Mualaf Rosyidah: Mengapa Saya tak Pelajari Islam Selagi Muda?

Mualaf Rosyidah belajar Islam di usia yang tak lagi muda

Rosyidah sempat mengalami kevakuman dalam berislam. Penyebabnya, ia waktu itu belum mengetahui bahwa untuk menjadi seorang Muslim tidak cukup dengan membaca ikrar syahadat.

Sekira 30 tahun lalu, mualaf yang lahir dengan nama Cecilia itu untuk pertama kalinya mengucapkan kalimat tauhid

Akan tetapi, hal itu dilakukannya bukan atas dasar kesadaran yang penuh dari dalam diri. Wanita yang kini berusia 63 tahun itu hanya ikut-ikutan. “Saat itu, saya tidak paham, Islam yang be nar seperti apa. Saya hanya mengikuti seperti yang diajarkan oleh lingkungan (orang-orang sekitar) saya,” ujar dia, seperti dinukilkan Republika dari tayangan video akun Ngaji Cerdas yang diunggah beberapa waktu lalu.

Ceritanya bermula sekitar akhir dekade 1980- an. Waktu itu, seorang kerabat mengajaknya untuk bertemu dengan salah satu sesepuh lokal. Sesampainya di tujuan, Rosyidah akhirnya menyadari, orang yang akan dikunjunginya itu adalah semacam dukun.

Di hadapan paranormal itu, kerabatnya meminta Rosyidah untuk mengikuti rapalan tertentu. Ia ingat, salah satu penggalan kalimat yang dibacanya itu ialah syahadat. Maka, secara formal dirinya sejak saat itu sudah menjadi pemeluk agama Islam.

Beberapa waktu kemudian, si dukun memberikan secarik kertas. Rosyidah tidak paham isinya, tetapi mengenal bahwa yang tergurat di sana ialah aksara Arab. Paranormal tersebut juga menganjurkannya untuk berpuasa mutih setiap hari serta tidak mengonsumsi makhluk-makhluk bernyawa. Rosyidah menuruti begitu saja arahan tersebut.

Saat itu, yang dipikirkannya ialah keselamatan keluarga, terutama anaknya yang sedang sakit keras. “Saat anak saya sakit, saya pergi ke ‘orang pintar’. Kemudian, saya diberi air yang bertuliskan rajah. Tetapi, anak saya tidak kunjung sembuh,” tuturnya mengenang.

Rosyidah mengakui, pada masa itu dirinya belum memiliki keinginan untuk lebih lanjut mengenal Islam. Lambat laun, ia menyimpan rasa penasaran. Benarkah Islam mengajarkan soalsoal perdukunan?

Pada suatu hari, ia mengikuti sebuah pengajian di masjid. Itulah untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di rumah ibadah Islam. Sebelumnya, jangankan untuk beribadah secara jamaah di masjid, sholat atau mengaji Alquran pun tidak dikenalnya.

Namun, ada materi ceramah yang membuatnya mengernyitkan dahi. Rosyidah tersentak ketika mendengar ceramah ustaz di sana. Sang dai menyebutkan, seorang Muslim dilarang untuk melakukan dosa besar yakni syirik. Perbuatan itu berarti menyekutukan Allah.

Ia pun menyadari, ritual yang selama ini dijalaninya atas saran dukun termasuk amalan syirik. Ada amarah luar biasa yang merasukinya. Sesampainya di rumah, ia luapkan kepada kerabat yang telah mengajaknya ke paranormal.

Tidak menunggu waktu lama, Rosyidah segera membuang semua benda yang diperolehnya dari dukun. Ia menyadari bahwa ritual yang selama ini dilakukannya ternyata haram dilakukan menurut Islam.

Namun, ia kembali mengalami kebingungan. Jika dosa dihindari maka yang dikerjakan adalah beribadah. Padahal, dirinya selama ini tidak bisa sholat atau mengaji Alquran. Merasa tidak ada seorang pun yang dapat membimbingnya, ia hanya belajar secara mandiri.

Pertama-tama, Rosyidah mendapatkan sebuah mushaf Alquran yang dilengkapi dengan terjemahan. Harapannya, dengan mempelajari terjemahan Alquran akan memudahkannya dalam membaca ayat-ayat suci.

Sayang sekali, pengharapan itu tak kunjung terwujud. Berhari-hari ia membaca terjemahan Alquran, hanya dua kalimat dengan teks Arab yang berhasil ia hapalkan, basmalah dan tahlil.

Karena merasa putus asa, Rosyidah urung melanjutkan pembelajaran secara mandiri. Mus haf Alquran pun disimpannya di dalam lemari. Fokusnya mulai teralihkan kepada rutinitas sehari-hari. Misalnya, ikut mencari nafkah agar anak-anaknya bisa mencapai pendidikan setinggi-tingginya.

Hikmah musibah

Selama 10 tahun lamanya Rosyidah tak lagi tertarik mendalami Islam. Mushaf Alquran miliknya ditutup, dibiarkan tersimpan dalam lemari. Hidupnya seperti berjalan normal hingga sebuah musibah melanda.

Anak perempuannya mengalami kecelakaan yang cukup parah. Bahkan, wajah putrinya itu mendapatkan luka-luka. Begitu mendengar kabar tersebut, Rosyidah menangis tersedu-sedu.

Hatinya tergugah. Ada perasaan ingin kembali mendekatkan diri kepada Allah. Tidak ada yang lebih diinginkannya saat itu selain kesembuhan anak. Untuk meminimalkan dampak kecelakaan, putrinya itu dioperasi. Sebelum tindakan medis dimulai, dokter meminta Rosyidah untuk berdoa. Itu demi kelancaran operasi.

“Saya bingung, doa apa yang saya bisa panjatkan. Saya tidak bisa apa-apa. Hanya tahu basmalah dan tahlil,” ucapnya mengingat kembali momen itu. Maka, ia terus menggenggam tangan anaknya hingga buah hatinya itu memasuki ruangan operasi. Dari luar, dirinya terus mengulang-ulang bacaan basmalah dan tahlil.

Sejurus kemudian, ia tertidur. Dalam mimpi, Rosyidah seperti diperlihatkan masjid yang megah. Di atas tempat ibadah itu, langit tampak begitu luas dan dihiasi bintang-bintang.

Setelah terbangun dia bertanya-tanya, apakah untuk mendapatkan ridha Allah seseorang harus lebih dahulu berdoa di sebuah masjid. Namun, di mana ia dapat menemukan masjid yang seperti digambarkan dalam mimpi.

Sejak saat itu, Rosyidah ingin kembali mendalami Islam. Ia lantas mencari-cari informasi di pelbagai platform media sosial, termasuk Youtube. Dari sana, dirinya menemukan akun Mualaf Center Indonesia serta menghubungi kontak yang tercantum.

Dengan didampingi anaknya, Rosyidah mendaftar kajian secara daring. Majelis ilmu itu diasuh Ustaz Lukman Hakim. Kajian ini menggunakan bahan-bahan materi yang ditulis dengan aksara Arab. Alhasil, apa yang dijelaskan tidak begitu dihayati mualaf tersebut karena adanya kendala bahasa. 

Ia kemudian ingin menemui langsung ustaz tersebut. Dengan begitu, dirinya bisa mendapatkan bimbingan. Dengan bantuan anaknya, ia pun pergi ke daerah Sentul, Bogor, tempat dai itu mengajar puluhan tahun lamanya. Pada 2015, Rosyidah mengunjungi Masjid Az Zikro. Diketahui bahwa Rosyidah belum pernah bersyahadat secara resmi.

Maka pada tahun tersebut, ia kembali meng ucapkan dua kalimat syahadat. Dirinya mendapatkan bimbingan ustaz di Majlis Az Zikro. Setelah itu, ia pergi ke rumah Ustaz Lukman dan meminta bimbingannya.

Awalnya, sang dai tidak mengenalnya karena pertemuan kajian online dengan jumlah jamaah yang banyak. Kemudian, ustaz tersebut meminta istrinya bertemu. Benar saja, sang istri mengenal Rosyidah sebagai murid taklim daringnya.

Akhirnya, ia diajak untuk menemani istri Ustaz Lukman ke pondok pesantren mualaf. Lembaga itu diketahui milik Ustazah Irene Handono. Rosyidah begitu terharu karena mengingat kembali kisah Ustazah Irene dalam menemukan Islam.

