Kakek Ini Menjual Kebunnya Untuk Berangkat Haji Bersama Istrinya

Ia memang sudah tua. Ia juga sangat miskin tak berpunya. Tapi hatinya kaya dan bahagia.

Seorang pria India, yang bernama Muhammad Said, usia 70-an tahun, beberapa bulan lalu menjual perkebunan kecil miliknya. Perkebunan itu adalah satu-satunya sumber penghidupannya dan istrinya. Ia sudah membulatkan tekad untuk menjual harta satu-satunya itu untuk menggenapi biaya menuju tanah suci bersama sang istri.

“Saya tidak punya pilihan lain selain menjual perkebunan kecil saya.” kata Muhammad Said kepada kepada surat kabar Al-Watan. Ia dan istrinya yang sudah sama-sama sepuh harus berkorban untuk dapat datang ke Arab Saudi untuk memenuhi rukun Islam kelima.

Pada tahun 1435 H atau haji tahun 2014 M, Allah mengundang Muhammad Said beserta istri datang ke rumah-Nya yang mulia.

“Pengorbanan kami adalah murni untuk Allah. Kami senang berhasil sampai ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji.” katanya.

Saat diwawancarai, Said dan istrinya sedang berada di Mina bersama jamaah haji India lainnya.

Ia kembali bercerita “Ini adalah pertama kalinya saya dan istri menunaikan ibadah haji.”

Dia mengatakan sejak dahulu, ia sudah berkali-kali berpikir untuk datang ke Arab Saudi, menunaikan rukun Islam yang kelima ini. Namun keadaan ekonominya saat itu tidak memungkinkannya untuk mewujudkan cita-citanya yang mulia ini. “Saya tidak bisa mengumpulkan uang yang dibutuhkan untuk perjalanan haji. Saya tidak bekerja. Satu-satunya sumber pendapatan untuk saya dan istri adalah pertanian kecil kami.” katanya.

Said mengatakan, selama di Arab Saudi, ia telah beberapa kali shalat dan berdoa di dekat Ka’bah yang suci. “Setiap kali saya shalat, saya merasa gembira. Saya juga menyukai suara imam Masjid al-Haram saat mereka melantunkan Alquran saat shalat.” katanya.

Dia berkesan, rasaya sulit dipercaya bahwa dia benar-benar shalat dan berdoa menghadap Ka’bah dalam Masjidi al-Haram.

“Saya merasa seolah-olah saya baru lahir ketika saya pertama kali menjejakkan kaki di Arab Saudi.”

Said mengatakan selama bertahun-tahun ia sangat ingin berhaji, namun kendala keuangan datang di tengah jalan. Sampai akhirnya ia berpikir untuk menjual tanah perkebunannya.

“Saya memiliki keyakinan yang kuat kepada Allah, dan saya tidak menyesal menjual perkebunan itu demi datang ke rumah Allah.” katanya.

Dia mengatakan dia yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan ganti dengan peternakan lain atau memberinya sumber pendapatan lain ketika ia kembali ke rumahnya di India.

Pelajaran:

– Jika hati kita jujur menginginkan datang ke Baitullah al-Haram, maka Allah akan mengundang kita datang ke sana menjadi tamunya. Allah akan mencukupkan yang kurang dan memberikan kesehatan.

– Orang yang beriman itu rindu datang ke rumah Allah.

– Orang yang miskin dan tua mengorbankan jiwa dan hartanya untuk datang berhaji ke Baitullah, bagaimana dengan orang-orang yang mampu dan sehat? Apakah mereka beralasan Allah tidak mengundangnya?

Sumber: saudigazette.com.sa

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/4617-kakek-ini-menjual-kebunnya-untuk-berangkat-haji-bersama-istrinya.html

Berkonvoi, Cara Jamaah Haji Mesir ke Tanah Suci

Sebagian jamaah haji ada yang datang ke Tanah Suci dengan cara berkonvoi menggunakan mobil karavan. Salah satu di antaranya yakni jamaah dari Kairo, Mesir.

Salah satu kisah yang menarik yakni pengalaman Abd al Kadir al Djazari, seorang jamaah asal Kairo pada pertengahan abad ke-16. Dalam buku berjudul Pilgrims Sultans The Hajj under the Ottomans, diceritakan pengalaman pribadi Djazari dan keluarganya saat berangkat ke Makkah, Arab Saudi.

Pada tahun 1406-1407, belum ada perintah tetap terkait bagi jamaah Kairo sehingga mengakibatkan kebingungan  bagi warga yang hendak pergi berhaji. Hingga akhirnya urutan prioritas diberlakukan.

Namun hal tersebut tidak membendung jumlah calon jamaah yang hendak menunaikan rukun Islam ke-lima. Alhasil sebagian dari mereka memutuskan untuk menjangkau Tanah Suci dengam berkonvoi.

Pemimpin rombongan bertugas memastikan calon jamaah yang ikut berada pada posisinya. Biasanya mereka bergabung di Adjrud, lima titik pemberhentian dari Kairo, tidak jauh dari Suez. Djazari menjelaskan rombongan terbagi menjadi beberapa sub-bagian, yang dia sebut katars. Jumlah mereka bervariasi. Dalam satuan besar, mungkin terdiri dari sembilan orang.

Selama perjalanan, mereka tidak hanya menghadapi Laut Merah, tetapi juga pegunungan dan pantai.  Kondisi Laut Merah yang memiliki terumbu karang cukup berbahaya bagi rombongan. Cukup banyak serangan terjadi di wilayah itu.

Penembak jitu yang bersenjatakan busur dan anak panah serta pembawa obor bertanggung jawab atas keamanan rombongan. Pedagang membawa barang-barang berharga biasanya melakukan perjalanan dekat dengan harta bawaan mereka, sementara calon jamaah biasa, berdiri di belakang.

Di antara banyak pejabat yang menyertai kafilah Kairo, sekretaris komandan menempati posisi kunci. Ia harus berkonsultasi terkait kapan keputusan penting harus diambil. Dia juga bertanggung jawab terhadap pembayaran subsidi untuk kaum Badui yang ikut bepergian bersama rombongan. Djazari sendiri kerap memuji kondisi haji masa lalu yang berbeda dengan masa kini karena dianggap lebih cemerlang.

Dianggap sebagai jauh lebih cemerlang; ia mengklaim bahwa kantor kafilah kadi telah kehilangan banyak kilau sebelumnya dan sekarang hampir selalu diisi oleh orang Turki. Sangat mungkin pendapatnya diwarnai oleh kekecewaannya sendiri dengan karirnya.

Setelah semua, dia adalah keturunan dari keluarga mapan baik di Kairo dan Madinah, namun harus puas dengan posisi yang cukup sederhana. Kafilah kadi didampingi oleh sejumlah bawahan. Peziarah yang ingin menutup kontrak-kontrak atau membuat surat wasiat mereka laki-laki membutuhkan gaya hidup tak bercacat untuk bertindak sebagai saksi.

Selain itu, orang-orang ini harus ditemukan dengan mudah jika pernah kesaksian mereka dibutuhkan. Untuk memastikan bahwa mereka yang tersedia dalam kasus tersebut, al-Djazari ayah mulai menetapkan mereka tunjangan.

 

IHRAM