Keistimewaan Umar Kecil

Muhammad Husain Haekal dalam buku Umar bin Khattab menyampaikan, yang membedakan Sayyidina Umar bin Khattab kala kecil dengan kawanan seusianya adalah ia sempat belajar membaca dan menulis. Hal ini jarang sekali terjadi di kalangan anak-anak kaum Quraisy pada masa itu.

Dari semua suku Quraisy ketika Nabi diutus, hanya 17 orang yang pandai membaca dan menulis. Sehingga Sayyidina Umar kecil merupakan orang yang cukup istimewa yang mampu belajar baca-tulis meski bukan berasal dari keluarga kaya raya.

Pada masa jahiliyah, orang-orang Arab masa itu tidak menganggap bahwa pandai membaca dan menulis merupakan sebuah keistimewaan. Bahkan mereka justru menghindari dan menghindarkan anak-anak mereka dari belajar membaca dan menulis.

Beranjak remaja, Sayyidina Umar tampak berkembang lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak sebayanya. Beliau lebih tinggi dan lebih besar. Bahkan ketika Auf bin Malik melihat orang banyak berdiri sama tinggi, hanya ada seorang yang tingginya jauh melebihi yang lain sehingga sangat mencolok. Dialah Sayyidina Umar kala remaja.

Secara fisik, Sayyidina Umar remaja memiliki kulit wajah yang putih agak kemerahan. Tangannya kidal dengan kaki yang lebar sehingga jalannya cepat sekali. Sejak muda beliau sudah mahir dalam berbagai jenis olahraga, seperti gulat dan menunggang kuda.

KHAZANAH REPUBLIKA

Khutbah Panjang Sayyidina Ali yang Tanpa Huruf Alif

 Sayyidin Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah keempat yang berkuasa dalam sejarah awal Islam. Secara silsilah, Sayyidina Ali merupakan sepupu dari Nabi Muhammad SAw. Pernikahannya dengan Fatimah az-Zahra juga menjadikannya sebagai menantu Rasulullah.

Selama hidupnya, Sayyidina Ali juga kerap menyampaikan pesan atau nasihat kepada umat Islam. Namun, uniknya Sayyidina juga pernah menyampaikan sebuah khutbah cukup panjang, yang di dalamnya tidak terdapat satu pun huruf alif.

Dalam potongan khutbah yang fenomenal ini memang tidak menyampaikan pesan khusus. Akan tetapi, nilai sastra dalam khutbah Sayyidina Ali sangat luar biasa. Dalam ilmu sastra bahasa Arab, susunan kalimat dalam khutbah Sayyidina Ali ini disebut “badi’ hadzf” atau suatu kalimat yang penyusunnya berkomitmen untuk tidak menggunakan huruf tertentu.

Berikut kutipan khutbah Sayyidina Ali:

حَمِدْتُ مَنْ عَظُمَتْ مِنَّتُهُ وَسَبَغَتْ نِعْمَتُهُ وَتَمَّتْ كَلِمَتُهُ وَنَفَذَتْ مَشِيَّتُهُ وَبَلَغَتْ حُجَّتُهُ وَعَدَلَتْ قَضِيَّتُهُ وَسَبَقَتْ غَضَبَهُ رَحْمَتُهُ حَمِدْتُهُ حَمْدَ مُقِرٍّ بِرُبُوبِيَّتِهِ مُتَخَضِّعٍ لِعُبُودِيَّتِهِ مُتَنَصِّلٍ مِنْ خَطِيئَتِهِ مُعْتَرِفٍ بِتَوْحِيدِهِ مُسْتَعِيذٍ مِنْ وَعِيدِهِ مُؤَمِّلٍ مِنْ رَبِّهِ مَغْفِرَةً تُنْجِيهِ يَوْمَ يَشْغَلُ كُلٌّ عَنْ فَصِيلَتِهِ وَبَنِيهِ وَشَهِدْتُ لَهُ شُهُودَ عَبْدٍ مُخْلِصٍ مُوقِنٍ ، وَفَرَّدْتُهُ تَفْرِيدَ مُؤْمِنٍ مُتَيَقِّنٍ، وَوَحَّدْتُهُ تَوْحِيدَ عَبْدٍ مُذْعِنٍ لَيْسَ لَهُ شَرِيكٌ فِي مُلْكِهِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ فِي صُنْعِهِ، جَلَّ عَنْ مُشِيرٍ وَوَزِيرٍ وَعَوْنٍ وَمُعِينٍ وَنَظِيرٍ عَلِمَ فَسَتَرَ وَبَطَنَ فَخَبَرَ وَمَلَكَ فَقَهَرَ وَعُصِيَ فَغَفَرَ وَعُبِدَ فَشَكَرَ وَحَكَمَ فَعَدَلَ وَتَكَرَّمَ وَتَفَضَّلََ لمْ يَزَلْ وَلَنْ يَزُولَ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْ‏ءٌ وَهُوَبَعْدَ كُلِّ شَيْ‏ءٍ ، رَبٌّ مُتَعَزِّزٌ بِعِزَّتِهِ مُتَمَكِّنٌ بِقُوَّتِهِ مُتَقَدِّسٌ بِعُلُوِّهِ مُتَكَبِّرٌ بِسُمُوِّهِ ، لَيْسَ يُدْرِكُهُ بَصَرٌ وَ لَمْ يُحِطْ بِهِ نَظَرٌ ، قَوِيٌّ مَنِيعٌ بَصِيرٌ سَمِيعٌ رَءُوفٌ رَحِيم عَجَزَ عَنْ وَصْفِهِ مَنْ وَصَفَهُ وَضَلَّ عَنْ نَعْتِهِ مَنْ عَرَفَهُ ، قَرُبَ فَبَعُدَ وَبَعُدَ فَقَرُبَ ، يُجِيبُ دَعْوَةَ مَنْ يَدْعُوهُ وَيَرْزُقُهُ وَيَحْبُوهُ ، ذُو لُطْفٍ خَفِيٍّ وَبَطْشٍ قَوِيٍّ وَرَحْمَةٍ مُوسَعَةٍ وَعُقُوبَةٍ مُوجِعَةٍ ، رَحْمَتُهُ جَنَّةٌ عَرِيضَةٌ مُونِقَةٌ ، وَعُقُوبَتُهُ جَحِيمٌ مَمْدُودَةٌ مُوبِقَةٌ

