Kekejaman Milisi Syiah Dalam Peperangan di Irak & Suriah

BAGHDAD, muslimdaily.net – Biasanya ISIS senantiasa diidentikkan kepada pria-pria bengis bersenjata dan dengan bangganya menenteng kepala-kepala manusia yang sudah dipisahkan dari badan atau ISIS identik dengan milisi yang personilnya datang dari luar.

Namun, tindakan pengal-memenggal kepala manusia dan gorok-menggorok leher atau mendatangkan mesin-mesin pembunuh asing ini ternyata tak hanya monopoli ISIS. Tindakan serupa juga dilakukan oleh Syiah yang kini sedang berkembang pesat di Irak dan terus berperan penting dalam menghabisi para pejuang Muslim.

Kelompok-kelompok milisi Syiah ini sangat erat hubungan akidahnya – dan jalur kordinasinya yang amat rapi- dengan Iran. Mereka memangkas habis ide kekuasaan pemerintahan Irak di Baghdad, dimana hal ini juga menjadi tantangan berat Obama yang mengumumkan untuk melakukan kerja sama dengan pemerintahan Irak secara utuh untuk menghabisi ISIS.

Saat ini, ada lebih dari 50 kelompok milisi Syiah yang senantiasa melakukan perekrutan pasukan dan berperang di Irak. Milisi-milisi ini melakukan rekrutmen dengan begitu gencarnya.

Pemuda-pemuda hasil rekrutan dilatih secara terpisah dari militer atau polisi Irak. Lalu mereka ditugaskan menjadi mesin pembunuh pada organisasi-organisasi yang sangat sektarian secara ideologi dan sangat memusuhi Amerika dengan cara yang sangat ekstrim.

Mayoritas tentara rekrutan Syiah ini tak semata-mata digunakan untuk mengusir para pejuang Muslim di Irak saja, tapi juga sering digunakan menjadi pasukan khusus garda belakang yang digunakan untuk menguasai daerah-daerah yang seharusnya di bawah otoritas Baghdad.

Milisi-milisi Syiah ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kerangka pemerintahan Irak. Pemerintah Irak sangat mempercayai dan bergantung sepenuhnya dengan milisi-milisi ini sampai titik di mana mereka tak akan mungkin berpikir untuk macam-macam dengannya.

Pemerintah Irak dan milisi-milisi Syiah ini bekerjasama dalam melakukan berbagai pelanggaran HAM yang super sadis. Sebagai contoh pada awal Juni lalu dikabarkan, milisi-milisi Syiah bahu-membahu dengan pasukan keamanan Irak menghukum mati sekitar 225 warga yang ditahan di penjara. Diantara mereka masih anak-anak.

Amnesti Internasional melaporkan bagaimana milisi-milisi itu melakukan hukuman mati dengan rapinya di luar proses pengadilan. Laporan Amnesti Internasional juga menyebutkan, puluhan tahanan Muslim dibunuh di dalam kantor-kantor pemerintah Irak.

Milisi-milisi Syiah ini merupakan aktor utama pembebasan Amirli, daerah Suku Turkman yang menjasi basis Syiah yang pernah dikepung oleh milisi ISIS, tepatnya oleh batalion-batalion Hizbullah.

Hizbullah sendiri merupakan organisasi teroris -menurut Amerika Serikat- yang bekerja sebagai wakil langsung pemerintahan Iran. Batalion ini menggunakan helikopter-helikopter milik pemerintah Irak untuk menyuplai senjata dan logistik saat pertempuran pembebasan Amirli.

Hizbullah juga menggunakan kendaraan-kendaraan militer pemberian Amerika Serikat kepada pemerintahan Irak. Pemerintah Irak menggunakan tank buatan Amerika Abrams M1A1 yang diserahkan untuk mendukung milisi-milisi syiah Irak sektarian dan mendukung berbagai operasi Hizbullah di Irak.

Iran disebut-sebut sebagai aktor utama dalam membesarkan dan mengembangkan milisi-milisi Syiah di Irak sejak tahun 2013. Sejak itu, Teheran terus memperkuat jaringan-jaringannya yang terdiri dari kelompok-kelompok baru dan lama di Irak yang loyal kepada Teheran untuk menyiapkan gelombang-gelombang baru mesin pembunuh untuk dikirim ke Suriah.

Sebagian pasukan-pasukan Irak Syiah ini awalnya berperang di Suriah membantai Muslim atas nama rezim Bashar. Lalu mereka dipulangkan kembali ke Irak untuk membentuk bibit-bibit milisi Syiah baru yang sekarang berperang menghabisi Muslim yang menjadi musuh pemerintahan Irak. Sebagaimana Iran bekerja keras dalam merekrut pasukan baru yang fokus untuk perang di Suriah, maka jaringan-jaringan Teheran juga melakukan hal yang sama di Irak.

