahabat bertanya, wahai Rasulullah apakah dalam berbuat baik kepada binatang ada pahala untuk kami? Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menjawab, “Dalam berbuat baik kepada setiap yang memiliki hati yang masih basah ada pahalanya,” hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Mengacu pada hadis tersebut, kemuliaan hidup, keagungan akhlak seseorang, tidak semata-mata diperoleh dengan cara berakhlak kepada sesama manusia semata, tetapi juga kasih sayang kepada binatang.

Oleh karena itu sikap keras, kasar, dan tidak peduli, merupakan satu sikap yang setiap orang harus menjauhkan dalam diri dan kehidupannya. Sebab ketika seseorang mampu berbuat baik kepada binatang ada jaminan pahala yang luar biasa dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

Dalam konteks hadis di atas disebutkan bahwa Allah berterima kasih kepada-nya dan mengampuni dosa-dosanya. Hal ini menunjukkan betapa mengasihi binatang atau bersedekah kepada binatang merupakan amal yang tidak kecil nilai dan derajatnya di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Jadi penting bagi kita mengingatkan anak, anggota keluarga, bahkan mungkin kita sendiri untuk tidak kasar terhadap binatang, sekalipun seekor kucing mencuri ikan di dapur. Sebab perilaku kucing yang demikian itu tidak akan membuat kita kesulitan mendapatkan makanan yang lain. Lebih jauh kalau kita mau merenung, mengapa kucing sampai mencuri, sebenarnya menunjukkan bahwa hampir-hampir tidak ada manusia yang peduli kepadanya.

Jika kita pernah mengalami atau bahkan melakukan seperti anak kecil yang bersikap kasar terhadap seekor kucing, maka kini saatnya kita sadar bahwa tanggung jawab kita bukan semata berbuat baik kepada manusia tetapi juga kepada binatang yang ada di sekeliling kita, di mana kita bisa memberi makan untuk binatang-binatang itu, sehingga mereka tidak perlu mencuri lagi dan kepedulian kita kepada binatang ini boleh jadi menjadi sebab Allah Ridho kepada kita, insya Allah.

 

Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Suatu ketika seekor anjing terus berputar-putar di sekitar sumur, tiba-tiba seorang pelacur Bani Israil melihatnya, ia segera melepas sepatunya untuk mengambilkan air lalu meminumkannya, wanita itu pun mendapat ampunan dari Allah atas perbuatannya tersebut.” (HR. Bukhari).

Mari kita perhatikan sekali lagi dua hadis di atas yang dinukil oleh Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah.

Pertama, yang ditolong adalah seekor anjing. Kita sama-sama mengerti bahwa anjing bagi umat Islam adalah binatang yang begitu jarang berinteraksi di dalam kehidupannya. Tetapi siapapun yang menolong anjing Allah berikan ampunan bahkan Allah berterima kasih kepadanya. Apalagi kalau bukan anjing, katakanlah menolong kucing, ayam, burung ataupun binatang lainnya, berarti Allah memberikan kemuliaan yang lebih baik untuk siapapun yang menolongnya.

Kedua,  disebutkan bahwa yang menolong seekor anjing yang berputar-putar di sumur itu ternyata adalah seorang pelacur. Atas sikapnya yang bersegera menolong anjing yang kehausan itu juga menjadikan sebab Allah memberikan ampunan kepadanya.

Dengan kata lain Allah seakan-akan tidak peduli dengan apa yang selama ini menjadi perbuatan maksiat pelacur tersebut. Allah langsung mengampuninya. Hal ini menunjukkan bahwa betapa kasih sayang, atau tepatnya bersedekah atau mungkin berakhlak kepada binatang juga merupakan amalan yang tidak boleh kita tinggalkan. Wallahu a’lam.*

 

Foto: Syeikh Usamah Al-Azhar sedang bermain dengan kucing

HIDAYATULLAH

Alquran dan Perintah Berkasih Sayang

“Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang,” (HR At-Thabrani)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kasih dan sayang dua sifat yang lebih sering disebut sebagai satu kata meski maknanya agak berbeda. Sifat kasih yang berarti mengasihi sesama, tak memandang suku, ras, agama, yang biasanya tercermin dari sifat peduli dan mau berbagi. Sedangkan sayang, sifat yang melekat dalam diri individu yang sifatnya lebih personal, seperti sayangnya orangtua ke anak, atau sebaliknya. Dua sifat tersebut (kasih dan sayang) sudah sepatutnya melekat dalam diri kita sebagai makhluk yang tercipta dengan amat sempurna.