Ia pun diajak bertemu dengan sang ustazah di pondok pesantrennya selama tiga bulan. Tak hanya Rosyidah, saat itu ada dua mualaf lain yang baru saja bersyahadat. Pada 2020, ia pun mulai memberanikan diri untuk mengikuti pelajaran di ponpes tersebut.

Selama tiga bulan, Rosyidah yang berusia 61 tahun harus menghafal banyak bacaan ibadah harian. Misalnya, hafal 40 kali bacaan shalat. Adapun rekan yang masih berusia 20 tahun ke bawah hanya tiga atau empat kali sudah menghafalkannya.

Bersyukur Rosyidah selalu mendapat dukungan dari semua ustazah yang membimbingnya. Tak hanya menghafal bacaan shalat, Rosyidah juga belajar fikih, akidah, dan hadis.

Bagi Rosyidah, mendalami Islam hanya tiga bulan memang tidak cukup. Tetapi, dalam waktu singkat itu Rosyidah memahami bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tidaklah perlu dicari ke mana pun. “Saya menyesal, mengapa tidak selagi muda memanfaatkan banyak waktu untuk mempelajari Islam,” katanya bertanya retoris. 

Sejak memeluk Islam secara benar, ia meninggalkan sama sekali hal-hal yang berkaitan dengan praktik syirik. Itu cukup mudah dilakukannya. Sebab, memang sejak awal dirinya hanya ikut-ikutan atau diajak kerabat ke sana. Sekarang, anak-anaknya dalam keadaan sehat walafiat. Rosyidah merasa, hidup berislam secara baik dan lurus merupakan sebuah anugerah yang besar. 

sumber : Harian Republika

KHAZANAH REPUBLIKA

Mualaf Nana, Tertarik Masuk Islam Setelah Dengar Adzan Subuh

Muala Nana merasakan teduhnya panggilan adzan subuh

Fauzan Nana Sudiana terlahir dengan nama Rafael Nana Sudiana. Pria berumur 27 tahun itu lahir dan tumbuh di tengah keluarga Non-Muslim yang taat. Tak hanya keluarganya, namun lingkungan tempat tinggalnya juga mayoritas Non-Muslim.

Meski demikian, pria yang akrab disapa Nana itu memiliki banyak teman Muslim di luar lingkungan tempat tinggalnya. Karenanya, nuansa keislaman sudah tak asing baginya. Hatinya pun merasa syahdu setiap kali mendengar lantunan suara adzan, terutama adzan subuh. Ada kedamaian yang menelisik dalam ruang kalbunya. 

Hidayah Allah SWT pun datang. Semakin sering mendengar adzan, Nana semakin merasa tertarik pada Islam. Dia pun banyak bertanya pada teman-teman muslimnya mengenai Islam. Hingga akhirnya, dia bertemu dengan Ustadz Syahri, yang menjadi pembimbing para mualaf di Yayasan Mualaf Ikhlas Madani Indonesia (Mukmin) Kabupaten Kuningan. 

Ustadz Syahri mampu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan Nana tentang Islam. Hingga akhirnya, dia merasa mantap untuk memeluk Islam. Dengan dituntun Ustadz Syahri, dia mengucapkan dua kalimat syahadat. 

Pilihan Nana untuk meninggalkan agamanya yang dulu dan beralih pada Islam tentu mendapat penolakan dari keluarganya. Meski demikian, dia tetap membulatkan tekad untuk tetap berpegang teguh pada agama Allah SWT.  

Untuk menghindari intrik dengan keluarga, Nana memutuskan meninggalkan rumahnya yang ada di Desa Rambatan, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan. Dia kemudian memilih tinggal di rumah singgah mualaf yang dikelola oleh Yayasan Madani Kabupaten Kuningan. 

Sudah setahun Nana tinggal di rumah singgah mualaf yang beralamat di Jalan Raya Babatan Bayuning, RT 04 RW 01 Desa Bayuning, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan. Di tempat tersebut, dia tinggal bersama beberapa orang mualaf lainnya, yang mengalami kondisi hampir sama dengannya. 

Meski demikian, Nana berusaha untuk tetap menjaga hubungan baik dengan orang tua dan keluarganya. Hal itu setelah dia mendapat nasihat dari Ketua Yayasan Madani Kabupaten Kuningan, Ade Supriadi. Walau berbeda keyakinan, Islam mengajarkan setiap anak untuk tetap berbuat baik kepada kedua orang tua.  

‘’Saya kemudian sering mengajak Pak Ade ke rumah untuk menemui ibu dan keluarga saya. Akhirnya mereka tahu bahwa Islam bukan seperti yang mereka pikirkan. Islam adalah agama yang damai dan penuh rahmat,’’ kata Nana kepada Republika.co.id, Kamis (20/1).  

Nana bersyukur, keluarganya akhirnya bisa menerima keislamannya. Meski memang, mereka masih belum mendapat hidayah untuk mengikuti jejaknya memeluk Islam 

Di rumah singgah mualaf itu, Nana belajar lebih dalam tentang akidah Islam. Dia juga belajar tentang pelaksanaan ibadah, termasuk solat dan mengaji. Setiap bakda Magrib, dia belajar membaca Alquran bersama para mualaf lainnya. 

Tak hanya itu, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara mandiri, para mualaf di rumah singgah juga memiliki aktivitas ekonomi. Mereka memilih berjualan, termasuk Nana. 

Nana berjualan angkringan yang diproduksi sendiri oleh para mualaf di rumah singgah. Selain nasi bakar, ada juga makanan lainnya khas angkringan, seperti nasi kucing, susu jahe, berbagai macam sate, kopi seduh dan lainnya. ‘’Alhamdulillah, walau sambil berjualan, saya tidak pernah ketinggalan untuk belajar agama,’’ tutur Nana. 

Semula, hasil penjualan angkringan bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di rumah singgah. Namun, pandemi Covid-19 yang berujung pada pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), telah memaksa usaha angkringan menjadi terhenti. 

Modal yang ada pun tergerus untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di rumah singgah.

Kini, seiring membaiknya pandemi dan bergeliatnya ekonomi masyarakat, para mualaf membutuhkan bantuan modal untuk memulai kembali usaha mereka. ‘’Saya ingin sekali menambah modal untuk memulai usaha kembali,’’ tutur Nana. 

Selain berjualan angkringan, Nana juga sedang membuat produk kerajinan tangan yang nantinya bisa dijual. Namun untuk itu, dia kembali terbentur pada kesulitan modal. Dia berharap, ada uluran tangan dari para hamba Allah untuk membantunya dan para mualaf lainnya di rumah singgah agar bisa berdaya ekonomi. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Hadapi Ujian Hidup, Mualaf Yefta: Ada Bisikan Jaga Sholat dan Wudhu

Mualaf Yefta Marantika berusaha untuk tak meninggalkan sholat dan wudhu

Hidayah bisa menghampiri siapa saja, meski berada di lingkungan yang berbeda agama. 

Hal itu diakui seorang mualaf, Yefta Marantika. Lelaki kelahiran Ambon, Maluku, itu memeluk Islam setelah menerima hidayah Illahi. Padahal, ia tumbuh besar di tengah lingkungan-dekat yang non-Muslim.

Pria yang kini berusia 47 tahun itu menuturkan kisahnya. Pertama-tama, latar keluarganya tidak bisa dikatakan jauh dari Islam. Memang, kedua orang tuanya beragama non-Islam. Mereka pun termasuk taat menjalankan ibadah agama itu.

Bagaimanapun, Yefta masih memiliki garis keturunan Muslim. Nenek dari ayahnya merupakan putri seorang kiai asal Jember, Jawa Timur. Bahkan, lanjutnya, nasabnya sampai pada Sunan Giri, salah satu Wali Songo. Adapun ibundanya mempunyai darah Arab. Keluarga besarnya itu dahulu tinggal di Tanah Abang, Jakarta.

Sewaktu Yefta masih anak-anak, kedua orang tuanya sempat menetap di Ibu Kota. Sebab, Jakarta saat itu menawarkan banyak peluang bagi seniman-seniman bertalenta. 

Ya, keluarganya berkecimpung di dunia kesenian. Ia sendiri adalah keponakan dari seorang komponis dan penyanyi kondang, Simon Dominggus Pesulima atau yang akrab disapa Broery Marantika.

Selama tinggal di Jakarta, keluarga ini berada di tengah komunitas Islam. Yefta kecil pun mulai terbiasa dengan rutinitas kaum Muslimin. Misalnya, kumandang azan tiap lima kali sehari atau semarak Ramadhan dalam sebulan tiap tahunnya. Di sekolahnya pun, ia berkawan dengan banyak orang Islam.

Mungkin karena pengaruh teman pula, Yefta semakin tertarik untuk mengenal Islam. Malahan, ia pernah meminta kepada ayah dan ibunya agar dirinya dikhitan. Sebab, kebanyakan kawannya sudah disunat. Saat Ramadhan tiba, ia pun turut serta dalam semarak bulan suci tersebut. 

Momen-momen seperti ngabuburitatau malam takbiran membuat hatinya gembira bersama teman-teman.

Tentu, semasa anak-anak itu dirinya belum sampai kepikiran untuk berpindah agama.

Ia baru pada tahap senang membersamai kebiasaan orang-orang Islam, terutama kawan-kawannya sendiri. Inti ajaran Islam tak terlalu dipahaminya. Dan, belum muncul pula ketertarikan untuk mendalaminya.

Namun, segalanya berubah tatkala dirinya beranjak remaja. Ia mulai sering merenung tentang makna kehidupan. Dalam dirinya, timbul keyakinan bahwa agama adalah sesuatu yang begitu penting da lam hidup. Karena itu, seseorang harus menghayati betul ajaran agamanya.

Pada waktu itu, Yefta muda mulai berkenalan dengan seorang perempuan. Muslimah ini juga menjadi tempatnya berdiskusi tentang Islam. Kepadanya, ia sering bertanya tentang beberapa ajaran agama ini. 

Baca juga : Masjid Sehitlik Saksi Sejarah Hubungan Diplomatik Jerman-Turki

Begitu pula dengan kisah-kisah Nabi Muhammad SAW, sebagai sosok yang mula-mula menyebarkan risalah Islam kepada dunia.

Masuk Islam

Pada 1994, Yefta telah memantapkan hatinya. Ia pun melafalkan dua kalimat syahadat untuk pertama kalinya. Proses berislam itu dilakukannya di hadapan imam dan sejumlah jamaah di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta Pusat. 

Namun, sambungnya, pada masa itu komunitas-komunitas pembinaan mualaf terbilang minim. Ada kesan, orang-orang yang baru memeluk Islam seperti harus mencari kiat sendiri untuk mendalami Islam lebih lanjut. Ia pun merasakan hal yang sama.

“Saya dibimbing sekadarnya saja. Hanya tahu bah wa seorang Muslim itu, misalnya, wajib shalat lima waktu dan membaca Alquran. Setelah itu, saya belajar sendiri,” ujar dia kepada Republika beberapa waktu lalu. 

Namun, Yefta saat itu kian sibuk dengan pekerjaan nya. Sebagai seorang musisi, ia sering menghabiskan waktu di pelbagai gelaran konser. Popula ritasnya pun semakin melejit bersama dengan band-nya. 

Berbagai kota telah disambangi mereka untuk tampil di depan khalayak penonton. Pada 2004, ia memutuskan untuk hijrah ke Samarinda, Kalimantan Timur. Sebab, di sanalah jadwal panggungnya berlangsung lebih padat. 

Beberapa bulan kemudian, ujian hidup menghampirinya. Ia didera penyakit yang cukup parah. Yefta telah berkali-kali memeriksakan diri ke dokter. 

Namun, pelbagai penanganan medis yang diterimanya tak juga menyingkirkan sakit itu. Hampir-hampir saja ia menyerah. 

Pada suatu malam, Yefta merasa sangat ingin menyendiri. Di dalam kamarnya, ia berupaya mengingat-ingat lagi apa saja pencapaiannya selama ini. 

Tiba-tiba, dirinya tersadar bahwa sesuatu yang wajib disyukurinya ialah iman dan Islam. Kesadaran itu membuatnya sangat terharu. Tak terasa, air mata berlinang membasahi pipinya. 

“Saya lalu seperti mendapatkan bisikan untuk terus konsisten sholat dan selalu menjaga wudhu,” ujarnya mengenang. Mulai hari itu, ia berkomitmen untuk ikhtiar terus-menerus dalam meningkatkan keimanannya. Ketika jadwal manggung di Samarinda usai, Yefta segera kembali ke Jakarta. Ia kemudian mencari-cari komunitas Muslim yang bisa menjadi tempatnya belajar ilmu-ilmu agama. 

Akhirnya, pada 2006 seseorang memperkenalkannya dengan sebuah majelis taklim di daerah Sawangan, Depok. 

Sambil mengaji, dirinya juga terus berikhtiar dalam mengobati sakit. Alhamdulil lah, perlahan-lahan penyakit yang sempat menggerogoti kesehatannya dapat disingkirkan. 

Dengan kondisinya yang kembali sehat wal afiat, ia pun kembali bergiat mendalami agama.

Bangkit kembali 

Saat itu, Yefta merasa dirinya seperti hidup kembali. Ia berjanji tidak akan menghabiskan seluruh waktunya di dunia musik. Se lalu disempatkannya untuk ikut mengaji bersama dengan teman-teman komunitas Muslim.

Sebelumnya, ia merasa bagaikan di titik nadir. Sebab, penyakit yang sempat dideritanya itu tidak hanya menguras tenaga, tetapi juga biaya. Bahkan, nyaris seluruh hartanya habis untuk pengobatan dirinya.

Namun, ia tidak berkecil hati. Prasangkanya selalu baik terhadap Allah SWT. Asalkan diri tidak putus asa, percayalah bahwa rahmat dan pertolongan-Nya akan datang.

Setelah pulih dari sakitnya, Yefta kembali menata ulang band-nya. Ia mulai mendidik personel baru. Bahkan, manajemen musiknya semakin baik. Beberapa kali band besutannya itu tampil di luar negeri, semisal China.

Selama beberapa tahun, ia merasakan peningkatan karier. Sayangnya, pada Maret 2020 pandemi Covid-19 mulai merajalela. In donesia pun tak luput dari sebaran epidemi ini.

Wabah yang disebabkan virus korona baru itu mengubah kondisi. 

Pemerintah mulai memberlakukan pembatasan kegiatan di tempat-tempat umum. Dunia hiburan pun terpaksa rehat sejenak. Bahkan, tidak sedikit kafe atau hotel yang menjadi tempat Yefta rutin manggung tutup atau bangkrut.

Bagaimanapun sulitnya, peluang harus ditemukan. Maka, ia pun beralih profesi menjadi peternak ikan cupang. Ternyata, bisnis ini cukup menguntungkan. Ia berhasil menjual berbagai jenis ikan cupang, mulai dari yang termurah hingga yang berharga fantastis.

Alhamdulillah, dengan usahanya ini Yefta bisa menghidupi keluarganya serta 30 orang tim yang di bawah manajemennya. Bagaimanapun, bisnis ikan cupang mengalami pasang surut. Setelah tren meredup, ia harus kembali memutar otak untuk terus bertahan.

Yefta bersyukur karena memiliki lebih dari satu keahlian. Tidak hanya bermusik, tetapi juga mengolah masakan. Orang-orang pun mengakui, hasil olahannya terasa enak.

Ia pun tertantang untuk membuka usaha katering. Dan, bisnis ini baginya tidak hanya sebagai ajang mencari keuntungan. Lebih dari itu, ada keberkahan yang ingin diraihnya.

Karena itu, Yefta rutin bersedekah dari hasil usahanya, setidaknya tiap hari Jumat. Banyak sajian sengaja digratiskannya untuk berbagai kalangan yang membutuhkan. Katering yang dikenal dengan nama Coolshiva Creative ini kemudian turut menggalang donasi bagi siapapun yang ingin ikut serta dalam program Jumat Berkah.

“Setiap porsi makanan, baik yang harganya termurah maupun termahal, saya banderol sama rata dengan harga Rp 10 ribu. Itu hanya jika untuk sedekah, katanya.

Pada saat kebanyakan orang sulit bertahan, di masa pandemi ini Yefta cukup tangguh. Bahkan, anak-anaknya mampu menyelesaikan pendidikan tinggi dan mendapatkan gelar sarjana pada masa ini. Ia memang bertekad kuat, pendidikan adalah yang utama walau pun situasi ekonomi sedang tak menentu.

Selain itu meski berbeda agama dengan keluarga besarnya, Yefta selalu mendidik anaknya untuk tetap berhubungan baik dengan keluarga ayahnya. “Saya selalu mengajarkan mereka untuk hidup bertoleransi, tegasnya.     

sumber : Harian Republika

Saat Mualaf Asal Jepang Sebarkan Ajaran Islam

Lebih dari satu dekade lalu, saat Kayyim Naoki Yamamoto (32 tahun) memutuskan untuk menjadi mualaf dan menetap di Turki. Kini, Yamamoto yang merupakan akademisi Jepang itu, mulai memberikan pendidikan-pendidikan agama di Istanbul kepada para mualaf dari negara asalnya.

Dalam kesempatan Kongres Konversi Internasional di Konya, Turki Tengah, dia mengambil peran bagaimana dia memulai ceritanya sebagai mualaf. Termasuk, saat bagaimana dia mulai mengenal agama Islam dan berpindah dari agama sebelumnya.

Dikatakan dia, alasan memasuki dunia dengan spiritual baru karena terpengaruh oleh ajaran moral dan sosial Islam 12 tahun silam. Hingga akhirnya, saat mendatangi Turki untuk mempelajari sejarah, hukum dan aturan Muslim, Naoki memutuskan untuk mempelajari bahasa Turki, Arab, Persia hingga studi Quran dan Islam di Istanbul.

“Menjadi Muslim di Jepang itu mudah, tapi hidup sebagai Muslim itu penting. Informasi tentang Islam di Jepang sangat kurang. Sulit untuk menjalani identitas Muslim,” kata Naoki dikutip Anadolu.

Dia yang kini juga melanjutkan studinya di Universitas Marmara Istanbul, mengatakan, jumlah Muslim di Jepang terus bertambah setiap tahun. Hal itu, jelas diakuinya jadi berita yang sangat menggembirakan.

“Dan sekarang memiliki proyek: saya membawa orang-orang Jepang yang pindah agama ke Turki dan mengajari mereka Islam dan studi budaya,” jelasnya.

Menurut Naoki, para mualaf asal negeri matahari terbit itu juga mengambil jalur yang sama sepertinya. Mulai dari mempelajari bahasa Turki, Arab hingga Persia. “Kami membesarkan intelektual Muslim dan memberi mereka kesempatan untuk mengenyam pendidikan,” jelas dia.

Lebih jauh, Hussein Jumpei Watanabe, salah satu murid Yamamoto, mengatakan, dia masuk Islam lima tahun lalu dan dipengaruhi oleh kesulitan Muslim yang berjuang di Suriah dan Irak. Saat mencoba mempelajarinya, dia mengaku langsung menemukan Islam.

“Sekarang saya belajar bahasa di Turki; di negara saya sendiri, saya mendapatkan gelar master dalam ilmu sosial. Ketika saya kembali ke Jepang, saya akan memberi tahu orang-orang tentang Islam,” katanya.

IHRAM

8 Artis Korea Beragama Islam, Ada yang Diawali dengan Seruan Azan

Ada banyak artis Korea yang beragama Islam dan menekuni ibadah

Terdapat beberapa artis Korea beragama Islam yang wajib diketahui oleh kamu yang menyukai industri hiburan Korea Selatan. Kehidupan pribadi dari para artis Korea ini memang kerap menarik untuk dibahas. Mulai dari kisah percintaan sampai agama yang dipeluk kerap membuat para penggemar penasaran. Bahkan, ada beberapa artis Korea yang secara terang-terangan mengaku menganut agama Islam.

Deretan artis Korea tersebut dengan bangga mengatakan bahwa dirinya saat ini sudah menganut agama Islam. Beberapa dari mereka juga kerap membagikan kisah unik di balik perjalanan perpindahan agamanya sampai memeluk agama Islam. Nah, untuk kamu yang semakin penasaran dengan artis Korea beragama Islam, simak ulasan berikut ini yang disadur dari berbagai sumber.

Lantas, Siapa Saja Artis Korea Bergama Islam?

1. Manny (Varsity)

Manny adalah seorang idol K-Pop pertama yang menganut agama Islam. Penyanyi tampan yang berasal dari China telah mengonfirmasi hal tersebut secara gamblang. Pada sebuah kesempatan, pria yang mempunyai nama asli Xiao Dongcheng ini pernah ditanya kenapa tidak mengonsumsi daging babi. Manny pun menerangkan bahwa dirinya tak bisa mengonsumsi jenis daging babi karena ia menganut agama Islam. Bukan hanya itu, Manny juga pernah mengunggah sebuah foto saat dirinya akan beribadah ke masjid lewat akun Twitter pribadinya. Disamping itu, boy grupnya yang bernama Varsity sudah bubar sejak tahun 2019 silam.

2. Jung Il Woo

Aktor Jung Il Woo pernah menghebohkan para pecinta drakor di Tanah Air, karena ia mengatakan bahwa dirinya sudah menjadi seorang mualaf. Tapi faktanya, sampai dengan saat ini, berita tersebut belum dikonfirmasi secara langsung oleh Jung Il Wo atau pihak agensi yang menaungi dirinya.

3. Lee Ki Woo

Aktor yang pernah bermain dalam drakor 18 Again ini dianggap oleh para penggemar sebagai artis Korea beragama Islam. Anggapan tersebut pertama kali mencuat sesudah dirinya mengaku berhenti mengonsumsi alkohol dalam sebuah wawancara. Para penggemar beranggapan bahwa keputusan tersebut karena ia memeluk agama Islam. Tapi, hingga kini ia belum mengonfirmasi hal tersebut.

4. Ujung Oppa

YouTuber Korea Selatan, Ujung Oppa juga juga masuk ke dalam deretan artis Korea beragama Islam. Pada sebuah kesempatan dirinya mengaku tidak mempunyai agama atau tidak percaya terhadap eksistensi Tuhan. Tapi, semua itu berubah sesudah ia berkunjung ke Tanah Air dan mendengarkan suara azan. Sejak saat itu, dirinya memutuskan untuk menjadi seorang mualaf dan memeluk agama Islam sejak tahun 2019 silam.

5. Ayana Jihye Moon

Nama artis cantik yang satu ini tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Perempuan cantik dengan balutan hijab ini mantap memeluk agama Islam sejak tahun 2012 silam. Perjalanannya memeluk agama Islam, Ayana tuliskan dalam sebuah buku yang berjudul Ayana Journey to Islam. Setelah resmi menganut agama Islam, ia memutuskan untuk menutup auratnya dengan mengenakan hijab.

6. Daud Kim

Artis Korea beragama Islam ini secara terang-terangan menuliskan identitas agamanya di dalam bio Instagram. Dia sangat bangga terhadap agamanya dan sering membagikan kebagian ajaran agama Islam melalui media sosial. Dulunya, Daud Kim, terkenal sebagai seorang penyanyi yang bernama Jay Kim. Ia kemudian memutuskan untuk pindah agama tahun 2019 dan mengubah namanya menjadi Daud Kim.

7. Song Bo Ra

Song Bo Ra adalah salah seroang artis Beragama Islam yang memutuskan untuk menjadi mualaf sejak tahun 2007 silam. Setelah itu, Song Bo Ra kemudian mengenakan hijab untuk menutup auratnya. Secara gamblang dia menuliskan agamanya di bio Instagram. Selama menganut agama Islam, dia mengaku kesulitan dalam menjalankan ibadah, terutama di bulan Ramadhan.

8. Kang Na Yeon

Kang Na Yeon adalah salah seorang selebgram berasal dari Korea yang juga memakai hijab seperti Ayana Moon dan juga Song Bo Ra. Artis Korea beragama Islam ini mempunyai nama asli Kang Na Yeon cukup terkenal di media sosial. Dalam akun Instagram pribadinya, dia mempromosikan tentang agama Islam.

KHAZANAH REPUBLIKA

Kisah Mualaf Panglima TNI Andika Perkasa

Jenderal Andika Perkasa diangkat menjadi Panglima TNI sudah banyak yang tahu. Yang mungkin banyak tidak tahu adalah nama lengkap Andika. Di depannya tersemat kata Emanuel. Lengkapnya Emanuel Andika Perkasa. Lazimnya nama emanuel dipakai orang-orang non Muslim. Lantas, bagaimana proses hijrah mantan KSAD ini?

Cerita  lengkapnya  klik di sini: Kisah Mualaf Panglima Andika Perkasa

HIDAYATULLAH

Crazy Rich Bos Pengiriman Paket: Mualaf, Rendah Diri, Bersyukkur, dan Tekadnya Bangun 99 Masjid

ria yang satu ini adalah seorang crazy rich bos perusahaan pengiriman barang terbesar di Indonesia, JNE dan Paxel. Ia juga berstatus mualaf yang dalam mimpinya diperintah untuk membangun 99 masjid. Siapakah dia?

Crazy Rich tersebut bernama Djohari Zein.  Terlahir dalam keluarga non-muslim, rupanya membuat pria asal Medan ini untuk mualaf dengan bertekad membangun 99 mesjid.

Kisah itu dituturkan pria yang akrab disapa Jo ini. Ia mengaku besar dalam keluarga yang menganut agama Budha. Beranjak remaja, Jo menempuh pendidik di sekolah Katolik. Keluarga Jo sudah menjadi pedagang Tionghoa sejak dulu yang membuatnya berani membuka bisnis sendiri.

Sebagai pebisnis, kehidupan Jo tentu tak selalu berada di atas dan sukses. Faktanya, Jo pernah terlilit utang dan harus berjuang mengembangkan bisnisnya di tengah krisis Orde Baru. Namun, Jo berhasil bangkit dengan membawa nilai-nilai Islam di dalam usahanya hingga membuat rezekinya tak habis-habis.

Sebelum memeluk Islam, Jo yang masih merintis usaha itu mengaku kerap bermimpi diperlihatkan Jabal Rahmah. Itu merupakan sebuah bukit yang berada di Arafah. Di dalam sejarah tempat itu merupakan saksi bisu pertemuan kembali Adam dan Hawa. Saat akhirnya memutuskan untuk mualaf, atas izin Allah SWT, Jo bisa melihat tempat tersebut secara langsung.

“Waktu saya lihat Jabal Rahmah itu, saya ingat dengan pikiran saya saya pernah mimpi melihat itu,” ujarnya dalam kanal YouTube Cerita Untungs.

“Saya haji pertama kali, saya masih merinding, di situ saya baru inget, ini benar agama saya. Saya tidak boleh main-main, Allah sudah berikan pemandangan (di mimpi),” imbuhnya.

Lebih dalam Jo menuturkan, agama Islam menuntunnya menjadi pribadi yang lebih baik. Bahkan, di mimpinya, ia mengaku mendengar Allah SWT memintanya membuatkan 99 masjid. Hal itu yang memacunya membangun yayasan untuk menggagas pembangunan 99 mesjid se-Nusantara.

“Saya sebagai muslim itu jauh lebih tenang. Suatu kali saya ke sana (umroh), saya minta kalau boleh izinkan saya satu saja (bangun) masjid, di situ pula saya dapat jawaban, Allah SWT bilang, jangankan 1, 99 pun juga bisa. Lalu saya berasa ‘wah ini tugas. Saya minta bangun 1 masjid tapi Allah sarankan 99 pun bisa’. Makanya saya berani bangun 99 masjid di umur 68,” imbuhnya.

Usai mendapat jawaban tersebut, Jo tak lantas membangun masjid saat tiba di Tanah Air. Kesibukannya sebagai CEO membuat ia sulit membagi waktu. Hingga di tahun 2016, Jo menjadi komisaris sehingga memiliki waktu luang lebih banyak dan mencoba membangun masjid pertamanya.

Saat berkesempatan haji pertama kalinya tersebut, Jo mengaku mulai berniat mendalami agama Islam yang sudah diyakininya. Di sini, Jo memulainya dengan menganut prinsip manajemen spiritual yang juga ia tuangkan di dalam bisnisnya.

“Saya gak belanja (selama di Mekkah), di hotel salat aja. Rasanya sedih kalau mau meninggalkan itu (salat). Saya mulai mencari lebih serius lagi, saya jalankan kebijakan yang saya bilang manajemen spiritual,” jelasnya lagi.

Di dalam manajemen spiritualnya, salah satu yang kerap dilakukan Jo adalah dengan selalu rendah diri. Sebab, Jo menilai pujian yang didapatkannya bisa berimbas pada kondisi berbahaya yang membuat banyak orang terlena.

“Kalau kita sedang dipuji kadang-kadang kita terbang. Itu bahaya banget. Mendingan kita inget susah daripada sedang dipuji-puji. Yang saya jalani hidup waktu jaman kecil sebagai yang paling kecil di kelas, pastinya dibully. Di dalam bisnis juga kita nggak selalu normal,” tuturnya.

Di dalam manajemen spiritualnya itu, Jo juga menganut satu nilai penting dari agama Islam yang dipegang teguh hingga kini. Jo menyebut, sedekah adalah kunci kesuksesannya hingga menuai banyak rejeki.

“Hatinya lebih baik, pasti rejekinya lebih lancar,” kata Jo.

Menurut Jo, hati yang lebih baik itu berasal dari memperbanyak sedekah kepada yang membutuhkan. Dengan sedekah, Allah SWT membukakan rejeki. Namun tentunya sedekah pun diiringi usaha agar rejeki tetap lancar.

“Saya juga sering ingatkan tentang manajemen spiritual bahwa harus inget value-value dari Allah SWT. Bahwa rejeki itu dari Allah. Sedekah akan memberi kebaikan-kebaikan. Itu selalu jadi petunjuk,” bebernya.

“Kadang-kadang, orang sudah anggap sudah sedekah, yaudah gak usah ngapa-ngapain, tidur aja. Ada kalanya kita alami cobaan tapi tidak berarti dari sedekah kita jatuh miskin. Tidak semuanya lancar tapi ada naik turunnya dan harus tetap pakai otak untuk cari jalan keluar,” terangnya.

Di dalam bisnis dan kehidupannya, manajemen spiritual lain yang dilakukan Jo adalah dengan rasa syukur. Menurut Jo, segala sesuatu akan terasa dan terlihat lebih indah jika seseorang mau bersyukur.

“Allah mengijinkan kita dilahirkan dengan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani supaya kita bersyukur. Ini sederhana. Sebetulnya yang dimaksud syukur itu kalau bersyukur Allah akan melipat gandakan,” terang Jo.

Melalui rasa syukur itu, Jo menyebut bahwa ketiga hal tersebut akan semakin tajam dan sensitif. Dengan begitu, kita akan lebih memahami apa yang dibutuhkan untuk perencanaan selanjutnya sehingga hidup lebih lancar dan rejeki pun terbuka dengan mudah.

“Maka sering-seringlah bersyukur saat kita punya mata, telinga, hati. Semakin sering kita bersyukur, semakin tajam mata kita, makin tajam kuping kita dan makin mudah tersentuh hati kita. Dengan kemampuan itu kita bisa dapat apa sih kebutuhan manusia di next,” jelasnya.

Selain itu, di dalam manajemen spiritualnya Jo menyelipkan hubungan baik dengan keluarga. Salah satu yang ia lakukan di sini adalah dengan mendidik anak-anaknya agar memiliki ilmu yang lebih tinggi darinya sehingga rezeki mereka bisa lebih mudah.

“Hubungan kekeluargaan tetap baik, yang saya perlu tingkatkan mendidik mereka (anak-anak) untuk lanjutkan perjuangan. Saya selalu ingin didik mereka jangan dibayang-bayangin oleh prestasi saya. Dia harus punya sendiri (prestasinya), bisnis beda. Anak-anak saya sudah S2 semua,” tandas Djohari Zein.

ISLAM KAFFAH

Kisah Wanita AS Jadi Mualaf karena Anaknya

Islam menyelamatkan dua anak Bella dari kehancuran di jalanan.

Seorang warga negara Amerika Serikat (AS) keturunan Kolombia, Bella, mengisahkan perjalanannya dalam menemukan jalan hidup sebagai seorang Muslim. Pertemuan dengan Islam yang tidak pernah terpikirkan dan diduganya sebelumnya. 