“Aku memuji Dzat yang anugerah-Nya agung, nikmat-Nya sempurna, Kalimat-Nya purna, dan kehendak-Nya selalu terjadi. Dzat yang bukti-bukti-Nya nyata, keputusan-Nya adil, dan Dzat yang rahmat-Nya selalu mendahului murka-Nya. Aku memuji-Nya dengan pujian orang yang mengakui ketuhanan-Nya, yang tunduk karena kehambannya, yang meminta maaf katena kesalahannya, yang mengakui ketauhidan-Nya, yang berlindung dari ancaman-Nya, serta memuji seperti orang yang senantiasa mengharap ampunan-Nya pada hari di mana semua orang tidak peduli kepada keluarga dan anaknya.

Dan aku bersaksi untuk-Nya sebagaimana kesaksian seorang hamba yang ikhlas dan yakin. Mengesakan-Nya sebagaimana pengesaan orang beriman nan mantap. Serta mentauhidkan-Nya sebagaimana tauhid hamba yang taat. Dia tak memiliki sekutu di kerajaan-Nya, serta tidak memiliki pembantu dalam ciptaan-Nya.

Maha agung Dia dari segala penunjuk, wazir, pertolongan, pembantu, serta sekutu. Ia mengetahui namun Ia menutup Dzat-Nya. Ia tersimpan namun Ia menunjukkan. Ia menguasai lalu Ia perkasa. Ia didurhakai namun Ia memaafkan. Ia disembah namun Ia menerima syukur. Ia memutuskan namun Ia tetap adil. Ia mulia dan Ia tetap memberi anugerah. Dia tidak sirna dan tidak akan sirna. Tidak ada yang menyerupai-Nya.

Dia akan tetap ada setelah segala sesuatu sirna. Dia adalah Tuhan yang mulia karena memang Dia mulia. Dia Maha Mampu dengan kekuatan-Nya. Maha Suci karena keluhuran-Nya. Maha Sombong karena kebesaran-Nya. Tidak ada penglihatan yang bisa mengetahuinya. Tidak pula pandangan mampu meliputinya. Dia Maha Kuat, Maha Mencegah, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.

Orang yang mendeskripsikannya akan kesulitan menjelaskan. Dan orang yang mengetahuinya akan tersesat dari sifatnya. Dia dekat namun jauh dan ia jauh namun dekat. Dia mengabulkan sesiapa yang berdoa; Dia memberinya rizki dan menganugerahkannya nikmat. Dia memiliki kelembutan yang samar, namun siksa yang juga besar. Dia memilki rahmat yang luas namun juga memliki siksa yang menyakitkan. Rahmatnya adalah surga yang lebar dan indah, siksanya adalah neraka yang panjang dan merusak.”

IHRAM

Abdullah ibn Mas’ud, Orang Pertama yang Melantunkan Alquran

Dalam buku Biografi 60 Sahabat Rasulullah karya Khalid Muhammad Khalid, tercatat kisah orang pertama yang melantunkan ayat suci Alquran. Ia adalah Abdullah ibn Mas’ud, seorang pengembala domba milik ‘Uqbah ibn Abi Mu’ith, salah satu pembesar Quraisy.

Abdullah adalah orang keenam yang memeluk Islam dan beriman kepada Rasulullah. Pada suatu hari, para sahabat Rasulullah berkumpul. Salah seorang berkata, “Demi Allah, kaum Quraisy belum pernah mendengar Alquran dibacakan kepada mereka. Nah, siapakah orang yang berani memperdengarkan Alquran kepada mereka?”

Pemuda pengembala domba itu menyahut, “Aku.” Mereka berkata, “Akan tetapi, kami mengkhawatirkanmu. Kami menghendaki seorang laki-laki yang memiliki keluarga besar sehingga bisa melindunginya dari kaum Quraisy yang hendak mengganggu.” Ibnu Mas’ud menjawab, “Jangan khawatirkan aku karena Allah pasti melindungiku.”

Pemuda itu kemudian berangkat ke Kabah. Pada waktu dhuha, ia sampai di maqam Ibrahim, sementara kaum Quraisy sedang berkumpul. Abdullah Ibnu Mas’ud lalu membaca ayat-ayat pertama dari surah Ar Rahman dengan suara lantang.

Para pemuka Quraisy pun tercengang, tidak percaya dengan apa yang dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga mereka. Mereka berseru, “Apa yang diucapkan oleh Ibnu Ummi Ma’bad itu? Apakah ia membaca sebagian dari Alquran yang dibawa oleh Muhammad?”

