Jadilah Muslim Berkepribadian Konsisten (2)

Sesungguhnya kepribadian Muslim selalu cenderung untuk mengatakan kebenaran, hanya karena Allah.

 

MERUPAKAN ciri khas yang seyogyanya ada pada pribadi Muslim untuk senantiasa memberi kesaksian dan pernyataan yang benar. Ia tidak akan berubah meski menjadi syahid. AllahSubhanahu Wa Ta’ala telah menegaskan,

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penegak keadilan, dan menjadi saksi bagi Allah, kendati terhadap diri kalian sendiri, dua orang tua, dan para kerabat dekat.” (an-Nisaa’: 135).

Sesungguhnya kepribadian Muslim selalu cenderung untuk mengatakan kebenaran, hanya karena Allah. Maka di dalam hatinya tidak ada seberkas pun rasa takut. Demikian ini pulalah yang telah ditanamkan Rasululah Shalallaahu ‘Alahi Wasallamterhadap orang-orang salaf.

‘Ubadah Ibn Shamid mengisahkan dari ayahnya, ia mengatakan: Ayahku telah bercerita kepadaku,

“Kami pernah berjanji setia kepada Rasulullah untuk mendengarkan dan menaatinya baik dalam kesulitan maupun kemudahan dan untuk mengatakan kebenaran di mana pun berada dan tak gentar terhadap cacian orang yang suka mencaci, ketika kami berjuang di jalan Allah.” (Muslim).

Rasulullah memperingatkan agar menegakkan kebenaran, serta tak menganggapnya sesuatu yang remeh. Namun itu bukan karena takut kepada manusia atau beberapa orang tertentu yang mengendalikan kekuasaan. Nabi menyatakan,

“Janganlah sekali-kali rasa takut salah seorang dari kalian mencegahnya mengatakan kebenaran, jika ia melihatnya.” (Ahmad).

Demikianlah, Islam mengukuhkan sifat pemberani karena benar di dalam jiwa para pengikutnya. Islam juga menyerukan kepada mereka untuk senantiasa mengikuti serta merealisasikan kebenaran itu, sehingga kebenaran dan keadilan menjadi kenyataan.

Sesungguhnya sikap konsisten terhadap kebenaran merupakan kekuatan yang tak terkalahkan, jika seorang Muslim senantiasa berpegang teguh kepada tali Allah, kitab-Nya, serta mengikuti segala petunjuk-Nya. Petunjuk Allah itu akan menguatkan orang-orang beriman, sehingga tak menyimpang dari jalan kebenaran, dalam keadaan apa pun.

Allah telah menegaskan,

Katakanlah: Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan aI-Qur’an itu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) serta memberikan petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang Islam.” (an-Nahl: 102).

Jika ketegaran suatu pribadi adalah karena berlandaskan akidah yang benar, maka seseorang yang akidahnya tidak kuat, niscaya terombang-ambing dalam kehidupan. Selalu berubah mengikuti perubahan dunia. Ia tidak menetap dalam satu keadaan.

Tatkala mendapatkan karunia, ia merasa tenang. Namun manakala musibah dan petaka silih berganti menimpanya, ia berubah, berbalik, berlawanan dengan orang beriman yang sehat akidahnya. Dalam situasi dan keadaan apa pun, orang beriman tetap kukuh dan tegar akidahnya. Dalam hal ini Allah menjelaskan,

Ada di antara manusia yang menyembah Allah dengan tidak sungguh-sungguh. Jika mendapat kebaikan, ia merasa tenang. Tatkala mendapatkan fitnah, wajahnya berbalik, ia merugi di dunia dan akhirat. Dia adalah benar-benar orang yang rugi.” (al-Hajj: 11).

 

DR. Ahmad Umar Hasyim, dari bukunya Menjadi Muslim Kaffah.

 

sumber: Hidayatullah.com

Jadilah Muslim Berkepribadian Konsisten (1)

SEORANG Muslim mempunyai kepribadian konsisten, tak pernah goyah karena badai kehidupan. Berlandaskan akidah yang benar, ia tak mudah goyah karena bencana dan kejadian apa pun. Akidahnya tetap, karena kekuatan, konsistensi, serta keyakinannya yang tidak goyah. Karena itulah, kita melihat seorang Muslim yang benar akidahnya, dalam setiap keadaan, pekerjaan, serta perkataannya, selalu konsisten.

Dalam keadaan gembira, sedih, ditimpa kesulitan, atau mengalami berbagai kemudahan, ia tak berubah, selalu konsisten. Konsistensinya dalam setiap keadaan itu disebabkan akidahnya. Dalam banyak kesempatan kita bisa melihat seorang Muslim yang berakidah benar, semua sikap dan perilakunya tak pernah berubah.

