Ramadhan Bulan Kepedulian Sosial

Mengapa Islam mengajarkan kewajiban membayar zakat fitrah sebelum mengakhiri puasa sebulan penuh? Salah satu makna yang terkandung adalah puasa kita ‘tidak akan diterima’ oleh Allah SWT tanpa kita melunaskan salah satu kewajiban untuk berbagi kepada sesama, tanpa kemauan untuk menyisihkan apa yang kita miliki untuk kita bagikan kepada sesama.

Puasa Ramadhan sangat erat hubungannya dengan kepedulian sosial. Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya meningkatkan amalan shalat malamnya pada bulan suci ini sekaligus memberi teladan untuk berbagi.

Secara esensial berpuasa Ramadhan adalah mengendalikan diri dan meningkatkan tradisi  berbagi  dan  terbinanya  kepedulian sosial. Dalam ajaran Islam dikenal bahwa salah satu nama yang lekat dengan bulan Ramadhan adalah syahrul Jud, yaitu bulan memberi, selain dikenal sebagai syahrul Muwassah, yaitu bulan bermurah tangan dan bulan memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pada bulan Ramadhan ini, Allah SWT memberi kesempatan kepada kaum Muslimin untuk meningkatkan solidaritas sosial, memberikan bantuan kepada mereka yang lebih membutuhkan secara sukarela, yang dilandasi oleh ketakwaan dan diwujudkan dengan nilai  kemanusiaan tanpa pamrih. Ramadhan bisa menciptakan kultur gotong royong dan keceriaan dalam berbagi. Ramadhan adalah tarbiyah untuk bersedekah, sekolah yang efektif untuk menyapa mereka yang kurang beruntung.

Semangat Ramadhan bisa meningkatkan virus positif filantropisme, yaitu semangat atau kesadaran mendekati Sang Pencipta dengan jalan memberi, mencintai orang papa, dan membantu sesama. Ajaran berpuasa dapat berhubungan kuat dengan pesan moral untuk berbahagia dalam membantu sesama atau happy to help others. Ramadhan adalah kawah candradimuka untuk meningkatkan rasa yang berkaitan dengan kata giving, loving, and caring; memberi, mencintai, dan peduli.

Jadi, menurut hemat saya, makna puasa Ramadhan lebih jelas impact-nya kalau kita merasa ada semacam kebahagiaan tersendiri ketika dapat membantu. Sebagaimana ajaran Islam dan agama-agama sebelumnya, hakikat membantu orang lain itu sesungguhnya membantu diri sendiri untuk bahagia. Banyak testimoni yang datang dari kalangan orang kaya papan atas, yang mengatakan hidupnya seakan benar-benar merasa bahagia setelah mereka bisa membantu sesama.

Bagi saya, bulan Ramadhan sangat erat dengan visi dan misi serta amanat kami dalam memimpin Kementerian Sosial. Kami diamanati oleh pemerintah untuk menjadikan semua bulan laksana bulan Ramadhan. Sebagaimana Undang-Undang 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial mengamanatkan kami untuk menangani berbagai masalah sosial masyarakat yang makin dinamis dan variatif, bahkan masalah-masalah tersebut secara kualitatif dan kuantitatif cenderung mendalam dan meluas spektrumnya di seluruh Indonesia.

Kami mencatat di setiap bulan Ramadhan, kesukacitaan masyarakat untuk membantu dan memperhatikan mereka yang membutuhkan pertolongan serasa meningkat di berbagai kalangan. Orang-orang kaya menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka yang membutuhkan. Tampak jelas nyata bahwa Ramadhan ikut meningkatkan kepedulian sosial.

Semoga melalui bulan Ramadhan, kita bisa meningkatkan gerakan peduli sesama demi kemanusiaan; membantu mereka yang mempunyai keterbatasan dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan asasinya, seperti halnya apabila terdapat bencana atau kerawanan. Hanya dengan itulah manisnya bulan suci Ramadhan terasa jelas di bumi ini.

 

 

Oleh: Kofifah Indar Parawangsa

REPUBLIKA

Rasulullah Minta Kita Peduli kepada Si Lemah

Rasulullah SAW bersabda, ”Bukanlah seorang beriman yang merasa kenyang sementara tetangganya kelaparan.” (HR Bukhari). Di samping berisi ajaran yang mengurus masalah peribadatan dengan Tuhan, Islam juga mengurus masalah-masalah yang terkait dengan kehidupan sosial. Dan, salah satu ajaran sosial Islam adalah menganjurkan umatnya untuk memiliki sikap peduli dengan orang-orang yang secara ekonomi lemah. 

Pada hadis di atas, Rasulullah SAW dengan tegas mengecam orang-orang beriman sebagai orang yang hakikatnya ‘bukan beriman’ (tidak sempurna) karena tidak peduli dengan orang-orang lemah di sekitarnya. Karena itulah, pada hadis lain, ketika seorang beriman membuat masakan, Rasulullah SAW menganjurkan agar kuahnya diperbanyak dan dibagi-bagikan kepada tetangganya (HR Bukhari-Muslim).

Saat ini, kepedulian sosial, terutama kepada orang-orang yang lemah secara ekonomi, banyak diabaikan. Orang-orang yang mampu banyak yang terlena, hingga akhirnya lalai dan abai dengan kondisi orang-orang yang lemah. Hal demikian membuat jurang pemisah antara si mampu dan si lemah kian lebar. Makin lebar dan dalam jurang menganga, keharmonisan hubungan sosial bisa rusak dan hancur. 

Mengingat betapa berbahayanya kesenjangan sosial antara si mampu dan si lemah jika tercipta, Rasulullah SAW sudah memberikan peringatan yang tegas kepada orang-orang beriman untuk tidak abai terhadap si lemah. Pada kesempatan lain, Rasulullah SAW mengatakan, ”Siapa yang melepaskan kesusahan saudaranya, Allah akan melepaskan kesusahannya nanti pada hari kiamat.” (HR Bukhari).

Orang yang memberikan makan kepada orang yang kelaparan sebagai salah satu wujud kepedulian sosial oleh Rasulullah SAW sebut sebagai orang yang ber-Islam secara baik. Saat itu, beliau ditanya oleh seseorang, ”Islam yang bagaimana yang baik itu?” Beliau menjawab, ”Yakni, engkau memberi makan, mengucapkan salam pada orang yang telah engkau kenal maupun belum.” (HR Bukhari).

Kepedulian sosial ini, secara nyata telah diteladankan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Itulah yang membuat sesama orang beriman hidup dalam keharmonisan sosial yang kuat, suasana kekeluargaan, dan saling membantu satu sama lain. Sudah selayaknya sebagai pengikutnya, kita meneladani langkah Beliau. Wallahu a’lam bish-shawab. 

Oleh Fajar Kurnianto