Dibimbing Ustaz Arifin Ilham, Seorang Dokter Masuk Islam

Jumlah mualaf Majelis Az-Zikra mencapai 721 orang.

Seorang dokter mengucapkan dua kalimat syahadat dibimbing Ustaz Muhammad Arifin Ilham dan disaksikan ribuan jamaah zikir Majelis Az-Zikra, Masjid az-Zikra, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Ahad (3/2).

“Setelah Zikir Akbar kita Ahad ini digembirakan Allah. Seorang dokter,  Marini Ruth Arthauli Sirait ( 24 tahun),  dari Protestan memutuskan untuk masuk Islam. Ia menjadi mualaf  dengan  ikhlas, sadar dan yakin sepenuh hati setelah mempelajari kemuliaan dan kebenaran ajaran Islam,” kata Pimpinan Majelis Az-Zikra, Ustaz Muhammad Arifin Ilham dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (3/2).

Ia menambahkan, peristiwa itu sangat mengharukan.  “Subhanallah walhamdulillah,  haru bahagia deraian air mata yang bersyahadat dan ikhwany fillah yang menyaksikan,” ujarnya.

Masuk Islamnya dr Marini Ruth Arthauli Sirait menambah panjang daftar mualaf yang bersyahadat melalui Majelis Az-Zikra.  “Alhamdulillah kini kembali Allah gembirakan kita dengan  bertambahnya lagi mualaf kita, yakni menjadi  721 mualaf melalui Majelis Az-Zikra,” papar Ustaz Arifin yang kembali memimpin Zikir Akbar di Masjid Az-Zikra, setelah menjalani pengobatan di RSCM dan RS di Penang, Malaysia.

Dalam kesempatan tersebut, Ustaz Arifin menyampaikan terima kasih kepada  Koh Hanny yang menjadi motivator para mualaf Majelis Az-Zikra. “Semoga terus dan terus semakin banyak mereka yang meraih Hidayah Allah. Aamiin,” tuturnya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Majelis Malaikat

Diceritakan dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki sekelompok malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari orang-orang berzikir. Apabila mereka menemukan sekelompok orang berzikir kepada Allah, maka mereka saling memanggil, ‘Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan’”.

Lalu para malaikat itu mengelilingi orang-orang yang berzikir dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit. Apabila orang itu telah berpisah (bubar dari majelis zikir), para malaikat pun melesat naik menuju langit.

Maka Allah pun bertanya kepada mereka (padahal Dialah yang lebih mengetahui perihal mereka). “Dari mana kalian semua?” Malaikat menjawab, “Kami datang dari sekelompok hamba-Mu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir, dan bertahlil kepada-Mu.”

“Apakah mereka pernah melihat-Ku?” tanya Allah. Langsung dijawab malaikat, “Tidak pernah!” “Seandainya mereka pernah melihat-Ku?” timpal Allah. Malaikat menyahut, “Andai mereka pernah melihat-Mu, niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepada-Mu, lebih bersemangat memuji-Mu, dan lebih banyak bertasbih kepada-Mu.”

“Lalu apa yang mereka pinta pada-Ku?” tanya Allah lebih lanjut. “Mereka minta surga kepada-Mu,” jawab malaikat lagi. Allah pun kembali bertanya, “Apakah mereka pernah melihat surga?” Dijawab oleh malaikat, “Tidak pernah!” “Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya?” timpal Allah. Malaikat pun kembali menjawab, “Andai mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya, dan semakin besar keinginan untuk memasukinya.”

“Dari hal apa mereka minta perlindungan?” sahut Allah lagi. “Dari api neraka!” jawab malaikat. Allah kembali bertanya, “Apa mereka pernah melihat neraka?” “Tidak pernah!” jawab malaikat. Allah bertanya lagi, “Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka?” “Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan diri darinya,” sahut malaikat.

Pada akhir dialog, Allah berfirman, “Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka.” Salah satu dari malaikat menyela, “Tapi, di situ ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan, apakah mereka akan diampuni juga?”

“Mereka adalah satu kelompok di mana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa”. (HR Bukhari Muslim). Subhanallah, mulianya mereka yang berzikir. Dicari dan dikelilingi oleh para malaikat dan dilaporkan olehnya kepada Allah untuk kemudian Allah mengampuni dosa dan mengabulkan semua doa dan hajatnya. Wallahu A’lam.

