Keberkahan untuk Diri Sendiri dan Orang Lain

BERKAH secara bahasa dari kata al-buruk yang artinya menetap. Sumur bahasa arabnya birkah, karena ada air menetap di dalamnya. Kemudian kata ini digunakan untuk menyebut sesuatu yang memiliki banyak kebaikan. Allah menyebut al-Quran sebagai kitab yang diberkahi,

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shad: 29).

Karena dalam al-Quran menetap banyak kebaikan dari Allah. (al-Mufradat fi Gharib al-Quran, al-Ashfahani, hlm. 44). Menjadi manusia berkah berarti manusia yang memiliki banyak kebaikan. Kebaikan dalam bentuk, banyak memberikan manfaat bagi orang lain. Dan itulah prestasi manusia yang sejatinya. Menjadi hamba Allah yang banyak memberikan manfaat bagi yang lain.

Dalam al-Quran, Allah menyebut Nabi Isa sebagai manusia yang diberkahi. Allah berfirman menceritakan perkataan Nabi Isa sewaktu masih bayi, “Dan Allah menjadikanku banyak keberkahan di manapun aku berada.” (QS. Maryam: 31).

Beliau disebut orang yang berkah, karena beliau membawa wahyu yang merupakan kebaikan untuk semua hamba. Menjadi manusia berkah juga merupakan cita-cita orang tua kita semua. Hampir setiap bayi yang diaqiqahi, orang tua selalu menggantungkan harapan, “Semoga menjadi anak yang bermanfaat, bagi orang tua, masyarakat, nusa bangsa, dan agama.”

Mereka berharap, agar kita menjadi manusia penebar manfaat. Manfaat tidak hanya untuk orang tua, tapi untuk lingkungannya. Ada seorang penulis yang mendoakan para pembaca karyanya agar menjadi manusia yang berkah di mana-mana. Beliau adalah Syaikh Muhammad bin Sulaiman at-Tamimi. Dalam kitabnya, qawaidul arba beliau mengatakan,

“Aku memohon kepada Allah yang mulia, Rab pemilik Arsy yang agung, agar Dia membimbing anda di dunia dan akhirat. Dan agar Dia menjadikan anda orang yang penuh berkah dimanapun anda berada.” (al-Qawaid al-Arba).

INILAH MOZAIK

Sebab Hilangnya Keberkahan dalam Jual Beli

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya. Wa ba’du.

Seseorang yang menghendaki keberkahan dalam jual belinya hendaknya merenungkan hadits berikut:

Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam bersabda,

اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila keduanya berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan pada transaksi mereka berdua” (HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532).

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan tentang hadits ini:

لازم قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بِوَرِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا) أَيْ بَيَّنَ كُلُّ وَاحِدٍ لِصَاحِبِهِ مَا يَحْتَاجُ إِلَى بَيَانِهِ مِنْ عَيْبٍ وَنَحْوِهِ فِي السِّلْعَةِ وَالثَّمَنِ وَصَدَقَ فِي ذَلِكَ وَفِي الْإِخْبَارِ بِالثَّمَنِ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِالْعِوَضَيْنِ وَمَعْنَى مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا أَيْ ذَهَبَتْ بَرَكَتُهُ وَهِيَ زِيَادَتُهُ وَنَمَاؤُهُ

Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak khiyar selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut’ maksudnya adalah masing-masing dari keduanya harus menjelaskan setiap informasi yang dibutuhkan oleh pihak lain, seperti : cacat (aib) atau kekurangan lainnya yang ada pada barang maupun harga dan bersikap jujur dalam menyampaikan harga maupun hal-hal yang terkait dengan transaksi timbal balik antara penjual dan pembeli. Adapun maksud (مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا), yaitu hilangnya berkah, sedangkan “berkah” bermakna tumbuh dan bertambahnya kebaikan.” (Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, 10/176).

Efek ketidakjujuran dalam jual beli tidak hanya menjadikan pelakunya berdosa, namun juga menghilangkan berkah dalam jual belinya. Padahal keberkahan inilah yang hendaknya kita cari dalam setiap kebaikan sehingga kebaikan itu akan terus tumbuh dan bertambah. Wallaahu a’lam.

Referensi: Iman An-Nawawi, Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah

Penulis : Titi Komalasari
Murojaah : Ustadz Ratno, Lc

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11320-sebab-hilangnya-keberkahan-dalam-jual-beli.html

Sebab Hilangnya Keberkahan dalam Jual Beli

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya. Wa ba’du.

Seseorang yang menghendaki keberkahan dalam jual belinya hendaknya merenungkan hadits berikut:

Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam bersabda,

اَلْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا

Penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila keduanya berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan pada transaksi mereka berdua” (HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532).

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan tentang hadits ini:

لازم قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بِوَرِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا) أَيْ بَيَّنَ كُلُّ وَاحِدٍ لِصَاحِبِهِ مَا يَحْتَاجُ إِلَى بَيَانِهِ مِنْ عَيْبٍ وَنَحْوِهِ فِي السِّلْعَةِ وَالثَّمَنِ وَصَدَقَ فِي ذَلِكَ وَفِي الْإِخْبَارِ بِالثَّمَنِ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِالْعِوَضَيْنِ وَمَعْنَى مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا أَيْ ذَهَبَتْ بَرَكَتُهُ وَهِيَ زِيَادَتُهُ وَنَمَاؤُهُ

Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak khiyar selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut’ maksudnya adalah masing-masing dari keduanya harus menjelaskan setiap informasi yang dibutuhkan oleh pihak lain, seperti : cacat (aib) atau kekurangan lainnya yang ada pada barang maupun harga dan bersikap jujur dalam menyampaikan harga maupun hal-hal yang terkait dengan transaksi timbal balik antara penjual dan pembeli. Adapun maksud (مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا), yaitu hilangnya berkah, sedangkan “berkah” bermakna tumbuh dan bertambahnya kebaikan.” (Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, 10/176).