Kesempurnaan itu terlihat dari keberadaan panca indera lengkap dengan fungsinya. Tidak hanya panca indera, organ-organ tubuh lainnya juga membuat manusia mampu bertahan hidup setiap hari demi menjalani fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Dan satu hal lagi yang tak terlupa dan membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya ialah akal. Manusia sempurna karena akal yang dianugerahi Allah Subhanahu Wata’alaa, jika akal tersebut digunakan untuk berpikir merenungi kebesaran Allah dan hal-hal yang mengandung kemaslahatan

Dalam Alquran, Allah menganjurkan kita untuk menjaga tali silaturrahim (hubungan kasih sayang kepada sesama). Silaturrahim yang merupakan terjemah dari bahasa Arab—terdiri atas dua kata yaitu shilah dan rahim—bisa dimaknai dengan serangkaian tanggung jawab Muslim dengan Muslim lainnya—dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari—yakni saling menebar salam, memenuhi undangan, menjenguk saudara yang sakit, mengantar jenazah, hingga menjawab (dengan doa) jika saudara kita bersin dan ia memuji Allah.

Dalam hadits shahih Imam Bukhari yang lain pun demikian. Rasulullah Saw menganjurkan jika salah satu di antara kita jika memasak sayur, maka perbanyaklah airnya. Memperbanyak air yang beliau maksudkan disini dapat dimaknai dengan memperbanyak kuantitasnya sehingga sayur itu tidak hanya bisa disantap oleh yang membuat atau keluarganya saja, namun juga bisa dibagi ke para tetangga. Sebab, dengan memberi itulah menjadi salah satu jalan untuk menguatkan hubungan baik dan mempererat silaturrahim.

Dalam surah AN-Nisa, Allah membukanya dengan perintah untuk bertaqwa dan menjaga tali kasih sayang kepada sesama, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan- mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki- laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan) mempergunakan (nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan) peliharalah (hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Bukan tanpa alasan Allah dan Rasulnya memerintahkan kita untuk pandai menjaga silaturahim. Salah satu alasannya ialah karena dengan berbuat baik, maka kita menpraktikkan salah satu sifat Allah, yang terus menerus berbuat baik untuk para hamba-Nya, seperti yang tertera dalam surah Al-Qashash ayat 77 di bawah ini.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu kebahagiaan akherat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan dunia, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai terhadap orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qasas: 77)

Memiliki hati yang penuh kasih dan sayang serta berusaha untuk selalu berbuat baik terkadang memang tidaklah mudah. Ego diri dan emosi kerap melanda hati manusia jika saja mereka jauh dari Allah Swt. Padahal, dengan memiliki kedua sifat di atas kita takkan pernah merugi. Hal ini diperkuat oleh sabda Nabi Saw, “Para pengasih dan penyayang dikasihi dan disayang oleh Ar-Rahmaan (Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-pen), rahmatilah yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yagn ada di langit” (HR Abu Dawud no 4941 dan At-Tirmidzi no 1924 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as-Shahihah no 925)

Sabda Nabi—rahmatilah yang ada di bumi— ini disepakati oleh para ulama sebagai konteks yang sifatnya umum, kaidah ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh bahwa kata ‘man’ atau siapa berlaku keumuman. Maka dengan sifat keumuman ini, anjuran berkasih sayang mencakup seluruh jenis makhluk hidup, siapa saja, yang ada di bumi; seperti rahmat kepada sesama muslim, orang non muslim, hewan, tumbuhan, bahkan orang fajir (memiliki banyak dosa sekalipun) harus kita sayangi; bukan justeru diacuh dan dijauhkan sehingga membuat mereka merasa tidak dipedulikan.

Sifat berkasih sayang dalam hadits di atas yang konteksnya umum, juga diperjelas dalam satu hadits yang menggambarkan anjuran kasih sayang kita kepada binatang, “Barangsiapa yang merahmati meskipun seekor sembelihan maka Allah akan merahmatinya pada hari kiamat” (HR. Bukhari). Hal tersebut menunjukkan bahwa, menyembelih hewan saja ada aturan dan tata caranya agar tidak menyakiti dan menyiksa binatang tersebut. Jika dengan hewan saja harus memiliki tata krama dan kasih sayang, bagaimana dengan sesama manusia?

Terakhir, satu kisah yang mungkin bisa kita jadikan pelajaran adalah sifat kasih sayangnya seorang pelacur kepada anjing yang ternyata dengan sifat kasih sayangnya itulah menghantarkan perempuan pezina tersebut mendapatkan hadiah pengampuan dari Allah Subhanahu Wata’alaa. “Tatkala ada seekor anjing yang hampir mati karena kehausan berputar-putar mengelilingi sebuah sumur yang berisi air, tiba-tiba anjing tersebut dilihat oleh seorang wanita pezina dari kaum bani Israil, maka wanita tersebut melepaskan khufnya (sepatunya untuk turun ke sumur dan mengisi air ke sepatu tersebut-pen) lalu memberi minum kepada si anjing tersebut. Maka Allah pun mengampuni wanita tersebut karena amalannya itu” (HR Al-Bukhari no 3467 dan Muslim no 2245)

Dengan anjuran berkasih sayang yang sifatnya umum inilah mengantarkan kita kepada pemahaman bahwa Islam tidak menentukan tanggal tepat kapan manusia dapat mencurahkan kasih sayangnya, justeru, Islam menganjurkan pemeluknya untuk menyayangi siapa saja, dimana saja dan kapan saja.

 

 

Oleh: Ina Salma Febriany

sumber: Republika Online