Dilansir dari About Islam, Rabu (3/11), beberapa tahun yang lalu, Bella ingat ketika dia memiliki banyak masalah dengan putranya. Yang satu putus sekolah dan menghabiskan hari-harinya dengan minum-minum dan mencari masalah di jalanan. Yang satunya membuat dirinya sendiri dalam masalah besar dan menjalani hukuman dua tahun penjara.

Bella tidak tahu harus berbuat apa. Ia telah meninggalkan Kolumbia lebih dari 15 tahun yang lalu untuk mencari masa depan yang lebih baik bagi keluarganya di AS. Tapi suatu hari, putranya Jorge, pulang ke rumah dan wajahnya memperlihatkan sesuatu telah terjadi.

“Ketika Jorge pulang pagi itu, ia tampak berbeda. Dia tampak lelah seperti biasanya. Dia berbau seperti alkohol dan rokok. Tapi ada yang aneh. Aku mencari petunjuk di wajahnya,” kata Bella. 

Tapi Jorge tidak menatap ibunya. Bella mengikutinya, mengetuk pintunya dan masuk.  Terlihat Jorge duduk di tempat tidurnya, berpikir.

“Saya bertanya kepada putra saya apakah semuanya baik-baik saja dan dia berkata ‘ya, ibu’. Tapi dia terus memasang ekspresi aneh di wajahnya. Saya duduk di sebelahnya dan menyentuh punggungnya,” kenang Bella.  

Kemudian Jorge mengatakan dia harus berhenti minum. “Saya senang mendengarnya.  Bagaimanapun, itulah yang saya doakan selama ini. Saya hanya mengatakan kepadanya itu adalah ide yang bagus. Saya pikir hanya itu yang mengganggunya. Namun, pengakuan ini hanyalah awal dari perubahan besar pada anak saya,” katanya.

Mulai pagi itu, Jorge tidak minum lagi. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya di kamarnya. Terkadang dia pergi keluar dengan seorang teman yang menjemputnya dari rumah.

Suatu hari, Bella mengundang teman baru Jorge masuk. Dia telah menyiapkan makan malam sederhana. Jorge dan temannya duduk. Dan kemudian mereka mulai berbicara tentang Tuhan dan Yesus dan Maria yang kudus.

“Saya tidak ingat semua yang mereka katakan. Saya sangat terkejut karena anak saya tidak pernah berbicara tentang Tuhan sebelumnya. Saya selalu berdoa dalam hati di kamar saya, kepada Maria yang kudus dan Tuhan dan kepada Yesus. Tapi saya tidak pernah menjadikannya masalah besar dalam keluarga kami,”ujarnya. 

Bella masih santai ketika putranya dan temannya berbicara tentang Tuhan dan Yesus. Tapi kemudian Jorge mengungkapkan kepada ibunya bahwa dia telah menjadi seorang Muslim.

“Bukankah Muslim itu teroris? Saya benar-benar kewalahan dengan situasi ini. Saya hanya mengambil piring, membersihkan meja dan menyuruh mereka pergi,” ujarnya. 

“Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Aku pergi ke kamarku dan duduk di depan kuil kecilku dan berdoa. Itu sangat aneh. Dan rasanya seperti untuk pertama kalinya saya berbicara langsung dengan Tuhan dan meminta bantuan-Nya. Biasanya saya berdoa kepada Bunda Maria, tetapi kali ini berbeda,” tambahnya. 

Suatu hari, Jorge tidak kembali selama beberapa hari. Bella khawatir tentang dia.

Tapi setelah lebih dari dua pekan, Jorge kembali. Wajahnya bersinar dan dia memeluk Bella. 

“Jorge meluangkan waktu untuk duduk bersama saya. Kami melakukan pembicaraan dan diskusi yang panjang,” ucapnya.

“Saya bisa menerima Jorge menjadi Muslim sekarang. Tetapi ketika dia bertanya apakah saya ingin menerima Islam, saya mengatakan kepadanya saya membutuhkan lebih banyak waktu,” tambahnya. 

Setelah sekitar setengah tahun, Bella akhirnya menerima Islam. “Itu adalah momen yang indah. Alhamdulillah,” katanya. 

Ketika anaknya yang lain dibebaskan dari penjara, tidak butuh waktu lama dan dia juga memeluk Islam. Anak-anaknya telah menghindari masalah sejak saat itu.

“Melalui Islam, Tuhan memberi saya kembali dua putra saya yang luar biasa. Dia menyelamatkan mereka dari kekerasan dan kehancuran di jalanan,” katanya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Sang Legenda, Muhammad Ali

Muhammad Ali yang nama lahirnya adalah Cassius Marcellus Clay, Jr, lahir 17 Januari 1942 di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat. Ia lahir dari keluarga kulit hitam yang miskin. Di saat isu rasial begitu menyeruak.

Saat ia sedang bermain di tempat olahraga di Kentucky, seseorang mencuri sepedanya. Ia benar-benar jengkel dengan pencuri itu dan mengancam akan menghajarnya hingga remuk. “Akan kuhajar hingga hancur dan kupukuli hingga terluka parah, kalau ia ditemukan,” kata anak kurus tinggi itu di hadapan polisi. Polisi tidak menanggapi serius amarah si anak. Mereka malah mengatakan, kalau mau menghajar orang sampai babak belur, ya belajar tinju dulu. Kejadian inilah yang mengubah kehidupannya. Ali mulai latihan tinju pada tahun 1954, saat itu ia baru berusia 12 tahun.

Menjadi Petinju Profesional

Muhammad Ali memulai debut profesionalnya di dunia tinju pada tahun 1960. Setelah memenangkan mendali emas di Olimpiade Roma. Saat itu ia tengah menginjak usia 18 tahun. Pada tahun 1964, dunia dikejutkan dengan kemenangan Ali atas Sonny Litson. Ali, pemuda 22 tahun yang tidak dikenal dan sama sekali tak diunggulkan, bahkan diprediksi akan mati di atas ring karena mulut besarnya yang mengejek Litson, berhasil mengalahkan petinju yang menakutkan.

Kemenangan Ali atas Sonny Litson menjadikannya seorang bintang. Dan karirnya terus melesat. Ia menjadi idola dan pahlawan bagi pemuda kulit hitam Amerika.

Di puncak karirnya tahun 1966, Ali menolak bergabung di pasukan Amerika dalam Perang Vietnam. Konsekuensinya izin bertandingnya di cabut di semua negara bagia Amerika dan paspornya dicabut. Selama 4 tahun (1967-1970), dari umur 25 tahun hingga 29 tahun, Muhammad Ali tidak melakukan satu pun pertandingan tinju professional.

Pada tahun 1970, Ali kembali mendapatkan izin bertanding. Pertandingan perdananya setelah ‘pengasingan’ adalah menghadapi Oscar Bonavena. Ali berhasil meng-KO Oscar dalam pertandingan itu. Kemenangan ini membawanya pada pintu kejayaan kembali dengan menantang juara dunia Joe Frazier. Pertandingan dua juara dunia yang kala itu digadang sebagai Fight of the Century. Dalam pertandingan ini Ali dipaksa menerima kekalahan professional pertamanya. Pada pertemuan berikutnya Ali berhasil mengalahkan Frazier.

Pada tahun 1974, Muhammad Ali kembali menyabet gelar juara dunia setelah berhasil mengalahkan George Foreman.

Karir tinju profesionalnya mencatatkan rekor 57 kali menang, 37 di antaranya menang dengan KO.

