Jadilah Hartawan, Gapailah Kemuliaan!

Saudaraku, menjadi seorang hartawan adalah impian setiap orang. Apalagi impian itu disertai dengan tekad untuk menggapai rida Allah Ta’ala. Kita bertekad dengan harta tersebut kita dapat menebar manfaat, merawat orang tua, membiayai keluarga, dan membantu kerabat.

Harta yang banyak itu juga kiranya diniatkan untuk disedekahkan di jalan Allah Ta’ala. Memanfaatkan harta tersebut untuk menunaikan ibadah haji, membangun pusat pendidikan Islam, membangun masjid, dan berbagai amal saleh lainnya yang membutuhkan biaya besar.

Salah kaprah terhadap qana’ah

Sebagian dari kaum muslimin masih salah kaprah tentang memahami qana’ah terhadap kekayaan. Diriwayatkan dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al Anshary, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barang siapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga, dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadis ini hasan ghorib).

Berdasarkan hadis di atas, qana’ah adalah mensyukuri apa yang dianugerahkan oleh Allah Ta’ala kepada kita. Itulah kebahagiaan yang hakiki. Semakin banyak kita bersyukur, semakin bertambah pula nikmat yang diberikan oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat’” (QS. Ibrahim: 7).

Syariat tidak memerintahkan hamba-Nya untuk berusaha mengubah hidup dari yang sebelumnya pas-pasan menjadi seorang muslim yang hartawan. Justru Allah Ta’ala menegaskan bahwa keadaan kita sejatinya tergantung pada diri kita sendiri. Apakah kita punya keinginan, tekad, dan ikhtiar yang maksimal dalam mencari kehidupan yang lebih baik? Ikhtiar tentu saja akan selaras dengan hasil yang diperoleh, insyaallah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d: 11).

Mencari jalan menyempurnakan rukun Islam

Sebuah niat mulia kiranya terpatri dalam diri kita untuk menggapai cita-cita kesejahteraan, yaitu agar memiliki kemampuan untuk menunaikan zakat dan melaksanakan ibadah haji ke baitullah. Tanpa karunia harta dari Allah Ta’ala, akan sulit bagi kita untuk menyempurnakan kedua rukun Islam tersebut.

Banyak ayat dan hadis yang memerintahkan kita untuk menunaikan zakat dengan syarat harta yang kita miliki telah sampai haul dan nisab. Apabila sampai hari ini kita belum menunaikan zakat, maka sampai kapankah kita berlepas diri dari membayar zakat dengan alasan ketiadaan harta?

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk” (QS. Al-Baqarah: 43).

Allah Ta’ala berfirman dalam ayat lain,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. At-Taubah: 103).

Saudaraku, dua ayat di atas dikhususkan bagi orang-orang yang berharta. Sehingga jika saat ini kita belum memiliki harta yang berlebih, tidakkah kita punya keinginan suatu saat kita memiliki kelebihan harta untuk dizakatkan?

Begitu pun dengan haji, Allah Ta’ala berfirman,

وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِۚ

“Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah” (QS. Al-Baqarah: 196).

Allah Ta’ala berfirman dalam ayat lain,

وَأَذِّن فِي ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَجِّ يَأۡتُوكَ رِجَالٗا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٖ يَأۡتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٖ

“Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS. Al-Hajj: 27).

Saudaraku, Allah Ta’ala memanggil kita untuk melaksanakan ibadah haji. Dahulu manusia bisa berangkat haji dengan biaya yang relatif murah, seperti berjalan kaki atau naik kapal untuk menuju Ka’bah. Sekarang cara itu sulit untuk ditempuh. Oleh karena itu, sarana yang paling memungkinkan adalah dengan menaiki pesawat terbang yang memerlukan biaya besar.

Semestinya kita tidak menyerah agar dapat melaksanakan ibadah yang mulia ini. Meskipun saat ini kita belum mampu, tapi bertekadlah dan berikhtiarlah semaksimal mungkin untuk mencari sumber pendapatan yang halal dan banyak agar dapat melaksanakan ibadah haji. Sampai kapan kita selalu beralasan tidak cukup harta untuk menunaikan haji ke baitullah? Tidakkah kita terdorong untuk lebih giat mencari rezeki yang halal agar dapat menyempurnakan rukun Islam kita?