Oleh: Muhammad Arifin Ilham

KHAZANAH REPUBLIKA

Jangan Marah

Suatu waktu Ibnu Umar radhiya Allahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Apa yang bisa menjauhkan aku dari murka Allah ‘Azza wa Jalla?” Rasul langsung menjawab, ”Jangan marah!”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang menahan marah padahal dia sanggup melampiaskannya, akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk dan disuruh memilih bidadari yang mana saja dia suka. Lain waktu, Rasulullah SAW sampai mengulang tiga kali sabdanya, ketika salah seorang sahabat meminta nasihat kepada beliau. ”Jangan marah!” Bahkan, beliau menyampaikan kabar gembira bagi orang yang mampu menahan marah. ”Dan bagimu adalah surga!”

Subhanallah, karena kita bisa menahan marah ternyata surga dengan semua kenikmatan di dalamnya adalah balasan kita.

Marah adalah nyala api dari neraka. Seseorang pada saat marah, mempunyai kaitan erat dengan penghuni mutlak kehidupan neraka, yaitu setan saat ia mengatakan, ”Saya lebih baik darinya (Adam–Red); Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’raf: 12). Tabiat tanah adalah diam dan tenang, sementara tabiat api adalah bergejolak, menyala, bergerak, dan berguncang.

Marah berarti mendidih dan bergolaknya darah hati yang terlampiaskan. Oleh sebab itu, bila sedang marah, api amarah menyala dan mendidihkan darah hatinya lalu menyebar ke seluruh tubuh.

Bahkan, hingga naik ke bagian atas seperti naiknya air yang mendidih di dalam bejana. Karena itulah, wajah, mata, dan kulit yang sedang marah tampak memerah. Semua itu menunjukkan warna sesuatu yang ada di baliknya seperti gelas yang menunjukkan warna sesuatu yang ada di dalamnya.

Jika seseorang marah, tapi tidak bisa dilampiaskan, karena tidak ada kemampuan, misalnya, kepada atasan atau pimpinan, maka darah justru akan menarik diri dari bagian luar kulit ke dalam rongga hati. Sehingga, ia berubah menjadi kesedihan. Karenanya, biasanya warnanya pun menguning dan muka pun berubah murung.

Manusia bila ditilik dari sifat marah ada empat kelompok. Pertama, cepat marah, cepat sadar (ini merupakan sesuatu yang buruk). Kedua, lambat marah, lambat sadar (ini kurang terpuji). Ketiga, cepat marah, lambat sadar (adalah sifat yang terburuk). Dan terakhir, lambat marah, cepat sadar (inilah yang baik).

Orang yang lambat marah tapi segera sadar adalah sosok Mukmin yang terpuji. Karena ia berusaha mencerna dan mengelolanya dengan baik, sehingga di akhir kemarahannya yang singkat itu ada proses mengingatkan dan pelajaran. Marah karena sayang. Nah, kira-kira di mana posisi kita saat marah? Wa Allahu a’lam.

Oleh: Muhammad Arifin Ilham

Tanda-tanda Puasa Diterima Allah Menurut KH Arifin Ilham

Ada beberapa tanda nyata yang menunjukkan puasa seorang Muslim diterima oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Di antaranya, menurut Pimpinan Majelis Az-Zikra, KH Arifin Ilham, terjadinya perubahan positif dan nyata dalam diri Muslim tersebut.

“Tanda yang paling utama ibadah itu diterima adalah, ada perubahan besar, ada perbaikan nyata pada dirinya,” ujar Ustadz Arifin, sapannya, di sebuah bandara dalam suatu perjalanannya, Sabtu (24/06/2017), 29 Ramadhan 1438 H.

Dimana perubahan itu bisa dirasakan oleh seseorang tersebut. Serta oleh keluarga, tetangga, dan sahabatnya, jelas Arifin melalui rekaman video siaran langsungnya di fanspage resminya.

Perubahan itu pun, terangnya, jelas sekali terasa.

“Apa itu? Taubatan nasuha. Yang tadinya maksiat, tidak maksiat lagi. Tadinya (pakai) narkoba, tidak (pakai) narkoba lagi. Tadinya merokok, tidak merokok lagi,” imbuhnya mencontohkan.

Contoh lain perubahan itu, lanjutnya, jika seseorang yang tadinya malas shalat ke masjid, pasca puasa jadi rajin ke masjid.