Memeluk Islam

Muhammad Ali mengumumkan keislamannya pada tahun 1975. Lalu ia mengganti nama baptisnya Cassius Marcellus Clay, Jr. menjadi Muhammad Ali Clay. Ketika ditanya apa yang membuatnya mengganti keyakinan menjadi seorang muslim. Ali menjawab dengan jawaban yang luar biasa, “Aku belum pernah melihat begitu banyak cinta. Saling pelukan dan cium antar mereka. Shalat 5 waktu dalam sehari. Wanita memakai pakaian yang panjang. Cara mereka makan. Engkau bisa pergi ke negara manapun dengan menyapa ‘assalamu’alaikum – wa’alikumussalam. Kau punya rumah. kau punya saudara. Aku memilih Islam karena itu bisa menghubungkanku (persaudaraan kepada siapa saja). Sebagai seorang Kristen di Amerika, aku tidak bisa pergi ke gereja orang kulit putih…”

Ia melanjutkan, “(Dalam Islam) Aku merasakan kebaikan. Aku merasakan kebebesan. Islam membuatku terhubung dengan Saudi Arabia. Persaudaraan Islam menghubungkanku dengan Pakistan, Maroko, Syiria. Aku bisa tinggal di istana-istana (pemimpin muslim dunia) karena aku seorang muslim. Menjadi penganut Kristen aku tidak pernah duduk (setara) dengan pemimpin-pemimpin. Sebagai seorang muslim, aku duduk bersama (Anwar) Sadad, (Gamal Abdul) Naser, Marcos Presiden Filipina. Raja-raja (Arab), Sultan Abu Dhabi, dan masyarakat menyambutku layaknya seorang saudara… Oleh karena itu, aku memilih agama Islam.”

Pelajaran bagi kita kaum muslimin, jangan lupakan ucapan salam sesama umat Islam. Karena salam menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ,

لَا تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا ، وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا ، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوْا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ

“Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkanlah salam di antara kalian.”

Sabda Nabi ﷺ dirasakan sendiri oleh Muhammad Ali ketika ia masih beragama Kristen. Ia melihat begitu banyak cinta dan persaudaraan pada umat Islam dengan ucapan salam.

Peranan Sebagai Seorang Muslim

Pada tahun 2005 ia mendirikan Muhammad Ali Center di kampung halamannya Louisville. Tempat ini berfungsi sebaga pusat dakwah. Mungkin untuk memancing daya tarik orang-orang berkunjung kemudian mempelajari Islam, Muhammad Ali menaruh sebagian benda-benda koleksinya di sini. Tempat ini juga beroperasi sebagai organisasi non-profit untuk menyebarkan ide-ide perdamaian, kesejahteraan sosial, membantu orang yang membutuhkan, dan nilai-nilai luhur yang  Muhammad Ali yakini.

Upacara pembukaan tempat ini dihadiri oleh sejumlah besar penggemar Muhammad Ali yang datang dari berbagai belahan dunia, termasuk mantan Presiden AS Bill Clinton.

Muhammad Ali mengatakan, “Saya ingin tempat ini mendorong seseorang untuk memberikan yang terbaik dalam bidang pilihan mereka.”

Sejak aktif di dunia sosial, Muhammad Ali telah mengunjungi banyak negara untuk membantu program kesehatan anak dan orang-orang miskin. Di antara negara yang telah ia kunjungi adalah Maroko, Pantai Gading, Indonesia, Meksiko, dll.

Ia juga memperhatikan masyarakat bawah di Amerika Seirka, terutama kalangan Afrika Amerika yang sering mengalami diskriminasi.

Ucapan-Ucapan Ali

“Mengapa mereka harus memintaku untuk mengenakan seragam dan pergi sepuluh ribu mil dari rumah untuk menjatuhkan bom dan peluru pada orang-orang coklat di Vietnam sementara yang disebut orang negro di Louisville diperlakukan seperti anjing dan menolak hak asasi manusia sederhana?” Ali, Februari, 17, 1966.

“Orang-orang mengatakan aku berbicara begitu lambat sekarang. Tidak mengherankan. Aku menghitung sudah melakukan 29.000 pukulan. Tapi aku mendapatkan $ 57.000.000 dan disimpan setengah dari itu. Jadi aku melakukan beberapa pukulan keras. Apakah Anda tahu berapa banyak laki-laki hitam dibunuh setiap tahun oleh senjata dan pisau tanpa sepeser pun untuk nama-nama mereka? aku mungkin bicara lambat, tapi pikiranku baik-baik saja.” – Ali, 20 Januari, tahun 1984.

Ketika terjadi penyerangan di Paris yang diklaim dilakukan kelompok ISIS, Muhammad Ali angkat bicara,

“Aku seorang Muslim. Tidak ada ajaran Islam tentang membunuh orang yang tidak bersalah di Paris, San Bernardino, atau di mana pun di dunia ini. Muslim sejati tahu bahwa kekerasan dan kekejaman yang disebut Jihadis Islam sangat bertentangan dengan ajaran agama kita.” – Ali, 2015.

Aku tidak merokok, tapi aku selalu membawa korek api di kantong celana. Setiap kali hatiku tergerak untuk berbuat dosa, maka kubakar satu batang korek api. Kurasakan panasnya di telapa tangan. Kukatakan dalam hati, “Ali, menahan panasnya korek api ini saja kau tak sanggup. Bagaiamana dengan dahsyatnya panas api neraka?”

Wafat

Muhammad Ali meninggal pada hari Sabtu, 4 Juni 2016, di usia 74 tahun. Mantan juara dunia kelas berat ini meninggal di sebuah RS di Kota Phoenix negara bagian Arizona, setelah dirawat sejak Kamis.

Ali menderita gangguan pernapasan, karena komplikasi yang disebabkan oleh penyakit Parkinson yang dideritanya.

Pihak keluarga menyatakan, pemakaman akan dilakukan di kampung halaman Ali di Louisville, Kentucky.

Sumber:
– https://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Ali
– http://islamstory.com/ar/الملاكم_الأمريكي_محمد_علي_كلاي
– Video-video wawancara dengan Muhammad Ali

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)

Read more https://kisahmuslim.com/5527-sang-legenda-muhammad-ali.html#more-5527

Indahnya Shalat Mengetuk Hati Chung Sin Yin

Sejak mengagumi gerakan dan bacaan shalat, ia akhirnya memeluk Islam.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW mengingatkan umatnya tentang keutamaan berteman yang baik. Sebab, seorang teman dapat berpengaruh kepada hal-hal yang positif ataupun negatif.

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk,” sabda beliau, “ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi. Engkau pun bisa membeli minyak wangi darinya. Kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Adapun pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu. Kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari dan Muslim).

Seorang mualaf, Sari Sukma Dewi, merasakan betapa besarnya pengaruh pertemanan. Menurut perempuan yang menjadi Muslimah sejak 1994 itu, hidayah Ilahi diterimanya melalui perantaraan teman. Pemilik nama Tionghoa Chung Sin Yin ini pun bersyukur ke hadirat Allah SWT karena Dia telah menakdirkannya untuk berislam.

Wanita yang kini berusia 59 tahun itu mengenang kisah hidupnya. Kepada Republika, ia menuturkan bahwa dahulu dirinya pertama kali tertarik untuk mengenal Islam. Itu terjadi setelah beberapa waktu lamanya ia berpisah dengan suaminya.

Dewi pada mulanya menetap di Jakarta, tetapi kemudian kembali pulang ke daerah tempat kelahirannya, Karawang, Jawa Barat. Di sana, ia memilih pekerjaan sebagai seorang instruktur senam.

Dewi mengenang, saat itu kehidupan religinya tidaklah terlalu menonjol. Baginya, agama yang dianutnya ketika itu hanyalah sekadar identitas. Hampir-hampir tidak pernah dirinya beribadah.

Sebagai seorang yang berdarah Tionghoa, Dewi menjalani ritual budaya dari tradisinya itu. Misalnya, ketika datang hari-hari besar ia pun berkunjung ke rumah orang tuanya. Singkatnya, ia merasas tak memiliki pengalaman spiritual apa pun sebelum memutuskan untuk berislam.

Karena itu, lanjutnya, hidayah Ilahi yang menyentuh hatinya adalah salah satu bukti kemahakuasaan Allah SWT. Cahaya petunjuk Ilahi datang tanpa sebelumnya ia mengetahui. Hidayah diterimanya dari arah yang tak pernah disangka. 

Cahaya petunjuk Ilahi datang tanpa sebelumnya ia mengetahui. Hidayah diterimanya dari arah yang tak pernah disangka.

Sebagai seorang instruktur senam, Dewi sering mendapatkan panggilan privat. Pada 1994, sekelompok ibu-ibu muda memintanya untuk menjadi guru senam bagi mereka. Permintaan itu disanggupinya.