Harta untuk kebahagian orang-orang tercinta

Saudaraku, sampai kapan pula kita tidak mampu memberikan manfaat dari sisi harta kepada orang tua, anak, istri, kerabat, anak yatim, fakir miskin, dan orang-orang yang membutuhkan? Tidakkah kita menginginkan untuk menjadi bagian dari hamba-hamba Allah Ta’ala yang dapat berbuat kebajikan dengan harta kepada sesama?

Allah Ta’ala berfirman,

لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 177).

Pada zaman yang penuh dengan cobaan dan terpaan ekonomi, maka hal yang dibutuhkan oleh umat manusia adalah perbaikan ekonomi. Sebagai hamba Allah Ta’ala yang memiliki kecerdasan akal dan tubuh yang sehat, selayaknya kita meningkatkan ikhtiar untuk menggapai rezeki Allah Ta’ala dengan kesungguhan dan cara yang sesuai syariat.

Lihatlah perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabat Radhiallahu ‘anhum. Lihat bagaimana mereka berjuang untuk mencari harta dengan cara yang sesuai syariat demi menegakkan kalimat Allah Ta’ala. Oleh karena itu, selayaknya kita sebagai umatnya meniru para sahabat dengan cara mencari harta untuk kemuliaan kaum muslimin.

Apabila kaum muslimin memiliki banyak harta, maka harta tersebut dapat digunakan untuk membangun masjid, lembaga pendidikan Islam, membuka lapangan pekerjaan, menyantuni anak yatim dan fakir miskin, serta berbagai amal saleh lainnya.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. An-Nahl: 128).

Peluang untuk berbuat kebaikan sangat banyak. Tapi sekali lagi, dalam situasi krisis ekonomi seperti saat ini, berbuat kebaikan dengan berbagi manfaat dari harta yang banyak kiranya banyak dibutuhkan oleh kaum muslimin. Dengan demikian, mari kita senantiasa memohon kepada Allah Ta’ala dan berikhtiar semaksimal mungkin untuk memperoleh harta sesuai dengan syariat. Mari kita berbagi kepada sesama dalam rangka menggapai predikat khairunnaas dengan menjadi hartawan yang mendapatkan kemuliaan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruquthni. Hadis ini di-hasan-kan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’  no. 3289).

Wallahu a’lam.

***
Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/73259-jadilah-hartawan-gapailah-kemuliaan.html

Allah Memberi Kemuliaan

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya miliki Allah Swt. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui setiap kejadian sekecil apapun, dan Maha Mendengar setiap bisikan sehalus apapun. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Saudaraku, salah satu asma Allah Swt adalah Al Kariim, Allah Yang Maha Mulia. Segala kemuliaan adalah milik Allah dan Allah Maha Kuasa untuk memberi kemuliaan kepada siapa saja di antara hamba-Nya yang Dia kehendaki. Allah kuasa memberikan kemuliaan kepada siapa saja, dan begitu juga Allah kuasa mencabut kemuliaan itu darinya.

Allah Swt berfirman,“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Al Hujurot [49] : 13)

Dalam ayat ini jelas bahwa orang yang paling mulia di hadapan Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Ini adalah penjelasan dari Allah mengenai jalan bagaimana cara agar kita memiliki kemuliaan sebagaimana yang Allah ridhoi. Dengan takwa maka Allah akan memberikan kemuliaan.

Jadi, standar kemuliaan itu bukanlah yang paling bagus kendaraannya, bukan pula yang paling tinggi jabatannya, bukan yang paling banyak gelarnya. Karena sebenarnya orang yang inkar pun Allah beri segala aksesori duniawi itu. Standar kemuliaan di hadapan Allah adalah yang paling bertakwa. Inilah standar yang Allah ridhoi. Maka, barangsiapa ingin mulia tapi bukan standar yang Allah sukai yang ia kejar, maka bersiap-siaplah jikalau bukan kemuliaan yang ia raih melainkan kehinaan.

Beruntunglah orang-orang yang mendapat kemuliaan di hadapan Allah Swt. Itulah kemuliaan sejati, kemuliaan dunia dan akhirat. Semoga kita termasuk orang-orang yang demikian.Aamiin yaa Robbal aalamiin. [*]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

INILAH MOZAIK