Para pemuka Quraisy segera bangkit menghampiri Abdullah Ibnu Mas’ud kemudian memukul wajahnya. Namun, Ibnu Mas’ud tetap melantunkan ayat-ayat suci Alquran hingga beberapa ayat. Setelah itu, ia kembali kepada para sahabat dalam kondisi wajah dan tubuh yang terluka.

Para sahabat berkata kepadanya, “Inilah yang kami khawatirkan terhadapmu.” Namun Abdullah Ibnu Mas’ud menjawab, “Tidaklah ada yang lebih mudah bagiku sekarang ini selain menghadapi para musuh Allah itu. Jika kalian mau, besok aku akan melakukan hal yang sama kepada mereka.”

Saat itu, tindakan Abdullah Ibnu Mas’ud ini begitu fenomenal. Ia terus mendatangi kaum Quraisy dan melantunkan ayat-ayat Allah tersebut. Allah pun memberi balasan dengan mengaruniainya kemahiran membaca Alquran dengan sangat indah. Ia juga jadi memahaminya secara mendalam.

Rasulullah sampai berpesan kepada para sahabat untuk mengikuti bacaan Alquran Ibnu Mas’ud. Ia meminta para sahabat belajar padanya bagaimana seharusnya membaca Alquran.

 

REPUBLIKA

Spirit Sahabat dalam Meraih Kemuliaan

KEMAJUAN dan kejayaan serta kesejahteraan mustahil diraih kecuali dengan kemuliaan. Pemahaman seperti ini terpatri sangat kuat di dada para Sahabat Rasulullah. Dengan segenap potensi yang dimiliki, tak satu pun Sahabat Nabi yang tidak bergerak cepat dalam meraih kemuliaan.

Abu Bakar yang sungguh luar biasa. Pantas kalau beliau digelari Ash-Shiddiq serta mendapat kedudukan sangat dekat dengan Rasulullah.

Pada suatu hari Rasulullah duduk-duduk bersama para sahabatnya dan berkata, “Siapa di antara kalian yang puasa hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya”.  Lalu Nabi bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang yang menjenguk orang sakit hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya”.  Kemudian Nabi bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini mengiringi jenazah?” Jawab Abu Bakar, “Saya”. Kemudian Nabi bersabda, “Semua (perkara) itu tidak berkumpul pada diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.” (HR Muslim).

Sebagai seorang Muslim, sudah semestinya kita meneladani spirit Abu Bakar dalam meraih kemuliaan sejati itu.

Dari kalangan Muslimah kita bisa belajar dari apa yang dilakukan Aisyah, istri Rasulullah. Al-Hikam dalam kitab Al-Mustadrak dan Abu Nu’aim dalam kitab Auliya meriwayatkan bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan mengirimkan 80.000 dirham pada Aisyah yang sedang berpuasa.

Saat itu juga hadiah tersebut dibagikan kaum fakir miskin sehingga tidak tersisa sedikitpun. Pembantu Aisyah berkata, “Wahai Ummul Mukminin, mengapa engkau tidak menyisakan satu dirham sehingga engkau mampu membeli daging untuk berbuka nanti? Aisyah menjawab, “Jika engkau mengingatkanku tadi, tentu aku melakukannya.”

Perilaku yang sama juga terdapat pada diri sahabat Utsman bin Affan yang rela mensedekahkan harta miliknya untuk menyelamatkan kaum Muslimin dari ancaman krisis air. Seperti tidak mau ketinggalan, Abdurrahman bin Auf juga menyerahkan seluruh dagangan beserta 700 ekor untanya untuk kemakmuran umat Islam.

Semua itu dilakukan bukan karena mereka anti dunia. Tapi mereka sadar, kemuliaan di mata Allah lebih utama dibanding banyaknya harta dan keegoisan yang dilampiaskan. Semoga kita masuk bagian dari mereka semua. Amin.*

 

HIDAYATULLAH

Khalifah Utsman, Sang Pemilik Dua Cahaya Nabi SAW

KHALIFAH Utsman bin Affan r.a termasuk orang yang paling kaya, meski bukan seorang tokoh berpengaruh di kalangan Quraisy. Ia memiliki akhlak yang baik, sehingga para ibu-ibu mendoakan putra mereka dengannya.

Mereka berkata, “Semoga Zat Yang Maha Pengasih menyayangimu seperti cintanya kaum Quraisy terhadap Utsman.” Hal itu lantaran kebaikan akhlaknya dan kemudian sifat-sifatnya sehingga ia menjadi orang yang paling dicintai oleh orang-orang Quraisy.

Utsman bin Affan dilahirkan enam tahun sesudah tahun gajah. Dia pergi berhijrah tatkala berusia 47 tahun dan diangkat menjadi Khalifah ketika berusia 70 tahun. Dia menjabat sebagai khalifah selama 12 tahun. Meninggal tatkala berusia 82 tahun, tepatnya ketika ia mati syahid pada tanggal 18 Dzulhijjah tahun 35 Hijriah.

Istri pertama Utsman adalah Ruqayyah, putri Nabi Muhammad SAW yang telah meninggal terlebih dahulu. Kemudian setelah itu, ia menikahi saudarinya, yaitu Ummu Kaltsum. Sebenarnya, kedua putri Nabi SAW itu telah dikhitbah oleh kedua putra Abu Lahab. Namun, sesudah Nabi SAW diutus sebagai Nabi dan Rasul, Abu Lahab mulai memerangi dakwah dan menyakiti Rasulullah SAW dan memerintahkan kedua putranya untuk menceraikan kedua putri Nabi SAW. Keduanya pun menceraikannya.

Dua tahun sebelum hijrah, Utsman r.a menikah dengan Ruqayyah binti Muhammad SAW, yang kemudian mempunyai anak yang bernama Abdullah. Kemudian Ruqayyah meninggal pada hari kemenangan, yaitu setelah perang Badar. Setelah itu, Utsman menikah dengan saudarinya yang bernama Ummu Kaltsum yang meninggal pada tahun sembilan Hijriyyah.

Oleh karena itu, Utsman dijuluki dengan sebutan “Pemilik Dua Cahaya”, karena ia telah menikahi dua putri Nabi SAW. Dikatakan bahwa orang Arab tidak mengenal sepasang suami istri yang saling mencintai antara keduanya sebagaimana Ruqayyah dan Utsman.

Sesudah kematian Ummu Kaltsum, Utsman menikah lagi dengan Sakhithah binti Ghazwan, Fatimah binti Walid dan Ummul Banin binti Uyainah bin Hishan. Adapun istri terakhirnya adalah Nailah binti Al-Farafishah, wanita Nasrani yang kemudian masuk Islam setelah menikah dengan Utsman bin Affan.[]

 

Sumber : Jejak Para Khalifaholeh Amru Khalid

MOZAIK INILAHcom

Tentang Masuk Islamnya Abu Hurairah

ADA yang bertanya, kapan Abu Hurairah masuk Islam? Ia mengaku membaca atau mendengar bahwa beliau masuk Islam sebelum peristiwa hijrah.

Ustaz Ammi Nur Baits, menjawab sbb:

Sebelumnya, kita perlu tahu sekelumit tentang latar belakang Abu Hurairah. Nama asli beliau Abdurrahman bin Shakr menurut pendapat yang paling kuat . Beliau berasal dari suku Daus dari Yaman. (Siyar Alam an-Nubala, 2/578).

Menurut banyak riwayat, orang yang mendakwahkan Islam di suku Daus adalah Thufail bin Amr ad-Dausi Radhiyallahu anhu, yang masuk Islam ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam masih di Mekah. Dan Abu Hurairah termasuk orang yang mengikuti ajakan Thufail.

Siapa Thufail ad-Dausi?

Sebelum menjawab kapan islamnya Abu Hurairah, terlebih dahulu kita buka identitas Thufail bin Amr ad-Dausi. Karena sosok beliau membantu menentukan masa Islamnya Abu Hurairah.

Dalam berbagai referensi sejarah, diantaranya at-Thabaqat al-Kubro karya Ibnu Sad, disebutkan biografi Thufail. Beliau adalah sosok yang terpandang, penyair ulung, sering dikunjungi orang. Beliau tiba di Mekah tahun ke-11 kenabian. Begitu tiba di Mekah, orang musyrikin menyambutnya, dan merekapun langsung mengingatkan beliau agar tidak dekat-dekat dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam,

Hai Thufail, kamu datang ke negeri kami. Di sini ada orang yang telah merepotkan kami, memecah belah persatuan kami, mengacaukan semua urusan kami. Ucapannya seperti sihir, bisa membuat seorang ayah membenci anaknya, seseorang benci saudaranya, dan suami istri bisa bercerai. Kami mengkhawatirkan kamu dan kaummu mengalami seperti apa yang kami alami. Karena itu, jangan sampai engkau mengajaknya bicara dan jangan mendengar apapun darinya.

Mereka terus-menerus mengingatkan Thufail, hingga beliau menyumbat telinganya dengan kapas ketika masuk Masjidil Haram. Ketika beliau masuk Masjidil Haram, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sedang shalat. Hingga Allah takdirkan, beliau mendengar sebagian bacaan shalat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau semakin penasaran dan akhirnya menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.

Setelah diajarkan tentang islam dan dibacakan sebagian ayat al-Quran, Thufail terheran-heran, hingga beliau tertarik masuk Islam dan langsung bersyahadat di depan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam meminta kepadanya untuk mendakwahkan Islam kepada kaumnya.

Beliau meminta suatu tanda. Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mendoakan, Ya Allah, berikanlah cahaya untuknya.

Allahpun memberikan tanda di depan dahinya. Namun Thufail khawatir, justru ini dianggap tanda buruk baginya. Kemudian cahaya itu dipindah ke ujung cemetinya. Cahaya ini menjadi penerang baginya di waktu malam yang gelap. (at-Thabaqat al-Kubro 4/237, ar-Rahiq al-Makhtum hlm. 105).

Ada dua pendapat ulama tentang kapan Abu Hurairah masuk Islam.

Pertama, Abu Hurairah Radhiyallahu anhu masuk Islam di awal tahun 7 Hijriyah. Bertepatan dengan peristiwa perang Khaibar. Dan inilah keterangan yang masyhur dari berbagai ahli sejarah.

Ibnu Abdil Bar mengatakan,

Abu Hurairah dan Imran bin Husain masuk Islam di tahun Khaibar. (al-Istiab, 1/374).

Keterangan lain, dari al-Khithabi,

Abu Hurairah masuk Islam tahun 7 Hijriyah. Beliau datang ke Madinah, sementara Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masih di Khaibar. Sementara Amr dan Khalid bin Walid tahun 6 Hijriyah. (Gharib al-Hadits, 2/485).

