Teladan Khalifah Umar dan Shalauddin al-Ayubbi

Oleh: Muslimin

Sejatinya, penghancuran dan perusakan tempat ibadah agama apa pun dalam Islam sangat dilarang. Sebab, dalam Islam, diperintahkan untuk menghormati dan menyayangi sesama.

Tidak hanya ditujukan kepada umat Islam, tetapi juga kepada umat non-Muslim. Sebagaimana yang dikemukakan Rasulullah SAW, “Tidaklah beriman seseorang hingga dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” (HR Muslim).

Dalam hadis lain juga dijelaskan, “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik terhadap sesamanya. Di samping itu, sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik kepada tetangganya.” (HR Bukhari, Turmudzi, dan Ahmad).

Oleh karenanya, seorang Muslim tidak dapat dikatakan memiliki keimanan yang benar bila membiarkan ketidakadilan dan penderitaan berlangsung terus di sekitarnya. Perhatian terhadap sesama Muslim maupun non-Muslim sangat fundamental dalam ajaran Islam.

Sebab itu, saat Khalifah Umar Ibn Khattab dan tentaranya menaklukkan Kota Yerusalem pada 636 Masehi, rumah-rumah ibadah umat non-Muslim tidak boleh dihancurkan, bahkan dilindungi. Kaum Yahudi yang sebelumnya dilarang menetap di sana, diperkenankan kembali menetap dan beribadah di Yerusalem. Khalifah Umar Ibn Khattab menjamin keamanan rumah-rumah ibadah dan simbol keagamaan.

Rumah ibadah juga tidak diubah menjadi tempat permukiman masyarakat. Properti kekayaan milik non-Muslim dilindungi. Sebab itu, umat Islam, Nasrani, dan Yahudi hidup rukun dan damai di sana.

Hal yang sama juga dilakukan Shalahuddin al-Ayyubi dan tentaranya ketika memasuki Yerusalem sebagai pemenang. Tidak satu pun umat non-Muslim yang dibunuh dan tidak pula terjadi perampokan. Shalahuddin al-Ayyubi tidak sanggup menahan air matanya melihat permohonan keluarga yang terpecah-pecah dan ia membebaskan kebanyakan dari mereka dengan tanpa uang tebusan.

Tentunya, kepemimpinan Umar Ibn Khattab dan Shalahuddin al-Ayyubi yang menghormati sesama bermuara dari ajaran Islam yang berlandaskan pada konsep cinta, kasih, sayang, kerendahan hati, pengorbanan, toleransi, dan perdamaian.

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, orang yang dalam perjalanan, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS an-Nisa [4]: 36).

Umat Islam yang hidup dengan nilai-nilai dari Alquran akan menjadi pribadi yang menebarkan cinta, kasih sayang, dan rasa hormat kepada siapa pun. Karena, Islam diturunkan kepada manusia dengan tujuan agar terbentuk umat yang mampu menyayangi dan menghormati seluruh alam.