Efek ketidakjujuran dalam jual beli tidak hanya menjadikan pelakunya berdosa, namun juga menghilangkan berkah dalam jual belinya. Padahal keberkahan inilah yang hendaknya kita cari dalam setiap kebaikan sehingga kebaikan itu akan terus tumbuh dan bertambah. Wallaahu a’lam.

Referensi: Iman An-Nawawi, Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, Al-Maktabah Asy-Syamilah

Penulis : Titi Komalasari
Murojaah : Ustadz Ratno, Lc

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11320-sebab-hilangnya-keberkahan-dalam-jual-beli.html

Berkah dalah Keberlimpahan

Hidup berkah berarti hidup yang senantiasa mendapatkan pertolongan dari Allah

 

Sering kali manusia silau dengan apa-apa yang melekat dalam kehidupan seseorang, umumnya karena dua hal, yakni kekuasaan dan harta.

Lalu, Qarun lengkap dengan segala perhiasannya keluar rumah menemui kaumnya. Kala itu orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia terkagum-kagum dan berkata: ‘mudah-mudahan kita diberi kekayaan seperti yang diberikan kepada Qarun, sejatinya ia adalah orang yang benar-benar mendapat keberuntungan besar’. (QS al-Qashas [28]:79).

Ayat di atas memberikan penjelasan penting bahwa manusia kerap salah mengorientasikan hi dup, rata-rata menilai harta kekayaan sebagai sum ber kebahagiaan. Karena itu, orang yang memiliki kekayaan banyak dinilai sebagai orang yang beruntung.

Adanya orang kaya itu perlu, tetapi menilai kekayaan sebagai keberuntungan itu jelas keliru. Pada dasarnya, keberuntungan hidup seorang Muslim bukan pada apa yang ada atau apa yang Allah titipkan kepadanya, melainkan apa yang ia kerjakan dalam kehidupan fana ini.

Jika harta kekayaan menjadikan seseorang bersikap seperti Khadijah ra, Abu Bakar ra, Utsman bin Affan ra, dan Abdurrahman bin Auf ra, insya Allah kekayaan sangatlah baik bahkan berkah. Tetapi, jika seperti Qarun, hidup semakin jauh dari keberkahan, bahkan Allah tenggelamkan ia bersama seluruh harta kekayaannya. (QS. 28: 81).

Lantas apa yang harus diupayakan oleh kaum Muslimin dalam kehidupannya, tidak lain adalah bagaimana mendapatkan hidup berkah. Secara bahasa, berkah berasal dari kata barakayabruku- burukan-wa barakatan, yang berarti kenikmatan dan kebahagiaan. Ibn Abbas ra menyatakan, berkah adalah keberlimpahan dalam setiap kebaikan. Tentu saja yang didasari iman dan takwa.

Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada me reka berkah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa me re ka disebabkan perbuatannya.(QS al-A’raaf [7] : 96).

Dengan demikian, hidup berkah berarti hidup yang senantiasa mendapatkan pertolongan dari Allah, sehingga seseorang senantiasa diberi ke mam puan mengatasi masalah, hidup teratur dalam ibadah, mampu membangun keluarga sakinah, memberikan kemanfaatan bagi orang lain dan mendapatkan rezeki yang halal lagi baik (thayyiban).

Semua itu tidak akan diperoleh, kecuali oleh orang yang benar-benar beriman, bertakwa, dan beramal shaleh, serta tunduk dan patuh terhadap segala ketentuan-Nya.

Artinya, hidup berkah membuahkan jiwa tauhid yang kuat, akidah yang kokoh, senantiasa ikhlas dan ridha dengan apa yang Allah tetapkan dalam hidupnya, serta ia benar-benar yakin dan mantap menja lani kehidupan yang semata-mata berorientasi mendapatkan ridha-Nya.

Indikasi konkretnya dapat kita lihat dalam diri masing-masing, apakah kala diri semakin pintar, semakin cerdas, semakin bertambah kekayaan, kita menjadi diri yang kian rajin sujud, semakin bisa menghargai orang lain, bahkan lebih jauh apakah kita semakin peduli terhadap agama dan semakin terdepan dalam mengatasi berbagai problematika kehidupan umat manusia. Allahu a’lam.

 

Oleh: Imam Nawawi

REPUBLIKA

Memahami Hakikat Berkah yang Sesungguhnya

BAROKAH atau berkah selalu diinginkan oleh setiap orang. Namun sebagian kalangan salah kaprah dalam memahami makna berkah sehingga hal-hal keliru pun dilakukan untuk meraihnya.

Coba kita saksikan bagaimana sebagian orang ngalap berkah dari kotoran sapi. Ini suatu yang tidak logis, namun nyata terjadi. Inilah barangkali karena salah paham dalam memahami makna keberkahan dan cara meraihnya. Sudah sepatutnya kita bisa mendalami hal ini.

Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan. Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau “ngalap berkah”.

Adapun makna barokah dalam Alquran dan As Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya. Sebagaimana doa keberkahan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang sering kita baca saat tasyahud mengandung dua makna di atas.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Maksud dari ucapan doa “keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad karena engkau telah memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim, doa keberkahan ini mengandung arti pemberian kebaikan karena apa yang telah diberi pada keluarga Ibrahim. Maksud keberkahan tersebut adalah langgengnya kebaikan dan berlipat-lipatnya atau bertambahnya kebaikan. Inilah hakikat barokah”.

 

INILAH MOZAIK