Istri Wajib Melindungi Suami dari Keburukan

AYAT 187 surah Al-Baqarah yang merupakan ayat terakhir dari rangkaian lima ayat shiyam, mengemukakan secara jelas salah satu ketetapan bagi orang yang sedang puasa, yaitu tidak boleh melakukan hubungan suami isteri.

Tentu saja larangan ini berlaku hanya pada saat yang ditetapkan bagi aktivitas puasa yaitu antara shubuh dengan maghrib. Di luar itu, Allah berfirman pada ayat ini: Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa, bercampur dengan isterimu.

Pernyataan ini kemudian dirangkai dengan kalimat yang sangat menarik: Mereka adalah pakaian bagimu (sekalian), dan kamu (sekaliannya) adalah pakaian bagi mereka.

Pakaian adalah sesuatu yang menutupi tubuh untuk menjaganya dari sengatan cuaca, melindungi dari sesuatu yang menggores menimbulkan luka, dan sekaligus memperindah pemakainya. Maka dengan ungkapan tadi Allah menandaskan kewajiban isteri untuk melindungi suaminya dari segala hal buruk yang mengganggu penampilannya di hadapan Allah maupun sesama manusia. Kewajiban yang sama juga meski diltunaikan oleh suami terhadap isterinya.

Ada dua gangguan yang berpotensi menerpa suami maupun isteri. Fitrah suami yang jujur dapat diganggu oleh nafsu serakah, sikap sederhana dapat disisihkan oleh keinginan bermegah mewah yang ditiupkan syaithan kepadanya.

Maka isteri harus memposisikan diri sebagai pengingat dan pelurus, dengan kata-kata maupun sikap yang maruf pantas menurut etika masyarakat. Begitu pula bila isteri cenderung kepada hal-hal yang tidak baik menurut Allah dan tidak pantas menurut lingkungan sosialnya, suami harus menjadi penjaganya dari bisikan-bisikan syaithan itu. Apa lagi suami ditetapkan Allah sebagai pemimpin rumah tangganya (QS 4:34).

Hakekat pemimpin adalah penanggung jawab; maka segala masalah yang terjadi dalam rumah tangga, suamilah yang pertama-tama akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah Swt.

Sungguh indah sekali Al-Quran ini. Ketika menyampaikan ketetapan hukum tentang puasa, diselipkan di dalamnya akhlak karimah dalam rumah tangga.

Sama halnya dengan ayat-ayat shiyam lainnya yang kita bicarakan beberapa hari terakhir ini. Dalam ayat 185 disampaikan fungsi Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan atas petunjuk itu, dan pemisah antara yang benar dengan yang salah.

Pada ayat 186 dikemukakan betapa dekat Allah Swt kepada orang-orang yang beriman, yang berarti dekat pula perlindungan-Nya, dan kebaikan-kebaikan-Nya yang tidak berbatas. Sungguh kami bersyukur kepada-Mu ya Allah, atas limpahan segala Kasih-Mu.[Sakib Machmud]

 

MOZAIK

Rezeki dalam Rumah Tangga Milik Bersama

PERSOALAN saluran rezeki bisa menjadi problem ketika orang memandang bahwa rezeki itu hanya rezekinya, bukan rezeki keluarga. Suami yang sukses kemudian menjadi GR (gede rasa) memandang rendah isterinya yang cuma nyadong atau numpang hidup.

Sebaliknya ketika saluran rezeki berpindah melalui isteri, sang isteri juga kemudian menjadi GR, memandang sebelah mata terhadap suami. Inilah yang sering menjadi kerikil tajam meski rezeki melimpah. Padahal sebenarnya rezeki itu milik bersama, sekeluarga.

video_syiar_islam

Alhamdulillah hingga saat ini hampir segala kebutuhan dalam keluarga ini selalu terpenuhi. Dalam obrolan kala itu Ummi sedikit berceramah tentang perbedaan antara keingingan dan kebutuhan. Berbicara tentang kekuasaan Allah, tentulah Allah yang lebih mengerti tentang hamba-hamba-Nya.

Ummi juga mengingatkan untuk selalu bersyukur dan tidak menjadi orang yang kufur nikmat. Memanfaatkan pemberian (atau lebih tepatnya titipan) Allah untuk hal kebaikan jika ingin dilipatgandakan pahalanya. Menghindari segala bentuk kesia-siaan

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329695/rezeki-dalam-rumah-tangga-milik-bersama#sthash.CrAhS0kh.dpuf

Peliharalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka

MENDIDIK anak-anak adalah tanggung jawab orangtua. Sebagai pengingat dan penyadar akan hal di atas, kiranya sangat perlu bagi orangtua untuk selalu mengingat dan memahami dengan sebaik-baiknya makna firman Allah berikut:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS at-Tahrim: 6)

Memelihara diri dan keluarga bermakna sangat luas, namun tatkala Allah menyebut sebab apa kita harus memelihara diri dalam ayat di atas, maka menjadi jelaslah maksudnya, yaitu menjaga diri dari bermaksiat, menuju taat kepada Allah sehingga terhindar dari neraka-Nya.

Nah, kewajiban memelihara keluarga ini oleh Allah dibebankan kepada orangtua, bukan kepada pihak lainnya. Dan yang harus dipahami, termasuk keluarga adalah anak-anak itu sendiri.

Ini berarti bahwa Allah memikulkan beban tanggung jawab pendidikan anak-anak itu di atas pundak orangtuanya. Sebab merekalah yang paling dekat dengan mereka, mereka pulalah yang harus disegani dengan sebab-sebab yang Allah telah berikan kepada para orangtua.

Sehingga merekalah yang lebih patut mendidik, mentarbiyah keluarga, termasuk anak-anak di dalamnya, dalam rangka memelihara mereka dari neraka Allah yang sangat pedih siksanya.

Mungkin ini sudah jelas dan dipahami, meskipun sebagian saudara-saudara kita ada yang melalaikan, semoga Allah memelihara kita semua dari senantiasa mengingat-Nya.

Tentunya ini bukan sebuah teori bermain sulap ala setan, tinggal dibaca ayatnya, diartikan, lalu jadilah sebuah tarbiyah, pendidikan, pemeliharaan diri dan keluarga itu dari ancaman Alloh Azza wa Jalla. Namun semua ini adalah sebuah tanggung jawab, yang sangat tergantung perwujudannya pada sebuah usaha nyata.

Usaha nyata ini tentu merupakan hal yang sulit lagi berat, namun hanya bagi mereka yang mempersulit diri dan cenderung bergaul akrab dengan kursi kemalasan, sehingga Allah menyulitkan dan memberatkannya.

Dan usaha nyata ini akan menjadi hal yang mudah dan sangat ringan dilakukan bagi orang-orang yang mudah dan ringan serta terbiasa berhias diri dengan ketaatan.

Dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menegaskan tentang tanggung jawab mendidik keluarga dengan tarbiyah Islamiyyah yang baik lagi mulia ini dengan sabda beliau:

“Setiap diri kalian adalah penggembala, pendidik juga pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang penggembalaannya, kependidikannya, dan kepemimpinannya.” (HR. Bukhori: 2354 dan Muslim: 4701)

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua agar dapat melaksanakan tugas dan amanat ini, untuk menuju keridhoan-Nya. Dan kita memohon kepada-Nya dengan penuh harapan semoga Allah menjadikan amal kita semua ikhlas semata mencari keridhoan-Nya. Amin. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2303914/peliharalah-dirimu-dan-keluargamu-dari-api-neraka#sthash.YpBMW2d4.dpuf

Menjaga Anak dan Perempuan

Manusia kini sedang dihadapkan dengan persoalan yang seolah-olah tidak merusak iman. Sebagian ada yang menunda menikah karena takut persoalan impitan kehidupan saat menikah. Memilih pacaran dalam waktu yang lama, kemudian menikah. 

Meski satu sisi pacaran itu tak layak secara agama, banyak yang memilih cara ini. Alasannya karena ingin mendekatkan diri dengan keluarga, menunggu agar lebih mampu secara ekonomi, dan banyak lagi alasan. Hingga perintah yang harus disegerakan itu tertunda. Setelah sekian lamanya berpacaran, hingga tak pula menjadi istrinya. 

Sudah melakukan banyak dosa, justru menumpuk pula dosa itu. Fakta ini menjadi realitas dalam lingkungan sosial kini. Seharusnya, alasan tidak menikah bukan karena takut tidak dapat rezeki, melainkan karena belum dapat jodoh pilihan yang sesuai. Proses ini yang akan menentukan banyak atau tidaknya rezeki saat sudah menikah tadi. Saat setelah menikah, banyak pula yang menunda punya anak. 