Pada April lalu, kelompok-kelompok yang disokong Iran -seperti Hizbullah, Badar, dan kelompok-kelompok rekrutan baru- mengajak berperang di Irak. Ajakan ini membuahkan milisi-milisi baru Syiah Irak.

Pembentukan kelompok-kelompok milisi baru ini sekilas terlihat rumit dan tak berguna. Tapi ini sangat penting untuk pembentukan opini adanya dukungan besar yang datang dari rakyat kepada pemerintahan Irak, yang pada hakikatnya adalah dukungan milisi-milisi yang sebenarnya bekerja untuk mendukung politik dan ideologi Iran di dalam pemerintahan Irak.

Target milisi-milisi Syiah yang loyal kepada Iran ini berperan aktif dalam membantu mencapai target-target Iran untuk mewujudkan kontrol Syiah di Irak. Sebaliknya, milisi-milisi ini tidak hanya memanfaatkan bantuan dan sokongan dana dan jalur kordinasi dari Iran, melainkan semua aktivitas pembunuhannya berjalan sesuai road mapideologi Teheran.

Mereka secara totalitas adalah loyalis-loyalis pimpinan spiritual tertinggi Ayatullah Khomenei dan ideologi Iran dengan Wilayat Faqihnya, dimana pada akhirnya pemimpin spritualnya diberikan kekuasaan tertinggi politik dan agama. Milisi-milisi Syiah ini juga mengikuti gaya boneka Iran yang di Libanon yaitu Hizbullah,  dan bertekad untuk melaksanakan keinginan Iran di kawasan untuk melipatgandakan pendapatan “revolusi Syiah Iran”.

Ada kesamaan antara ISIS dengan milisi-milisi Syiah ini. Jika ISIS mengumumkan niatnya secara terbuka untuk menghapus perbatasan-perbatasan yang sudah dipetakan si Timur Tengah setelah selesainya perang dunia pertama, maka milisi-milisi Syiah yang disokong Iran ini juga melakukan hal yang sama.

Kawin silang antara milisi-milisi Syiah Suriah dan Irak menyebabkan semakin terhapusnya perbatasan-perbatasan nasional secara perlahan dan pasti, persis seperti yang dilakukan oleh pejuang-pejuang Muslim. Hal itu terlihat jelas sejak mereka memulai bertempur di kawasan, dimana milisi-milisi Syiah ini senantiasa mengangkat motto “mempertahankan tempat-tempat suci” atau “membela Syiah” tanpa pernah memperdulikan posisi geografis tempat beradanya tempat-tempat suci tersebut.

Diantara milisi Syiah yang terdiri dari mesin-mesin pembunuh asing di Damaskus antara lain milisi Mayjen Abi El-Fadhal Al-Abbas (LAFA). Milisi ini yang paling terkenal dan paling berperan dalam mempromosikan ide perang agama (Syiah-Muslim).

Pada Agustus kemarin, sebuah organisasi yang berafiliasi ke Iran mengumumkan memulai operasinya di Irak dan mengklaim mereka sudah menguasai selatan Baghdad, kemungkinan dekat Emirli.

Ada juga dari milisi-milisi Syiah ini yang tidak jelas ideologinya, namun hubungan mereka dengan kaki tangan Iran mengindikasikan kuat  pengaruh Teheran. Meskipun Iran memiliki hubungan yang sangat kuat dengan sebagian besar milisi Syiah di Irak, hanya saja elemen-elemen syiah Irak yang tidak satu ideologi secara total dengan Iran  juga dapat mengembangkan milisi-milisi khususnya.

Milisi-milisi Syiah ini terus bertambah kuat meskipun PM Nur Maliki yang beragama Syiah itu sudah dilengserkan. Ini pertanda bahwa pemerintah Irak masih sangat berhutang budi pada milisi-milisi sektarian itu. Milisi-milisi ini secara umum beraktivitas dengan bebasnya di Baghdad dan mengeksploitasi sistem demokrasi yang baru saja bergaung di Irak, lalu menguasai berbagai instansi resmi dalam rangka mendapatkan dukungan.

Milisi-milisi ini bukanlah unsur tambahan bagi negara, melainkan dia adalah negara di dalam negara. Mereka tak pernah menghargai otoritas apapun di Irak, mereka hanya patuh kepada pemimpin-pemimpin keagamaan dan Teheran. Dan saat ini yang menjadi fokus utama para milisi ini adalah menghabisi ISIS.

Kelompok-kelompok bersenjata beragama Syiah ini akan memberi pengaruh besar dalam membangun masa depan agama Syiah di Irak. Ideologi ekstrimnya dan hubungannya yang sangat rapat dengan Iran mengindikasikan, mereka akan membuka pintu selebar-lebarnya kepada Iran untuk menguasai Irak secara total, sehingga jika saja tidak segera diambil langkah-langkah yang tepat untuk menghentikan milisi-milisi ini maka itu sama artinya secarade facto kita menyerahkan Baghdad kepada Iran, sebagaimana dilansir islamion.com, Senin (22/08)

 

sumber:  Nahi Munkar