Tanda kedua puasa seseorang diterima oleh Allah, masih menurut Arifin, Muslim tersebut tenggelam dalam cinta kepada Sang Khalik. Kalau dulu seseorang itu tenggelam dalam maksiat, sebutnya mencontohkan, “Sekarang tenggelam dalam cinta kepada Allah.”

“Tadi yang hobinya ke diskotik, eh, malah hobinya nangis saat tahajud,” sebutnya lagi.

Tanda ketiga, tambahnya, seseorang tersebut sangat benci kepada kemaksiatan. Kalau dulu orang itu senang bermaksiat, pasca puasa Ramadhan jadi benci sama maksiat.

“Dulu demen banget sama rokok tuh, sampai 3-4 bungkus sehari (diisap. Red). Sekarang benci banget dia sama rokok. Nah, itu nyata, hijrah,” ungkap Arifin sebagai contoh menunjuk seseorang di dekatnya yang tampaknya rombongan seperjalanannya.

Begitu pula, contohnya lagi, seseorang yang dulunya tidak peduli halal-haram, lalu berubah menjadi takut dengan haram.

Tanda selanjutnya, jelas Arifin, adalah wara’. “Itu semakin berhati-hati dengan hukum Allah,” jelasnya yang tampak mengenakan pakaian khasnya, serba putih.

Lebih jelasnya, wara’ maksudnya, secara mutlak semua perintah Allah dilaksanakan oleh seseorang tersebut. “Dan seluruh larangan Allah dijauhi,” imbuhnya.

Tanda kelima, yaitu mudah menangis karena Allah dimana saja. “Jadi, hatinya hancur redam kalau ingat masa lalunya,” terang Arifin. Seseorang itu jadi sedih kenapa selama ini selalu bermaksiat, “Nyesalnya hebat sekali.”

Tanda keenam, terjadinya perubahan lingkungan. Baik pergaulan maupun suasana. Misalnya meninggalkan pergaulan dengan teman-teman yang liberal dan tidak beragama. “Maka begitu dia bertaubat, hijrah, (menuju) lingkungan sahabat yang baik-baik,” ujar Arifin.

Tanda terakhir puasa seseorang diterima oleh Allah, masih paparan Arifin, adalah keistiqamahan seseorang dalam hijrahnya. “Tidak mundur lagi, tidak maksiat lagi,” sebutnya.

Dan yang ada sekarang, lanjutnya, adalah pertaubatan, ibadah, amal shaleh, perbaikan akhlak, serta cinta kepada Allah, Rasul, orang-orang beriman, orang-orang shaleh, cinta majelis ilmu, majelis dzikir, cinta syariat Allah, Sunnah Nabi, dan cinta al-Qur’an. “Itu yang ada.”

Tanda selanjutnya, jelas Arifin, adalah wara’. “Itu semakin berhati-hati dengan hukum Allah,” jelasnya yang tampak mengenakan pakaian khasnya, serba putih.

Lebih jelasnya, wara’ maksudnya, secara mutlak semua perintah Allah dilaksanakan oleh seseorang tersebut. “Dan seluruh larangan Allah dijauhi,” imbuhnya.

Tanda kelima, yaitu mudah menangis karena Allah dimana saja. “Jadi, hatinya hancur redam kalau ingat masa lalunya,” terang Arifin. Seseorang itu jadi sedih kenapa selama ini selalu bermaksiat, “Nyesalnya hebat sekali.”

Tanda keenam, terjadinya perubahan lingkungan. Baik pergaulan maupun suasana. Misalnya meninggalkan pergaulan dengan teman-teman yang liberal dan tidak beragama. “Maka begitu dia bertaubat, hijrah, (menuju) lingkungan sahabat yang baik-baik,” ujar Arifin.

Tanda terakhir puasa seseorang diterima oleh Allah, masih paparan Arifin, adalah keistiqamahan seseorang dalam hijrahnya. “Tidak mundur lagi, tidak maksiat lagi,” sebutnya.

Dan yang ada sekarang, lanjutnya, adalah pertaubatan, ibadah, amal shaleh, perbaikan akhlak, serta cinta kepada Allah, Rasul, orang-orang beriman, orang-orang shaleh, cinta majelis ilmu, majelis dzikir, cinta syariat Allah, Sunnah Nabi, dan cinta al-Qur’an. “Itu yang ada.”

 

HIDAYATULLAH