Akhirnya, kembali diberikan cobaan kemiskinan sebab Allah belum akan melepaskan kemiskinan itu selagi ia menunda mempunyai anak. Alasannya karena ingin santai dan bahagia. Ada juga karena khawatir tidak bisa mengurus anak. Bahagia apa yang dimaksudkan jika tidak punya anak. Justru punya anak perempuan dan laki-laki, kebahagiaan yang memberikan motivasi hidup. Selain ditahan rezekinya, juga diberikan cobaan baru lagi, yaitu tidak punya anak sampai sekian tahun. 

Percayalah bahwa itulah salah satu penyebab mengapa tak dapat anak dan tak pula kaya. Kita tidak bisa berdiam diri atas kelahiran putra dan putri kita. Terbayang selalu wajah senyum mereka di rumah dan merasa bersalah jika tidak memberikan nafkah kepadanya. Seketika itu pula, Allah memberikan jalan terbaik, yaitu menitipkan rezeki istri dan anak kepada kepala keluarga. Terkumpullah menjadi banyak porsi itu jika mau mengejar harta yang disediakan Allah. 

Satu sisi keyakinan ini tidak tumbuh dalam diri manusia kini. Meyakini jika usahanya yang lebih penting. Ia tidak yakin jika ada porsi-porsi rezeki yang dititipkan Allah untuk ditangkap berupa rezeki di permukaan bumi itu. Akhirnya, ia tak sadar jika perbuatannya itu justru membuatnya tertunda menjadi manusia yang terkaya, baik di dunia maupun akhirat. Manusia kaya di dunia karena banyaknya harta yang kita peroleh titipan Allah dari anak perempuan tadi. Banyaknya rezeki dari istri tadi untuk kita. 

Akhirnya, memberikan dorongan bagi kepala keluarga untuk mencari rezeki sebanyak mungkin. Kedua, kita akan dapat pahala yang lebih banyak dengan membesarkan anak perempuan. Hal ini terkait dengan sulitnya menjaganya. Banyak yang menginginkannya di luar sana, baik yang beriman maupun tidak. Banyak pula yang ingin melamarnya. Jika nanti jatuh kepada laki-laki yang tidak benar secara agama, banyak sekali aliran dosa kepada orang tua. 

Mari kita jaga anak perempuan kita dengan baik dan yakin ada rezeki yang lebih banyak dengan membesarkan anak perempuan. Bahkan, jaminan surga bagi kita. Ketiga, berikan hak perempuan, yaitu sekolah. Jangan anggap karena mau mengurus anak sehingga tidak sekolah. Justru karena ingin mendidik anaklah maka perhatikan sekolah anak perempuan. Padanya bertumpu nasib anak-anak pada kemudian hari. 

Itulah kenikmatan yang tertinggi. Dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Anas bin Malik dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Barang siapa dapat mengasuh dua orang anak perempuannya hingga dewasa, aku akan bersamanya pada hari kiamat kelak.’ Beliau merapatkan kedua jarinya.” 

Oleh Bahagia

Memaafkan Kesalahan Suami, Ini 4 Caranya!

Sahabat Ummi, pernahkah mendapati suami melakukan kesalahan fatal terhadap diri kita?

Kesalahan ini kemudian mencederai kepercayaan, mengikis rasa cinta, menyemai benih benci, dan membuat kita sulit memaafkannya?

Kalau pernah, mari kita renungkan bersama hal berikut ini…

Rasanya tiada suami yang sempurna selain Rasulullah shalallaahu alaihi wassalaam, oleh sebab itu selain Beliau, pria lain merupakan suami yang sangat mungkin melakukan kesalahan dan kekhilafan, bahkan yang berskala besar sekalipun.

Lalu apakah kita harus memaafkan kesalahannya padahal kekhilafan tersebut menghancurkan hidup kita? Demi Allah, ya!

Jika kita tidak ingin lebih hancur dan tidak ingin keadaan semakin memburuk, maka kita harus bisa melepaskan hati kita dari rasa dendam, yakni dengan memaafkannya!

Sudah jelas, memendam emosi negatif hanya memberi efek buruk untuk kesehatan kita (bukan kesehatan suami), dan juga membuat psikologis kita terganggu (bukan psikologis suami), jadi… Buat apa bersikeras tidak memaafkannya?

