Hukum Pejabat Tidak Melaporkan Harta Kekayaan

Akibat suatu alasan seperti ingin menghindari kewajiban membayar pajak, membuat sebagian pejabat tidak melaporkan harta kekayaannya. Lantas, bagaimanakah hukum pejabat tidak melaporkan harta kekayaan?

LHKPN atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara merupakan laporan yang wajib disampaikan oleh penyelenggara negara mengenai harta kekayaan yang dimilikinya saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi, dan pensiun. 

Salah satu tujuan dari pembuatan LHKPN adalah sebagai langkah atau upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi antara lain dengan melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap LHKPN.

Dalam literatur kitab fikih, dijumpai beberapa keterangan yang menjelaskan bahwa termasuk dari kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang kaya yang memiliki harta lebih dari kecukupan adalah membiayai sesama muslim yang membutuhkan dan membantu membangun fasilitas negara.

Apabila orang kaya itu tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan beberapa kriteria yang telah disebutkan, maka pemerintah boleh mengambil dari harta mereka ketika diperlukan dan menggunakannya untuk kepentingan negara.

Pemerintah juga diperbolehkan untuk meminta laporan kepada pejabat perihal harta kekayaan yang dimiliki untuk dapat mengetahui harta yang dimiliki oleh setiap orang. Sehingga, pejabat diwajibkan untuk menyetorkan LHKPN atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara kepada pihak yang bertanggung jawab. 

Sebagaimana dalam keterangan kitab Bughyatul Mustarsyidin halaman 271 berikut

, من الحقوق الواجبات شرعا على كل غنى وحده من ملك زيادة على كفاية سنة له ولممونه ستر عورة العارى وما يقى بدنه من مبيح تيمم وإطعام الجائع وفك أسير مسلم وكذا ذمى بتفصيله وعمارة سور بلد وكفاية القائمين بحفظها والقيام بشأن نازلة نزلت بالمسلمين وغير ذلك إن لم تندفع بنحو زكاة ونذر وكفارة ووقف ووصية وسهم المصالح من بيت المال لعدم شىء فيه أو منع متوليه ولو ظلما فإذا قصر الأغنياء عن تلك الحقوق بهذه القيود جاز للسلطان الأخذ منهم عند وجود المقتضى وصرفه فى مصارفه.

Artinya : “Termasuk dari kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang kaya yang memiliki harta lebih dari kecukupan waktu satu tahun baginya dan keluarganya, maka dia harus menutupi aurat orang telanjang, memberi makan orang yang kelaparan, membebaskan tawanan muslim dan kafir dzimmi, membangun fasilitas negara dan orang-orang yang bertugas menjaganya, mengurus musibah yang menimpa umat Islam dan selain itu, jika kebutuhan itu tidak terpenuhi dengan adanya zakat, nazar, kafarat, wakaf , wasiat, dan bagian lain dari uang kas negara. 

Jika orang kaya tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan beberapa kriteria yang telah disebutkan, maka pemerintah boleh mengambil dari mereka ketika diperlukan dan menggunakannya untuk kepentingan negara.”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pemerintah diperbolehkan untuk meminta laporan kepada pejabat perihal harta kekayaan yang dimiliki. Sehingga, pejabat yang tidak melaporkan harta kekayannya dihukumi berdosa karena Allah SWT memerintahkan kepada hambanya untuh patuh kepada pemerintah selama hal itu bukan perkara yang diharamkan oleh syariat. Sebagaimana dalam Al-Qur’an dan Hadis berikut,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (QS. An Nisa’ [4]: 59)

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ إِنَّمَا الطَّاعَةَ فِي الْمَعْرُوْف

Artinya: Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dalam kebaikan. (HR. Al-Bukhari).

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaannya dihukumi berdosa karena Allah SWT memerintahkan kepada hambanya untuh patuh kepada pemerintah selama hal itu bukan perkara yang diharamkan oleh syariat.

Demikian penjelasan mengenai hukum pejabat tidak melaporkan harta kekayaan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

BPKH dan Dana Haji Dinilai Perlu Audit Khusus

KPK mengingatkan persoalan serius dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji. Ada tiga titik rawan korupsi, yaitu biaya akomodasi, konsumsi dan pengawasan. Lalu, soal penempatan dan investasi dana haji masih tidak optimal.

Anggota DPR RI, Fadli Zon menilai, temuan KPK itu serius dan pemerintah harus menindaklanjuti. Maka itu, ia menegaskan, jangan sampai masalah tata kelola penyelenggaraan ibadah haji, malah dialihkan tanggungannya kepada jamaah.

Ia mengingatkan, jamaah haji sudah menyetorkan uang ke bank selama belasan, bahkan 20 tahun lebih untuk berangkat haji. Namun, giliran mereka berangkat, tetap harus membayar sangat mahal karena pengelolaan dana umat tidak baik.

“Ini kan zalim namanya,” kata Fadli, Sabtu (28/1/2023).

Untuk itu, jalur investasi dan penempatan dana haji seharusnya diaudit khusus terlebih dulu, termasuk audit khusus ke Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hal ini untuk mengetahui posisi keberlanjutan pengelolaan dana haji ke depan.

Jangan sampai jamaah haji yang sebagian besar hanya petani dan orang-orang kecil harus menanggung kesalahan dalam tata kelola keuangan haji pemerintah tersebut. Apalagi, Kemenag hanya menggunakan dalih prinsip istitha’ah atau kemampuan.

Kemudian, biaya yang harus dibayar oleh jemaah haji Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan jamaah haji Malaysia. Padahal, jumlah jamaah haji yang berasal dari Indonesia merupakan terbesar dunia. Jamaah reguler saja mencapai 203.320 orang.

Malaysia menetapkan biaya ke dua golongan B40 (Bottom 40) atau warga pendapatan 40 persen terbawah dan kategori Bukan B40 untuk selebihnya. Secara keseluruhan, biaya haji Malaysia dan Indonesia relatif sama yang berada di limit Rp 100 juta.

Namun, biaya yang harus dibayarkan jamaah B40 di Malaysia hanya sebesar MYR 10.980 atau Rp 38,59 juta. Sedangkan, jamaah yang tergolong Bukan B40 hanya membayar MYR 12.980 atau Rp 45,62 juta. Sisanya ditanggung lembaga Tabung Haji.

“Dengan jumlah jamaah yang besar, jika dikelola benar, mestinya akumulasi dana haji yang terkumpul bisa mendatangkan nilai manfaat besar untuk jamaah haji kita , bukan mendatangkan nilai manfaat untuk pihak lain sebagaimana ditengarai KPK,” ujar Fadli.

Dengan catatan-catatan tersebut, Fadli mengingatkan, tidak sepantasnya beban pembiayaan haji ditanggungkan sebesar-besarnya kepada calon jemaah haji. Yang mana, sudah menyetorkan uang dan mengendapkan saldonya di bank jauh-jauh hari.

Tidak bisa BPKH dan Kemenag mengajukan dalih keberlangsungan penyelenggaraan haji secara sepihak, tanpa ada audit investigasi yang menyeluruh terhadap pengelolaan dana haji selama ini. Walaupun, kenaikan biaya haji keniscayaan.

“Namun, besarannya pastilah tidak setinggi sebagaimana yang telah diusulkan oleh Kemenag dan BPKH,” kata Fadli. 

IHRAM