Keterlibatan Kristen dalam Pemerintahan Turki Usmani

Salah satu kerajaan Islam terbesar dalam sejarah panjang masyarakat Islam yakni Kerajaan Turki Usmani (Ottoman). Kerajaan ini berkuasa antara abad ke-13 hingga awal abad ke-20. Berikut penjelasan terkait keterlibatan Kristen dalam pemerintahan Turki Usmani.

Pada mulanya, kerajaan ini didirikan oleh Osman 1 pada tahun 1299 dengan berpusat di ibu kota di Anatolia. Hingga akhirnya mengalami fase perpindahan sebagai proses strategi politik yang dijalankan, lalu pada akhirnya berpusat di Konstantinopel atau Istanbul.

Melihat Turki bagi kita hari ini, justru terlihat sebagai negara yang pernah menjadi tempat kejayaan Islam di masa lalu. Apa yang melatarbelakangi kemajuan Turki Usmani? Pertama, mereka bangsa yang dinamis, berpikiran terbuka dan memiliki semangat juang yang tinggi. Kedua, memiliki Angkatan perang yang tangguh, ketiga, menempati wilayah strategis dalam percaturan dunia.

Artinya Kota Istanbul (Konstantinopel) berada diantara Laut Hitam dan Laut Tengah yang langsung berhubungan dengan daratan Asia dan Eropa (Betti Megawati , Kerajaan Turki Usmani “Tarbiyatul Bukhary, Jurnal Pendidikan, Agama Dan Sains“ Vol. IV Thn. 2020).

Posisi geografis di atas tersebut menjadi privilege yang dimiliki oleh Turki Usmani karena menjadikan Turki sebagai jembatan antara Timur dan barat. Artinya pemimpin Turki Usmani tidak hanya menjabatan Khalifah akan tetapi juga sebagai pemimpin agama.

Posisi ini juga didukung oleh kekuatan para ulama sebagai pemegang hukum Syariah yang memiliki kemampuan mumpuni Tabrani. Za, Perubahan Ideologi Keislaman Turki (Analisis Geo-Kultur Islam Dan Politik Pada Kerajaan Turki Usmani), “Jurnaledukasi” Vol. 2, Thn. 2016).

Perlu kita pahami bahwa, kerajan Turki Usmani menjadi salah satu sejarah yang didengungkan oleh para aktivis khilafah sampai hari ini, dan dijadikan alasan kuat mengapa khilafah perlu ditegakkan di Indonesia. Alasannya justru sangat sederhana bahwa, dalam sistem pemerintah Turki Usmani, mencapai puncak kejayaannya dalam menerapkan syariat Islam.

Kemudian, kehancuran kerajaan ini, salah satunya disebabkan oleh keterpesonaan terhadap budaya barat, kapitalisme, modernism, sekularisme. Maka dari itu, hal itu juga selalu menjadi alasan bagi para aktivis khilafah hari ini ketika melihat kaca mata Indonesia sebagai negara yang sudah digerogoti kapitalisme, modernisme, dll. Bagi para aktivis khilafah, jalan satu-satunya adalah mengembalikan kejayaan Islam di Indonesia dengan menerapan sistem khilafah.

Padahal, kalau ditelisik lebih jauh, kemunduran Turki Usmani juga disebabkan oleh kesombongan (pride), kemewahan (luxury), dan kerakusan (greed). Semestinya, faktor ini dipahami hal yang sangat penting dalam sebuah kehidupan sosial yang terdapat aturan-aturannya.

Artinya, daripada mengklaim dan bersusah payah untuk menghidupkan negara khilafah, justru yang paling baik adalah bagaimana ketiga term di atas (red;kesombongan, dll) disingkirkan dalam diri supaya tidak menghancurkan.

Melihat struktur sosial Turki Usmani

Dalam konteks masyarakatnya, Turki Usmani terbagi dalam dua kelas, yakni: Pertama berdasarkan kelompok keagamaan yang disebut Millet. Kedua, dibagi berdasarkan hubungan dengan kekuasaan politik. Pada kelompok kedua ini, masyarakat Turki Usmani kembali terbagi dalam dua kelas sosial, yaitu: militer (askeri) atau kelas penguasa (ruling class), dan masyarakat biasa (reaya).

Pada struktur kelas penguasa/militer, terdapat beberapa strata. Pertama, keluarga Turkoman yang sejak awal sudah berjuang untuk Turki Usmani sekaligus memiliki peran penting dalam masa kejayaan Turki Usmani. Kedua, kelas penguasa yang sudah ditaklukkan kemudian dimasukkan dalam sistem Turki Utsmani. Ketiga, orang-orang Kristen yang sudah direkrut ke dalam sistem Turki Usmani melalui devshirme.

Devshirme adalah rekrutmen bagi anak-anak Kristen yang kemudian dididik dan dilatih untuk menempati posisi administrator atau kapi kulu (budak sultan) di istana kerajaan. Keempat, ulama yang bertanggung jawab untuk mengelola Lembaga hukum dan pendidikan Islam kerajaan.

Sistem Devshirme merupakan salah satu sistem yang mengangkat martabat orang lain. Inklusifitas yang diciptakan oleh Turki Usmani dalam menjalankan sistem pemerintahan menjadi salah satu pembelajaran penting untuk dilihat dalam konteks hari ini.

Melalui sistem ini, menjadikan ribuan anak petani Kristen naik ke posisi tinggi militer dan kekuasaan politik, sekaligus mengantarkan mereka pada akuisisi kekayaan dan prestise sosial. Tidak hanya itu, pengembara miskin Turki mampu menjadi komandan militer dan penguasa provinsi, atau setidak-tidaknya menjadi pemimpin unit yang memberikan hak istimewa sosial dan ekonomi ke depannya.

Melalui sistem ini, setidaknya kita memahami bahwa keterlibatan orang Kristen yang diangkat derajatnya oleh sistem yang diterapkan oleh Turki Usmani semata-mata membuka kesempatan bagi kelompok lain merasakan hal yang sama yakni, diberi kesempatan berpolitik dan ikut serta terlibat dalam pengelolaan pemerintahan (Deden A. Herdiansyah, “Di Balik Runtuhnya Turki Usmani”, (Yogyakarta: Pro U-Media, 2016).

Demikian penjelasan terkait keterlibatan Kristen dalam pemerintahan Turki Usmani. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH