Wajibnya Mewujudkan Shalah (Kebaikan) dan Ishlah (Perbaikan)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada kita di dalam Al-Qur’an untuk mewujudkan kebaikan dalam diri kita sendiri dan perbaikan pada lingkungan dan masyarakat di sekitar kita. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ ٱلْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

“Dan Rabb-mu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya adalah orang-orang yang berbuat perbaikan.” (QS. Hud: 117)

Perhatikan bahwa dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berfirman وأهلها صالحون (sedang penduduknya adalah orang-orang yang berbuat kebaikan), akan tetapi Allah berfirman وأهلها مصلحون (sedang penduduknya adalah orang-orang yang berbuat perbaikan). Itulah perbedaan antara shalah (kebaikan) dengan ishlah (perbaikan). Jika seseorang adalah orang yang berbuat kebaikan, maka dia adalah seorang yang shalih. Akan tetapi, jika dia tidak hanya berbuat kebaikan, tetapi juga berbuat perbaikan terhadap orang lain dan lingkungannya, maka dia tidak hanya seorang yang shalih, tetapi juga seorang yang mushlih. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan dalam ayat di atas bahwa suatu negeri tidak akan dibinasakan oleh Allah selama penduduknya berbuat perbaikan, yaitu selama mereka tidak hanya menyimpan amalan kebaikan untuk diri mereka sendiri. (Lihat At-Ta’liq ‘Ala Al-Qawa’id Al-Hisan, karya Syekh Muhammad ibn Shalih Al-’Utsaimin, kaidah ke-45, hlm. 196.)

Bisa jadi seseorang bertanya, “Bagaimana dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا ٱهْتَدَيْتُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tidaklah orang yang sesat itu akan memberikan madharat kepadamu jika kamu telah mendapat petunjuk.” (QS. Al-Ma’idah: 105)?”

Secara zahir, ayat ini seolah mengatakan kepada kita bahwa kesesatan orang yang sesat itu tidak akan membahayakan kita, sehingga dapat disimpulkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu bukanlah suatu kewajiban. Akan tetapi, ini adalah pemahaman yang salah, berdasarkan hadis berikut ini.

Dari Qais ibn Abi Hazim rahimahullah, bahwa Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berkata,

يا أيها الناس إنكم تقرءون هذه الآية وتضعونها على غير مواضعها: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ}، وإني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (إن الناس إذا رأوا الظالم فلم يأخذوا على يديه أوشك أن يعمهم الله بعقاب منه)

“Wahai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini dan meletakkannya pada tempat yang bukan semestinya, ‘Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tidaklah orang yang sesat itu akan memberikan madharat kepadamu jika kamu telah mendapat petunjuk.’ (QS. Al-Ma’idah: 105) Sesungguhnya aku mendengar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya manusia jika melihat seseorang yang berbuat kezaliman lalu tidak mencegahnya, maka ‘adzab Allah akan menimpa mereka semua.’” [Hadis sahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4338) dan At-Tirmidziy (no. 2168)]

Demikian pula, dalam Surah Al-Ma’idah ayat 105 di atas, perhatikan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman إذا اهتديتم (jika kamu telah mendapat petunjuk). Termasuk dalam hidayah atau petunjuk ini adalah mewujudkan ishlah atau perbaikan, yaitu dengan melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Dengan kata lain, ketika seseorang tidak mendakwahkan kebenaran, memerintahkan kebaikan, dan melarang kemungkaran, padahal dia sebenarnya mampu untuk melakukan hal tersebut, maka itu berarti dia bukanlah orang yang mendapat petunjuk. Adapun jika dia tidak mampu mengubah kemungkaran tersebut dengan tangannya, tetapi dia telah berusaha mengubahnya dengan lisannya, yaitu dengan dakwah yang hak dan nasihat yang baik, maka barulah pada saat itu amalan kesesatan dan kemungkaran yang dilakukan oleh orang lain tersebut tidak akan membahayakannya. (Lihat Hasyiyah Musnad Imam Ahmad, karya As-Sindiy, 1: 13)

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita taufik untuk bisa menjadi orang yang tidak hanya shalih, tetapi juga mushlih, tidak hanya mewujudkan shalah, tetapi juga mewujudkan ishlah.

Penulis: Dr. Andy Octavian Latief, M.Sc.

Sumber: https://muslim.or.id/72266-wajibnya-mewujudkan-shalah-kebaikan-dan-ishlah-perbaikan.html

Pentingnya Menghargai Kebaikan Orang Lain

Syariat Islam yang suci selalu mengajak manusia untuk berbuat kebaikan demi meraih kerelaan Allah Swt dan demi mendapat pahala dari-Nya. Berulang kali Al-Qur’an memberikan contoh tentang orang-orang yang selalu berbuat kebaikan sehingga mereka layak mendapat Surga Allah Swt.

Salah satu yang dicontohkan dalam Al-Qur’an adalah Firman Allah Swt :

إِنَّمَا نُطۡعِمُكُمۡ لِوَجۡهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمۡ جَزَآءٗ وَلَا شُكُورًا

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kalian.” (QS.Al-Insan:9)

Maka sudah selayaknya bagi setiap mukmin yang ingin berbuat kebaikan agar mengikhlaskan niatnya hanya untuk Allah dan tidak menanti balasan dari sesama makhluk. Apabila Islam memandang buruk seorang yang mengharap balasan dari kebaikannya kepada orang lain, maka yang lebih buruk dari itu adalah seorang yang tidak menghargai kebaikan orang lain dan tidak pernah berterima kasih atas kebaikan yang dilakukan orang lain kepadanya.

Allah Swt Berfirman :

هَلۡ جَزَآءُ ٱلۡإِحۡسَٰنِ إِلَّا ٱلۡإِحۡسَٰنُ

“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).” (QS.Ar-Rahman:60)

Walaupun ayat ini sedang membicarakan mengenai perhatian dan anugerah Allah bagi hamba-Nya yang berbuat baik, belum lagi pahala dan ganjaran yang telah disiapkan untuk mereka, namun ayat ini juga memberi pesan agar kita saling membalas kebaikan.

Rasulullah Saw bersabda :

“Siapa yang menerima kebaikan dari orang lain lalu ia mengucapkan Jazakallahu Khoiron (semoga Allah membalas kebaikan kepadamu) maka ia telah memberikan penghargaan yang tertinggi.”

Dalam kesempatan lain beliau bersabda :

“Siapa yang memberi kebaikan kepada kalian maka balaslah kebaikan tersebut. Dan apabila kalian tidak memiliki sesuatu untuk membalasnya maka berdoalah untuknya hingga tampak seakan engkau telah membalas (kebaikannya).”

Banyak orang berpikir bahwa membalas kebaikan orang harus dengan hal-hal yang berupa materi. Hal itu tentu baik bahkan Rasul pun sering menerima hadiah dan membalas hadiah tersebut. Tapi tidak semua orang mampu untuk membalas kebaikan dengan sebuah materi yang berharga. Lalu apakah ia dikatakan tidak menghargai orang yang berbuat baik kepadanya?

Tentu tidak. Rasulullah Saw telah mengajarkan, apabila kita tidak mampu membalas kebaikan seseorang dengan materi maka balaslah denga pujian dan doa.

Rasulullah Saw bersabda :

“Sesungguhnya manusia yang paling bersyukur kepada Allah adalah yang paling banyak berterima kasih kepada manusia.”

Pada masa sekarang khususnya, sangat penting bagi kita untuk menghidupkan kembali akhlak semacam ini. Agar kebaikan itu senantiasa tumbuh di antara kita dan semakin subur. Kita harus membiasakan diri untuk menghargai kebaikan orang lain, memujinya dan mendoakannya, karena itulah yang dicontohkan oleh Baginda Nabi Saw.

Teringat kisah ketika Nabi Syuaib as ketika memanggil Nabi Musa as yang telah membantu putrinya mengambil air, Al-Qur’an menceritakan :

إِنَّ أَبِي يَدۡعُوكَ لِيَجۡزِيَكَ أَجۡرَ مَا سَقَيۡتَ لَنَاۚ

“Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.” (QS.Al-Qashash:25)

Penghargaan terhadap kebaikan adalah sebab yang akan menyuburkan kebaikan itu sendiri. Bila kita tidak pernah menghargai kebaikan orang lain maka hal itu akan menyurutkan semangatnya untuk terus berbuat kebaikan.

Mari kita sebar kebaikan kepada siapapun dan hargai setiap kebaikan yang datang kepada kita. Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Yang Kau Kira Buruk, Bisa Saja Itu Penuh Kebaikan!

Allah Swt Berfirman :

وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ خَيۡرٌ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS.Al-Baqarah:216)

Alangkah indahnya bila kita letakkan ayat ini sebagai pegangan hidup kita ketika menghadapi hal-hal yang tidak kita sukai. Perlu disadari bahwa sebenarnya kita tidak tahu mana yang sebenarnya baik untuk kita. Apakah sesuatu yang kita senangi atau malah sesuatu yang kita benci.

Karenanya sebagai seorang yang beriman, kita tidak boleh menilai suatu kejadian dari dhohirnya saja tanpa melihat hikmah dibalik kejadian tersebut.

Kisah Nabi Khidir as dan Nabi Musa as memberikan kepada kita banyak sekali pelajaran tentang hal ini. Bagaimana seorang Khidir as melakukan sesuatu yang janggal dalam pandangan Nabi Musa as yaitu dengan melubangi kapal orang, membunuh anak kecil dan membangun tembok di sebuah desa yang buruk perlakuan warga setempatnya.

Namun ketika dijelaskan hikmah dibalik semua itu, perbuatan Khidir as yang tampak buruk dan aneh sebenarnya adalah perbuatan baik.

Begitu pula dalam kehidupan kita. Ketika kita menghadapi sesuatu yang tidak kita sukai, cobalah ingat kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa as. Bukankah Allah Swt Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita? Bukankah Dia Yang Maha Bijaksana?

Berapa banyak sesuatu yang kita kira buruk ternyata memiliki efek yang sangat indah bagi kehidupan kita. Maka obatilah segala kepedihan dan kesedihan di hatimu dengan keindahan Firman-Nya :

وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ خَيۡرٌ لَّكُمۡۖ

“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu.”

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Fokus Selalu Berbuat Kebaikan

SAHABAT yang baik, Islam mengajarkan bahwa berbuat baik adalah sebagai ibadah, karena berbuat baik adalah amal yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sukai.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “..Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Baqarah [2] : 195)

Mari kita senantiasa berbuat baik meskipun orang lain tidak peduli pada kebaikan kita. Karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa peduli pada sekecil apapun kebaikan yang dilakukan oleh hamba yang beriman kepada-Nya.

Tidak ada yang sia-sia, sekecil apapun amal kebaikan pasti ada perhitungan dan ganjaran yang berlipat ganda di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa lillaahitaala dalam beramal dan senantiasa antusias dalam berbuat kebaikan. Aamiin yaa Robbalaalamiin. [*]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

 

Sibuklah dengan Kebaikan Setiap Saat

SAUDARAKU yang baik, setiap perbuatan kita sejatinya pasti disaksikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Oleh karena itu, marilah kita menyibukkan diri dengan amal-amal kebaikan, termasuk amal-amal yang sepertinya kecil dalam pandangan manusia namun besar dalam pandangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Barang siapa yang disibukan dengan kebaikan, insyaallah dia tidak akan disibukan dengan kemaksiatan. Tetapi barang siapa yang disibukan dengan kemaksiatan, akan sangat sulit untuk menjadi sibuk melakukan kebaikan.

Tetaplah berbuat baik meskipun orang lain tidak peduli pada kebaikan kita. Karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa peduli pada sekecil apapun kebaikan yang dilakukan oleh hamba yang beriman kepada-Nya.

Tidak ada yang sia-sia, sekecil apapun amal kebaikan pasti ada perhitungan dan ganjaran yang berlipat ganda di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa lillaahi taala dalam beramal dan senantiasa antusias dalam berbuat kebaikan. Aamiin yaa Robbalaalamiin. [*]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar |

 

Berapa Kebaikan yang Kau Raup Hari Ini?

SAUDARAKU, waktu kita tidak lama hidup di dunia. Bahkan kita tidak pernah mengetahui seberapa pendek waktu yang ada untuk kita. Kita hari ini masih bisa bernafas dan beraktifitas, bukan berarti pasti lusa atau besok kita masih sama. Hendaknya kita mempergunakan waktu yang ada untuk ketaatan pada Allah.

Lalu bagaimana kita dapat melaksanakan seluruh aspek ketaatan sedang kemampuan dan waktu kita terbatas? Sesungguhnya Allah Maha Adil dan Maha Tahu. Kerjakanlah amal shalih yang kita mampu. Utamakan dahulu kewajiban (fardhu ain) yang dibebankan pada diri kita. Lakukan sholat wajib lima waktu di awal waktu dan dengan khusyu. Selanjutnya lakukan amalan utama lainnya yang disukai Allah.

Berikut beberapa amalan yang InsyaAllah kita dapat meraup banyak kebaikan dari Allah.