Di antara mereka, terdapat seorang yang terlihat lebih taat beribadah. Ibu muda itu merupakan seorang Muslimah. Beberapa kali Dewi mendapati, murid-senamnya itu pamit sebentar ketika masuk waktu shalat. Bahkan, pada akhirnya seluruh ibu-ibu itu rehat sejenak dari latihan senam setiap azan berkumandang. Semuanya shalat berjamaah.

Dewi yang saat itu masih menganut agama non-Islam sering memperhatikan mereka diam-diam. Para ibu muda itu berwudhu, lalu shalat bersama-sama. Entah mengapa, terpancar rasa damai dari mereka semua, terlebih ketika para perempuan itu bersujud ke arah yang sama.

“Apalagi saat saya melihat mereka bersujud, terasa sekali penghambaan diri manusia kepada Tuhan Yang Maha Tinggi,” ujar dia kepada Republika, baru-baru ini.

Selama beberapa waktu Dewi memperhatikan cara mereka beribadah. Ia kemudian memberanikan diri untuk bertanya kepada seorang dari mereka. Sebut saja namanya Teti.

Karena sering menyaksikan ibu-ibu muda itu beribadah, Dewi akhirnya hafal gerakan-gerakan shalat. Akan tetapi, dia belum memahami bacaan yang diucapkan mereka saat shalat itu. Apa makna dan maksud doa-doa itu?

Teti tidak langsung menjelaskan secara panjang lebar. Beberapa hari kemudian, barulah dia meminjamkan sebuah buku tuntunan shalat kepada Dewi. Instruktur senam itu menerimanya dengan senang hati. Tiap waktu luang, buku itu dibacanya dengan saksama.

Dewi sempat terkejut karena begitu banyak doa yang harus dihafalkan seseorang ketika melaksanakan shalat. Selain banyak, bacaannya ternyata sangat sulit. Inilah untuk pertama kalinya ia mengenal tulisan Arab. Jikapun hanya membaca tulisan Latin, itu pun masih terasa sukar. Sebab, pelafalannya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. 

Pelatih senam bernama asli Chung Sin Yin ini semakin giat menghafal bacaan-bacaan shalat yang ditulis dengan aksara Latin.

Karena penasaran, Dewi lantas meminta Teti untuk meminjamkan buku panduan shalat itu lebih lama kepadanya. Teti mengaku tidak masalah. Maka pelatih senam itu semakin giat menghafal bacaan-bacaan shalat yang ditulis dengan aksara Latin. Selain itu, terjemahannya pun juga selalu dibacanya berulang-ulang. Meskipun pada akhirnya Dewi “hanya” mampu menghafalkan tiga bacaan shalat, hal itu sudah membuatnya senang.

Dewi kemudian mengembalikan buku tersebut. Rekan-rekannya heran karena begitu cepat ia mengingat sebagian isi buku ini. Teti pun seperti tidak percaya. Maka beberapa kawan kemudian menguji Dewi. Ternyata, perempuan yang saat itu non-Muslim ini hafal urutan-urutan shalat, mulai dari takbiratul ihram hingga salam.

Namun, Dewi ketika itu sekadar memperhatikan rekan-rekannya shalat. Belum sampai mempraktikan ritual Islam itu. Dalam hatinya, tersimpan keinginan untuk segera mencari seorang guru mengaji yang bisa mengajarkannya.

Dewi pulang ke rumah. Kepada asisten rumah tangganya, ia meminta untuk dicarikan seorang ustaz yang bisa mengajarkannya shalat. Beberapa hari kemudian, ustaz yang dimaksud datang ke rumahnya. Tidak perlu waktu lama baginya untuk lancar melaksanakan shalat. Bahkan, semakin banyak bacaan doa yang berhasil dihafalkannya.

Sang ustaz pun menyarankannya untuk belajar lebih lanjut, yakni mengaji Alquran. Untuk itu, dirinya harus mulai dari menamatkan enam jilid buku Iqra. Dewi setuju, untuk kemudian melanjutkan pelajarannya.

Memeluk Islam

Sejak melihat sekelompok ibu-ibu shalat, Dewi pun tertarik mempelajari dan bahkan menghafalkan bacaan doa ibadah itu. Pada akhirnya, ia senang belajar membaca Alquran. Semua itu mengantarkan hatinya untuk mantap memeluk Islam.

Ya, niatnya sudah bulat untuk berislam. Maka pada April 1994, ia untuk pertama kalinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Rukun Islam pertama itu dilakukannya di hadapan seorang ustaz dan beberapa orang saksi yang diundangnya ke rumah. 

Setelah peristiwa mengharukan itu, ia semakin bersemangat untuk mendalami ajaran Islam.

Setelah peristiwa mengharukan itu, ia semakin bersemangat untuk mendalami ajaran Islam. Atas saran beberapa temannya, Dewi pun memilih untuk mengganti pengajarnya dengan seorang ustazah. Itu untuk menghindari fitnah karena dia mengaji secara privat. Selama setahun, mualaf ini lancar mengaji. Membaca Alquran pun dilakukannya sesuai dengan kaidah tajwid.

Kemudian Dewi mulai belajar mengaji ke beberapa taklim. Hingga satu ketika, ia tertarik untuk menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren, Manbaul Ulum, di Bogor, Jawa Barat. Ia juga mengikuti kajian tasawuf, seperti yang diadakan Tarekat Naqshabandiyah di Tasikmalaya setiap tanggal 11 bulan Hijriyah.

“Tarekat mengajarkan kita salah satunya adalah pentingnya berzikir. Saya merasa lebih tawadhu dan tak lagi begitu terlalu berpikir hal-hal duniawi,”ujar dia.

Bersyukur

Pertama kali berpuasa, Dewi merasa berat. Karena khawatir tidak sanggup berpuasa hingga maghrib, dia pun sahur sekenyang-kenyangnya.

“Satu hari pernah kesiangan bangun dan tidak sahur. Karena sudah niat sejak malam, saya tetap lanjut berpuasa. Alhamdulillah saya kuat puasa hingga maghrib,” katanya.

Setelah Dewi menjadi Muslim tentu hal itu diketahui keluarga. Namun anak dan orang tuanya tidak mempermasalahkan hal tersebut. Ia bersyukur, ayah dan ibunya memiliki pemikiran yang terbuka.

Tidak pernah memaksakan bahwa dalam satu rumah haruslah seagama semua. Menurut mereka, agama apa pun silakan diikuti asalkan dirinya bertanggung jawab dengan pilihan sendiri.

Bahkan, ayahnya mengoleksi kaligrafi ayat-ayat Alquran atau Asmaul Husna walau tidak bisa membaca tulisan berbahasa Arab. Setelah bapaknya wafat, karya-karya seni itu diwariskan kepada Dewi.

Hidayah Ilahi memang tidak sempat menerangi hingga sang ayah meninggal. Tidak demikian halnya dengan seorang putra Dewi. Bersyukur, anaknya itu kini telah menjadi Muslim. Hanya tiga anak lainnya yang tetap mengikut agama lamanya.

“Anak laki-laki saya dengan kesadaran sendiri memeluk Islam, itu sejak dirinya masih kelas SD. Dia meminta dikhitan dan bersyahadat usai dikhitan,” terangnya.

Meski berbeda agama, hubungan dengan orang tua, saudara dan anak-anak tetap terjalin dengan baik dan hangat. Ketika hari besar, misalnya, Dewi tetap berkunjung ke rumah kedua orang tuanya. Mereka menghabiskan waktu bersama untuk mempererat rasa kekeluargaan.

Ketika datang berkunjung, biasanya Dewi bertanya terlebih dahulu makanan yang dihidangkan. Meski daging biasa, Dewi tetap khawatir sehingga Dewi biasanya memilih untuk membawa makanan sendiri atau membelinya di luar.

Tak hanya hari besar keluarga Tionghoa, ketika Idul Fitri, dirinya menerima kunjungan keluarga besar. Mereka semua datang berkumpul dengan suka cita, ikut senang di hari Lebaran.

Memeluk Islam membuat Dewi hidup lebih tenang. Dia pun lebih fokus untuk ibadah dan terus memperbaiki diri.

Salah satunya ibadah haji, namun karena antrian begitu panjang, Dewi memutuskan untuk umrah. Umrah pertama diikutinya pada 2005. Setelah itu, dirinya kian mantap berhijab.

OLEH RATNA AJENG TEJOMUKTI

KHAZANAH REPUBLIKA