Jangan salah paham! Memaafkan adalah pekerjaan hati, jadi bukan berarti dengan memaafkan kita tidak memberikan tindakan hukum untuk kesalahan suami yang bersifat melanggar hukum. Kita bisa saja memintanya dijatuhkan sanksi hukum tapi hati kita sudah lapang dan tenang.

Jadi, yang perlu kita fokuskan adalah memaafkan untuk kelapangan hati kita sendiri!

Berikut ini Ummi sharingkan bagaimana cara memaafkan kesalahan suami, semoga bermanfaat untuk menyembuhkan luka hati Sahabat Ummi:

1. Tukar maaf kita dengan ampunan Allah!

Apakah kita tidak mempunyai kesalahan? Apakah kita tidak ingin Allah mengampuni kesalahan kita?

Jika kita mengharapkan ampunan Allah, maka tukarlah kemaafan kita untuk suami dengan ampunan Allah!

2. Tukar maaf kita dengan tiket ‘doa yang pasti terkabul’!

Orang yang didzolimi sesungguhnya memiliki tiket doa yang pasti terkabul, maka…

Daripada menyia-nyiakan tiket tersebut untuk mendoakan kesialan bagi suami (tidak ada untungnya juga buat kita), lebih baik pergunakan untuk mendoakan rezeki, kelimpahan dan keberkahan untuk kehidupan dunia dan akhirat kita.

3. Tukar maaf kita dengan kesehatan tubuh!

Orang yang mudah memaafkan sudah pasti terjauh dari penyakit berbahaya, dikarenakan hatinya lapang dan pikirannya damai.

Sebaliknya, orang yang penuh emosi dan kebencian: marah pada suami, mertua, tetangga, saudara, sudah pasti lebih gampang terkena penyakit darah tinggi, stroke, kanker, atau penyakit membahayakan lainnya.

Ini disebabkan emosi negatif berefek buruk untuk tubuh kita.

4. Tukar maaf kita dengan surga!

Bohong jika kita lebih memilih neraka daripada surga! Maka, didzolimi orang lain tapi bisa memaafkannya adalah cara tercepat meraih surga.

Allah mengetahui bahwa memaafkan bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh nafsu dan ego manusia. Sebab itu, salah seorang sahabat Rasulullah yang ibadah khususnya biasa-biasa saja, mendapat undangan ke surga dikarenakan kebiasaannya memaafkan kesalahan orang tiap sebelum tidur.

Sungguh alangkah indahnya hidup ini jika kita bisa meneladani pribadi Rasulullah yang mudah memaafkan kesalahan. Selamat menikmati hidup bahagia dengan memaafkan!

 

sumber: Ummi-Online

Wahai Muslimah! Suamimu Surgamu atau Nerakamu?

Alloh SWT menciptakan manusia tidak lain supaya beribadah kepada-Nya serta tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Maka sudah menjadi keadilan Alloh telah menciptakan surga dan neraka sebagai imbalan bagi manusia sebagai imbalan atas amal perbuatannya saat di dunia.

Tentunya sahabat Muslimah semuanya mendambakan surga sebagai tempat kembali. Namun untuk menuju surga kita mesti pandai menitinya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

Disisi lain, kita tentunya juga berpikir dari sisi manakah kita akan mendapatkan surga tersebut. Dibalik kekhawatiran atas kemampuan mendapatkan surga di akhirat, sebagai muslimah kita tentunya harus selalu berikhtiyar dan berpikir. Sehingga kita bermuhasabah dan senantiasa meningkatkan kebaikan menjadi sifat dan karakter muslimah. Yakinlah… sesungguhnya selalu berusaha dan terus berdo’a semoga kita mampu menggapainya.

Salah satu sisi yang tidak bisa kita hindarkan adalah kedudukan kita sebagai istri. Dari kedudukan sebagai istri ini kita menyadari diri bahwa memiliki pemimpin yang bernama suami. Lewat pintu RIDHO suamilah salah satu jalan pintu surganya seorang istri.  Rasululloh SAW bersabda:

Artinya: “Dari Hushain bin Mihshan ia berkata: Bibiku bercerita kepadaku, ‘Aku pernah datang kepada Rasululloh untuk suatu keperluan, maka beliau bersabda:’ Wahai fulanah sudah bersuamikah kamu?’ Sudah jawabku. Beliau bersabda lagi “Bagaimana kewajibanmu terhadap suamimu?” Aku menjawab: “Aku melayaninya dengan sungguh-sungguh kecuali dalam hal yang aku tidak mampu” Beliau bersabda lagi:”Bagaimana kedudukanmu darinya? Sesungguhnya suamimu adalah surga dan nerakamu” ( H.R Hakim).