Pertama, berjalan mendatangi Masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah. Dari Abu Hurairahradhiyallahu anhu, Nabishallallahu alaihi wa sallambersabda,”Setiap langkah menuju tempat shalat akan dicatat sebagai kebaikan dan akan menghapus kejelekan.” (HR. Ahmad, 2:283. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Sholat wajib berjamaah di masjid sendiri mendatangkan banyak pahala, berjalan melangkah menuju masjid untuk sholat berjamaah nya pun mendapatkan kebaikan dan dihapuskan kejelekan. Masya Allah.

Kedua, membaca Al Quran. Al Quran adalah kitabullah yang apabila dibaca maka pembacanya akan mendapat pahala yang besar. Perhatikan sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam berikut ini, “Abdullah bin Masudradhiyallahu anhuberkata: “Rasulullahshallallahu alaihi wasallambersabda:Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan Alif-Laam-Miim satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami, no. 6469).

Bila kita duduk khusyu membaca kitabullah kurang lebih 5 menit, dan dapat membaca 30 ayat yang misal masing masing ayat terdiri dari 20 huruf saja, maka kita InsyaAllah akan mendapatkan 6000 kebaikan. MasyaAllah.

Amalan lain yang bernilai adalah berdzikir. Banyak kalimat dzikir yang matsur yang dapat mendatangkan pahala besar bagi pembacanya. Ada dzikir yang kita baca bila memasuki pasar. Bacaan dzikir ini sangat besar manfaatnya. Dari Umar bin Khatabradhiyallahu anhu, bahwa Rasulullahshallallahu alaihi wa sallambersabda,”Barangsiapa masuk pasar, kemudian dia membaca:LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHU LAA SYARIIKA LAH, LAHUL-MULKU WA LAHUL-HAMDU, WA HUWA ALA KULLI SYAIIN QODIIR, Siapa yang membaca doa di atas ketika masuk pasar, Allah akan mencatat untuknya satu juta kebaikan, dan menghapuskan darinya satu juta keburukan.”

Ada pula dzikir yang ringan di lisan, namun berat di timbangan mizan di akhirat kelak. Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,”Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan, dan disukai Ar Rahman (Allah) yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung). (HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694)

Selain amalan di atas, bersabar adalah sebuah amalan yang pahalanya tidak terbatas. Bersabarlah menghadapi ujian dan musbiah dari Allah, dan bersabar dalam menapaki ketaatan pada Allah dan dalam menjauhi larangan Allah. Sebagaimana Allah kabarkan dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 10, “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu akan dipenuhi pahala mereka dengan tiada hitungannya.”

Demikian beberapa amalan yang dapat mendatangkan pahala banyak bagi pelakunya. Tentunya masih banyak lagi amalan-amalan yang diperintahkan Allah yang mengandung banyak pahala. Seperti misal umrah, birrul walidain, dan lain-lain. Mari lakukan ketakwaan sesuai kemampuan kita. Mari senantiasa memanfaatkan waktu kita untuk kebaikan. [*]

INILAH MOZAIK

Ayo Menanam Kebaikan Agar Tercipta Kedamaian

BAYANGKAN jika semua orang di dunia ini gemar menanam kebaikan. Tentulah buahnya akan cukup untuk menciptakan kedamaian bagi setiap penghuninya. Karena menanam satu biji tidak hanya menghasilkan satu buah, melainkan puluhan atau bahkan ratusan buah. Seperti firman Allah swt berikut:

“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai, ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 261)

Namun, sudah sunatullah bahwa Allah selalu menciptakan dua sisi yang berlawanan satu sama lain. Ada tinggi, ada rendah. Ada besar, ada kecil. Ada benar, ada salah. Ada surga, ada neraka. Ada yang gemar menanam kebaikan, ada pula yang gemar menanam keburukan.

Meskipun setiap manusia memiliki fitrah untuk berbuat baik, keadaan akan selalu menghadirkan pilihan. Bersyukur kisah kebaikan masih kerap mewarnai keseharian kita. Seperti cerita yang dikisahkan oleh Fudhail bin Iyadh tentang sahabatnya yang bercerita tentang seorang lelaki yang gemar menanam kebaikan.

Sang lelaki baik tengah berjalan di pasar dengan membawa benang tenun, ketika melewati dua orang pemuda yang sibuk bertengkar. Keduanya berseteru memperebutkan uang satu dirham. Tanpa berpikir panjang sang lelaki baik pun memberikan satu-satunya uang satu dirham miliknya, sehingga ia pulang tanpa membawa apapun.