Keterangan Ibnul Atsir,

Abu Hurairah Radhiyallahu anhu masuk Islam di tahun Khaibar, dan beliau ikut peristiwa Khaibar bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kemudian selalu mendampingi Nabi dan selalu bersama beliau, karena keinginan untuk mendapatkan ilmu. Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mendoakan kebaikan untuknya. (Usud al-Ghabah).

Kedua, sebagian ulama berpendapat bahwa Abu Hurairah masuk Islam sebelum peristiwa Khaibar. Berikut beberapa keterangan mereka,

Ibnu Hibban,

Abu Hurairah masuk Islam di suku Daus. Kemudian beliau datang ke Madinah, sementara Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam teah berangkat menuju Khaibar. Ketika itu, yang bertanggung jawab terhadap kota Madinah adalah Siba bin Urfuthah al-Ghifari. Ditugaskan untuk menggantikan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Abu Hurairah shalat bersama Siba, kemudian menyusul Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ke Khaibar, dan ikut peristiwa Khaibar bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. (Shahih Ibnu Hibban, 11/187).

Kemudian keterangan al-Hafidz Ibnu Hajar, setelah beliau menceritakan islamnya Thufail,

Di kampung ad-Daus Thufail mendakwahkan kaumnya untuk masuk Islam, hingga ayahnya masuk Islam, namun ibunya menolak. Kemudian Abu Hurairah menerima ajakan beliau sendirian.

Menurut saya (Ibnu Hajar), ini menunjukkan bahwa Islamnya Abu Hurairah itu sejak awal. Bahkan Ibnu Abi Hatim menyebutkan bahwa Thufail datang ke Khaibar bersama Abu Hurairah. Seolah ini adalah kedatangan yang kedua. (Fathul Bari, 8/102)

Diantara ulama kontemporer yang menegaskan Islamnya Abu Hurairah sebelum peristiwa hijrah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ke Madinah adalah al-Adzami. Dalam catatan kaki untuk Shahih Ibnu Khuzaimah, beliau mengatakan,

Abu Hurairah masuk Islam beberapa tahun sebelum peristiwa hijrah. Namun beliau hijrah di masa peritiwa Khaibar. Anda bisa lihat biografi Thufail bin Amr ad-Dausi di kitab al-Istiab dan kitab al-Ishabah. (Taliq Shahih Ibn Khuzaimah, 1/280).

Keterangan yang lain juga disampaikan Dr. Muhammad Ajjaj al-Khatib dalam kitabnya Abu Hurairah, Rayatul Islam (Abu Hurairah, Bendera Islam),

Bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu anhu masuk Islam dari awal, ketika beliau masih di kampung halamannya, mengikuti ajakan Thufail bin Amr. Dan itu terjadi sebelum hijrahnya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. (Abu Hurairah, Rayatul Islam, hlm 70).

Dari beberapa keterangan dan riwayat di atas, yang lebih mendekati, nampaknya Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, telah masuk islam ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam masih di Mekah. Hanya saja, beliau datang ke Madinah dan selalu menyertai Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika peristiwa perang Khaibar. Allahu alam. [konsultasisyariah]

Inilah.com

Begini Penampakan Sumur Wakaf Utsman bin Affan

Sahabat Utsman bin Affan RA, termasuk salah satu sahabat yang terkenal hartawan, namun tetap bersikap dermawan, murah hati, dan perhatian terhadap sesama. Kepeduliannya membela agama Allah SWT tak lagi diragukan. 

Dalam banyak riwayat, sahabat yang dijuluki dengan gelar dzunnurain (pemilik dua cahaya) ini, ikut serta menyokong pendanaan perluasan Masjid al-Haram, Makkah dan Masjid Nabawi, Madinah. Saat meletus Perang Tabuk, ia bahkan menginfakkan 1.000 ekor unta dan 70 ekor kuda serta 1.000 dihram.

Di antara contoh kedermawanan Ustman adalah Sumur Raumah, yang berlokasi di Madinah. Sumur ini dibeli Ustman dari seorang sahabat yang bernama Raumah al-Ghifari seharga 35 ribu dirham, lalu demi kepentingan banyak orang, sumur ini pun lantas diwakafkan untuk umum.

Setelah lewat hampir kurang lebih 1.400 tahun, sumur ini ternyata masih bertahan. Kondisinya masih seperti sedia kala dan masih mengeluarkan air.

Sumur ini sekarang dimanfaatkan Kementerian Pertanian Arab Saudi untuk mengairi perkebunan di sekitarnya.

Menurut pakar sejarah Kota Madinah, Abdullah Kabir, sejarah mencatat tanah atau benda lain yang tak bergerak, yang diwakafkan atas nama Ustman cukup banyak.

Namun sayangnya, kurang termaksimalkan pelestariannya. Beberapa di antaranya terkena dampak perluasan Masjid al-Haram seperti yang berada di samping Ribath al-Ajam.

 

REPUBLIKA

Ketika Abu Bakar Menjabat Amirul Haj Pertama

Abu Bakar As-Shiddiq RA adalah lelaki dewasa yang pertama kali memeluk Islam. Keislaman Abu Bakar disebut-sebut paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum Muslimin dibandingkan keislaman orang selainnya.

Abu Bakar berhasil mengislamkan tokoh-tokoh Quraisy diantaranya Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwarn, dan Thalhah bin Ubaidillah. Pria yang dijuluki Atiq karena wajahnya yang tampan dan gagah ini banyak menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT dan banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa karena keislamannya seperti Bilal.

Putra pasangan Abu Quhafah dan Ummu al-Khair ini selalu mengiringi keberadaan Rasulullah SAW, bahkan dialah yang mengiringi Nabi Muhammad SAW ketika hijrah dari Makkah ke Madinah. Abu Bakar setia berada di samping Rasulullah SAW, bahkan hingga ke medan perang, di antaranya Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Fath Makkah, Perang Hunain, maupun Perang Tabuk.

Dalam buku berjudul 198 Kisah Haji Wali-Wali Allah karya Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny disebutkan bahwa Abu Bakar merupakan pemimpin jamaah haji (amirulhaj) pertama yang ditunjuk Rasulullah SAW pada tahun 9 Hijriyah. Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar bin Khattab untuk menjadi amirulhaj.

Beliau sendiri masih banyak kesibukan dalam mengurus Muslimin di Makkah pascawafatnya Rasulullah SAW. Barulah pada tahun berikutnya, Abu Baku dapat menunaikan ibadah haji dan beliau sendiri yang menjadi amirulhaj.

Perjalanan itu diiringi dengan penuh ketawajuhan dan ketawakalan kepada Allah yang tinggi. Sebagai amirulmukminin sekaligus sebagai amirulhaj, amanah tersebut tentu menuntut perhatian dan tanggung jawab lebih besar di atas pundaknya.

Beliau beserta rombongan memasuki Kota Makkah sekitar waktu duha. Abu Bakar menggunakan kesempatan itu untuk langsung menemui orangtuanya yang memang tinggal di Kota Makkah. Ketika itu, ayah Abu Bakar, Abu Quhafah, sedang berbincang-bincang dengan beberapa pemuda di teras rumahnya. Begitu Abu Bakar terlihat oleh mereka, orang-orang berseru kepada Abu Quhafah,“Hai, itu putramu telah datang!”

Abu Quhafah pun bangkit dari duduknya. Abu Bakar menyuruh untanya bersimpuh dan dia pun bergegas turun dari untanya. “Wahai, Ayah, engkau tidak perlu berdiri!” kata  Abu Bakar.

Abu Bakar memeluk ayahnya dan mengecup keningnya. Abu Quhafah menangis bahagia dengan kedatangan putranya tersebut karena sudah lama mereka tidak berjumpa. Berita kedatangannya segera meluas sehingga tidak lama kemudian datanglah beberapa tokoh Kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan Al-Harits bin Hisyam.

Mereka semua adalah para sahabat yang menetap tinggal di Makkah. Abu Quhafah berkata kepada Abu Bakar, “Wahai, ‘Atiq, mereka itu adalah orang-orang yang baik. Karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka.”

Abu Bakar pun menjawab, “Wahai Ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat (dengan menjadi khalifah). Tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya, kecuali hanya dengan perotlongan Allah.”

Selain kunjungan untuk ibadah haji dan sebagai amirulmukminin, Abu Bakar juga menggunakan kesempatan itu untuk mengetahui hal ihwal kaum Muslimin di kawasan Makkah dan sekitarnya. Beliau bertanya kepada penduduk Makkah, “Adakah yang akan mengadukan kepadaku suatu kezaliman yang kalian alami?”

Ternyata tidak ada satu pun kasus kezaliman yang diadukan kepadanya. Sepanjang musim haji itu, beliau selalu mengulang-ulang pertanyaan di atas. Namun, rupanya tidak ada perlakuan zalim yang terjadi di bawah kepemimpinannya. Bahkan semua orang malah menyanjung kepemimpinan, kepedulian, dan kebijakan beliau terhadap umat.

Abu Bakar meninggal dunia pada malam Selasa, antara waktu magrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil Awal 13 Hijriyah dalam usia 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma’ binti Umais, istri beliau. Abu Bakar dimakamkan di samping makam Rasulullah SAW. Shalat jenazahnya diimami Umar bin al-Khattab di Raudhah. Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat yakni putranya, Abdurrahman bin Abi Bakar, Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.

 

 

IHRAM

——————–

TIPS: Temukan artikel kisah sahabatNabi lainya melalui kolom pencarian dg keyword: kisah sahabat nabi, sahabat nabi, Umar bin al-Khattab, Utsman, Ali bin Abi Thalib, atau nama lainnya.

Kisah Mengharukan : Bilal dan Adzan Terakhirnya

Sejak Rasulullah wafat, Bilal meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak lagi melantukan Adzan di puncak Masjid Nabawi di Madinah. Bahkan permintaan Khalifah Abu Bakar ketika itu, yang kembali memintanya untuk menjadi muadzin tidak bisa Ia penuhi.

Dengan kesedihan yang mendalam Bilal berkata : “Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.”

Khalifah Abu Bakar pun bisa  memahami kesedihan Bilal dan tak lagi memintanya untuk kembali menjadi muadzin di Masjid Nabawi, melantunkan Adzan panggilan umat muslim untuk menunaikan shalat fardhu.

 

Kesedihan Bilal akibat wafatnya Rasulullah tidak bisa hilang dari dalam hatinya. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan Madinah, bergabung dengan pasukan Fath Islamy hijrah ke negeri Syam. Bilal kemudian tinggal di Kota Homs, Syria.

Sekian lamanya Bilal tak berkunjung ke Madinah, hingga pada suatu malam, Rasulullah Muhammad SAW hadir dalam mimpinya. Dengan suara lembutnya Rasulullah menegur Bilal : “Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?

Bilal pun segera terbangun dari tidurnya. Tanpa berpikir panjang, Ia mulai mempersiapkan perjalanan untuk kembali ke Madinah. Bilal berniat untuk ziarah ke makam Rasulullah setelah sekian tahun lamanya Ia meninggalkan Madinah.

Setibanya di Madinah, Bilal segera menuju makam Rasulullah. Tangis kerinduannya membuncah, cintanya kepada Rasulullah  begitu besar. Cinta yang tulus karena Allah kepada Baginda Nabi yang begitu dalam.

Pada saat yang bersamaan, tampak dua pemuda mendekati Bilal. Kedua pemuda tersebut adalah Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Masih dengan berurai air mata, Bilal tua memeluk kedua cucu kesayangan Rasulullah tersebut.

Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah, juga turut haru melihat pemandangan tersebut. Kemudian salah satu cucu Rasulullah itupun membuat sebuah permintaan kepada Bilal.

Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami.”

Umar bin Khattab juga ikut memohon kepada Bilal untuk kembali mengumandangkan Adzan di Masjid Nabawi, walaupun hanya satu kali saja. Bilal akhirnya mengabulkan permintaan cucu Rasulullah dan Khalifah Umar Bin Khattab.

Saat tiba waktu shalat, Bilal naik ke puncak Masjid Nabawi, tempat Ia biasa kumandangkan Adzan seperti pada masa Rasulullah masih hidup. Bilal pun mulai mengumandangkan Adzan.

Saat lafadz “Allahu Akbar” Ia kumandangkan, seketika itu juga seluruh Madinah terasa senyap. Segala aktifitas dan perdagangan terhenti. Semua orang sontak terkejut, suara lantunan Adzan yang dirindukan bertahun-tahun tersebut kembali terdengar dengan merdunya.

Kemudian saat Bilal melafadzkan “Asyhadu an laa ilaha illallah“, penduduk Kota Madinah berhamburan dari tempat mereka tinggal, berlarian menuju Masjid Nabawi.  Bahkan dikisahkan para gadis dalam pingitan pun ikut berlarian keluar rumah mendekati asal suara Adzan yang dirindukan tersebut.

Puncaknya saat Bilal mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah“, seisi Kota Madinah pecah oleh tangis dan ratapan pilu, teringat kepada masa indah saat Rasulullah masih hidup dan menjadi imam shalat berjamaah.

Tangisan Khalifah Umar bin Khattab terdengar  paling keras. Bahkan Bilal yang mengumandangkan Adzan tersebut tersedu-sedu dalam tangis, lidahnya tercekat, air matanya tak henti-hentinya mengalir. Bilal pun tidak sanggup meneruskan Adzannya, Ia terus terisak tak mampu lagi berteriak melanjutkan panggilan mulia tersebut.

Hari itu Madinah mengenang kembali masa saat Rasulullah masih ada diantara mereka. Hari itu, Bilal melantukan adzan pertama dan terakhirnya semenjak  kepergian Rasulullah. Adzan yang tak bisa dirampungkannya.

————–
Maha Suci Allah, kisah diatas telah mengaduk-aduk cinta dan kerinduan kita kepada Rasulullah Muhammad SAW. Kisah yang mampu membuat kita meneteskan airmata tanda cinta dan rindu kepada Baginda Nabi. Semoga kita bisa mendapatkan syafaat dari Rasulullah dan bisa bertemu dengan Rasul saat hari berbangkit.

 

 

sumber: 1001 Kisah Teladan

Keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia setelah para nabi dan rasul. Keutamannya adalah sesuatu yang melegenda, hal itu diketahui oleh kalangan awam sekalipun. Membaca kisah perjalanan hidupnya seakan-akan kita merasa hidup di dunia hayal, apa benar ada orang seperti ini pernah menginjakkan kaki di bumi? Apalagi di zaman kita saat ini, memang manusia teladan sudah sulit terlestari.

Namun seiring pergantian masa dan perjalanan hidup manusia, ada segelintir orang atau kelompok yang mulai mencoba mengkritik perjalanan hidup Abu Bakar ash-Shiddiq setelah Allah dan Rasul-Nya memuji pribadinya. Allah meridhainya dan menjanjikan surga untuknya, radhiallahu ‘anhu.

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)

Kritik tersebut mulai berpengaruh pada jiwa-jiwa yang mudah tertipu, kepada hati yang lalai, dan kepada pribadi-pribadi yang memiliki hasad kepada generasi pertama.

Kali ini kita tidak sedang menceritakan kepribadian Abu Bakar secara utuh, karena hal itu sulit diceritakan di tulisan yang singkat ini. Tulisan ini akan menyuplikkan sebagian teks-teks syariat yang menjelaskan tentang kemuliaan Abu Bakar.

 

Nasab dan Karakter Fisiknya

Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman at-Taimi, namun kun-yahnya (Abu Bakar) lebih populer dari nama aslinya sendiri. Ia adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasyi at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Luai.

Ibunya adalah Ummu al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im. Dengan demikian ayah dan ibu Abu Bakar berasal dari bani Ta-im.