Sahabat Muslimah….

Dari hadits di atas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa seorang wanita yang telah menikah sesungguhnya wajib baginya melayani suami sesuai dengan kemampuan. Karena sesungguhnya surga atau neraka seorang istri melekat padanya. Makna melekat disini maksudnya bahwa surga atau nerakanya seorang istri sangatlah tergantung pada akhlaq dan pelayanan kepada suami.

Maka haruslah difahami sahabat muslimah. Dikala seorang muslimah belum menikah, ketaatannya jatuh pada Ibu dan Bapaknya dan bila sudah menikah maka ketaatannya jatuh kepada suami. Maka bila sahabat muslimah telah menikah haruslah berusaha mencari ridho suaminya dalam melaksanakan segala yang diinginkannya selama tidak bertentangan dengan syari’at. Semakin banyak amalan yang dikerjakan seorang istri dalam rangka menjalankan ketaatan kepada suaminya maka semakin banyak pula pahala yang akan dia dapatkan, apabila ia menjalankannya dengan penuh keikhlasan sebagai seorang istri.

Ketaatan dalam menjalankan segala perintah suami ini meliputi pada dhohir jasad maupun hati. Dalam artian ketaatan seorang istri berhubungan dengan wujud dhohir dalam bentuk pakaian, perilaku, bahkan cara berdandandan yang terpenting adalah gaya bicara. Ketaatan ini juga menjangkau sampai pada urusan hati yang berhubungan dengan kesukaan. Umpama warna favorit, tingkat kepedasan makanan dan yang lain sebagainya. Sadarilah bahwa suami adalah pemimpin kita.

Ada kisah seorang isteri dizaman Rosulullah SAW yang diwasiyati oleh suaminya agar tidak meninggalkan rumah selama suaminya melakukan safar/perjalanan keluar. Walau apapun yang terjadi. Kemudian datang kabar pada isteri tersebut bahwa ibunya sakit parah. Hingga datang kabar yang ketiga kalinya dengan memberi kabar bahwa ibunya telah wafat. Ia teringat dengan pesan suami, karena ketaatannya wanita tersebut pun hanya mengucapkan “Innalillahi wa Inna ilaihi roojiuun”.

Sahabat Muslimah….

Mari kita tengok sekilas potret seorang shohabiyah juga putri Rasululloh yaitu Fathimah Az Zahra. Perkataan ini berasal dari suaminya Fathimah yaitu Ali Radhiallohu ‘anhu:

“Fathimah menjalankan alat penggilingan sampai terlihat bekas penggilingan pada tangannya (ngapal) Jawa, ia mencari air dengan geriba sampai ada bekas geriba di lehernya, ia membersihkan rumah sampai bajunya penuh debu, ia menyalakan tungku api sampai pakaiannya kotor dan terkena musibah karenanya dan sungguh Fathimah menggiling adonan sampai tangannya melepuh”.

Subhanallah…

Inilah gambaran seorang istri yang bisa meraih impian menjadi bidadari bagi suaminya di dunia maupun di akherat. Lalu bagaimana dengan kita sahabat Muslimah?

Saat ini di zaman modern teghnologi semakin canggih butuh air tinggal pencet, menanak nasi tinggal pencet, memasak tinggal pencet. Semua serba mudah namun sudahkah kita bersyukur atas semua fasilitas yang ada atau justru kita malah semakin menjadi seorang yang manja, pemalas lebih menyibukkan dengan hal-hal yang tidak penting, na’udzubillah min dzalik.

Sahabat Muslimah…

Semoga kita sebagai seorang wanita yang mampu menjadi istri yang benar-benar menjadi idaman bagi setiap keluarga, yang mampu meraih ridho suami tuk menggapai ridho Alloh dan mendapatkan surga sebagai balasan apa yang kita upayakan. Wallohua’lam bisshowab.

Sumber: VOA Islam