Keajaiban Azan

Tak hanya fenomena, lafal azan yang berisi kalimat tauhid mampu menggugah sebagian pendengarnya. Dengan suara yang merdu, jernih, dan penuh penghayatan, azan mampu memberi hikmah dan hidayah bagi sekelompok orang. Beberapa di antaranya bahkan masuk Islam karena seringnya mendengar azan. Tak hanya terbatas pada waktu dan kondisi tertentu, seseorang yang dibukakan hidayah hatinya oleh Allah bisa mendengarkan suara azan kendati berada di atas ketinggian.

Itulah yang dialami Yenni Farida. Ia justru mendengar seruan azan saat berada di atas pesawat pada ketinggian sekitar 3000-3600 kaki dari permukaan laut. Konon, Neil Armstrong pernah mendengar kalimat serupa ketika sedang berada di bulan. Namun, kebenaran Neil Armstrong ini masih banyak diperdebatkan khalayak.

Tak hanya mereka, Wahyu Soeparno Putro dan Cicha Koeswoyo akhirnya memeluk Islam karena mendengar kesyahduan dan kerinduan hatinya pada kalimat tauhid itu. Bahkan, banyak mualaf lainnya yang juga akhirnya memeluk agama Islam dari azan. Inilah keajaiban azan, kalimat tauhid, penyeru umat untuk segera melaksanakan shalat.

Namun demikian, ternyata ada sekelompok orang yang ‘rupanya kurang senang’ dengan seruan azan ini. Bahkan, tak jarang ada yang marah dan menggugat lantunan azan yang diperdengarkan dari pengeras suara yang terdapat di menara-menara masjid, mushala, atau lainnya. Mereka merasa terusik dengan lantunan tauhid tersebut. Bahkan, hanya gara-gara pengeras suara yang mereka anggap berlebihan akhirnya merusak silaturahim di antara umat.

Itulah yang pernah dikemukakan seorang menteri di Maroko yang meminta masjid-masjid di negara Muslim itu untuk mengatur waktu kumandang azan. Menurut menteri perempuan yang bernama Nazha Shaqli itu, azan yang dikumandangkan saat waktu istirahat (Subuh) mengganggu para wisatawan. Namun, permintaan itu ditolak menteri wakaf Maroko yang menyatakan bahwa hal itu merupakan kewajiban bagi umat Islam untuk memanggil saudaranya agar segera mengerjakan shalat.

”Hanya orang-orang yang telah ditutup telinganya oleh Allah yang merasa terganggu. Apalagi, perbedaan waktu antara satu daerah dan daerah lain tentu tidak memungkinkan azan dikumandangkan secara bersamaan,” terang Ahmad Taufik yang menjabat sebagai menteri wakaf dan agama, Maroko.

Di Indonesia pun terjadi hal serupa. Sekelompok umat Islam yang tinggal di sekitar masjid dan mushala juga ada yang merasa terganggu dengan lantunan kalimat tauhid yang diserukan oleh muazin melalui pengeras suara di masjid dan mushala.

Sebuah buku yang ditulis berdasarkan hasil diskusi kelompok anak muda Muslim mengenai azan dengan judul Islam tanpa TOA, seolah menyindir para muazin yang melantunkan kalimat tauhid sebagai pertanda waktu shalat.

Benarkah suara azan yang dilantunkan melalui pengeras suara mengganggu istirahat warga? Bukankah sesuatu yang baik harus disampaikan dan diserukan? Kurang bijaksanakah ketika Rasulullah memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan di puncak menara untuk memanggil umat Islam agar segera shalat sehingga suaranya bisa terdengar di mana-mana?

Hanya orang-orang yang tertutup hatinya yang enggan menerima hidayah Allah. Mungkin, sangat tepat Allah berfirman bahwa mereka punya mata, namun tak pernah digunakan untuk melihat; punya telinga, namun tak mau mendengar; dan punya hati, namun hatinya telah tertutup. ”Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.” (Alfurqan ayat 44, Al-A’raf ayat 179, dan Albaqarah ayat 171). Na’udzubillah.

Semoga Allah membukakan pintu hati umat manusia sehingga lapang dada menerima firman-firman Allah. Wa Allahu A’lam.

 

 

REPUBLIKA ONLINE