Kemudian, sang lelaki baik meminta istrinya untuk mengumpulkan perkakas rumahnya yang bisa dijual. Saat membawanya, di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang bapak yang membawa ikan busuk. Tanpa disangka bapak tersebut meminta kepada sang lelaki baik untuk menukarkan barang miliknya dengan ikan busuk di tangannya. Ia pun setuju. Menurutnya, dengan ikan tersebut ia berarti membawa sesuatu yang bisa dimasak untuk istrinya.

Di rumah, istrinya sangat terkejut begitu mendapati sebuah mutiara di dalam perut ikan yang dibawanya. Ia pun menjualnya dan pulang dengan membawa 120.000 dirham. Betapa bersyukurnya pasangan suami istri tersebut.

Tidak lama kemudian, seseorang datang mengetuk pintu rumahnya. Sang lelaki baik menjumpai sesosok fakir miskin yang meminta-minta. Tanpa ragu-ragu ia pun menyedekahkan sebagian harta yang baru saja diperolehnya dari hasi menjual mutiara. Sampai akhirnya sosok tersebut kembali lagi, namun kali ini tidak untuk meminta-minta. Sosok tersebut berucap, “Sesungguhnya aku bukanlah seorang fakir ataupun miskin, melainkan utusan Allah yang mengganti sedekah satu dirhammu dengan 20 qirath. Apa yang telah Dia berikan padamu barulah satu qirathnya. Dia yang Maha Pemurah, masih menyimpankan 19 qirath yang lainnya.”

Betapa Allah Maha Menepati Janji bahwa siapapun yang menanam kebaikan, ia akan menuai buah dari kebaikan yang ia tanam berlipat ganda. Juga benar jika ada yang berkata, Allah yang Maha Pemurah akan memberikan rezeki bagi hamba-Nya tanpa arah yang disangka-sangka.

 

INILAH MOZAIK

Sibuk dengan Kebaikan

SAHABAT yang baik, lakukan kebaikan sebanyak dan sesering mungkin, karena kebaikan yang ikhlas akan menjaga kita. Semakin banyak kita melakukan kebaikan yang tulus, semakin terjaga diri kita oleh kebaikan-kebaikan yang kita perbuat.

Kita juga harus sadar bahwa setiap maksiat dan dosa yang kita lakukan, itulah yang akan mengancam hidup kita. Semakin banyak kita melakukan dosa dan maksiat, semakin hidup kita akan terancam oleh dosa kita sendiri.

Mudah-mudahan, kita segera taubat dan sibuk dengan berbuat kebaikan, karena orang yang disibukan dengan kebaikan, Allah SWT akan mempersulit untuk melakukan keburukan.

Semoga Allah SWT mengistiqomahkan untuk kita berbuat baik dengan ikhlas dan hanya mengharapkan ridho dari Allah SWT.

Aamiin yaa Robbalaalamiin. [*]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

 

Awas! Kebaikan Berguguran karena Kesalahan Sendiri

KITA sering berwudu namun dengan cara berlebihan dalam menggunakan airnya.

Kita bersedekah kepada orang yg kita anggap layak diberikan namun kita merendahkan dan menyakiti perasaan dan hatinya. Kita shalat malam, puasa di siang hari, mematuhi Rabbmu namun kita memutuskan tali silaturrahim.

Kita berpuasa dan bersabar menahan lapar dan dahaga namun lisan kita dengan mudah melaknat dan mencela. Kita menggunakan pakaian serba longgar dan berlapis menutupi kepala dan badan kita namun tidak sedikit pun kita menjaga lisan dan sikap untuk lebih menghormati orang lain.

Kita muliakan tamu namun saat dia keluar kita mengghibahinya dan menyebut keburukan-keburukannya. Jangan kumpulkan kebaikan-kebaikan kita di sebuah kantong yang berlubang.

Kita mengumpulkannya dengan susah payah namun dengan mudahnya kebaikan kita berguguran karena perbuatan kita sendiri tanpa kita sadari. Hingga akhirnya rahmat dari kebaikan-kebaikan yang kita lakukan itu hilang tak berbekas, seperti buih diterpa air laut.

Sedangkan kita sendiri tak tahu berapa banyak yang telah terkumpul untuk bekal kita di hari akhir nanti. Semoga ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua atas apa yang kita telah dilakukan sepanjang hari.

Anggaplah orang lain lebih baik dari diri kita sendiri, agar kita selalu menghormati dan menghargainya dan agar kita selalu belajar lebih bersikap mulia kepada sesama.

[Abu Ruwaifi’ Saryanto As-Sulaimi, S.Pd.l]

INILAH MOZAIK