Ummul mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anhu menuturkan sifat fisik ayahnya, “Ia seorang yang berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya, wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya, dahinya lebar, tidak bisa bersaja’, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai inai atau katam (Thabaqat Ibnu Sa’ad, 1: 188).

Adapun akhlak Abu Bakar, ia adalah seorang yang terkenal dengan kebaikan, keberanian, sangat kuat pendiriannya, mampu berpikir tenang dalam keadaan genting sekalipun, penyabar yang memiliki tekad yang kuat, dalam pemahamannya, paling mengerti garis keturunan Arab, orang yang bertawakal dengan janji-janji Allah, wara’ dan jauh dari kerancuan pemikiran, zuhud, dan lemah lembut. Ia juga tidak pernah melakukan akhlak-akhlak tercela pada masa jahiliyah, semoga Allah meridhainya.

Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.

 

Keutamaan Abu Bakar

– Orang yang Rasulullah Percaya Untuk Menemaninya Berhijrah ke Madinah

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. (QS. At-Taubah: 40)

Dalam perjalanan hijrah ini, Abu Bakar menjaga, melayani, dan memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mempersilahkan Rasul untuk beristirahat sementara dirinya menjaganya seolah-olah tidak merasakan letih dan butuh untuk istirahat.

Anas bin Malik meriwayatkan dari Abu Bakar, Abu Bakar mengatakan, “Ketika berada di dalam gua, aku berkata kepada Rasulullah, ‘Sekiranya orang-orang musyrik ini melihat ke bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat’. Rasulullah menjawab, ‘Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah menjadi yang ketiga (maksudnya Allah bersama dua orang tersebut)’. Rasulullah menenangkan hati Abu Bakar di saat-saat mereka dikepung oleh orang-orang musyrikin Mekah yang ingin menangkap mereka.

 

– Sebagai Sahabat Nabi yang Paling Dalam Ilmunya

Abu Said al-Khudri mengatakan, “Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabatnya dengan mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah menyuruh seorang hamba untuk memilih dunia atau memilih ganjaran pahala dan apa yang ada di sisi-Nya, dan hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah’.

Kata Abu Sa’id, “(Mendengar hal itu) Abu Bakar menangis, kami heran mengapa ia menangis padahal Rasulullah hanya menceritakan seorang hamba yang memilih kebaikan. Akhirnya kami ketahui bahwa hamba tersebut tidak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Abu Bakar-lah yang paling mengerti serta berilmu di antara kami. Kemudian Rasulullah melanjutkan khutbahnya,

“Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya dalam persahabatan dan kerelaan mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja aku diperbolehkan memilih kekasih selain Rabbku, pasti aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih, namun cukuplah persaudaraan se-Islam dan kecintaan karenanya.”

– Kedudukan Abu Bakar di Sisi Rasulullah

Dari Amr bin Ash, Rasulullah pernah mengutusku dalam Perang Dzatu as-Salasil, saat itu aku menemui Rasulullah dan bertanya kepadanya, “Siapakah orang yang paling Anda cintai?” Rasulullah menjawab, “Aisyah.” Kemudian kutanyakan lagi, “Dari kalangan laki-laki?” Rasulullah menjawab, “Bapaknya (Abu Bakar).”

– Saat Masih Hidup di Dunia, Abu Bakar Sudah Dipastikan Masuk Surga

Abu Musa al-Asy’ari mengisahkan, suatu hari dia berwudhu di rumahnya lalu keluar menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Musa berangkat ke masjid dan bertanya dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dijawab bahwa Nabi keluar untuk suatu keperluan. Kata Abu Musa, “Aku pun segera pergi berusaha menysulunya sambil bertanya-tanya, hingga akhirnya beliau masuk ke sebuah kebun yang teradapat sumur yang dinamai sumur Aris. Aku duduk di depan pintu kebun, hingga beliau menunaikan keperluannya.

Setelah itu aku masuk ke kebun dan beliau sedang duduk-duduk di atas sumur tersebut sambil menyingkap kedua betisnya dan menjulur-julurkan kedua kakinya ke dalam sumur. Aku mengucapkan salam kepada beliau, lalu kembali berjaga di depan pintu sambil bergumam “Hari ini aku harus menjadi penjaga pintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Tak lama kemudian datanglah seseorang ingin masuk ke kebun, kutanyakan, “Siapa itu?” Dia menjawab, “Abu Bakar.” Lalu kujawab, “Tunggu sebentar.” Aku datang menemui Rasulullah dan bertanya padanya, “Wahai Rasulullah, ada Abu Bakar datang dan meminta izin masuk.” Rasulullah menjawab, “Persilahkan dia masuk dan beritahukan padanya bahwa dia adalah penghuni surga.”

 

Penutup

Demikianlah Abu Bakar ash-Shiddiq dengan keutamaan-keutamaan yang ada padanya. Sebuah keistimewaan yang mungkin tidak pernah terlintas di benak kita, kita dijamin surga, menjadi kekasih Rasul, orang kecintaan Rasulullah, dan sahabat dekatnya. Lalu bagaimana bisa di hari ini ada orang yang merendahkan kedudukan beliau, setelah Allah dan Rasul-Nya memuliakan dia?

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan kita dari sifat buruk yang merendahkan wali-Nya, menjadi musuh orang yang Dia cintai. Semoga Allah meridhai Abu Bakar ash-Shiddiq.

 

 

Sumber: al-Bidayah wa an-Nihayah

Ditulis oleh Nurfitri Hadi
Artikel KisahMuslim