Selain ketaatan serta ibadahnya yang tetap, ruang batinnya pun tak berbeda dengan apa yang dinyatakannya. Ia beribadah bukan agar dilihat manusia. Ia taat bukan sekadar pura-pura. Sebab suka mengelabuhi manusia adalah termasuk ciri orang munafik, sebagaimana diterangkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

Sesungguhnya orang-orang munafik itu bermaksud menipu Allah, tetapi Allahlah yang menipu mereka. Jika mendirikan shalat, mereka melakukannya dengan malas dan agar dilihat manusia. Mereka tak menyebut Allah, kecuali sedikit.” (An Nisaa’: 142).

Selain bekerja, berusaha, dan berpendirian tetap, seorang Muslim tidak bermalas-malasan, apalagi meremehkan pekerjaan. Ia memegang standar kelayakan dalam bekerja. Jika menjadi tuan, ia tak berbuat aniaya terhadap orang-orang yang berbuat aniaya kepadanya. Jika menjadi pekerja, ia ikhlas dalam bekerja. Menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas, konsisten dalam kebenaran dan keadilan, serta tidak menipu apalagi curang. Ia pun tak menyakiti orang lain dalam setiap keadaan.

Allah telah menegaskan,

Dan mereka yang menyakiti orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, padahal mereka tak melakukan apa-apa, maka mereka benar-benar telah melakukan dusta dan dosa yang nyata.”

Dalam hadist, Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, menjelaskan,

“Siapa yang mendustakan kami, maka bukan masuk golongan kami.” (Muslim).

Ketika sikap konsisten itu melekat pada kepribadian Muslim, maka jika berjanji ia akan setia menepatinya. Ia tak akan mengingkari janjinya. Allah telah menegaskan,

Tepatilah oleh kalian janji itu. Sesungguhnya janji itu harus dipertanggungjawabkan.” (al-Isra’: 34)

Sementara itu, orang-orang yang tidak menepati janji, mereka adalah kaum munafik. Rasulullah menerangkan,

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga; jika berbicara ia berdusta; jika berjanji ia mengingkari; dan jika dipercaya ia berkhianat.” (Bukhari dan Muslim).

Sementara tanda-tanda orang beriman telah disebutkan Al-Qur’anul Karim,

Dan orang-orang yang senantiasa menjaga janji serta amanah.” (al-Mu’minun: 8).

Kemudian, ciri-ciri yang jelas bagi kepribadian islami adalah kesediaan berjuang di jalan Allah, mempertahankan kebenaran, serta menguatkan barisan. Allah telah menegaskan,

Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertemu dengan sekelompok musuh, maka menetaplah, dan ingatlah Allah selalu, agar kalian beruntung.” (al-Anfal: 45).

Lebih jauh lagi Al-Qur’anul Karim menegaskan seruannya untuk bersabar, dan menguatkan kesabaran itu diiringi dengan selalu bertakwa kepada Allah,

Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian, dan kuatkanlah kesabaran itu, disertai kesiapsiagaan. Dan bertakwalah kalian kepada Allah agar kalian beruntung.” (Ali-Imran: 200).

Konsistensi dalam bersikap merupakan unsur terpenting dalam pembentukan kepribadian Islami, di samping berkata serta bertindak secara benar. Rasulullah merupakan contoh yang utama dalam hal sikap konsisten.

Dalam menyiarkan Islam, misalnya, manakala menghadapi orang-orang musyrik, beliau tetap konsisten dalam sikapnya, kendati menerima respon yang kurang mengenakkan dari orang-orang kafir. Bahkan mereka mengancam, menakut-nakuti dengan berbagai sarana. Di antara pemimpin orang kafir adalah paman beliau sendiri yang tak mempercayai kenabiannya. Toh sikap Nabi tidak berubah. Tetap konsisten.

Dengan nada yang tak menyimpan ketakutan, beliau menyatakan kepada pamannya,

“Demi Allah, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini, aku tak akan berhenti sampai Allah menampakkan kebenaran atau mereka binasa.”

Begitulah beliau, sebagai contoh dari sosok yang konsisten dalam bersikap. Tetap berdakwah, sampai Allah memenangkan agama-Nya.

Benar apa yang telah difirmankan-Nya,

Sungguh telah ada dalam diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kalian, yang menaruh harapan kepada Allah dan hari kiamat dan ia memperbanyak mengingat Allah.“*

/DR. Ahmad Umar Hasyim, dari bukunya Menjadi Muslim Kaffah.

 

 

sumber: Hidayatullah.com